Page Tab Header

Thursday, August 22, 2013

Cowok Gay Bertobat




Tujuh Hal yang Membuat Cowok Gay Berubah dan Tobat

Sebenernya gay itu adalah penyimpangan orientasi seksual kepada sesama cowok atau disebut juga laki-laki cinta sama laki-laki baik secara fisik, seksual, emosional ataupun secara spiritual. Awalnya sih gay dipandang sebagai penyakit untuk diobati, akan tetapi sekarang lebih sering disebut sebagai variasi budaya dari identitas dan praktek seksual. Sehingga status legal dan sosial mereka beragam diseluruh dunia.

Banyak komunitas kaum gay dari berbagai daerah dan anggotanya pun tidak kalah dengan komunitas lainnya. Kita lihat saja situs jejaring seperti FB, twitter dan situs jejaring lainnya begitu mudahnya mereka mengaku sebagai gay tanpa harus memikirkan status sosial masing-masing dan mengangap gay adalah kebanggaan dan bertekad keras memperjuangkan hak asasi mereka sebagai gay.

Akan tetapi, dalam lubuk hati mereka yang paling dalam ada sebuah penyesalan, kebingungan, kegundahan, perasaan benci dan suka bercampur aduk, “MENGAPA AKU HARUS JADI GAY..?? “ karna Menjadi gay bukanlah pilihan. Tidak ada seorangpun yang bercita-cita untuk menjadi gay, mereka juga tidak mau menjadi gay. Tapi mengapa mereka harus suka sesama cowok ?, terpesona ketika melihat cowok cakep ?, bernafsu ketika menyaksikan cowok berbadan seksi setengah bugil dan berhayal akan tidur dengannya?, MENGAPA??..

Meski susah untuk berubah gw coba kasih jalan keluar sedikitnya ada 7 hal yang musti diperhatikan agar kamu tidak lagi memuja-muja sesama kaum laki-laki, dan berubah menjadi Laki-laki Sejati:

1. Selalu Ingat Tuhan
Perbanyaklah ibadah, ikuti semua perintah-Nya, hidari semua larangan-Nya. Kalo kita sudah beribadah secara benar. yakin dan ingat pada tuhan, maka tuhan akan Selalu Ingat pada kita, dan memberi perlindungan pada kita. Dan tuhan akan memberikan yang terbaik untuk hidup kita. Dan ingat kita ini sedang diawasi meski kita tak melihat tuhan tapi tuhan selalu melihat kita.

2. Selalu ingat Masa Tua
Kebayakan dari manusia adalah lupa bahwa kita akan tua, renta, reot dan tak berdaya. Coba bayangkan kalo kita sudah tua nanti, siapa yang akan merawat kita ketika sakit, siapa yang akan menghibur kita ketika sedih, Apa kita baru akan berubah pada saat itu, terlambat. Sekarang adalah saat yang tepat untuk merubah semuanya.

3. Selalu Ingat Orang Tua dan keturunan
Kita punya bapak, kita juga punya ibu. Mereka sayang sama kita sebagai anaknya. Sebagai lelaki dewasa pasti kita nantinya ingin menjadi suami yang setia pada istrinya dan menjadi bapak yang menyenagkan pada anaknya. Seorang Homo Seksual berkata “saya bukannya tidak suka wanita, tapi saya tidak suka direpotkan, karna wanita itu merepotkan dan menyusahkan”. INGAT..!! WANITA JUGA DIBUTUHKAN.. jadi buang jauh jauh anggapan seperti itu.

4. Selalu Ingat akan kematian
Kita tidak akan tahu. Kita akan mati kapan? 20 tahun lagi, 1 tahun lagi, 1 bulan lagi, 1 hari lagi, 1 jam lagi, bahkan kita tidak akan tahu setelah kita membaca artikel ini kita sudah dipanggil oleh-Nya… jadi berbuatlah sesuatu yang berguna untuk mempersiapkan hidup kitas selanjutnya.

5. Hindari Onani
Walaupun onani adalah kegiatan seksual yang sehat, tetapi bagi kaum gay, onani adalah jurus ampuh ketika nafsu mereka sudah diubun-ubun. Dan ini akan menjadi kebiasaan ketika mereka menyaksikan sesuatu yang membuat mereka sangat terangsang. Semakin sering kita menahan semakin cepat kita berubah.

