Page Tab Header

Tuesday, December 28, 2004

Cerita: Kang Saridjo

Kang Saridjo

Kedua orang tuaku ada urusan sama kakek-nenek di Malang. Mereka pergi untuk 3 hari. Kebetulan ada perbaikan AC di ruang tamu dan kamarku. Beberapa orang tukang sibuk melakukan perbaikan. Aku tergoda untuk memperhatikan salah satunya. Namanya Saridjo. Mungkin sekitar 40 tahunan. Nampak ototnya kasar dan gempal, mukanya penuh kumis dan jambang yang tercukur di pipi dan lehernya.

Aku terkesima. Tukang ini sangat seksi di mataku. Sungguh, Kang Saridjo, demikian aku memangilnya, sangat menawan syahwatku. Pada hari pertama mereka mulai kerja aku sempat 2 kali masturbasi. Mengkhayal.. Acchh.. Betapa nikmat kalau aku bisa menjilati tubuh gempal berotot itu.

Siang itu sambil 'surfing ke situs gay' di kamarku aku mengawasi mereka kerja.

"Permisi Den, saya mau ukur lubang di dinding untuk pasang kabel," Kang Saridjo sambil menggotong tangga lipat masuk ke kamarku. "Silahkan, kang" Aku melihat peluang untuk ngobrol sama Saridjo. Bau badan penuh keringat langsung menyengat di kamarku. "Dimana mau pasangnya, kang" "Disitu Den, di atas jendela"

Duh nih orang, keringatnya ngocor dari tubuhnya yang bertelanjang dada. Nampak gumpalan-gumpalan tubuhnya semakin nyata dengan adanya keringat itu. Nampak pentilnya sebedar biji jagung hitam keras di tengah bulatan hitam pula. Aku berliur. Lidahku membasahi bibir. Ingin rasanya menjilati asin keringatnya sambil menggigiti pentil itu.

"Perlu dibantu?" pertanyaanku sambil memegangi tangganya. "Terima kasih.."

Kini wajahku nanar menyaksikan betisnya yang coklat gelap mengkilat oleh basang keringatnya tepat di depan mukaku. Aku sungguh tak mampu menahan diriku. Betis liat penuh urat dan bulu-bulu itu sangat merangsang syahwatku. Kang Saridjo hanya bercelana kolor seperti pemain bola. Nampak betisnya menopang pahanya yang kekar dan gempal liat pula. Beberapa menit sambil mencoba menangkap bau badannya, aku sempat menggosok-gosok penisku di selangkangan. Aku ngaceng berat. Penisku menonjol mendesaki celanaku. Uch.. Gatelnya..

"Panas ya? Sudah minum belum, kang? Kalau belum boleh aku ambilin, ya..?" aku langsung bergerak mengambil minuman tanpa menungu jawabannya. Kudengar di belakangku dia menyahut, "Nggak usah, den" Tetapi aku pura-pura tak dengar. Aku harus aktip menyerang.

Es sirop dengan gelas besar kusodorkan padanya. Dia terima dan langsung di tenggaknya hingga ludas. Nampak jakunnya naik turun saat minumannya mengalir ke tenggorokannya. Lehernya yang menengadahkan kepalanya nampak kekar. Ah, betapa aku bisa menggigiti tuh otot-ototnya.

Saat dia kembalikan padaku gelas kosongnya aku bilang, "Duduk sini dulu, Bang. Istirahat sebentar. Nggak usah buru-buru. Kalau nggak selesai hari ini ya, besok nggak apa-apa. Jadinya ada yang nemenin aku di rumah ini" Kang Saridjo nampak menatap wajahku. Dia tahu aku jadi juragan selama ortu-ku tak ada di rumah. Aku duduk di kasurku dan kang Saridjo di kursi komputerku. Ah... aku lupa gambar-gambar porno di layar monitorku masing terang terpampang. Nampak cewek telanjang sedang menjilati perut lelaki hitam penuh otot.

Sesaat hendak ngobrol telpon di ruang famili terdengar berdering, aku beranjak keluar untuk mengangkatnya. Ada beberapa menit aku bertelpon dengan teman kampus. Saat aku balik ke kamar kulihat kang Sardi sedang melototi monitor pornoku. Nampaknya dia terbirahi. Aku pura-pura acuh agar dia tidak jengak dan malu.

"Seru juga nih gambar, Den?" celetuknya. "Mau? Pengin?" tanyaku sambil tersenyum nyengir. "Ya kalau ayu macam gini semua laki-laki pasti pengin," sahutnya.

Kulihat selangkangannya menggunung dari celana kolornya. Nampaknya dia agak malu-malu. Pasti ngaceng dia. Aku menarik kursi lain untuk duduk di sampingnya. Kuraih mouse Logitech-ku dan kudapatkan berpuluh-puluh file jpeg yang ku-kolek dari bebagai situs porno dalam pampangan ACDSee. Kang Saridjo terkaget-kaget menyaksikan adegan-adegan panas dari ACDSee ini. Tak ada omongan. Mata kang Sardi melotot, tanganku sibuk memindah-mindah gambar.

Saat ada 'shemale' Brazil yang cantik sedang nge-'blowjiob' pria hitam penuh bulu sengaja aku hentikan lebih lama. Nampak bagaimana mulut 'shemale' itu penuh oleh kepala kemaluan hitam yang batangnya penuh lingkaran otot-otot kasar.

"Edaann... enak banget rasanya kali?" "Lhoo.. koq nih cewek punya kontol..? Banci, niihh.."

Aku masa bodo dengan omongannya karena aku lebih tertarik pada selangkangannya yang gundukkannya semakin membengkak. Aku sama sekali tak konsen lagi. Tetapi seperti biasanya aku tak memiliki keberanian untuk memulai. Yang kulakukan hanyalah mengutik-utik mouse-ku sambil mataku melotot ke arah gundukkan celana kolornya. Hatiku bergemuruh dan jantungku berdegup-degup kencang. Aku dilanda prahara syahwat nafsu birahiku. Terasa darahku naik ke wajahku dan terasa bengap.

"Kk.. Kang..." suaraku lirih tertahan. Kang Saridjo tak mendengarnya. "Heh.. Heh..." sambil matanya tak melepaskan dari monitorku. Aku semakin nggak bisa tenang lagi. "Pengin.. Kaanngg??" suaraku lirih.

Dia nggak dengar juga, tetapi..

"Ah, udah ach, Den. Saya jadi nggak tahan.." dia melengos ke arahku dan sepertinya tanpa sengaja menatap mataku. "Pengin kang..?" dalam tatapan matanya tanpa sadar aku megulang pertanyaanku.

Tatapan mata Kang Saridjo nampak menahan nafsunya. Ternyata mukanya dan mukaku telah demikian berdekatan hingga kudengar nafasnya yang cepat dan ngos-ngosan. Aku memandanginya dalam penuh harap. Mataku terasa berkaca-kaca. Kang Saridjo nampak kagok dan ragu. Dia juga melirik sesaat ke arah selangkanganku yang juga menggunung.

Mungkin dia tak pernah mengenal 'seks sejenis'. Hidungku yang diterpa bau badannya mendorong mukaku lebih mendekat ke wajahnya. Nampaknya dia hendak beranjak pergi. Namun dia nggak berani bangun karena akan nampak kontolnya yang ngaceng. Aku pikir inilah saatnya agar dia tidak malu-malu. Sambil melemparkan senyuman dari wajahku yang sembab tanganku meraih gundukkan itu dan mengelusinya.

"Aachh.. Aden.. Malu khan 'ntar dilihatin teman-temanku"

Badannya terbongkok untuk menghidari rabaanku. Tetapi tanganku terus mengelusi dan kemudian meremas-remas batang panas dan keras di balik celananya. Uuhh.. Gedenya kontol Kang Saridjo ini.. Jantungku terus berpacu, mukaku semakin memerah panas karena desakkan libidoku.

"Jangan Den.. Saya tak pernah beginii.." Dia ragu, namun aku tak mendengarkannya. Remasanku terus kulakukan dengan penuh variasi hingga. "Aacchh.. Deenn..." dia mulai melenguh. Dan nampaknya menyerah. "Aacchh..." kontolnya terasa di tangan semakin membengkak keras. "Enakk, Kang..?" bisikku.

Dia hanya memandangi wajahku sambil menyeringai dalam nikmat.. Aku semakin bersemangat. Merasa seperti pemangsa yang dapat buruan gede. Semakin kuamati tubuh kekar kasar Kang Sardi semakin aku terbakar nafsuku. Aku udah nekad.

Keringat Kang Saridjo yang nampak mengalir di dada legamnya yang penuh bulu sangat merangsang gelora birahiku. Tanpa kusuruh lagi tangan kiriku menyapa dalam sapuan lembut merabai basah pada dada dan bulu-bulunya itu. Jakunku naik turun, lidahku sangat ingin menjilat-jilat keringat dan bulu-bulu itu. Kang Saridjo nampak pasrah. Nampaknya dia heran akan ulahku. Namun dia menikmatinya.

"Aden suka lelaki?" aku tak perlu menjawab.

Kami kembali saling menatap lama sementara tangan-tanganku terus menggerilya. Kang Saridjo mengamati wajahku. Aku rasa dia mulai terbirahi akan wajahku yang bersih putih dan tampan. Tiba-tiba tangan kanannya yang kokoh telah meraih kepalaku dan menariknya hingga mukaku nempel ke dada basah itu.

"Denn.. Aku jadi nafsu juga. Habis tampang Aden yang cakep macam perempuan," omongnya.

Begitu mukaku nempel ke dadanya secara otomatis bibirku mencium dan menyedotnya. Keringatnya benar asin. Bibir dan lidahku mengecapinya.

"Duh.... Den.. Enak.. Bb.. Bangeett.."

Sambil tangannya yang kena badai nafsu meremas rambutku dan mendorong geser ke bagian dada yang lain. Dan aku sepertinya telah tersihir pukau. Aku ikuti saja. Bahkan dengan rakus. Aku menciumi dan menjilati dada kang Sardi. Aku menggigit kecil dan..

"Yaacchh... tt.. Tee.. Erus Dee.. Nn, enak bangett.." Suara Kang Saridjo tengadah, mendesah dan melenguh.

Tangan kiriku bergelayut pada bahunya yang gempal sementara tangan kananku terus bergerak meliar. Merambati turun ke perut, memijat dan mencemoli otot perut dan bulu-bulunya yang semakin turun semakin melebat. Kang Sardi tahu apa yang kudambakan. Dia benar-benar pasrah.

Sambil bibir melumati dadanya, tangan-tanganku pelan merosotkan celana itu ke lantai. Aku melirik dari lumatan di dadanya. Yang tinggal hanyalah gundukkan besar dibungkus celana dalam katun coklat. Mungkin sudah dekil. Tetapi tanganku yang tak peduli langsung mengelus, mencemol dan meremas-remas gundukkan besar itu.

Aku terkesima pada hangat dan liatnya gumpalan otot itu. Kontol Kang Saridjo memang luar biasa besar. Aku tak sabar untuk selekasnya menjamahi. Tetapi Kang Saridjo justru meraih mukaku, mengamati. Dari bibirnya yang tebal dengan lingkaran kumisnya yang berantakkan dia berucap, "Achh... Aden cakep banget..."

Dan bibir tebal itu langsung memagut bibirku. Aku menyambutnya dengan penuh nafsu. Aku rasakan duri-duri rambut di dagu dan pipinya menusukki pipiku, bibirku. Aku juga terangsang banget dengan bau keringatnya yang merebak dari tubuhnya. Aku pepetkan tubuhku lebih lengket ke tubuhnya. Aku benamkam mukaku ke mukanya, lehernya. Aku berusaha menghirupi bau tubuh itu.

Semuanya itu seperti simponi birahi. Kenikmatan syahwat melanda dari celah tangan-tanganku yang terus meremas dan membetoti kontolnya, dari mukaku yang tenggelam ke lehernya sambil bibir memagut, dari tubuhku yang lengket keringat dengan tubuhnya. Ahh.. Kang Saridjo.. Kenapa nikmat banget siihh.. Aku melenguh sementara kudengar Kang Saridjo demikian juga. Kini kami sama-sama telah tenggelam dalam syahwat 'cinta sejenis'.

Untuk lebih leluasa aku giring bergeser menuju tempat tidur. Tepat ditepiannya kudorong tubuhnya hingga terduduk dan kudorong lagi untuk telentang dengan kedua kakinya yang masih menjuntai ke lantai. Aku menindih tubuh kekar itu dan mulutku langsung menjemput mulutnya yang dia sambut pula dengan penuh nafsunya. Dia memeluki tubuhku sambil menggeram-geram lirih melampiaskan desakan birahinya.

Tangan-tanganku tak mau tinggal. Terus meraba-rabai bagian tubuhnya dan merogoh kontolnya di balik celana dalamnya. Genggamanku terasa sangat mantap. Batang gede milik Kang Saridjo terasa berkedut-kedut dan hangat dalam tanganku. Aku meremas-remas pelan penuh perasaanku.

Akhirnya Kang Saridjo sendiri yang mencopot celana dalamnya. Dengan sedikit mengangkat bokong kemudian melipat pahanya dia tarik lepas celana dalam dekil itu. Aku terus memagut dagunya, lehernya, dadanya dan terus turun hingga ke otot-otot perutnya. Bulu-bulu yang melebat terhampar dai bagian depan tubuhnya membuat aku sangat keranjingan. Sedotan dan ciuman bertubi tak putus-putus kulepaskan pada tubuh penuh keringat dan bau lelaki itu.

Kang Saridjo nampak tak mampu menahan kenikmatan yang dia dapatkan. Dia mengaduh-aduh pelahan takut didengar temannya, sambil tangannya mulai mendorong kepalaku agar terus meluncur ke bawah. Aku merasakan dan tahu, dia pengin merasakan betapa mulutku menciumi dan mengulum kontolnya. Acchh.. Kangg.. Jangan khawatir.. Aku siap menjemput batang panasmu..

"Ayoo.. Dd.. Denn... saya udah nggak tahan nihh..!," dia mendesis. Tangannya semakin kuat mendorong kepalaku. "Ayyoo.. Den.. Saya mau keluarr..!"

Wah, gawat. Rupanya desakan syahwat Kang Saridjo demikian menggebu. Peristiwa pertama bagi dia pasti merupakan sensasi yang hebat. Aku cepat menjemputnya. Sebelum mengulumnya aku ciumi terlebih dahulu jembutnya kemudian batang dan bijih pelernya. Bau kelelakiannya benar-benar menengelamkan aku dalam syahwatku sendiri.

Saat itu kulihat pada lubang kencingnya nampak membasah bening. Precum Kang Saridjo menunggu jilatan lidahku. Dan tanpa lagi disuruh lidahku sudah menjulur menjemput cairan bening asin itu. Lidahku bermain mengebor lubang kencing Kang Saridjo. Akibatnya..??

Dia mendesis keras menahan nikmat sambil tangannya dengan pedas meremas kepalaku. Kang Saridjo tak mampu menahan kenikmatan yang luar biasa saat lidahku menjilat. Pada saat itu juga dari kontolnya menyembur sperma panas. Sperma itu sangat kental dan kenyal. Serasa aku bisa menggigitnya. Mengangguk-angguk sekitar 6 kali lebih kontolnya menyemburkan spermanya ke wajahku.

"Addeenn.. Deenn.. Denn.. Maapin saya dd.. Eenn.. Maapin saya yaa ddeenn..." sepertinya orang menyesal Kang Saridjo mengeluarkan sperma sambil desahan iba telah berlaku macam begitu padaku. Aku tahu. Peristiwa ini sangat membuatnya 'merasa salah' pada dirinya. Dia pikir telah berlaku 'kurang sopan' padaku.

Namun justru suaranya itu pula yang membuat aku semakin keranjingan. Kujemput kontolnya masuk dalam kulumanku. Kumainkan jilatan-jilatanku pada lehernya, lubang kencingnya, batangnya. Kusedoti spermanya yang tercecer di jembutnya. Juga dari pipi dan daguku. Kumakan semua sperma Kang Saridjo yang muncrat itu.

"Jj.. Jaangann.. Dee.. Nn. Kotorr..."

Tetapi siapa yang bisa menahan gelora nafsuku pada saat seperti ini. Ciumanku juga melatai selangkangannya kemudian pahanya. Kontolku terasa ingin memuncratkan isinya pula. Aku tidak menunggu apa yang akan dilakukan Kang Saridjo. Dengan menciumi kemaluan, jembut, selangkangan dan pahanya birahiku memuncak dan meledak.

Spermaku muncrat tumpah di tubuh Kang Saridjo dan kasurku. Aku berteriak histeris tertahan bak anjing yang meregang nyawanya untuk kemudian jatuh lemas ke kasur di samping tubuh telanjang Kang Saridjo. Untuk beberapa saat kami saling terdiam.

Sore menjelang pulang kutahan Kang Saridjo agar menemani aku yang di rumah sendirian. Teman-temannya nggak ada yang curiga. Semula Kang Saridjo menampakkan keraguannya.

"Saya belum pamit orang rumah, Den," katanya. "N'tar gue bilangin bini lu, Djo," sergah temannya membuat Kang Saridjo terpaksa mengikuti keinginanku.

Aku yakin sesungguhnya dia juga ingin. Mungkin untuk menunjukkan kepada teman-temannya bahwa nggak ada apa-apa di balik permintaanku itu. Begitu teman-temannya meninggalkan halaman rumah segera kututup pintu halaman dan sekaligus kugerendel. Aku rangkul Kang Saridjo menuju kamar tidurku kembali. Aku ingin puas-puaskan syahwatku bersama tukang AC yang kekar dan gempal ini.

Kenikmatan yang kami awali sejak siang tadi ternyata membakar nafsu syahwat kami menjadi berkobar. Begitu memasuki kamar kami langsung berguling dan saling memagut. Kang Saridjo tak merasa canggung lagi. Malahan dia yang mulai ngomong,

"Isepan Aden tadi siang bener-bener hebat, Den. Saya belum pernah merasakan kenikmatan macam itu. Rasanya pengin lagi, nih" "Jangan kewatir Kang, aku juga belum pernah nemu pejuh kentel macam kamu punya. Rasanya macam dawet, bisa di seruput dan di gigit-gigit. Pejuhmu gurih banget Kang. Boleh kasih lagi, dong" "Pokoknya, Den, apa yang Aden mau saya boleh kasihkan untuk Aden" "Bener, nih..."

Terus terang memang aku yang lebih 'jemput bola' dari pada Kang Saridjo. Dia akan ngikut saja apa yang kumau. Kami langsung menelanjangi diri masing-masing. Kang Saridjo rebah telentang di kasurku. Tak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa didepanku kini ada tubuh kuli kecoklat hitaman yang gempal, keker, penuh bulu yang siap aku menikmatinya.

Kami masih saling melumat. Tanganku terkadang gemas meremasi bagian daging-daging punggung atau lengan atau paha atau betisnya. Sungguh tampilan Kang Saridjo benar-benar membakar nafsu libidoku. Rasanya aku mau menelan seluruh tubuhnya. Kalau dibanding ukuran tubuhnya, aku yang 168 cm, 62 kg dibanding dengan Kang Sarijo yang mungkin 170 cm dengan beratnya yang hampir 80 kg. Sungguh aku sedang berhadapan dengan raksasa berbulu. Kucemoli pahanya. Kang Saridjo meringis sambil melumat-lumat bibirku. Duh.... Pedihnya bibir ini..

Tiba-tiba dia berhenti. Matanya menutup. Dia mengeluarkan bisikkan serak menahan gelora...

"Terserah Aden, dah.. Saya ngikut..."

Nampaknya dia ingin mengulangi kenikmatan yang dia dapat siang tadi. Aku sangat bernafsu. Kuamati sesaat tubuh raksasa itu sebelum kuangkat kedua lengannya ke atas kepalanya. Kini kusaksikan lembah gempal ketiaknya yang lebat berbulu. Aku mulai melata, menciumi dari tulang iganya naik menuju ke ketiaknya. Aku lakukan dengan sepenuh gairah nafsuku. Dengan penuh merasakan mili demi mili lidahku melata.

Bau tubuh berbulu itu mengiringi dan mendorong rangsangan libidoku tanpa batas. Lidahku terus menjilat untuk menyapu rasa asin dari setiap pori tubuhnya. Kang Saridjo tak henti-hentinya melenguh, merintih terkadang seperti mengigau karena menanggung nikmat jilatan dan gigitanku.

Sampai pada puting-putingnya gigiku menggigit-gigit kecil yang menimbulkan gatal birahi pada dada Kang Saridjo. Tanganku terus menahan agar ketiak Kang Saridjo terbuka menunggu jamahan lidah dan bibirku. Sangat mengairahkan bila tiba saatnya hidung pada tepian ketiak itu. Aromanya yang menyergap membuat darahku mengalir cepat. Tak sabar rasanya lidah dan bibirku melumati ketiak seksi itu. Kang Saridjo baru merasakan hubungan seksual macam ini.









Tuesday, December 14, 2004

Cerita: Family dan Papa

Cerita: Family dan Papa



Om Heru dan Kakekku

Sewaktu aku masih duduk di kelas dua SMP, aku tinggal sementara di rumah kakek. Ini dikarenakan kami baru saja pindah dari luar kota, sehingga masih menumpang sementara di rumah kakek yang kebetulan dekat dengan sekolah. Rumah kakek memiliki kamar yang cukup banyak. Di situ tinggal pula beberapa pamanku serta keluarganya. Jadi seperti layaknya keluarga besar, kami sering mengadakan makan malam bersama. Sehingga satu sama lain menjadi lebih akrab. Aku adalah termasuk anak yang memiliki nafsu seks cukup menggebu. Tapi hanya kulampiaskan dengan beronani saja. Lebih dari itu tidak pernah aku pikirkan. Aku bisa setiap hari melakukan masturbasi, bahkan kadang sehari bisa dua kali.

Secara tidak sengaja, aku menemukan buku stensil berisi cerita porno di atas lemari kamar tengah (kamar Om Sulis, dia belum menikah). Karena di rumah kakek, kamar-kamar tidak pernah terkunci rapat. Aku tentu saja senang, dan segera membacanya sambil mengelus-elus selangkanganku sampai ejakulasi. Begitu terus selama dua minggu, walaupun sedikit bosan karena cerita pornonya hanya yang itu-itu terus. Suatu ketika, rumah kakek sedang sepi. Waktu itu siang hari, aku seperti biasa sering bermain di kamar Om Sulis, karena di sana suasananya gelap karena tidak ada jendela. Cocok sekali untuk membayangkan hal-hal yang jorok. Kamar Om Sulis ini berhubungan dengan kamar Om Heru di sebelah, tanpa pintu. Hanya disekat kain saja. Om Heru adalah suami dari kakak perempuan Om Sulis. Wajahnya tampan, dengan warna kulit yang putih kemerahan. Dari kamar Om Sulis aku mendengar ada suara seseorang masuk ke kamar Om Heru.

Mulanya aku abaikan, tetapi lama kelamaan aku mendengar suara erangan aneh. Suara erangan yang membangkitkan birahi. Kemudian aku beranjak untuk mengintip dari balik kain penyekat, ternyata Om Heru. Dia melepas pakaiannya pelan-pelan tapi sambil mengerang. Kebetulan istri dan anak-anaknya sedang pergi ke luar kota. Aku sungguh kasihan padanya. Istrinya tidak ada pada saat dia sedang terangsang hebat. Om Heru masih mengerang-erang sendiri sambil mencoba membelai-belai penisnya yang tegang. Menurutku penis Om-ku itu sungguh panjang, mungkin 17 cm, dan berwarna kemerahan. Hmm.. sungguh asyik melihat Om Heru yang tampak sangat terangsang hebat. Ia menggeliat ke sana ke sini. Memegang penisnya dan berusaha mengocok-ngocoknya. Terkadang dia menjilati dadanya sendiri, berusaha mencium puting susunya yang berwarna coklat muda itu. Serta berkali-kali jari telunjuknya dimasukkan ke lubang anusnya dan kemudian dikulumnya jari itu ke dalam mulutnya.

Aku yang melihat itu semua sungguh terkejut sekaligus terangsang hebat. Aku pun segera menanggalkan pakaianku, walaupun aku tidak berniat untuk bergabung. Aku pun melakukan masturbasi sendiri sambil memandang Om-ku itu. Sungguh asyik rasanya waktu itu. Tapi tanpa kusengaja, aku terbatuk. Ini kerap kali terjadi kalau aku sedang mengalami peristiwa yang cukup tegang. Om Heru tampak terkejut, dan segera bangun. Ia kemudian beranjak ke kamar sebelah dan menyingkapkan kain penyekat dengan kasar. Om Heru memandangku dengan tatapannya yang galak. Aku pun sungguh ketakutan. Apalagi dengan keadaanku yang telanjang itu.

"Sejak kapan kamu di situ..?" tanya Om Heru dengan galak.

"Dari tadi, Om" jawabku lemah. Aku masih ketakutan.

"Kamu ngeliatin Om, ya..?" bentak Om Heru.

Aku menggeleng pelan. Tapi tentu saja bukti yang ada tidak menunjang, karena aku dalam kondisi telanjang bulat.

"Kamu mau Om adukan ke orang tua kamu, Adi..?" ancam Om Heru, "Kamu tahu akibatnya..?"

"Jagan bilang ama ayah-ibu, Om. Adi salah..," sahutku meminta belas kasihan Om Heru.

"Bisa saja itu." sahut Om Heru kesal. Ia sendiri sebenarnya tampak malu kupergoki.

Setelah terdiam beberapa saat, tiba-tiba Om Heru tersenyum, "Kamu bisa saja tidak akan Om adukan. Asal.."

Aku bergidik ketakutan, "Asal apa, Om..?" Aku membayangkan hukuman yang berat-berat.

"Begini..," kata Om Heru sambil berusaha menahan tawa, "Kamu harus masuk ke kamar kakek."

Kakekku memang sedang ada di rumah, tidur siang.

"Kemudian..," sambungnya, "Kamu harus melepaskan seluruh pakaianmu di sana.. dan masturbasi di depannya."

Aku terbelalak ketakutan. Gila, masturbasi di depan kakek..! Itu namanya juga bunuh diri, karena kakek sangat galak. Tapi pada saat itu aku lebih takut oleh ancaman Om Heru."Bagaimana..? Mau nggak..?" tanya Om Heru dengan tersenyum mengejek.

"Atau kamu hanya berani bermasturbasi di dalam kamar saja..?"

"Tapi Om..," sahutku. "Om berjanji tidak akan bilang orang tua Adi, kan..?"

"Janji." jawab Om Heru, tapi masih dengan nada mengejek.

Aku pun dengan tubuh telanjang bulat bergegas menuju kamar kakek di belakang. Om Heru mengikuti dari belakang dengan memakai celana pendek. Aku tidak menyadari bahwa aku hanya diperalat oleh Om Heru melakukan ini.

Sewaktu masuk ke kamar kakek, beliau tampak sedang tertidur pulas. Nenekku memang sudah lama tidak ada. Jadi hanya kakek sendirian di kamar ini. Mulanya aku takut melakukannya, tapi pandangan melotot dari Om Heru membuat aku memaksakan diri untuk beronani. Aku beronani tepat di dekat wajah kakek (karena disuruh Om Heru). Kukocok penisku cepat-cepat, berharap segera ejakulasi dan selesai. Om Heru sendiri mengintip dari balik pintu dan kemudian ia juga ikut melakukan masturbasi. Om heru pun juga ikut telanjang bulat. Aku tidak tahu kenapa, tapi kok air maniku rasanya tidak keluar-keluar. Jantungku seperti berpacu, antara takut karena kakek bangun dan melihatku dalam keadaan seperti ini. Tapi rasa itu membuat aku semakin terangsang.

Pada detik waktu aku mau mencapai puncak, kakek terbangun. Aku segera mundur ketakutan, tapi posisiku membuat aliran penis malah menjadi lebih cepat. Sehingga secara beruntun air maniku tumpah dan menetes ke lantai.

"Adi..!" bentak kakek. "Apa yang kamu lakukan..?"

Aku sungguh ketakutan, lebih takut daripada sewaktu kepergok Om Heru. Aku tak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba Om Heru beranjak masuk. Ia menatap kakek dengan tenang.

"Saya yang suruh tadi, Pak.." kata Om Heru.

"Kamu..?" tanya kakek tidak percaya.

"Kok ngajarin yang jelek..?"

Om Heru mendesah, "Maafkan saya, Pak. Saya tadi terangsang hebat di kantor, jadi saya terpaksa pulang. Dan bermasturbasi sendirian di kamar. Kemudian saya melihat Adi melakukan hal yang sama. Lalu saya suruh dia ke kamar bapak, biar tambah seru."

"Hei..berani-beraninya kamu ya menyuruh Adi berbuat seperti itu. Lagipula kamu sudah punya istri malah masih suka onani..! Menantu berengsek..," sahut kakek tambah marah.

"Bapak jagan munafik..," ujar Om Heru tanpa disangka-sangka.

"Bapak sendiri sering melakukannya juga. Saya tahu itu."

Kakek memerah wajahnya. Aku pun merasa bingung melihat situasinya.

"Lalu kamu mau apa..?" tanya kakek setelah beberapa lama.

"Saya sekarang sedang terangsang hebat, Pak. Saya perlu pelampiasan, tapi saya tidak mau mencari pelacur."

"Terus maumu apa..? Melakukan praktek homoseksual..? Gila kamu..!"

"Saya nggak bilang seperti itu, Pak. Tapi saya hanya ingin mengajak bapak sama-sama bermasturbasi dengan kami..," jawab Om Heru.

Kakek diam saja. Kemudian beliau keluar kamar, kami mengikutinya. Sampai di meja makan, kakek melepaskan celana pendek dan kaosnya, "Ini kulakukan semata-mata hanya untuk menolongmu, Her."

Om Heru tersenyum senang. Ia berpaling kepadaku, "Coba kunci semua pintu, Di. Kita semua akan bertelanjang bulat di sini. Kamu mau kan..?"

Aku tidak mengindahkan Om Heru, tapi segera kukunci pintu depan dan samping agar tidak ada orang yang sembarang masuk.

Aku pun juga mulai terangsang kembali. Bayangkan masturbasi bersama Om-ku sendiri dan juga kakekku. Di ruang makan, kulihat Om Heru sudah mulai mengelus-elus penisnya lagi. Ia duduk di bawah lantai. Kakek sungguh lucu kalau telanjang. Pantatnya besar, perutnya buncit, tapi ia memiliki kontol yang cukup besar. Aku terbelalak melihatnya. Selama satu jam kami bertiga mengocok kontol masing-masing. Satu sama lain saling melirik dan wajah kami meringis-ringis menahan nikmat. Aku tidak tahu siapa yang memulai, tapi kakek tiba-tiba bergerak ke arahku dan mengangsurkan kontolnya yang besar itu ke mulutku. Wajah kakek terlihat berusaha keras menahanmuntahan air maninya sendiri.

Lalu Om Heru mulai menjilat pantat kakek serta memasukkan jarinya ke anus kakek. Kakek hanya terdiam saja, tapi tangan kanannya memegang kepalaku dan membelainya. Sedangkan tangan satunya ke Om Heru. Kami tidak melakukan anal seks, tapi aku sungguh suka ketika aku mengulum kontol Om Heru, Om Heru mengulum kontol kakek, dan kakek megulum kontolku. Kami melakukannya dengan tidak mengeluarkan suara-suara erangan yang berlebihan. Tapi kami semua sungguh terangsang. Ejakulasi yang kami lakukan lebih dari lima kali. Aku menelan air mani kakek dan Om Heru, begitu juga sebaliknya.