6. Buang Segala Bentuk Pornografi
Yang suka koleksi film Bokep atau gambar2 fulgar di HP, Kompi, Laptop SEGERALAH DI DELLETE atau nyimpen majalah / cd porno dibawah kasur segera deh dibuang jauh-jauh ( jangan kasi ke temen– ).

7. Hindari Membuka Situs Yang Gak Penting
Nah.. Ini yang paling penting, Dan sesuatu yang paling sulit dihindari, kecuali keinginan untuk berubah itu timbul dari diri sendiri. Soalnya sampai saat ini. Menurut peneliti ahli informatika Situs yang paling sering dikunjungi kedua setelah faceb**k adalah SITUS PORNO (owh… kebayang ga tuh.. baru log in diinternet yang dibuka langsung situs porno)—harap dibaca lagi point 1—. Putuskan hubungan dengan komunitas2 gay di dunia maya dan Dunia Nyata—jika itu membuat kamu sulit menghilngkan ketertarikan pada sesama, akan tetapi jika kita hanya buat sharing dan membantu yang laen buat berubah,itu lebih baik.

Sulit dan susah.. itu pasti. Tapi minimal ada usaha untuk berubah. Meski sebenarnya rasa ketertarikan ini tidak akan pernah dan tak akan bisa hilang dengan usaha apapun, dan sampai kapanpun. Tapi kita bisa hidup selayaknya seorang lelaki dg kodratnya. Menjadi suami dan ayah yang baik, bijaksana dan bertanggung jawab. Walau sebenarnya masih terhukum dengan nafsu kepada sesama.


Tetaplah menjadi lelaki yang mempesona dengan kodrat lelaki.

Monday, August 19, 2013

Kami Sejiran





Tukar Pasangan dengan Jiran

Lima tahun usia perkahwinanku, mempunyai 3 anak lelaki, hubungan kami sungguh menyenangkan dari segala aspek. Isteriku keturunan Cina, putih, potongan menawan sekali, memek tinggi yang membuat aku selalu merabanya ketika berdekatan.

Kawan-kawan ku selalu memuji kecantikan isteriku. Setiap hujung minggu ada saja kawan bertandang ke rumah ku membawa isteri mereka. Makan-makan, berseloroh, usik-usik.

Isteriku sangat pandai melayan pasangan yang datang. Isteriku pandai mengenakan pakaian yang mengikut potongan badannya yang sungguh menghairahkan bila sesiapa memandangnya. Seluar getah ketat, berbaju singkat, menampakkan memek tingginya yang menjadi kegilaan kawan-kawan ku. Aku sungguh berbangga mempunyai seorang isteri yang sebegitu.

Di antara pasangan yang selalu datang, ada yang pernah terus terang kepada ku ingin sangat mendapatkan isteriku. Pernah aku suarakan pada isteriku.

"Karutlah…" kata isteriku.

Isteri kawan ku ini keturunan campuran. Kecantikannya juga sungguh menawan sekali.

Suatu hari hujung minggu pasangan ini datang makan tengah hari di rumah kami. Pakaian isterinya hari itu seluar ketat putih tanpa panties, berbaju t ketat tanpa coli. Pandangan ku terpaku pada buah dada isteri kawan ku yang nampak jelas dua puting susu mengembat bila berjalan memasukki rumahku.

"Apa pandang," isteri kawan ku berseloroh, sambil tersenyum pada ku.

Jantung ku menjadi laju degupannya sitiuasi itu.

"Mana isteri mu?" kawan ku bertanya.

"Sedang masak," kata ku.

Aku duduk di samping isteri kawan ku itu sambil memuji-muji kecantikkannya.

"Isteri abang apa kurangnya," kata isteri kawan ku memangilku abang sebab aku lebih tua darinya.

"Bang malam ni datang rumah," kata isteri kawan ku.

Sebelum aku menjawab suaminya datang dari dapur rumah aku. Aku terus diam. Suaminya dengan wajah yang berseri-seri

"Ok la tu!" katanya, "isteri you suruh tanya you."