Sungguh asyik merasakan bau liang pantat kakek sendiri. Berkali-kali aku menjilatnya. Setelah dua jam, baru kami berhenti kelelahan. Kakek kembali ke kamar dan meneruskan tidur siangnya tanpa mengucapkan apa-apa. Beberapa hari setelah peristiwa itu, Om Heru pindah ke rumah yang baru. Tetapi hubungan kakek dan Om Heru berlangsung tetap seperti biasa. Tidak ada yang berubah. Hanya saja kalau malam-malam kakek lagi ingin, ia pergi ke kamarku dan menyuruhku untuk mengulum batang kemaluannya.



Antara aku, Pamanku dan Mas Heru

Kisah ini baru saja aku alami saat sedang berlibur sekolah di rumah pamanku, yaitu pada awal Juli 2003, pada liburan sekolah tadi aku berlibur kerumah pamanku, namun sampai disana ternyata yang ada hanya pamanku sendiri, sementara istri dan sepupuku pada berlibur kerumah nenek. Pada suatu hari seperti biasa sehabis aku jalan-jalan aku langsung berniat mandi sore karena jam telah menunjukan pukul 17:45, namun saat aku melintas didepan kamar pamanku aku mendengar suara-suara rintihan bercampur dengan desahan laki-laki, karena rasa penasaran aku mencoba mengintip dari lubang kunci kamar yang mana ternyata pintu itu tidak terkunci, akhirnya perlahan aku buka sedikit pintu kamar itu.

Alangkah terkejutnya aku, betapa tidak didalam kamar kulihat Mas Wanto (nama samaran) begitulah biasanya aku memanggil Pamanku dalam keadaan telanjang bulat sedang dicumbui oleh Mas Heru teman pamanku yang juga seorang Pilot salah satu maskapai penerbangan nasional, kulihat dengan jelas Mas Heru begitu ganasnya mencumbui pamanku yang terlihat pasrah terhadap perlakuan Mas Heru terhadap dirinya, ingin aku beranjak dari situ namun rasanya berat sekali, dan ternyata tanpa kusadari semakin lama aku melihat percumbuan Pamanku dan Mas Heru akupun mulai terangsang, kurasakan penisku mulai bangun dan panas.

Akhirnya aku putuskan untuk pergi dari situ dan mandi, selesai mandi aku terus terbayang kejadian yang baru seumur hidup kulihat, pikiranku terus melayang tak karuan, aku memutuskan untuk tidur saja setelah menutup semua pintu dan jendela, namun pada jam 21:15 aku terbangun, entah kenapa aku langsung melangkah menuju kearah kamar pamanku yang dari sore belum ada yang keluar kamar, perlahan kubuka pintu kamar itu, kulihat Pamanku lelap tidur dengan hanya memakai kaos singlet dan celana jeans, sedang Mas Heru tertidur dalam keadaan telanjang dan hanya menggunakan selimut saja, melihat keduanya terlelap timbul pikiranku untuk mencoba masuk kamar itu.

Perlahan aku masuk kamar dan berdiri memandangi Pamanku dan Mas Heru yang lelap tertidur, memang kuakui kedua pria ini sama-sama ganteng dan menawan dengan kulit mereka yang putih bersih hingga menambah ketampanan mereka, lebih-lebih Mas Heru yang seorang Pilot, dagunya yang kebiru-biruan bekas cukuran benar-benar menyiratkan kejantanan yang luar biasa, dadanya yang putih dengan bulu lebut serta puting susunya yang merah membuatku tidak dapat menahan nafsuku, perlahan kubuka selimut yang menutupi tubuh Mas Heru, begitu melihat tubuh Mas Heru yang terlentang dalam keadaan telanjang bulat aku tak dapat menguasai diri lagi, perlahan aku elus kontolnya yang masih belum ngaceng, tanganku gemetaran saat itu, karena ini adalah pertama kali aku mengelus kontol seorang laki-laki yang sudah dewasa, aku tak perduli jika nantinya Mas Heru bangun karena ulahku, kemudian aku usap jembutnya yang hitam dan lebat, dapat kurasakan sisa-sisa air mani yang masih menempel pada rambut kemaluan Mas Heru, lalu aku mulai beranjak menjelajahi tubuh Mas Heru dengan bibir dan lidahku, kujilati perut dan dada bidang Mas Heru.

Sewaktu sedang asyik menjilati serta mengisap puting susu Mas Heru, Mas Heru terbangun dan aku jadi serba salah, aku takut kalau Mas Heru marah dengan perlakuanku terlebih kalau sampai pamanku tahu, namun ternyata Mas Heru tidak marah, dia hanya terseyum dan malah menciumku dengan ganas, mendapat perlakuan seperti itu aku tidak mau membuang kesempatan lagi, ku gigit kecil kuping Mas Heru sambil ku bisikan sesuatu", Mas Heru aku ingin menikmati seperti yang Mas Heru berikan pada Pamanku". Mas Heru tersenyum mendengarnya dan terus menciumi-ku.

Ku dorong tubuh kekar itu hingga kembali terlentang diatas ranjang, lalu kutindih Mas Heru dan kujelajahi tubuhnya dengah lidahku, kulihat Mas Heru mendesis perlahan sambil matanya terpejam menikmati perlakuanku, kuangkat tangan Mas Heru, dan sambil memeluk tubuh Mas Heru dari samping tak bosan kucium serta kujilati ketiaknya yang bersih terawat sambil tanganku terus memeras serta mengocok kontol Mas Heru yang sudah membesar dan dan tegak menantang. Mas Heru mengerang kenikmatan hingga akhirnya pamanku terbangun karena ulah kami.

Aku menghentikan kegiatanku karena takut terhadap pamanku, beberapa saat lamanya aku hanya terpaku diam membisu tidak tahu mesti berbuat apa, belum sempat aku bisa berfikir jernih Mas Heru tiba-tiba memeluk pamanku dan menciuminya didepanku, dan tanpa rasa sungkan padaku pamanku membalas perlakuan Mas Heru, kulihat mereka saling pagut dan tangan mereka meremas apa saja pada tubuh yang lain, melihat itu aku tidak dapat berpikir jernih, aku mencoba mendekati mereka yang sedang asyik berpagutan tanpa menghiraukan keberadaanku di dekat mereka.

Tanpa pikir panjang aku beranikan diri bergabung dalam keasyikan mereka, aku tak perdulikan apakah pamanku marah atau apa, yang jelas malam ini aku harus mendapat kepuasan dari mereka. Kupeluk pamanku dari belakang sambil ku jilati telingganya serta perlahan tanganku mengusap perut dan dadanya serta sesekali kuremas kontolnya yang masih terbungkus celana jeansnya, aku terus meremas-remas dada pamanku yang gempal itu,

"Mas Wanto, aku ingin punyamu Mas?"

Tanpa menunggu jawaban dari Pamanku aku berpindah kebagian depan, kuremas kontol pamanku yang masih terbungkus celana jeans itu, aku membayangkan bagaimana jika aku bisa menggenggam dan mengulum kontol pamanku sendiri, lalu perlahan kubuka resleting celana Mas wanto yang masih asyik berpagutan dengan Mas Heru, begitu terbuka langsung kugenggam kontol pamanku yang ternyata sudah ngaceng hebat, malam ini aku benar-benar seorang keponakan yang kurang ajar terhadap paman-nya, aku hisap kontol pamanku yang ternyata welcome dengan semua perlakuanku terhadapnya, sambil terus menghisap kontolnya kumasukan tanganku kebalik singletnya, kuraba-raba dadanya serta kupilin-pilin puting susunya yang kecil namun sudah mengeras itu, kudengar lenguhan lirih dari mulut pamanku yang akhirnya dia benar-benar pasrahkan tubuh untuk dinikmati oleh keponakannya, pamanku rebah terlentang diatas ranjang, sementara aku dan Mas Heru secara bergantian menghisap kontolnya dan mengusap jembut pamanku yang lebat hingga merambat keperut dan sedikit di dadanya, aku sangat bahagia sekali karena bisa menikmati tubuh pamanku yang memang benar-benar membuat banyak gadis yang tertarik padanya walaupun pamanku sudah punya anak dan istri.

Selagi Mas Heru sedang bersenang-senang dengan kontol pamanku, aku beranjak naik dan membuka singlet pamanku, kini dia terlentang pasrah dengan keadaan telanjang bulat, kulijati perut pamanku lalu naik kedadanya, kutindih tubuhnya dan kuhisap putingnya secara bergantian, menerima perlakuanku dan Mas Heru pamanku hanya mampu mendesah, melenguh dan mengeliat kenikmatan.

Akhirnya kami rubah posisi, kini aku minta pamanku untuk menghisap kontolku, sementara aku sendiri menghisap kontol Mas Heru yang dari tadi asyik dengan kontol pamanku sambil tanganku tak henti-henti meremas-remas biji kontol pamanku, pokoknya kami saling isap, aku masih belum berani melakukan yang lebih jauh lagi, maklum ini adalah pertama kalinya dalam hidupku, jadi aku masih ada rasa takut untuk berbuat lebih jauh, akhirnya kami hanya sebatas isap dan raba saja.

hingga akhirnya aku merasakan sudah hampir tiba ke puncaknya,

"Mas Wanto, aku mau keluar".

"Iya, Heru, aku juga nggak tahan".

"Mas To aku keluar".

Akhirnya air maniku keluar didalam mulut pamanku dan langsung ditelan semua oleh pamanku, sementara pamanku dan Mas Heru juga sudah sampai pada puncaknya, kulihat air mani mereka muncrat berbarengan, ohh nikmat sekali Mas to?

Akhirnya malam itu kami menyudahi permainan itu karena Pamanku dan MAs Heru terlalu kecapaian karena bertempur dari siang hingga lewat tengah malam, sementara aku yang baru pertama kali melakukan hal ini tidak mau membuang kesempatan, selagi mereka kelelahan tak henti-hentinya aku memuaskan diriku dengan tubuh mereka, kucumbui mereka secara bergantian, dan mereka membiarkan aku berbuat apa saja terhadap mereka, seolah-olah mereka menyerahkan tubuhnya untuk kunikmati sepuasku hingga akhiranya aku tertidur sambil menindih pamanku.

Begitu terbangun aku melihat Pamanku dan Mas Heru sudah tidak ada diatas ranjang, lalu aku bangun dari tidurku, terdengar olehku suara guyuran air dari arah kamar mandi, aku lalu membuka pintu kamar mandi dan kudapati Mas Heru sedang mandi lalu aku peluk tubuh kekar Pilot tersebut dan kuusap seluruh permukaan tubuhnya yang licin karena sabun itu dengan tanganku, lalu tanganku berhenti pada benda kenyal diantara selakangan Mas Heru yang sedang terkulai, kuremas benda yang semalam kunikmati seperti es mambo itu, kukocok dengan lembut sambil kujilati punggung serta kuraba dadanya, perlahan kontol Mas Heru mulai bergerak mengeras dan besar, langsung saja kusambut kontol itu dengan mulutku, desisan dan lenguhan Mas Heru mengema didalam kamar mandi itu, semakin lama hisapanku semakin kupercepat sambil kupeluk paha Mas Heru mulutku tak lepas dari kontolnya,

"Oh Rian.. terus, aku suka ini, ayo sayang".

Mas Heru terus ngeracau sambil matanya terpejam menikmati permainanku, tak seberapa lama muncul pamanku dengan hanya memakai handuk yang dililitkan dipinggangnya yang kekar itu, melihat itu aku langsung pindah sasaran, kupeluk pamanku dan ku susupkan tanganku kedalam lilitan handuknya, kukocok kontolnya yang ternyata dia tidak memakai celana dalam, akhirnya kami saling menuntaskan nafsu birahi kami bertiga hingga sampai pada klimaks masing masing.

Begitulah kisah pertama dalam hidupku, dan kini aku udah kembali ke Bangku sekolah, namun sejak itu setiap sabtu sore aku jadi rajin ketempat pamanku hanya untuk dapat menikmati kembali tubuh pamanku yang telah benar-benar membuatku ketagihan, karena aku tahu setiap hari sabtu siang istri dan sepupuku sudah berangkat berlibur kerumah nenek dan baru pulang minggu sore. Sehingga malam minggu dan hari minggu siang adalah jadwalku untuk mendapatkan pelayanan sex dari pamanku.

Salam sayang buat pamanku tercinta, kehangatan dan keperkasaanmu tak pernah aku lupakan serta Mas Heru dimanapun berada kapan kita bisa bernostalgia lagi bertiga, gue kanget banget sama Mas Heru dan apalagi dengan kenikmatan yang pernah Mas Heru berikan dulu N salam sayang buat sikecil-nya Mas Heru.





Dilacur oleh ayahku

Hidupku berubah 180 derajat kala malam terkutuk itu terjadi. Ayahku dan saya memang dari dulu selalu hidup berkecukupan, sampai suatu hari dia menghabiskan semua uangnya dengan berjudi. Utangnya terlalu besar dan dia tak dapat membayarnya. Malam itu, seorang pria seumuran ayahku datang bertamu. Saya langsung disuruh masuk ke kamarku agar mereka bisa berbincang-bincang dengan leluasa. Saya sama sekali tidak mendengar apa-apa sebab kamarku jauh sekali dari ruang tamu. Berhubung capek, saya pun tertidur pulas dan tidak mengetahui apa-apa. Saat itulah, kejadian terkutuk itu terjadi.

Pelan-pelan pintu kamarku terbuka dan dua bayangan orang menyelinap masuk. Tiba-tiba, lampu kamarku dinyalakan, menebar cahaya ke mana-mana. Tentu saja saya terbangun. Saat itu, saya hanya mengenakan celana dalamku saja, berhubung cuaca sedang panas.

"Papa? Ada apa?" tanyaku, berusaha membiasakan mataku dengan cahaya terang.

Kulihat ayahku berdiri di samping ranjangku dengan pria tadi. Pria itu sebenarnya cukup lumayan. Dia memang tidak ganteng, namun ada sesuatu dalam dirinya yang menebar aura keseksian seorang laki-laki. Pria itu juga Chinese, sama seperti ayahku dan saya. Badannya biasa-biasa saja, tapi tetap nampak seksi. Saya sendiri agak bingung, kenapa saya memikirkan keseksian pria teman ayah saya? Saya 'kan bukan homo.

"Nak, teman Papa ingin berkenalan denganmu. Kamu layani dia baik-baik, yach," jawab papaku.

Namun ada sesuatu yang aneh dengan nada bicara ayahku. Seolah-olah dia sedang menahan rasa bersalah. Saya mulai bingung, tak mengerti apa yang sedang terjadi. Kebingunganku mulai berubah menjadi ketakutan saat teman ayahku itu mulai melepas kemeja dan celana panjangnya.

Hanya dalam waktu satu menit, dia sudah telanjang bulat dengan kontol ngaceng. Saya takut sekali dan berusaha untuk menghindar. Namun teman ayahku sudah keburu menangkapku. Saya meronta-ronta dn berteriak-teriak namun percuma. Saya kalah kuat. Teman ayahku itu begitu kuat sampai-sampai saya merasa seperti seorang anak kecil dalam cengkeramannya.

"Saya paling suka sama anak cowok yang baru lepas dari masa remaja. Ayahmu mengatakan bahwa kamu sudah berumur 20tahun. Benar gak?" tanyanya dengan pandangan yang menusuk. Dengan penuh rasa takut, saya hanya mengangguk-ngangguk.

"Dengarkan Om. Mulai saat ini, kamu adalah milik Om. Kamu bukan anak papamu lagi karena papamu sudah menjualmu pada Om. Papamu berhutang banyak apda Om dan tak bisa membayarnya. Dia lalu menawarkan kamu pada Om sebab dia tahu bahwa Om paling doyan cowok muda kayak kamu. Dan Om setuju. Maka mulai saat ini, kamu akan tinggal dengan Om. Om akan menjadi papamu yang baru, Nak."

"Apa?" tanyaku, tak percaya.

Duniaku serasa hancur berkeping-keping. Kupandang wajah ayahku dengan sorot kekecewaan bercampur ketakutan. Namun ayahku tak berani memandang balik. Kini saya tak punya tempat bernaung lagi. Saya telah dijual oleh ayahku sendiri. Pegangan om itu mulai melonggar dan saya pun sudah berhenti memberontak. Saya lemas menyadari kenyataan pahit itu.

Tapi om itu tidak memberiku waktu. Dia langsung menurunkan celana dalamku dengan satu tangan dan tersingkaplah kontolku yang setengah ngaceng. Saya tentu saja mencoba mengelak namun gagal sebab saya dipegangi om itu. Wajahku memerah saat om itu menikmati pemandangan mesum kontolku. Belum pernah saya memperlihatkan kontolku pada siapa pun.

"Kontol yang indah. Pasti loe sering coli kan? Soalnya om juga suka coli. Rasanya enak sekali ketika pejuh menyembur keluar dari lubang kontol. Aahh.. Om jadi ngaceng berat nih." Om itu menelurusi jari-jarinya di atas dada telanjangku.

"Om terangsang liat loe. Om pengen ngerasain loe. Loe masih perjaka kan?" Saya mengangguk-ngangguk penuh ketakutan.

"Loe belom pernah coba seks homo kan?" Saya menggeleng-geleng.

"Bagus sekali. Artinya kamu masih polos. Om bakal senang sekali memperkenalkan dunia homo ama loe." Om itu menggosok-gosokkan kontolnya ke pahaku.

Saya merinding sekali membayangkan akan disodomi olehnya. Saya bukan homo dan tak mau jadi homo! Instingku menyuruhku untuk lari dan saya pun kembali meronta-ronta. Om itu agak kewalahan kali ini. Dengan membabi buta, saya menendang, mencakar, menggigit. Apa pun kulakukan asalkan saya bisa bebas dari cengkeraman om homo yang bejat itu. Tepat pada saat saya mengira saya dapat kabur, tiba-tiba ayahku mendatangi kami. Kukira dia akan menolongku. Tapi dia malah ikut memegangi tubuhku dan menahanku! Ayahku ingin sekali agar saya diperkosa.

"Tidak!" teriakku.

"Papa, lepaskan saya!"

Om itu hanya tertawa saja.

"Terlentangkan anak loe dan pegangin badannya kuat-kuat," katanya pada ayahku.

Tanpa daya, saya diterlentangkan di atas ranjang. Kedua tanganku segera diikat dengan tali rafia, membelengguku ke ranjang. Kedua kakiku dipegang kuat-kuat oleh om itu. Dia tertawa penuh kemenangan. Ayahku berdiri di samping ranjangku, membantu om itu untuk memegangi kakiku agar saya tidak dapat menendang-nendang. Keringat sudah membanjiri sekujur tubuhku. Saya sudah lelah meronta-ronta, saya kehabisan energi. Kakiku pun terasa pegal-pegal.

Mau tak mau, saya pun berhenti memberontak. Meskipun demikian, ayahku masih tetap saja memegangi kakiku, takut kalau-kalau itu hanya taktikku saja. Saat kupandangi wajah ayahku, rasa bersalah masih nampak di sana. Entah kenapa, saya jadi kasihan padanya. Jauh di dalam lubuk hatiku, saya sadar bahwa ayahku terpaksa menjualku demi membayar hutangnya sebab kalau tidak kami berdua mungkin akan bernasib lebih buruk. Air mata menggenang di mata ayahku, hatinya sakit melihat anak laki-laki satu-satunya terlentang telanjang bulat dan akan disodomi oleh 'teman'nya.

Om itu berdiri di depan kakiku yang terangkat lebar-lebar. Lubang anusku berkedut-kedut karena hawa dingin. Kedua putingku sudah berdiri juga, nampak sangat merangsang. Om itu meraih putingku dan memelintir mereka. Saya mengerang-ngerang saat jari-jari om itu menyiksa putingku. Entah kenapa, kontolku mulai mengeras dan menegang. Apa yang terjadi denganku? Kenapa tiba-tiba saya merasa terangsang? Saya benci perlakuan om itu terhadapku. Dia akan memerkosaku. Tapi kenapa kontolku menegang? Ini sungguh tak masuk akal, pikirku.

"Ah, loe suka yah?" tanya om itu, memperhatikan kontolku yang ngaceng.

"Sudah gue duga. Loe ternyata homo juga." Om itu membelai-belai kontolku dengan satu tangan, mengagumi kontolku yang indah.

"Tidak! Saya bukan homo! Lepaskan saya!" Meskipun saya sudah capek, tapi saya masih punya suara, maka saya meneriakinya. Namun teriakan-teriakanku tak mampu melelehkan hati om bejat itu. Dia juga bertekad untuk mengambil keperjakanku dan dia akan menusukku dengan kontolnya.

"AARRGGHH!!" teriakku saat kontolnya memaksa masuk.

Saya tak berdaya melawannya. Kedua tangan terikat dan kaki terentang, serta dipegangi ayahku, saya hanya bisa pasrah.

"AARRGGHH.." Saya mengerang lagi saat kepala kontol om itu membor anusku. Kucoba untuk mengencangkan otot anusku rapat-rapat tapi sodokan-sodokan kontol om itu malah makin keras. Keringat bercucuran membasahi wajah dan badanku. Napasku terengah-engah, capek. Dan wajahku meringis-ringis, menahan sakit. Pertahananku tak bertahan lama.

"AARRGGHH!!" PLOP! Kontol om itu mendadak masuk begitu saja, seolah-olah anusku jebol.

Saya berteriak keras-keras saat kontol itu mendiami lubangku. Rasanya sungguh perih. Anusku berkedut-kedut dengan rasa panas terbakar dan rasa nyeri. Air mataku berlinang turun, tak kuasa menahan sakit yang kualami.

"Ampun Om.. Saya tak kuat.. Ampun om.." Saya berpaling pada ayahku.

"Pa.. Tolong saya, Pa.. Sakit sekali.. Pa.." Namun ayahku hanya memandangiku dengan wajah sedih.

"AARRGGHH!!" erangku lagi saat om itu mulai menggerak-gerakkan kontolnya.

"Oohh.. Enak banget.. Aahh.. Sempit.. Hhoohh.. Gue ngentotin perjaka.. Aahh.. Pantat loe milik gue sekarang.." desah om itu sambil meraba-raba badanku.

"Hhohh.. Rasa'in kontol gue.. Aahh.. Loe emang seksi.. Aahh.."

Seiring dengan hentakan kontolnya, saya hanya bisa mengerang-ngerang, serasa dibelah dua.

"AARGGH!! UUGHH!! AARRGGH!! AARRGGH!!"

Badanku terguncang-guncang, om itu kuat sekali. Dapat kurasakan kontolnya yang besar bergerak maju-mundur, menguasai lubang anusku. Saya telah ternoda, diperkosa, dan disodomi.

Aku berpaling pada ayahku, saat dia berkata, "Liat nih.. Hhohh.. Gue lagi ngentotin anak loe.. Hhohh.. Gue menyodomi anak cowok loe satu-satunya.. Aahh.. Dia milik gue sekarang.. Hhoosshshh.." Kulihat ayahku menunjukkan ekspresi aneh. Dia terlihat gelisah.

"Hhoohh.. Astaga.. Hhohh.. Loe suka yach? aahh.. Liat gue homoin anak loe?" Om itu menempelkan tangannya pada celana ayahku.

"Wah.. Aahh.. Kontol loe ngaceng.. Aahh.. Buka aja.. Ahh.." Om itu tertawa kecil dan makin menggoda ayahku. Dengan kikuk, ayahku segera melepaskan seluruh pakaiannya. Nampak kontolnya telah menjulang tinggi, keras dan basah. Ayahku terangsang melihatku disodomi.

"Hhoohh.. Pantat anak loe enak banget.. Oohh.." erang om itu, terus membor anusku.

Sementara, saya juga dibingungkan oleh reaksi kontolku. Saya memang merasakan sakit tapi sakit itu terasa sensual dan nikmat. Kontolku berdenyut-denyut penuh gairah dan meneteskan precum ke atas perutku.

"Oohh.. Aarrggh.. Aahh.. Aarrgghh.."

Saya merasa sangat dipermalukan, disodomi di depan ayahku sendiri. Tapi saya malah merasa bahwa hal itu makin merangsang nafsu birahiku. Pelan-pelan, saya mulai dibutakan oleh nafsu dan mulai berpikir dengan kontolku. Mulutku mulai meracau dan menyemangati om itu. Saya ingin merasakan sakit akibat disodomi, saya ingin diperkosa oleh om itu.

"Aahh.. Ngentot lagi om.. Oohh.. Lebih keras.. Hhoohh.. Enak banget om.. Aahh.."

Om itu dan ayahku terkejut mendengar omonganku. Om itu tersenyum, puas sekali melihat perubahan seksualitasku.

"Hhohh.. Loe suka kontol om kan? hhoosshh.. Rasakan kontol om.. Aahh.. Gue ngentotin loe kayak pelacur.. Aahh.. Om bakal ngecret di apntat loe.. Aahh.. Hhoosshh.."

Om itu makin gila mengentotiku. Desah napasnya menderu-deru seperti mesin. Tubuhnya yang seksi berkilauan, karena keringat. Ayahku nampak tak ragu-ragu lagi, dia sibuk mencoli kontolnya sambil melihatku disodomi. Rasa sedih dan bersalah yang tadi menghantuinya, sudah hilang entah ke mana. Yang ada di wajahnya kini hanyalah nafsu birahi homoseksual.

"AARGGH!!" erangku saat om itu menghentak makin keras. Kontolku sudah menciptakan kolam precum di pusarku dan precum itu meleleh turun melewati perutku dan mendarat di atas ranjang.

"AARRGGHH!!" Anusku kini terasa blong, tanpa pertahanan. Kontol om itu dengan bebas menyodomiku. Saya ingin ngecret, rasanya sungguh horny, tapi tanganku terikat.

"Aahahh.. Hhoohh.. Fuck! oohh.. Om.. Pengen ngecret.. Aahh.." Namun om itu tidak mendengarkanku, sibuk mengentotin pantatku. Ayahku datang mendekat dan malah memegang-megang kontol ngacengku. Ayahku mencoli kontolku.

"Aahh.. Pa.. Oohh.. Enak banget Pa.. Aahh.."

Dan tiba tiba erangan-erangan keras terdengar dari om itu.

"AARGGH!! OOHH!! Gue bakal keluar! aahh.." CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!

"AARRGGHH!! AARRGGHH!! AARRGGHH!!" Cairan kelaki-lakiannya tertumpah masuk ke dalam liang anusku.

Anusku berkedut-kedut, belum biasa mendapatkan banjir panas macam itu. Sambil ngecret, om itu terus saja menyodomiku.

"AARGGHH!! AARGGHH!!" teriaknya. CCRROOTT!! CRROOTT!! CCRROOTT!! Saya hanya bisa ikut mengerang, merasakan hentakan kontolnya.

Rasanya sungguh nikmat sekali. Saya senang bisa memuaskan nafsu birahi homoseksual om itu meskipun saya harus mengorbankan keperjakaanku. Om itu telah membuatku tersadar akan homoseksualitasku dan saya berterima kasih padanya. Saya tidak membencinya lagi.

Saat pejuhnya telah selesai dimuncratkan, om itu membungkukkan tubuhnya dan menciumiku. Kontolnya yang mulai melemas pelan-pelan keluar dari anusku. Kami berciuman mesra seperti sepasang kekasih. Lidah om itu menyerbu masuk dan membelai-belai lidahku. Air liur kami bercampur tapi saya tak merasa jijik. Selesai berciuman, om itu berkata.

"Makasih atas pelayananmu. Om sayang banget ama loe. Loe mau kan jadi anak om?"

Saya mengangguk, wajahku masih nampak kelelahan.

"Ya, Om. Saya pengen banget jadi anak Om. Saya akan melayani Om kapan pun Om mau. Saya juga sayang ama Om."

"Loe denger kan?" tanya om itu pada ayahku.

"Anak loe pengen jadi milik gue. Gue akan membawanya malam ini juga. Tapi jangan kuatir. Gue gak sejahat itu. Loe masih bisa nemuin anak loe. Dan sebagai hadiah perpisahan, loe boleh ngentotin anak loe dan buat dia ngecret. Kasihan, dia kan belum ngecret." Om itu menyingkir dan membiarkan ayahku menggantikan tempatnya. Saya dan ayahku saling berpandangan. Nafsu jelas sekali tergambar dalam mata kami berdua.

Ayahku berkata, "Papa tau, Papa bukan Papa yang terbaik. Tapi Papa sayang banget sama kamu, nak. Papa mencintaimu. Papa ingin sekali bersetubuh denganmu, tapi Papa tidak berani mencoba, sampai saat ini, saat kesempatan emas ini datang. Kamu mau kan dientotin Papa?"

Saya terhenyak mendengar pengakuan ayahku. Dalam suasana horny seperti itu, saya mengangguk-ngangguk. Saya pun harus jujur bahwa saya penasaran dengan kontol ayahku. Meskipun anusku terasa sakit akibat dihajar kontol om itu, namun saya ingin merasakan kontol ayahku.

"Entotin saya, Pa. Saya butuh kontol Papa."

"Oh, anakku," jawab ayahku terharu.

Tanpa ada keraguan, ayahku mengangkat kedua kakiku dan meletakkannya di atas bahunya. Sesaat kemudian, kontolnya yang besar dan tegang langsung memaksa masuk. Tapi berhubung anusku sudah jebol dan berhubung di dalam liang pembuanganku dibanjiri sperma om itu, kontol ayahku dapat masuk dengan leluasa.

"Oohh.." desahnya saat kepala kontolnya bergesekkan dengan dinding duburku.

"AARRGGHH!! Pa, sakit sekali!" keluhku. Maklum saja, lubang anusku kan masih lecet akibat serangan om tadi. Tapi rasa sakit itu malah terasa sensual dan nikmat.

"Oohh.. Aahh.." Saya terangsang sekali melihat ayahku sendiri sedang menyodomiku. Saat ayahku mulai menggenjot pantatku, saya meracau keenakkan.

"Aahh.. Pa ngentot terus.. Aahh.. Saya suka kontol Papa.. Oohh.. Gede banget.. Aahh yyeess.. Oohh.. Enak sekali.. Uugghh.." Ayahku dan saya dikuasai nafsu.

Kami tak peduli bahwa kami sebenarnya adalah ayah dan anak dan bahwa hubungan seks, apalagi homoskes, di antara kami itu sangat dilarang. Tapi jika nafsu sudah bicara, akal akan kalah.

"Aahh.. Yyess.. Ngentotin anakmu ini Pa.. Aahh.. Anakmu butuh kontol Papa.. Aarggh.. Oohh yyeaahh.. Aahh.."

"Oohh.. Papa juga butuh anak Papa.. Aahh.. Oohh.. Pantatmu enak banget.. Oohh.." Ayahku mendesah-desah, matanya terpejam. Pinggulnya memompa-mompa pantatku semenatra kontolnya menggali lebih dalam.

Pejuh om itu mulai bertetesan keluar, membasahi pantat dan ranjang. Bunyi 'kecipok-kecipak' bergema di kamarku. Om itu kembali terangsang melihatku di'perkosa' oleh ayahku sendiri. Tangannya kembali mencoli kontolnya yang kembali tegang. Sambil asyik bermastrubasi, om itu melepaskan ikatan tanganku. Dia tak takut kalau saya akan kabur.

Lepas dari ikatan, saya meraih tubuh ayahku dan mengelus-ngelus dadanya. Ah, seksi sekali. Ayahku memang biasa-biasa saja. Tapi tubuhnya terlihat sangat merangsang.