Rupanya kawan ku sejak masuk rumah ku tadi terus ke dapur berjumpa isteri ku. Aku tidak menyedari kerana asyik melayan isterinya. Dengan tidak ku duga isteri kawan ku mencium aku depan suaminya. Aku jadi tak tentu arah dibuatnya. Aku terus bangun ke dapur dan bertanya pada isteriku.

"You ok ka?"

"Kita try tengok," kata isteri ku.

"Dulu kata mengarut, sekarang nak try pula,"

"Tadi kawan you masuk dan peluk I dari belakang dan mencium I dari belakang, I ingat you tadi, I balas balik ciumannya dan meraba memek I dan meramas buah dada I," isteri ku berbisik pada ku.

Aku lihat wajah isteri ku kemerahan dan berseri sekali. Memang selama ini aku menunggu kerelaan isteri ku.

Kontol ku mula bergerak dan aku hampiri isteriku ku gesel ke bontotnya yang penuh berisi, berseluar nipis dan ketat tanpa panties nampak jelas lurah memeknya yang tinggi. Aku terus ke memeknya, terkejut aku, bila ku tekan sedikit kememeknya aku rasa ada sedikit lendir yang d iluar seluar yang nipis itu.

"You stim ka?" tanya ku.

"A'ha!" jawabnya.

Aku terus mencangkung di depan memeknya dan aku tarik seluarnya yang nipis itu dan terus aku menjilat ke seluruh memek isteriku. Ketika itu dia sedang memegang beberapa batang sudu untuk hidangan. Kerana kegelian yang teramat sangat sudu-sudu itu terlepas dari tangannya.

Aku teruskan jilatan kali ini aku hulurkan lidahku sedalam yang boleh ke dalam memek isteri ku. Sedang aku asyik dengan keadaan itu, aku ternampak buah dada isteri ku diramas oleh dua tangan dari belakang isteriku. Rupanya kawan ku dan isterinya sudah berada di situ. Isteri kawan ku sedang menggosok-gosok memeknya sendiri.

"Aaaah... .aaaah…" isteriku berbunyi.

Isteri kawan ku juga sudah menurunkan seluar ketatnya ke bawah dan berada betul-betul di depan muka ku yang setengah duduk. Aku terus mengunakan dua jari kananku membuka sedikit memeknya dan aku tekan lidah ku sedalam dalamnya ke dalam memek isteri kawan ku. Dia mengerang kegelian.

"Aaaah..... aaah".

Kawan ku menekan kontolnya ke lurah bontot isteriku yang kadang-kadang ternampak oleh ku kepala kontolnya di bawah memek isteriku. Kami berempat sudah dalam keadaan yang amat terangsang.

Kini kawan ku mengalihkan isteriku kemukanya yang setengah duduk dan menjilat memek isteriku. Muka dan hidung ku penuh dengan lendir isteri kawan ku. Isteriku dan isteri kawan ku mengerang kegelian.

Aku bangun dengan keadaan mengadap isteri kawan ku, aku hulurkan lidah ku yang penuh dengan lendir kebibirnya dan dia terus menggigit lidah ku manja. Kontolku memang tepat ke memeknya. Sambil meramas buah dadanya dari luar baju yang nipis kontolku terus ku benamkan kememeknya yang basah dengan lendir.

"Bang!"

Aku tekan serapat-rapatnya hingga terangkat sedikit bontotnya yang amat berisi dan lembut. Dia menggigit manja cubing telinga ku.

Tiba-tiba dia menarik bontotnya ke belakang dan keadaan setengah duduk mukanya tepat ke kontolku. Membuka mulutnya menelan setengah dari kontolku. Sambil itu aku memerhatikan kawan ku yang masih menjilat memek isteri ku. Isteriku dalam keadaan telanjang bulat terlentang di atas kapet.

Sekarang kawan ku sedang bangun dan merenggangkan kedua kaki isteriku memengang kontolnya yang lebeh kurang sizenya dengan ku dan menekan masuk terus ke dalam memek isteriku hingga tidak kelihatan langsung. Isteriku merangkul badan kawanku dan kawan ku menekan dan menarik dengan cepatnya kontolnya keluar dan masuk ke memek isteriku.