"Oohh.. Oohh.. Aahh.." desahku seraya merasakan bentuk dadanya.

Ayahku mengangkatku sambil tetap menyodomiku. Dia memang kuat sekali. Saya bercengkeraman kuat pada lehernya, takut jatuh. Ayahku berpindah ke ranjang dan duduk di situ, memangkuku. Kontolnya terus menerus menyodomiku. Bagaikan anak kecil yang membutuhkan kasih sayang ayahnya, saya bergelayut mesra dan membelai-belai wajah ayahku. Kucium bibirnya sambil menahan perih akibat sodokan kontolnya. Ayahku menyelipkan satu tangannya ke kontolku dan mencolinya sementara tangannya yang lain memeluk pinggangku.

"Aarrggh.. Pa.. Ngentotin saya Pa.. Aahh.. Papa.. Oohh.."

Erangan-eranganku terdengar seksi di telinganya dan memacu birahinya. Ayahku semakin dekat, dekat dan dekat pada puncak kenikmatan, dan akhirnya.. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Pejuhnya menyembur masuk ke dalam anusku yang longgar, bercampur dengan pejuh om itu. Rasanya panas, seperti lava.

"AARRGGHH!! AARRGGHH!! OOHH!! OOHH!!" erang ayahku seraya mencengkeram pinggangku kuat-kuat.

Saya bertahan dan membiarkannya memuaskan nafsu homoseksualnya padaku sampai akhirnya dia selesai menyemprotkan benihnya. Benih yang dulu menciptakan diriku kini berada di dalam anusku. Saya merasa lengkap, puas, dan bahagia. Kucium ayahku sekali lagi sambil mendesah-desah.

Ayahku masih mencoli kontolku. Dengan atmosfir yang berbau homoseks dan melihat ayahku dan temannya yang telanjang bulat sudah cukup untuk menyalakan api nafsuku. Saya pun terbawa ke puncak orgasme.

"AARRGGHH!!" erangku sambil memeluk ayahku kuat-kuat.

CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Spermaku terpancar keluar dan tersemprot mengenai dada kami. Gelombang orgasme yang luar biasa mengejang-ngejangkan sekujur tubuhku. Saya hanya bisa memeluk tubuh ayahku dan berpegangan sambil kelojotan. Ayahku yang kuat menahan kekejangan tubuhku seraya membisikkan kata-kata kotor. Oh, dia tahu bagaimana membuatku terangsang. CCROOTT!! CCRROOTT!

"Aahh.." desahku saat semuanya usai. Kami berpelukan mesra selama beberapa saat lalu ayahku memindahkanku ke ranjang.



Kemarahan sang ayah

Sejak kecil, Purnomo memang bukan murid yang pandai. Sejak SD kelas satu, dia selalu mendapat prestasi terburuk di sekolahnya. Bahkan sudah beberapa kali hampir saja tinggal kelas. Prestasi buruknya itu terus dipertahankan Purnomo hingga kelas 3 SMU. Inilah masa penentuan dari semua pendidikan yang telah ditempuhnya.

Tapi dengan otaknya yang memang kurang mampu, Purnomo pun gagal dalam tes kelulusan SMU-nya. Sepucuk surat dilayangkan ke rumahnya untuk memberitahukan tentang kegagalannya. Ayah Purnomo, baru saja pulang kerja malam itu, langsung naik pitam saat membaca surat itu. Susah payah, dia membiayai pendidikan Purnomo seorang diri, sebab istrinya telah meninggal saat melahirkan Purnomo. Tapi Purnomo menghancurkan jerih payahnya. Dengan kesal, ayah Purnomo berlari ke kamar anaknya dan mendobrak pintunya.

"Purnomo! Sini kamu!" teriaknya, kesal sekali.

Beban kantor sudah cukup membuatnya kesal. Tapi Purnomo malah membuatnya semakin kesal. Takut melihat ayahnya, Purnomo mencoba kabur dari kamarnya tapi segera ditangkap oleh ayahnya.

"Kamu bikin malu saja. Ayah udah kesal banget sama kamu."

Tubuh Purnomo memang sedikit lebih kecil dibanding ayahnya, maka dia tak berdaya saat digiring kembali ke kamarnya. Dengan kasar, Purnomo dilempar ke ranjangnya. Remaja tampan itu bersimbah keringat dingin, ketakutan, saat ayahnya melepaskan dasi dan kemejanya. Lalu ayahnya itu melepaskan celana panjangnya pula.

Ayah Purnomo memang lumayan seksi. Dadanya nampak keras berkat olahraga yang sering dia lakukan di akhir pekan; meskipun perut dan pinggangnya sedikit berlemak. Tapi secara keseluruhan, ayahnya itu seksi sekali. Kini ayah Purnomo sudah bertelanjang dada dan hanya bercelana dalam putih. Cowok homo yang kebetulan melihat si ayah seksi ini pasti akan ngaceng kontolnya ;) Kembali ke cerita porno ini, ayah Purnomo membentak anaknya untuk melepaskan pakaiannya.

"Lepas bajumu. Semuanya! Kalau tidak, Ayah pukul kamu dengan ikat pinggang ini," ancamnya. Purnomo mau-tak mau segera melucuti dirinya. Dalam semenit, dia sudah bertelanjang bulat dengan kontol menggantung di antara pahanya.

Ayahnya mengambil kursi dan duduk di tengah ruangan itu. Dengan tampang sangar, dia mengisyaratkan agar Purnomo membaringkan tubuhnya di atas pangkuan ayahnya. Purnomo bergidik; mengingat betapa kerasnya ayahnya dulu sering memukuli pantatnya. Dengan tubuh gemetar, Purnomo menuruti ayahnya. Pantatnya menungging, siap dipukul. Sementara kontol Purnomo bergesekan dengan paha ayahnya.

PLAK! Purnomo meringis saat telapak tangan ayahnya menghajar pantatnya. Aah! Panas sekali rasanya. PLAK! PLAK! PLAK! Purnomo mulai meringis kesakitan saat pukulan yang kesepuluh; pantat memerah dan memanas. Tapi entah kenapa kontol Purnomo malah ngaceng.

"Apa ini?" tanya ayahnya marah saat dia merasakan kontol Purnomo bertumbuh dan mendorong-dorong pahanya.

"Kamu suka dipukul Ayah?", tanyanya, masih marah.

Purnomo hanya terdiam, bingung akan reaksi tubuhnya. Memang sudah bertahun-tahun lamanya dia tidak dipukul seperti itu. Terakhir kali dia dipukul adalah saat Purnomo masih berumur 5tahun. Dia tak bisa mengingat apakah dulu sewaktu dia masih kecil, kontolnya juga ngaceng saat pantatnya dihajar ayahnya. Ayah Purnomo terdiam saat melihat tubuh putranya yang bugil teronggok di atas pangkuannya, tak berdaya setelah pantatnya dipukuli. Tiba-tiba ayah Purnomo mulai terangsang. Kontolnya bangun dan membuat tonjolan besar di balik celana dalamnya. Purnomo menyadari hal itu sebab kontol ayahnya terasa sekali menyodok-nyodok perutnya.

Diam seribu bahasa, ayah Purnomo hanya mengelus-ngelus pantat putranya. Semakin mengelus pantat itu, ayahnya menjadi semakin bernafsu. Tubuh Purnomo gemetar saat dia merasakan lubang pantatnya dimain-mainkan oleh ayahnya. Seketika itu juga dia merinding, mengingat berita-berita pemerkosaan incest di TV. Tak disangka, dia akan segera menjadi korban pemerkosaan homoseksual oleh ayah kandungnya. Purnomo ingin menolak ayahnya tapi dia takut dipukul lagi, maka dia hanya terdiam saja; pasrah.

Merasa mendapat lampu hijau, ayahnya makin berani. Kini sudah ada 3 jarinya yang sibuk mengerjai lubang pantat Purnomo yang masih perjaka itu. Ayah bejat tapi seksi itu meneteskan air liur; tak sabar untuk 'Menghabisi' anaknya. Kontolnya mulai basah, mengalirkan precum. Cairan itu menembus celana dlaamnya dan menodai perut Purnomo. Meskipun remaja itu merasa tak nyaman dikerjain ayahnya, kontolnya sendiri makin nagceng.

Purnomo mendesah-desah kesakitan bercampur nikmat saat ayahnya mengentotinnya dengan jari-jarinya. Berpegangan pada paha ayahnya, Purnomo mulai menggeliat-geliatkan tubuhnya.

"Aakkhh.. Oohh.. Aahh.. Hhoohh.." desah napas Purnomo. Sementara itu, ayahnya mulai menjelajah turun dan bermain dengan kontol anaknya. Bagaikan memerah sapi, ayahnya mencoli kontol Purnomo.

"Aahh.. Aahh.. Oohh.." Remaja itu dimabuk nafsu yang tidak dimengertinya sama sekali. Keringat mulai menetes menuruni tubuh Purnomo yang juga seksi. Meski hanya berumur 18tahun, tubuhnya lumayan tegap.

"Hhohh.. Hhoosshh.. Oohh.. Hhahh.." Napas Purnomo semakin berat, rasa nikmat menjalari tubuhnya. Mengetahui bahwa putranya kan ngecret, ayah Purnomo mempercepat gerakan coli-nya. Lalu..

CCRROOTT!! CCRROOTT!! CRREETT!! CCRROOTT!! Diringi dengan teriakan remaja itu, spermanya tumpah ruah.

"AARRGGHH!! OOHH!! AAHH!! OOHH!! UUGGH!!" Tubuh remajanya terguncang-guncang bagaikan kuda jantan yang mengamuk. Bergalon-galon sperma putih kental tersemprot ke lantai, nampak seperti jelli berkuah puding. Mm..

"Aahh.. Oohh.." desahnya saat semuanya berakhir. Purnomo terbaring lemas, masih dikuasai orgasme yang luar biasa tadi.

Kemudian, ayahnya memapah Purnomo ke ranjang dan membaringkannya di sana. Purnomo masih letih dan tak berdaya. Dia tahu bahwa ayahnya pasti ingin yang lebih jauh lagi. Dia sudah pasrah sepenuhnya. Benar dugaan Purnomo. Ayahnya langsung melepaskan celana dalamnya sendiri. Berdiri telanjang bulat di depan Purnomo, ayahnya langsung menungganginya. Sebelumnya, tentu saja, Purnomo dipaksa untuk nungging kayak anjing. Sambil memejamkan matanya, Purnomo berharap ayahnya akan segera ngecret supaya semuanya berakhir.

"AARRGGHH.." erangnya saat kontol ayahnya yang besar itu memaksa masuk.

Rasa takut menjalari pikiran Purnomo. Dia takut pantatnya akan sobek. Kontol ayahnya menghantui pikirannya. Kontol itu bersunat dan panjang sekali; sekitar 20cm. Urat-urat memenuhi batang kontol itu, berdenyut-denyut. Yang paling menakutkan bagi Purnomo adalah kepala kontol ayahnya. Besar dan lebar, nampak kurang proposional dengan ukuran batang kontolnya. Saat kepala kontol itu mendorong-doorng masuk, Purnomo merasa seakan-akan dirinya sedang dirobek.

"AARRGGHH!!" erangnya lagi. Lubang anus Purnomo mulai lecet-lecet dan terasa sakit sekali. Kemudian PLOP! akhirnya kepala kontol raksasa itu masuk juga.

"Oohh.." erang Purnomo saat kontol ayahnya memenuhi dirinya. Purnomo merasa penuh sekali, sulit melukiskan perasaannya itu dengan kata-kata.

Ayahnya mulai meraba-raba tubuh Purnomo dari belakang dengan bernafsu. Kedua dada Purnomo diremas-remas. Putingnya ditarik-tarik. Remaja itu hanya bisa melenguh kesakitan sekaligus nikmat. Lalu ayahnya mulai menggenjot pantanya.

"AAKKHH!! AARRGGHH!! HHOHH!! AAHH!!" erang Purnomo setiap kali kontol ayahnya ditarik mundur dan didorong masuk. Kontol itu menggesek-gesek liang pantatnya sambil meninggalkan precum dalam jumlah banyak.

"Aahh.." lenguh Purnomo saat kontol ayahnya tiba-tiba ditarik keluar dari lubang pantatnya. Tapi semua belum berakhir!

Tanpa kesulitan apa-apa, ayahnya memaksa Purnomo untuk menduduki kontolnya. Ayahnya menyandarkan tubuhnya ke tembok sambil duduk di ranjang Purnomo (ranjangnya menyandar pada tembok). Purnomo tak kuasa menolaknya, meski anusnya berkedut-kedut perih. Mulanya, dia ingin menduduki kontol ayahnya sambil memunggunginya. Tapi ayahnya tak setuju dan memutar tubuh Purnomo dengan paksa. Ayahnya ingin agar Purnomo menatap wajahnya saat ia mendapatkan kepuasan seksual dari Purnomo. Sungguh bejat ayah si Purnomo itu! Bagikan boneka yang tak berdaya, tubuh Purnomo dipaksa duduk dan..

"AARRGGHH!!" Sekali lagi, kontol ayahnya pun menghajar anus Purnomo.

"Aahh.. Oohh.. Aahh.." desah ayahnya sambil mengendalikan tubuh putranya itu.

Dengan tangannya yang kuat, dia menaik-turunkan tubuh Purnomo, menghunjam kontolnya. Baginya, seks semacam ini merupakan sarana fitness yang sangat menarik. Dia bisa membentuk ototnya sekaligus mengerjain putra semata wayangnya itu.

"Oohh.. Lihat ayahmu ini.. Aahh.." katanya apda Purnomo, tersengal-sengal.

"Ayahmu lagi mengentotin putra kandungnya.. Sendiri.. Aahh.. Kamu milik ayah.. Oohh.."

Purnomo terguncang-guncang, mengikuti irama tangan ayahnya. Kontol ayahnya menghunjam kelaur masuk lubang anusnya. Sakit sekali rasanya.

"AARRGHH!! AAHH!! OOHH!!" erang remaja itu. Kontol Purnomo yang tadi melemas setelah ngecret, kini bangun lagi. Rasa nikmat mulai memenuhi tubuh Purnomo. Dia tak mau ambil pusing. Daripada menangisi fakta bahwa dia sedang diperkosa oleh ayahnya, lebih baik berpikiran positif dan mengikuti nafsu bejat ayahnya.

"Oohh.. Fuck me! ngentotin anakmu ini, Yah.. Oohh.. Hhooh.."

Kaget, ayahnya berhenti mengentot. Tapi Purnomo yang ketagihan kontol ayahnya itu mengambil inisiatif. Dia sendiri, dengan suka rela, mengentotin dirinya sendiri di atas kontol ayahnya.

"AARRGGH!! OOHH!! Kontol Ayah gede banget.. Aahh.. Saya suka.. Oohh.. AAHH!!" Terbangun dari lamunannya, ayahnya kembali mengentotin Purnomo. Kini mereka berdua sudah berkeringat dan bernapas tersengal-sengal. Sudah 15 menit mereka mengentot.

"AARRGGHH!!" erang ayahnya.

CCRROOTT!! CCROOTT!! CCRROOTT!! Kontol ayah Purnomo berkedut-kedut lalu menembakkan benihnya ke dalam liang pantat putranya. Purnomo hanya melenguh keenakkan, merasakan kehangatan di dalam tubuhnya. Benih ayahnya yang dulu menciptakannya kini sedang berenang-renang di dalam tubuhnya sendiri.

"AAHH!! OOHH!! AARRGGHH!!" earang ayahnya lagi sampai sperma yang terakhir terperas keluar.

"Aahh.." Dada ayah Purnomo naik-turun, bersimbah keringat. Purnomo dengan lembut mengecup puting ayahnya sambil menjilatinya. Ayahnya hanya bisa mendekapnya sambil menciumi pipi Purnomo.

Tapi Purnomo harus ngecret lagi. Ayahnya juga tahu. Maka, ayahnya kembali mencoli kontol Purnomo.

"Aahh.. Oohh.. Aahh.." lenguh Purnomo saat cairan kejantanannya bergerak naik ke kontolnya. Dan.. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!

"AARRGGHH!!" Seperti air mancur, sperma Purnomo tersembur ke atas dan jatuh menimpa tubuh mereka berdua. Rasanya hangat dan nikmat. Terhitung tujuh kali Purnomo menembakkan pejuhnya lalu semuanya usai.

"Oohh.." desahnya, sambil memeluk tubuh telanjang ayahnya yang berkeringat. Dalam hatinya, Purnomo berpikir bahwa dia takkan keberatan jika lain kali ayahnya ingin menghukumnya dengan cara seperti ini lagi.

Tak terasa seminggu berlalu. Tapi sejak kejadian intim itu, ayahnya tidak pernah menggauli Punomo lagi. Purnomo sedih dan kecewa. Dia pun mencari akal agar ayahnya mau mengentotinnya lagi..

"Purnomo!! Kemari kamu!" teriak ayahnya sepulangnya dari kantor.

"Kenapa kamu menyembunyikan rapormu yang nilainya merah semua itu?!" Purnomo hanya tersenyum sambil menelanjangi dirinya, bersiap-siap untuk menerima 'hukuman' lagi..





Kondom papaku - 1

Sepanjang aku dapat mengingat, sejak kecil aku sudah hidup dengan papaku. Aku tak pernah merasa kehilangan seorang mama karena papaku dapat memastikan bahwa semua kebutuhanku, baik jasmani maupun rohani, tercukupi. Kini saya sudah berusia 20 tahun. Kata teman-teman kuliahku, saya lumayan cakep. Tapi tak ada yang tahu bahwa saya gay. Saya haus akan kasih sayang seorang pria. Saya tak tahu mengapa saya bisa tumbuh menjadi seorang gay, mungkin karena dulu saya terlalu dekat dengan papaku. Entahlah, tapi yang pasti, sejak masa puber, aku sering memikirkan papaku. Seringkali, aku sengaja menunggunya mandi hanya untuk dapat menyaksikannya keluar sambil bertelanjang dada.

Papaku memang bukan model ataupun atlit, dia hanyalah seorang pria biasa. Usianya kini hampir mencapai 50 tahun. Karena sering bepergian keluar, kulit tangan dan wajahnya gelap. Namun dada, perut, dan punggungnya putih bersih. Dada papaku lebar dan berisi, sedikit berlemak, namun tetap nampak seksi. Perutnya tidak buncit tapi jelas terlihat berlemak. Papaku memang tidak memiliki tubuh seksi ala bintang porno homoseksual, tapi aku sangat menyukainya.

Papa tak pernah tahu bahwa anak satu-satunya adalah seorang homoseksual. Dia tak pernah mengacak-ngacak kamarku, maka dari itu semua barang-barang pornoku yang berbau homo aman. Di bawah ranjangku tergeletak bertumpuk-tumpuk majalah homo yang sering kupakai pada saat aku ingin bermasturbasi. Komputer di kamarku juga sarat dengan foto-foto pria macho. Tapi meskipun aku merasa bebas menjadi gay, walaupun hanya di dalam kamarku saja, aku merasa kesepian.

Aku rindu akan belaian lembut papaku. Anehnya, aku kurang tertarik dengan pemuda seusiaku. Aku lebih suka pria-pria dewasa seusia Papa. Dulu saya pernah punya pacar yang seusia denganku namun kami sudah putus karena saya tidak merasakan gairah apa-apa dengannya. Aku memang sudah bukan perjaka lagi sebab mantanku sudah pernah mengentot pantatku. Namun, aku belum pernah dientoti oleh papaku dan aku amat sangat ingin merasakannya. Tapi bagaimana caranya?

Suatu malam, aku terbangun karena mendengar desahan dan erangan dari kamar papaku. Kamar kami memang bersebelahan sehingga aku dapat mendengar dengan jelas suara-suara tadi. Kutempelkan telingaku pada dinding dan kudengar erangan papaku. Mulanya kukira papaku sedang kesakitan, namun setelah kudengar baik-baik, ternyata dia sedang berhubungan seks!

Penasaran, aku berjinjit keluar dan mengintip dari lubang kunci. Benar dugaanku. Papaku membawa pulang seseorang, tapi aku tak dapat melihatnya. Dari lubang kunci itu, aku hanya bisa melihat tubuh papaku. Papaku sedang berdiri sambil mengentot seseorang. Kubayangkan orang yang sedang bersama papaku itu pastilah seorang pelacur wanita murahan yang dipungutnya dari jalan. Dan mereka sedang asyik bercinta! Tapi aku merasa aneh sebab aku tak mendengar suara erangan wanita. Yang kudengar hanyalah suara desahan pria. Desahan nikmat papaku. Mungkinkah pelacur itu bisu?

Tak peduli siapa pun dia, aku sangat cemburu pada pelacur itu sebab aku menginginkan papaku yang bercinta denganku. Hanya denganku saja! Tiba-tiba papaku mengerang hebat. Tubuhnya kemudian berkelojotan. Semuanya terjadi dengan begitu cepat, namun aku masih sempat melihat papaku ngecret di dalam kondom. Kondom bening yang tadinya melapisi kontol ayahku, langsung terisi cairan kental putih. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku berhasil mengintip kontol papaku. Lumayan panjang dan gemuk.

Aku buru-buru kembali ke kamarku dengan kontol yang ngaceng. Jam dinding menunjukkan hampir jam 1 pagi saat kudengar suara pintu depan terbuka dan tertutup. Pelacur itu rupanya sudah pergi. Diam-diam, aku berjalan keluar kamar. Aku hanya mengenakan celana pendek usang tanpa celana dalam sehingga tonjolan kontolku terlihat sangat menantang. Udara malam membuat kedua puting dadaku melancip.

Kucari papaku namun dia tak ada di mana-mana. Kamarnya juga kosong. Kuduga papaku pasti sedang mengantar wanita pelacur itu pulang. Kesempatan, pikirku. Aku langsung memeriksa kamar papaku. Mataku memeriksa setiap sudut kamarnya dengan teliti, namun barang yang kucari tak ada. Aku hanya menemukan celana dalam papaku yang masih basah belepotan precum. Kuambil saja celana dalam itu sambil bergegas menuju dapur. Semua sampah di rumah kami pasti dibuang ke dalam tong sampah yang letaknya di dapur. Mataku bersinar-sinar saat kutemukan barang yang kucari. Kondom papaku!

Sayang, sebagian spermanya sudah tumpah keluar, namun kondom itu masih mengandung sedikit sperma papaku. Untung saja tong sampah itu sudah dikosongkan dan hanya diisi dengan sampah kertas hingga aku tak perlu dipusingkan dengan bau sampah. Segera kuambil kondom itu. Hhmm.. Aroma pejuh yang tajam masuk ke dalam hidungku dan naik ke dalam otakku. Kontolku ngaceng berat dan mulai mengeluarkan precum. Berdiri di depan tong sampah, aku mulai bermasturbasi. Celana pendekku kutanggalkan dan kulempar ke pojok. Kontolku langsung kumainkan.

"Hhoohh.. Aahh.. Hhoosshh.." desahku keenakkan.

Celana dalam papaku kucium-cium. Aroma kelaki-lakiannya menusuk hidungku. Jelas tercium bau pesing dari noda kencingnya dan juga bau pejuh dari noda precumnya. Kudekatkan bagian yang ternoda oleh precum papaku dan kujilati bagian itu. Samar-samar, kurasakan rasa asin precum papaku. Mm.. Lezat sekali. Semakin kujilat, aku menjadi semakin bersemangat. Seperti anjing, aku mengais-ngais sisa noda precum tersebut dengan lidahku sampai aku puas. Kontolku sendiri sudah mengalirkan precum hingga menetes ke lantai. Kocokan tanganku kupercepat agar aku dapat segera ejakulasi.

Kurasakan spermaku mendesak-desak ingin keluar dari lubang kontolku. Namun ketika hal itu akan terjadi, aku sengaja berhenti mencoli dan kupaksa libidoku untuk turun kembali. Aku tak mau ngecret duluan sebelum aku menikmati hidangan utama. Sperma papaku!

Kondom papaku nampak indah sekali, berkilauan di bawah sinar lampu. Isinya nampak keputihan, setengah penuh dengan sperma papaku. Dengan mendongakkan kepala, kuangkat kondom itu. Pelan-pelan kumiringkan tanganku agar isi dari kondom itu mengalir keluar dan jatuh tepat di atas mulutku yang terbuka lebar. Kontolku yang tadi sudah agak melemas, kini bangun kembali. Oohh.. Kenikmatan yang kurasakan sangat berbeda dibandingkan sesi-sesi masturbasiku. Biasanya, aku hanya menggunakan foto dan video porno serta imajinasiku. Namun sekarang di tanganku tergenggam kondom papaku. Jelas aku lebih terangsang.

Bagaikan adegan lambat, kulihat sperma papaku menetes keluar dari kondom itu. Saat tetesan pertama itu menyentuh lidah, aku langung terhenyak oleh rasanya. Sebelumnya, aku belum pernah meminum sperma, baik itu spermaku sendiri maupun sperma mantanku. Maka dari itu, aku agak terkejut saat merasakan betapa nikmatnya rasa sperma. Rasa yang paling menonjol adalah asin kepahitan. Dan saat cairan itu menyentuh lidahku, aku merasa lidahku kesat licin. Pasti itu dikarenakan oleh kandungan basa yang terkandung dalam semua sperma laki-laki. Oleh karena itu, sperma terasa kesat licin jika dimainkan dengan jari.

Mm.. Tetesan kedua membuatku semakin gila dengan nafsu. Aku menjadi ketagihan. Kutuang saja langsung semuanya. Tetes demi tetes masuk ke dalam mulutku. Kutelan semuanya tanpa sisa. Mm.. Enaknya. Aku semakin mempercepat kocokanku sambil membayangkan betapa asyiknya jika papaku sedang menyodomiku.

Terbayang di hadapanku, rupa papaku saat dia sedang bertelanjang bulat. Oohh.. Rasa sperma papaku masih tersisa di mulutku. Kucoba mengingat kembali adegan tadi saat aku baru pertama kali mencicipi sperma papaku. Oh, semuanya sungguh merangsang kontolku. Birahiku bergejolak, tak terkendalikan lagi. Aku mau ngecret! Aku mengerang saat kontolku tiba-tiba melepaskan tembakan sperma. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Berkali-kali, pejuhku tersemprot keluar hingga menodai lantai. Aku terus mengerang sambil sibuk meremas kontolku. Aku sangat menyukai melihat spermaku saat menyemprot keluar. Sungguh pemandangan yang indah. Aku mendesah saat berhasil memeras tetes pejuh yang terakhir.

"Apa yang kamu lakukan?" sebuah suara mengejutkanku.

Bagai tersambar petir, aku hanya bisa berdiri tertegun dengan mata melotot kaget. Di depanku telah berdiri papaku! Rupanya tadi Papa tidak keluar rumah sebab dia kini berdiri di depanku dengan hanya mengenakan celana pendek saja. Dadanya telanjang, terekspos untuk kenikmatan mataku.

"Pp.. Paappa.." ucapku terbata-bata.

Aku merasa malu sekali, ingin rasanya bumi menelanku saja. Bayangkan saja. Aku berdiri bertelanjang bulat dengan kontol ngaceng. Dan aku tertangkap sedang menelan sperma papaku sendiri yang kucuri dari kondom bekasnya. Belum lagi, Papa pasti tadi sempat menyaksikan sesi masturbasiku. Sekujur tubuhku gemetaran, salah tingkah, malu bercampur takut. Apalagi di bawah kakiku masih teronggok celana dalam papaku. Papaku bukan orang bodoh. Dia pasti mengetahui bahwa putra satu-satunya ternyata seorang homoseks. Kontolku yang tadi ngaceng langsung menciut. Tetesan precum nampak masih menggantung di kepala kontolku.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya lagi.

"Kenapa kamu menelan sperma Papa? Kamu benar-benar homo?"

Meskipun semua pertanyan yang diajukan terasa sangat memojokkanku, namun aku tak menemukan intonasi kemarahan atau pun keterkejutan dalam nada bicaranya. Papaku terdengar seolah-olah dia sudah tahu sejak lama bahwa aku gay. Tapi bagaimana mungkin? Papaku berjalan ke arahku. Saat kami telah berdiri berhadapan, aku hanya bisa menundukkan kepalaku dalam-dalam, malu sekali.

"Ada apa denganmu? Papa sudah berdiri di sini dari tadi. Papa melihat bagaimana kamu menikmati noda pada celana dalam itu dan bagaimana kamu menyukai setiap tetes dari pejuh Papa. Papa juga lihat bagaimana kamu sangat menikmati masturbasimu. Kamu ngecret sangat banyak. Anakku, kalau kamu begitu menyukai sperma Papa, kamu 'kan bisa minta."

"Hah?!" Aku tak percaya mendengar ucapannya. Apa maksudnya?

"Papa sudah tahu kamu homo, tapi Papa tak berani memintamu ngeseks dengan Papa. Kamu pasti tidak tahu, tapi Papa sering mengendap masuk ke dalam kamarmu saat kamu sedang keluar. Papa suka sekali dengan semua koleksi film porno homo, majalah homo, dan juga foto-foto di komputer kamu. Semuanya merangsang. Sering Papa berfantasi bagaimana nikmatnya bersetubuh dengan anak Papa sendiri tapi Papa takut."

Pengakuan Papa sangat mengagetkanku. Dalam sekejap, bayanganku tentang Papa langsung pecah berkeping-keping.

"Tapi saat Papa tadi melihatmu asyik mencoli kontol kamu sambil meminum sperma Papa, Papa yakin bahwa kamu juga sering membayangkan Papa dalam setiap fantasi jorokmu. Benar 'kan?"

"Tapi, Pa, tadi aku lihat Papa sedang ngeseks dengan seorang wanita pelacur. Papa biseks?" tanyaku penasaran. Rasa takut dan maluku berangsur-angsur hilang.

"Wanita?" papaku tertawa kecil.

"Anakku, yang tadi Papa bawa pulang namanya Jon. Dia laki-laki tulen, seumur Papa. Dia adalah anak buah Papa di kantor. Selama bertahun-tahun, Jon telah sering melayani nafsu homoseksual Papa. Sebenarnya sudah berkali-kali Papa mengajaknya kemari, namun baru kali ini Papa tertangkap basah oleh kamu. Celana dalam yang tadi kamu jilat-jilat adalah celana dalam yang sengaja ditinggalkan Jon untuk Papa," jelasnya sambil tersenyum mesum.

"Anakku, Papa sama homonya seperti kamu. Sejak Papa ditinggal mamamu, Papa membenci wanita dan mulai menyukai sesama jenis." Penjelasan Papa membuatku tercengang. Kami hanya berdiri saling menatap selama bermenit-menit sebelum akhirnya aku merangkul papaku sambil menangis lega.

"Papa.. Saya sayang Papa.. Sudah lama saya memimpikan Papa.." Kepalaku bersandar di atas dadanya yang gempal namun padat berisi. Tanpa ragu, kuraba-raba dadanya sambil memuaskan impianku untuk memeluknya. Pelan-pelan, kontol Papa membentuk tonjolan besar di depan celana pendeknya. Dan saat itu Papa bertanya..

"Kamu masih kuat? Mau bercinta dengan Papa?"

Kutatap wajah papaku dan kutemukan nafsu birahi kembali menguasainya. Aku mengangguk-ngangguk, setuju. Tanpa basa-basi, Papa memerosotkan celana pendeknya. Ternyata Papa juga sudah tidak mengenakan celana dalam. Pepatah mengatakan, ayah dan anak sama saja. Kurasa pepatah itu benar. Kontolnya langsung melompat keluar, berdenyut-denyut dengan bangga. Rasanya hangat sekali saat kontolnya itu menempel di pahaku, beradu dengan kontolku. Perlahan, kontolku yang tadi sempat melemas, kini mulai mengeras lagi. Noda pejuh yang masih melekat pada kontolku menodai paha Papa, namun Papa tampak tak keberatan.