Aku nampak dengan jelas lendir mereka berdua di sekeliling memek isteriku. Kini aku tidak tahan lagi dengan keadaan itu, aku bongkokkan badanku dan aku rangkul isteri kawan ku, aku masukkan kontolku sedalamnya ke memek isteri kawan ku kedua tanganku ku ampu bontotnya.

Dalam keadaaan aku berdiri, kedua kaki isteri kawan ku mengapit bontot ku, aku bergerak ruang tamu sambil kontolku masih di dalam memeknya. Dia mencium seluruh muka ku.

Aku lentangkan isteri kawan ku ke lantai yang berkarpet dan kini isteri kawan ku bersuara, "bang I nak diatas pula"

Aku pun menarik kontolku yang basah kuyup dan melentangkan badan ku. Kontolku yang terpacak ke atas dinyonyot dengan rakus sekali oleh isteri kawan ku. Gigi aku berbunyi kriaaap... kriaap aku betul-betul terangsang.

Kawan ku dan isteriku sudah selesai. Isteriku sedang mengelap nonoknya yang putih gebu sambil kawan ku terlentang keletihan di atas kapet sambil memandang isteriku menyapu lendir-lendir yang bertaburan dilantai.

Isteri kawan dengan wajah kemerahan masih mencangkung di atas kontol ku. Tiba-tiba terus meletakkan seluruh badan ke dadaku. Aku mengalihkan badannya ke bawah, aku diatasnya menekan dan menarik kontolku dengan lancar sekali. Aku lambat keluar sebab semalam aku dan isteriku telah pun game satu round.

Akhirnya denyutan memek isteri kawan ku yang mencengkam seluruh kontol ku tak dapat ku tahan lagi. Dan ku tarik dan ku pancutkan di atas perut isteri kawan ku. Titisan peluh ku menitik keatas dada isteri kwan ku. Dia pejamkan mata dan kaku seketika. Aku mencium bibirnya dan bangun dan duduk di sisi isteriku yang masih keletihan.

Sebulan kami tidak bertemu, suatu hari aku ke rumah kawan ku bersama isteri ku. Kami disambut mesra oleh mereka dan berlangsunglah lagi.

Hingga sekarang kami masih akrab mereka bersetuju saja bila aku cadangkan ke mana saja tempat-tempat yang kami janjikan.
  