Papa memelukku sambil meraba-raba seluruh tubuhku. Tangannya terasa lebar dan kasar, namun aku suka. Bibirnya asyik masyuk mencium-cium wajah dan leherku. Deru napasnya terdengar jelas seperti suara mesin pesawat tempur. Kedua puting Papa yang keras melenting terasa menusuk-nusuk dadaku, membangkitkan putingku. Bibir Papa kemudian beralih ke mulutku, dan kami pun berciuman mesra sekali. Papa tampak agak terkejut melihat betapa terampilnya aku dalam membalas ciumannya. Ketika kujelaskan bahwa aku dulu pernah punya pacar homo, Papa hanya tersenyum mesum saja. Tangannya aktif meremas-remas belahan pantatku, sesekali melebar-lebarkan pantatku agar anusku tertarik.

"Hhoohh.. Papa sayang kamu.. Aahh.. Kamu anak Papa yang seksi.. Hhoohh.." desahnya.

Papa tiba-tiba menekan badanku ke bawah seraya mengisyaratkan bahwa dia ingin dihisap. Aku tak menolaknya. Aku berjongkok di depan kontolnya tanpa mengeluh. Aroma jantan langsung memancar dari kontol itu. Nampak noda-noda pejuh masih melekat pada kepala kontolnya. Aromanya sangat menusuk, mengingatkanku pada pejuh Papa yang baru saja kutelan tadi.

Mm.. Kontol Papa berdenyut-denyut dan mulai mengalirkan precum. Papa nampaknya tak sabar lagi sebab dia mulai menggerak-gerakkan kontolnya menuju mulutku. Begitu mulutku terbuka, kontolnya melesat masuk dan berdiam di sana. Mm.. Rasa pejuh bercampur precum langsung memenuhi setiap sel dari lidahku. Sungguh tak terbayangkan, aku sedang menyedot kontol yang dulu pernah menciptakanku. Jika tak ada kontol itu, aku takkan pernah ada. Oleh karena itu, aku harus melayani kontol Papa sebaik-baiknya sebagai tanda terima kasih, dan lagipula aku memang suka menyedot kontol Papa. Slurp! Slurp! Slurp!

Kontol itu terasa menyesakkan mulutku. Ukurannya jauh lebih besar daripada kontol mantanku. Aku harus pintar-pintar menghisap kontol itu sebab mulutku hampir kram. Lidahku bermain-main sambil mengusap-ngusap kepala kontol itu, menggodanya. Sengaja kujilat-jilat bagian bawah kepala kontolnya karena bagian itulah yang paling sensitif. Kucoba untuk memampatkan mulutku agar hisapanku menguat. Kupaksa kontol Papa untuk memberikanku lebih banyak precum. Mm.. Enak sekali. Slurp! Semakin keras kusedot kontol itu, Papa mengerang semakin keras pula.

"Hhoohh.. Hisap kontol Papa.. Aahh.. Ya, begitu.. Jilat terus.. Oohh.. Mulutmu lebih enak daripada mulut Jon.. Aahh.. Layani Papa, anakku.. Oohh.."

Papa menjambak rambutku dan memakainya sebagai pengendali kepalaku. Meski agak kesakitan, tapi aku tak keberatan karena Papa melakukannya dengan lembut.

"Hhoohh.. Hisap terus.. Aahh.."

Kedua tanganku merayap naik. Begitu kutemukan dada Papa, aku langsung meraba-rabanya. Ah, aku rindu sekali menyentuh dada itu, dada Papa yang kucintai. Putingnya mengeras di bawah rabaanku. Ketika kupelintir, papaku mengejang-ngejang sembari mengerang keenakkan.

"Hhoohh.. Yyeeaahh.. Mainin puting Papa.. Aahh.. Ayo, nak.. Buat Papa terangsang.. Hhoohh.." Precum Papa mengalir makin banyak, habis kutelan semuanya.

"Aarrgghh!!" erang Papa mendadak sambil mendorongku jauh-jauh.

Aku terkejut tapi belakangan aku baru menyadari bahwa Papa tadi hampir ngecret dan dia hanya mau agar aku berhenti menyedot kontolnya sebentar.

Papa kemudian menghampiriku. Dengan sepasang tangannya yang kuat, Papa mengangkatku dan membaringkanku di atas meja dapur. Kami memang punya sebuah meja dapur yang kokoh tepat di tengah dapur, berfungsi sebagai meja masak dan sekaligus meja makan. Dengan bernafsu, kakiku dikangkangkannya lebar-lebar. Anusku nampak berkedut-kedut menyapa papaku. Papa hanya tersenyum padaku seraya berkomentar nakal.

"Pantatmu kelihatan sempit. Pasti enak kalau Papa entoti."

Berbekal kondom yang tersimpan di celana pendeknya, Papa mempersenjatai kontolnya. Kemudian, tanpa bicara lagi, Papa langsung menusukkan kontolnya dalam-dalam.

"Aahh.." erangnya, matanya merem-melek.

Anusku yang masih sempit, mencekik kontolnya. Namun pelumas yang menempel pada kondom Papa membantu proses penetrasi sehingga kontol Papa dapat masuk seluruhnya. Blleess.. Namun Papa tak mau buang-buang waktu, dia langsung menggenjot pantatku.

"Aarrgghh.. Sakit, Pa.. Hhoohh.. Uugghh.." rintihku.

Kontol Papa memang besar sekali hingga anusku serasa sobek. Air mataku mengalir keluar, tak tahan menahan sakit. Duburku serasa terbakar dan berdarah. Namun Papa berusaha menenangkanku.

"Hhoohh.. Sakit.. Aahh.."

"Aahh.. Tahan saja.. Uugghh.. Demi Papa.. Hhoohh.. Sempit banget.. Aahh.. Kontol Papa dijepit pantatmu.. Aahh.."

Kontol Papa memang terasa sempit di dalam duburku, namun Papa malah semakin menyukainya. Dengan bernafsu sekali, Papa mengentotku. Kepala kontolnya menghajar isi pantatku tanpa ampun. Rasanya setiap organ dalam pantatku sudah dirombak ulang. Ketika kontol itu menemukan prostatku, aku mulai mengerang-ngerang karena nikmat. Prostatku memancarkan rasa nikmat yang mirip orgasme. Aku merasa senang dan tak merasa sakit lagi. Berkali-kali prostatku ditumbuk, lagi, lagi, dan lagi.

"Oohh.. Pa, enak banget.. Aahh.. Fuck me.. Oohh.. entoti anakmu, Pa.. Aahh.. Aku butuh kontol Papa.. Aarrgghh.. Ayo, Pa.. Ngentot terus.. Aahh.."

Aku mengerang-ngerang seperti pria murahan, namun aku suka melayani Papa. Papa tahu kebutuhanku, maka dari itu dia menggenggam kontolku dan langsung mengocok-ngocoknya. Dari deru napas kami, kami akan segera ngecret.

"Aarrgghh.. Pa, aku mau.. Aahh.. Kkeluar.." erangku.

Aku sungguh tak kuat lagi. Prostatku dihajar terus-menerus oleh kontol Papa sementara kontolku dikocok terus oleh tangan Papa. Orgasmeku sungguh tak dapat dicegah. Seiring dnegan membanjirnya precumku, aku ngecret! Kontolku berdenyut-denyut dengan ganas, menyemburkan lahar putih ke mana-mana. Semburannya begitu kuatnya sehingga mengenai dada Papa. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!

"Oohh.. Semprotkan pejuhmu.. Oohh.. Yyeeaahh.. Biar Papa lihat.. Hhoohh.."

Papa menyemangatiku sambil terus menyodok-nyodok pantatku. Tapi rupanya orgasmeku justru memicu orgasmenya sebab bibir anusku berkontraksi hebat ketika orgasmeku terjadi. Papa menggeram seperti banteng, perutnya berkontraksi. Seiring dengan erangan panjangnya, kontol Papa mulai mengisi pantatku dengan spermanya. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!

"Hhoohh!! Hhoosshh!! Aahh!!" lenguhnya.

Setiap kali kontolnya menembakkan sperma, tubuhnya akan terguncang. Dada gempalnya ikut terguncang-guncang, seksi sekali. Ccrroott!! Sebagian sperma meleleh keluar dari pantatku.

Lalu Papa memeluk tubuhku saat semuanya telah usai. Dia membisikkan bahwa betapa dia mencintai dan menyayangiku. Kubalas dengan sebuah ciuman mesra di pipinya.

"Aku sayang Papa," bisikku.





Hadiah ulang tahun papa

Saya adalah anak tunggal papaku. Sejak dulu, kami hanya hidup berdua saja. Mamaku telah lama bercerai dari papaku sejak saya masih SD kelas 1. Saya tak pernah mau tahu kenapa mereka bercerai. Sejak saat itu, saya tinggal dengan papaku. Papaku itu ganteng sekali. Meskipun usianya sekarang hampir mencapai 50, dia masih nampak awet muda. Rambutnya memang agak beruban, tapi tak terlalu menonjol. Kerutan memang mulai nampak di wajah tampannya itu namun tak sebanyak kerutan di wajah kebanyakkan pria berusia 50an. Tubuhnya memang tidak atletis, dengan sedikit lemak di bagian perut. Namun, secara keseluruhan, dia tak nampak gemuk sama sekali.

Kami dekat sekali, selalu berbagi kegembiraan dan kesedihan. Singkat kata, papaku itu papa yang terbaik sedunia. Saya amat menyayanginya, sampai-sampai terkadang saya mengira saya telah jatuh cinta padanya. Saya sendiri tak tahu bagaimana perasaan papaku terhadapku. Yang kutahu adalah bahwa dia amat sangat menyayangiku seperti seorang ayah menyayangi anaknya. Walaupun kami dekat sekali, norma-norma kesopanan tetap kami jaga. Saya tak pernah sekalipun melihat kontolnya, hanya sering melihat dadanya saja sebab dia suka berjalan telanjang memakai celana dalam saja. Saya sendiri sangat pemalu, saya tak mau papaku melihat tubuhku. Mungkin karena saya tak percaya diri dengan bentuk tubuhku yang agak terlalu langsing. Tapi semuanya akan segera berubah, tepat di malam ulang tahunku yang ke-18.

Malam itu, saya memutuskan untuk tidur lebih awal. Sekujur tubuhku letih sekali setelah latihan fisik di sekolah pagi tadi. Saya selalu benci pelajaran olahraga, karena saya tak terlalu suka capek. Tapi sisi baiknya, saya menjadi cepat mengantuk dan ingin tidur lebih pagi. Seperti biasa, saya telah melolosi semua pakaianku, dan berbaring telanjang bulat dengan nyaman. Bahkan saya tak ingin sehelai selimut pun menutupi tubuhku. Rasanya nyaman sekali dapat bebas dari belenggu pakaian yang harus kukenakan dari pagi sampai malam.

Dengan cepat, saya terlelap, tak menyadari bahwa sesosok bayangan pelan-pelan memasuki kamarku dan berdiri di sisi ranjangku. Tubuh telanjangku menjadi menu utama matanya. Saya baru tersadar ketika dia menepuk-nepuk pipiku dan membangunkanku. Begitu kedua matau terbuka, kulihat papaku berdiri menatap ketelanjanganku. Meskipun keadaan di kamarku remang-remang, namun cukup jelas untuk melihat segala sesuatu. Malu sekali, cepat-cepat kututupi kontolku yang setengah ngaceng dengan tanganku. 'Astaga, sudah berapa lama dia melihat tubuh telanjangku?' pikirku, wajahku memerah seperti kepiting rebus.

"Tak perlu malu, anakku," katanya, duduk di sisi ranjang.

Satu-satunya pakaian yang melekat di tubuhnya hanya celana dalamnya yang agak terlihat usang. Bercak kekuningan nampak di bagian depan celana dalamnya di mana kontolnya mulai mendesak ingin keluar. Astaga, papaku ereksi melihat tubuhku!

"Kamu cakep sekali, anakku," katanya lagi, tangannya mulai membelai-belai bahuku.

"Ayolah, jangan kau tutupi kemaluanmu. Biarkan Papa melihatnya. Ayo."

Dengan lembut, dia berusaha menyingkirkan tanganku agar kontolku terekspos. Saya tak tahu harus berbuat apa selain membiarkannya.

"Anak Papa sudah besar, yah," komentarnya saat melihat kontolku mulai ngaceng.

"Bulu-bulunya lebat sekali," tambahnya lagi saat melihat bahwa dasar kontolku ditutupi bulu jembut yang rindang seperti hutan Amazon.

Saya tahu apa yang sedang papaku lakukan. Dia ingin merayuku. Dia ingin mengajakku untuk tidur dengnnya. Dia ingin bersetubuh denganku!! Agak ragu, saya berkata,

"Pa, jangan, Pa." Kurasakan tangannya yang kasar membelai-belai kontolku.

"Kumohon, Pa. Jangan," mohonku lagi.

Sebagian diriku memang ingin sekali bercinta dengannya, tapi sebagian lagi melarang. Incest itu salah dan dosa, apalagi incest yang satu ini melibatkan hubungan sesama jenis. Insting moralku memaksaku untuk menolak rayuan papaku.

"Jangan takut, anakku. Papa takkan menyakitimu. Papa hanya ingin bersamamu. Andai saja kau tahu betapa sendirinya Papa selama bertahun-tahun." Sahutnya dengan nada sedih yang mendalam.

"Alasan Papa tak menikahi wanita lain karena Papa sayang padamu. Papa sengaja menunggu, sampai kamu cukup umur. Sekarang kamu sudah berumur 18 tahun, anakku."

Kulihat jam weker di meja kecil yang terletak tepat di samping ranjangku. Jam itu menunjukkan pukul 12 lewat 45. Itu berarti, sudah 45 menit lamanya saya berumur 18tahun. Saya sudah dewasa!

"Papa punya sebuah hadiah ulang tahun untukmu, anakku."

Dengan itu, dia berdiri. Kemudian, tanpa malu, papaku mulai melepaskan celana dalamnya. Saya hanya dapat menatap kontolnya dengan pandangan tak berkedip, takjub sekali. Kontol papaku indah sekali. Panjangnya nyaris 20 cm, keras seperti baja, dan ukuran kepala kontolnya besar sekali. Bulu jembutnya tak selebat punyaku, mungkin kebanyakkan rontok.

"Pa, kenapa Papa menunjukkan batang Papa padaku?" tanyaku keheranan.

Seharusnya saya memalingkan mukaku, namun tak kulakukan. Mataku terpaku pada kontolnya yang menjulang tingi di depanku. Saya ingin melihat kontol papaku! Entah kenapa, kurasakan gairah yang bergelora di dalam diriku. Tanpa sadar, tanganku meraih ke depan dan menggenggam kontolnya. Aaahh.. Rasanya hangat dan keras. Kontol itu terasa amat hidup, berdenyut-denyut dengan nafsu birahi.

"Ayo, pegang saja, anakku. Ini hadiah Papa untukmu. Kamu sekarang sudah dewasa. Papa tak ingin kamu terjerumus dalam seks bebas. Papa tahu kamu mungkin ingin tahu banyak tentang seks. Papa akan ajarkan semua yang Papa tahu. Oh anakku, Papa sayang sekali padamu."

Kedua tangannya yang besar dan kasar meraba-raba punggungku. Kemudian, mereka beralih pada dadaku. Mulanya, papaku meremas-remasnya secara perlahan, namun makin lama, remasannya menjadi makin kuat. Tanganku ynag tadinya sibuk mengusap-ngusap kontol papaku, kini mulai mengocok-ngocoknya, berharap papaku akan 'keluar' sesegera mungkin. Nafsu mulai menguasai kami berdua. Desahan napas yang memburu-buru memenuhi kamarku. Kami saling bertatapan, saling mengetahui pikiran kami masing-masing.