21 Cm



Kontol Sepanjang 21 Cm

“Hah! Hampir saja bus itu menabrak colt di depannya!” tiba-tiba aku nyeletuk dengan seseorang lelaki yang juga berdiri cukup lama di dekatku di Terminal Cililitan.
“Iya, untung aja sopirnya lincah, kalau enggak ringsek tuh colt” dia menimpali celetukanku.
Ini adalah Malam Minggu pertama sejak aku menetap di Ibukota tercinta. Dari referensi sebuah buku yang pernah aku baca, dikatakan bahwa di daerah Terminal Cililitan banyak kaum Gay yang kumpul-kumpul di waktu malam.
Dengan sedikit keberanian aku coba kenali lenggoknya Jakarta di Cililitan. Dan aku masih awam, serta menebak-nebak, yang mana kumpulan anak G tersebut. Ah, nikmati saja terminal yang super semrawut ini.
“Mau rokok Mas?” tiba-tiba laki-laki di sebelahku itu menawari rokok.
“Boleh”.
Cukup lumayan juga lelaki ini bathinku. Sambil mengambil sebatang rokok yang ia tawarkan, aku perhatikan penampilannya. Dengan kemeja rapi, rambut tersisir rapi dengan kilap jellynya. Serta kumisnya yang rapi bagus dan tebal, mengingatkan aku dengan Slamet Rahardjo. Walau badan sedikit kurusan, justru ini menimbulkan kesan seksi.
“Kalau mau ke Pejompongan, naik bus nomor berapa ya?” tanyaku untuk mengisi omongan, sekalian mencari informasi supaya jangan tersesat.
Dan akhirnya kami terlibat omongan yang panjang lebar, mengasyikkan. Dari situasi terminal yang semrawut, sampai pada harga barang-barang yang semakin melambung. Pokoknya semua diomongkan. Namanya Budi, orang betawi ada sedikit mengalir darah Arab.
Tak terasa waktu sudah sangat larut malam. Aku mesti pulang, takut tidak dapat angkutan dan situasi terminal sudah agak sepi. Rasanya was-was juga.
“Bud, aku mau pulang. Udah malam nih.”
“Hmm, kalau mau nginap di tempat saya aja.”
Really, aku jadi ragu terhadap tawaran tersebut. Menyadari aku orang baru di Jakarta dan ketemu orang yang baru saja aku kenal. Tetapi rasanya Budi sangat hangat ngajak ngobrol denganku. Apalagi wajah dan penampilannya cukup simpatik.
“Apa nggak ngerepoti nantinya?”
“Nggak, nyantai aja.”
“OK deh.” akhirnya kuputuskan untuk ikut pulang ke tempat tinggalnya, karena besok hari libur, dan tidak ada lagi kerjaan yang harus aku kerjakan.
Kami pergi berdua naik colt omprengan. Ke daerah yang tentu saja tidak aku ketahui daerah mana itu. Sampai di tempatnya, ternyata tempat kos-kosan, dia baru cerita bahwa ia tinggal kos dengan temannya.
“Wah, An kita harus nungguin temenku, belum pulang, kuncinya dibawa dia.”
“Iya deh” tidak ada pilihan lagi. Lalu kami berdua duduk di kursi panjang depan kamarnya. Suasana remang-remang dan sangat sepi, kamar-kamar sebelahnya gelap, seperti sudah terlelap tidur semua. Udara terasa sangat dingin, sekitar jam 2 dini hari.
Kami melanjutkan obrolan di kursi tersebut. Tiba-tiba antara sengaja dan tak sengaja, tangan kami saling bersentuhan. Desir keras mengalir darah ke jantungku. Dan sentuhan tersebut berlanjut dengan saling meremas tangan. Benar-benar dadaku bergejolak. Aku masih sangat hijau dengan urusan yang bernama lelaki.
Saling remas itu berlanjut.. dan sepertinya kami sudah tidak bisa mengendalikan nafsu. Kami saling menyusupkan tangan ke kemeja, untuk mengusap-usap puting. Serr.. kepalaku seakan mau lepas. Aku belum pernah merasakan sensasi seperti ini. Maklum di daerah aku selalu menahan diri, dan control sosial begitu cukup ketat. Sehingga aku cukup terkekang untuk masuk ke dunia lain.
Tidak puas dengan meremas-remas serta mengusap-usap puting, tangan kami bergerilya ke daerah lain. Ke bawah.. dan makin ke bawah. Setelah dia memegang kemaluanku, aku juga memegang kepunyaannya dari luar celananya. Tampak keras, dan tidak jelas bentuk penisnya, karena terlindung ketat dengan celana jeannya yang tebal.
Akhirnya kubuka kancing celananya. Dan kupelorotkan retsletingnya pelan-pelan. Terlihat celana dalamnya yang putih, semakin menambah rangsangan birahiku. Dan aku susupkan telapak tanganku ke dalam celana dalam yang putih itu.
“Hahh!” seakan tersetroom tanganku. Aku memegang benda panas di balik CD-nya. Aku pegang erat benda panas tersebut. Really?! Aku sangat penasaran, aku sibakkan CD-nya untuk melihat sejelas-jelasnya apa yang aku pegang.