Tiba-tiba, papaku memelukku. Tubuhnya sangat besar dibandingkan tubuhku. Sebenarnya jika dia ingin fitness, tubuhnya takkan kalah dengan tubuh Owen McKibbin, salah satu cover Men's Health yang hampir seumur dengan papaku. Dengan tubuhnya, papaku menindihku dan kami terjatuh ke atas ranjangku yang empuk. Kami saling bertatapan, mencari persetujuan dari masing-masing pihak.

"Anakku, apakah kamu menginginka Papa mengajarkanmu seks?" tanyanya, matanya menatapku penuh harapan, berharap saya mengatakan 'ya'.

"Ya, Papa. Ajari saya. Saya ingin tahu bagaimana caranya untuk memuaskanmu, Pa. Ajari saya. Saya siap, Pa," jawabku.

Benteng pertahananku runtuh. Sungguh tak mudah menolak rayuan ayah sendiri! Ditindih seperti itu, saya dapat merasakan degup jantung papaku. Rasanya kencang sekali. Kontolnya sendiri menempel pada anusku, berhubung papaku sedikit lebih tinggi dariku.

Papaku bangkit dan melepaskan tindihannya. Kemudian dia berdiri di sisi ranjangku sambil menyodorkan kontolnya yang kini mulai basah dengan cairan precum. Dalam jarak sedekat itu, akhirnya saya dapat melihat kontol papaku dengan jelas. Kontolnya sama seperti kontolku, belum disunat. Tapi karena tegang luar biasa, kepala kontolnya sudah keburu menyembul keluar dari kungkungan kulit khitannya. Dengan bangga, kepala kontol itu berdenyut-denyut di depanku, berkilauan dengan precum.

"Pelajaran pertama," kata papaku, "Oral seks. Sekarang coba kamu kulum kontol papamu ini. Pelan-pelan saja. Angap kontol ini seperti permen. Kulum dalam mulutmu dan jauhi gigimu. Kemudian hisap terus sambil menjilat-jilat. Terus lakukan itu sampai Papa ngecret."

"Baik, Pa."

Dengan patuh, saya duduk, memegang kontolnya dan kemudian memasukkannya ke dalam mulutku. Sayup-sayup terdengar desahan nikmatnya saat mulutku yang hangat menyelimuti kepala kontolnya. Meskipun baru pertama kali sebatang kontol bersarang di dalam mulutku, namun instingku mengajariku bagaimana cara memuaskan kontol. Kuikuti saran papaku; kuhisap-hisap kepala kontolnya dan kujilati kepala itu. Papaku mengerang-ngerang seperti orang kesakitan. Saya malah semakin bersemangat. Pertama kali, sejujurnya, rasa kontol itu agak aneh, sulit untuk melukiskannya. Rasanya agak asin bercampur manis. Baunya pun sedikit pesing dan tajam. Saya jadi teringat bau celana dalamku sendiri. Tapi lama-kelaman, semuanya terasa enak.

Tanpa ampun, kusedot kontol papaku sekuat-kuatnya. Mulutku telah berubah fungsi menjadi vacum cleaner. Kubayangkan saya sedang menyedot sari buah kelapa dengan menggunakan sedotan ajaib. Tiba-tiba rasa asin menyerang lidahku. Cairan licin mulai membanjiri lidahku, mengalir keluar dari dalam lubang kontolnya. Saya tahu cairan apa itu. Itu adalah precum. Saya sering melihatnya ketika saya asyik mencoli kontolku sendiri. Papaku semakin bergairah, tubuhnya sedikit terguncang karena nikmatnya hisapanku. Tangannya kembali meraba-raba punggung dan dadaku. Papaku memang tahu benar cara merangsang sesama pria.

".. Hhhoohh.. Hisap terus, nak.. Ooohh.. Yyyeess.. Hisap kontol Papa.. Aaahh.. Kontol yang dulu membuatmu.. Uuugghh.. Papa sayang kamu.. Hhoohh.."

Erangan-erangannya semakin lama semakin tak jelas terdengar. Yang lebih terdengar adalah suara deruan napasnya yang berat.

".. Hhoohh.. Uuugghh.. Hhhoosshh.. Aaahh.."

Terlalu asyik dihisap oleh muluku, Papa rupanya ingin mengambil kendali. Bagikan sedang mengentot, kontolnya didorong-dorong masuk ke dalam mulutku. Terkadang kontol papaku masuk terlalu dalam sampai hampir menutup kerongkonganku. Berkali-kali saya hampir tersedak namun selalu dapat kutahan. Seiring dnegan waktu, nafsu menjadi smeakin besar, mendorong spermanya keluar. Dengan lolongan keras, papaku menekankan kontolnya dalam-dalam, tangannya mengcengkeram kepalaku kuat-kuat. Berikutnya, kontolnya jebol. CCROOTT!! CCROOTT!! CCRROTT!!

".. AaaAARRGGHH..!!"

Bagaikan air bah, pejuhnya menerjang masuk dan turun ke kerongkonganku. Tak ada waktu untuk menghindar, apalgi papaku memegang kepalaku. Tak ada pilihan lain. Terpaksa kutelan semua air maninya. Rasanya asin dan aneh. Saya tak pernah mencicipi apapun dengan rasa aneh seperti itu. Tapi bairpun aneh, menurutku rasanya lumayan enak. Jadi, tanpa protes, saya menelan semua, habis tak bersisa. Sementara itu tubuh papaku masih mengejang-ngejang, menuntaskan orgasmenya.

"AARRGHH!! UUGGHH!! OOHH!! AAHH.. UUHH.." begitu semuanya usai, papaku menarik kontolnya keluar.

Saya agak kecewa sebab saya masih ingin lagi. Papaku nampak letih sekali, keringat bermunculan dari pori-porinya.

"Pa, saya suka nyedot kontol Papa. Enak, sih," sahutku, tersenyum mesum. Setetes pejuh nampak mengalir keluar dari sudut bibirku.

"Baguslah. Papa harap kamu suka dengan hadiah Papa," jawab papaku, memelukku.

Ah, pelukannya hangat sekali dan penuh cinta. Saya merasa aman sekali dalam pelukannya. Ingin rasanya waktu berhenti selamanya agar papaku dan saya dapat tetap berpelukkan seperti itu.

"Papa masih punya hadiah lain untukmu, anakku," katanya sambil melepaskan pelukannya.

Dengan penuh cinta, papaku membaringkanku di atas ranjangku. Bantalku diletakkan tepat di bawah pinggulku. Dengan demikian, pantatku terekspos, sangat rawan untuk dikerjain. Papaku yang perkasa itu lalu naik ke atas ranjang dan berlutut di depan kakiku.

"Papa mau memberimu hadiah yang terbaik, nak. Pantatmu akan Papa isi dengan cairan kelaki-lakian Papa. Kamu mau, 'kan?" Saya menganguk-ngangguk, tanda setuju.

"Mulanya akan sakit, tapi kamu tahan, yah. Kamu 'kan sudah berusia 18 tahun sekarang. Sebentar lagi kamu akan kuliah. Kamu harus belajar untuk menerima penderitaan dalam hidupmu agar kamu kuat menjalani hidup ini. Jadi, kamu harus sanggup menahan rasa sakit ini, oke?"

Saya kembali mengangguk, mempersiapkan diriku untuk menerima kontolnya. Papaku merentangkan kedua kakiku dan membukanya lebar-lebar.

"Aaahh.. Lubang pantatmu seksi sekali, nak. Papa tusuk, ya?" Kembali saya mengangguk.

Setelah mendapat izinku, papaku langsung menancapkan kepala kontolnya pada anusku. Mulanya agak susah, yapi dia tetap memaksa dan mendorong.

"Ooohh.. Pa, tusuk pantatku, Pa.. Ooohh.. Ayo, Pa.. Saya sudah tak tahan lagi.. Ooohh.."

Saya kemudian diperintahkan untuk 'ngeden' agar anusku terbuka. Meski bingung, saya menurut saja. Begitu saya 'ngeden', tiba-tiba kontol Papa yang besar langsung menancap masuk.

"AARRGGHH..!!" teriakku, sakitnya sungguh tak terkira.

Anusku serasa terbuka lebar-lebar, terasa jelas gesekan antara kontolnya dengan dinding dalam pantatku. Begitu kepala kontol Papa masuk dengan suara PLUP! lubangku menutup dan mencekik batang kontol Papa. Saya langsung merasa penuh sekali; kontol Papa terasa besar sekali di dalam perutku. Anusku masih berkedut-kedut dengan rasa sakit seperti luka bakar, tapi sampai sejauh itu saya masih sanggup bertahan.

"Ini baru anak Papa. Papa bangga padamu, nak. Kamu sanggup menerima kontol Papa yang besar ini. Sekarang Papa genjot, ya. Kamu harus bertahan, ok?"

Papa menciumiku lalu kembali berkonsentrasi pada kontolnya. Begitu Papa mulai menggerak-gerakkan pinggulnya, saya mulai mengerang kesakitan. Rasanya anusku akan robek, tak sanggup menampung kontol Papa.

".. Ooohh.. Pa, sakit sekali rasanya.. Aaahh.. Saya tak kuat.."

Mataku berlinang air mata, saya menangis terisak-isak sambil menahan perih. Tapi papaku tak mengindahkanku. Dia tetap menggenjot pantatku. Kasihan sekali anusku. Sementara itu, erangan kesakitanku semakin menjadi-jadi. Saya mencoba untuk meronta-ronta, namun tak berhasil. Saya juga mencoba untuk menjauhi kontol papaku, namun kedua tangannya memegang kakiku erat-erat. Sementara itu, melihat perlawananku, papaku malah menjadi makin bernafsu.

Kontolnya didorong masuk sekeras mungkin sampai-sampai saya mengira dia akan melubangi perutku. Terasa sekali kontolnya meraba-raba ususku. Lalu tiba-tiba semua mulai berubah nikmat. Saya tak tahu kenapa, tapi ada sebuah gelombang nikmat yang menguras tenagaku. Tubuhku menggelinjang keenakkan seolah-olah saya sedang orgasme. Rasa sakit masih tetap ada, namun tertutupi oleh rasa nikmat yang berlipat ganda itu.

Napas papaku semakin memburu-buru. Keringat mulai berjatuhan dari wajahnya dan membasahi perutku. Pandangannya serius sekali, terkesan sedikit garang.

".. Hhhooh.. Hhoohh.. Pantatmu sempit sekali.. Aaahh.. Enak.. Aaarrgghh.. Papa genjot lebih kuat lagi ya? Uuugghh.. Hhoosshh.." Tubuh kami terguncang-guncang sampai-sampai ranjangku berderak-derak. Saya khawatir ranjangku akan rubuh, berhubung tenaga papaku besar sekali.

".. Ooohh.. Nak, Papa hampir sampai.. Hhhoohh.. Aaahh.."

Saya paham benar apa yang akan terjadi selanjutnya. Papaku akan ngecret! Untuk merangsangnya, saya mulai berkata-kata kotor.

".. Uugghh.. Ayo, Pa.. Ngentotin pantat anakmu ini.. Hhhohh.. Kontol Papa gede banget.. Ooohh.. Ngentotin saya, Pa.. Uuuhh.."

Usahaku berhasil sebab Papa semakin bersemangat. Ritme ngentotnya begitu cepat dan bertenaga. Anusku dihajar habis-habisan, tanpa ampun sedikit pun. Saya tak menyangka bahwa papaku jantan sekali. Saya membayangkan betapa repotnya Mamaku dulu karena harus melayani nafsu kuda pejantan ini. Siapa yang mengira bahwa papaku akan mengentotinku seperti saat ini.

".. AARRGGHH..!! Papa is.. CccCCUUMMINNGG!!" teriaknya, sok memakai bahasa Inggris.

CCRROTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!!

Pejuhnya yang sepanas lava menerjang masuk, 'menghanguskan' isi pantatku. Setiap kali kontolnya menembakkan sperma, papaku melenguh seperti kerbau.

"UUGGHH..!! UUGGHH!! UUGGHH!! HHOOHH.."

Tubuhnya kelojotan, tetap berpegangan erat pada kedua kakiku yang terentang lebar-lebar.

"Uugghh.." desahnya saat tetes pejuh terakhir menetes keluar dari lubang kontolnya.

Papaku terbaring lemas, menimpa tubuhku. Napasnya yang panas mendera wajahku. Sebelum saya sempat ebrkata apa-apa, Papa tiba-tiba membalikkan badannya sambil memelukku. Jadi kini Papa berbaring di bawah sementara saya berada di atas tubuhnya yang bersimbah keringat.

"Giliranmu, anakku. Duduk di atas perut Papa dan kocok kontolmu. Papa ingin melihat pejuhmu tersembur keluar. Ayo, nak. Demi Papa. Mau 'kan?" bujuknya, membelai-belai rambutku.

"Tentu saja, Pa."

Saya duduk sementara kontol Papa masih bersarang di dalam pantatku. Papa memang hebat. Meskipun sudah ngecret dua kali, kontolnya masih saja tegang. Saya menunduk dan menyaksikan betapa ngacengnya kontolku itu. Kepala kontolku yang berwarna agak keungu-unguan itu berdenyut-denyut, dilumuri precum. Tanpa malu-malu, saya menggenggam kontolku dan mulai mengocoknya. Kontolku terus kukocok, naik-turun, naik-turun, naik-turun..

"Ooohh.. Hhhoohh.. Hhhoosshh.. Aaahh.. Uuuhh.."

Detak jantungku semakin cepat dan napasku semakin memburu. Sebentar saja, kontolku pun memuntahkan pejuhnya.

"Hhoohh.. Pa, saya ngecret.. Ooohh.."

CCRROOTT!! CCRROTT!! CCRROOTT!!

"AARRGGH..!! PPAAPPAA..!!" erangku, tubuhku mengejang-ngejang.

Untung saja kedua tangan papaku yang kuat memegangku sehingga saya tak terjatuh. Orgasme menguasaiku dan membutakan semuanya. Yang saya pikirkan hanyalah orgasme dan ejakulasi. Pejuhku terpancar jauh mengenai wajah papaku. Semakin ditembakkan, jaraknya semakin berkurang. Sekujur tubuh papaku penuh dengan noda-noda spermaku.

".. Aaarrgghh.." desahku ketika semuanya berakhir.

"Oh, anakku yang manis," papaku berbicara.

Tangannya menarik tubuhku sehingga saya pun jatuh menindih tubuh ayahku yang besar. Putingnya yang selalu kencang mengosok-gosok dadaku. Spermaku menempel pada tubuh kami berdua. Dari jauh, kami lebih mirip dua roti tawar yang diolesi dengan mayones.

"Selamat ulang tahun yang ke-18, anakku," sambungnya, "Ini hadiah Papa untukmu."

"Terima kasih, Pa," balasku, "Saya suka sekali dengan hadiah ini." Kucium papaku dengan mesra.

"Papa cinta padamu, anakku. Papa ingin agar kita selalu bersama, tak terpisahkan. Papa akan menjagamu selamanya, nak. Papa hanya minta cintamu sebagai balasannya."

"Papa tak perlu meminta hal itu. Saya juga cinta Papa. Saya terharu Papa pun memikirkan hal yang sama. Saya sayang Papa," kataku, merangkulnya erat-erat.

Air mata bahagia mengalir, membasahi pipiku. Saya tak peduli apa pandangan masyarakat, moral dan agama tentang hubungan incest homoseks ini. Yang kutahu adalah papaku dan saya saling mencintai. Takkan ada yang dapat menghalangi kami. Hari-hari kami selanjutnya selalu diisi dengan seks, seks, dan skes. Kami seakan tak pernah puas. Sayang sekali tak semua ayah dan anak memikirkan hal yang sama dengan yang kami pikirkan. Mereka tak tahu apa yang telah mereka lewatkan!











.