Alamakk. Sulit dipercaya.. Sebatang tongkat tertanam kuat diantara selangkangannya. Aku masih belum percaya benar, aku ambil posisi berlutut di depannya sambil aku tarik-tarik batang kemaluan itu, siapa tahu cuma pasangan alias tidak asli.
Ternyata tidak, benda dengan diameter lebih dari 5 cm dan sepanjang teh botol lebih, masih tertanam kuat di rerimbunan rambut di antara selangkangannya. Antara melihat keajaiban dan nafsu yang sudah tidak karuan lagi aku perhatikan batang kemaluan itu dengan urat-urat sebesar kabel. Fantastik. Menjulang sedikit belok ke kiri. Dengan kepala besar, proporsional dengan batangnya. Benar-benar sempurna.
Akhirnya tanpa pernah belajar dari siapa pun, aku kulum batang kemaluan tersebut. Ini pertama kali aku mengulum batang kemaluan laki-laki. Wahh ternyata yang selama ini cukup menjijikkan; sungguh nikmat.
Pertama aku masukkan kepala penisnya, ke rongga mulut dengan pelan-pelan. Sungguh cukup lebar aku harus menganga. Aku isap-isap kepala itu. Aku lihat Budi merem-melek merasakan isapanku. Akhirnya aku masukkan dalam batang kemaluannya ke rongga mulutku. Hanya sebagian atau hanya setengah yang bisa tertelan mulutku.
Aku angguk-anggukkan kepalaku agar mulutku bisa bekerja naik turun. Wow, ternyata naluri seksku bisa berjalan tanpa pernah belajar. Aku jepit keras batangnya di antara bibirku, sambil terus bergerak naik turun. Sekali-kali aku lirik batang kemaluannya yang penuh urat yang besar-besar itu, membuatku tambah nafsu untuk mempermainkan mulutku. Dan Budi membalasnya dengan mengusap rambutku serta menciumi pipiku. Sapuan kumisnya di daerah pipiku, sungguh membuat aku terlena. Apalagi bibirnya yang sedikit merah medaratkan ciuman hangat di pipiku. Aku benar-benar melayang sampai langit yang ke tujuh.
Selang beberapa menit, sangat amat capai mulut ini. Betapa kerasnya mulut ini harus bekerja untuk menelan batang hangat panas, yang menyumbat habis mulutku. Tersedak aku dibuatnya. Ku keluarkan batang itu dari mulutku.
Tapi nafsu yang menggelora tidak pernah bisa aku padamkan. Aku ciumi seluruh permukaan batang itu dengan bibirku yang basah dan lidahku yang kumain-mainkan. Dari pangkal batang di rerimbunan rambut, menyusuri urat-urat besar di batangnya, perlahan dengan perasaan nikmat sampai ujung kepalanya. Di ujung kepala batangnya, aku berhenti, aku julurkan ujung lidahku untuk masuk ke lubang kepala batangnya. Huh, nikmat juga. Cukup lebar lubang kepala batangnya. Ujung lidahku cukup masuk ke lubang tersebut.
Cukup lama aku memain-mainkan ujung lidahku di lubang tersebut, sambil menetralisir mulutku yang tadi kecapaian. Setelah puas aku mempermainkan lubang batang penisnya. Aku lahap lagi batang kemaluannya ke dalam mulutku yang mulai kehausan lagi untuk menelan batang hangat panas itu.
Dengan pelicin ludahku yang sedikit mengalir di batang kemaluannya, aku susupkan dalam-dalam batang tersebut, maju mundur. Dan dengan semangat yang masih menggelora aku tekan lagi batang itu dengan kedua bibirku yang basah. Aku lirik wajah dan badan Budi yang menggelinjang karena isapanku yang mungkin cukup expert, walau I did the first time.
“Eh, baru pulang!” tiba-tiba Budi sedikit berteriak ke arah temannya yang tiba-tiba datang, tepat di depan kami, sambil melepaskan batangnya dari jepitan mulutku. Kemudian memasukkannya kembali ke dalam CD dan celananya.
Sungguh tidak enak, sangat tidak enak. Nafsuku yang sudah menggelora sampai ke planet Mars, tiba-tiba terbanting jatuh ke bumi di perkampungan Jakarta. Huhh! sangat mengganggu.
Akhirnya diperkenalkan temannya, namanya Adi. Setelah Adi membukakan pintu kamar, kami bertiga masuk. Kamar yang tidak terlalu besar, apalagi untuk bertiga. Hanya ada sebuah kasur besar di atas karpet.
Setelah kamar dikunci, Budi langsung menanggalkan seluruh pakaiannya, bajunya dan celananya, hanya tersisa CD-nya saja. Sangat seksi. Dan tidak lama kemudian dia langsung menanggalkan pakaianku satu per satu, aku menurut saja. Ia mendaratkan ciumannya ke pipiku dan bibirku. Wuu.. ronde kedua pikirku.
Tapi sekarang Budi yang aktif, setelah puas melumat bibirku, ia turun menciumi leherku yang cukup putih dan halus. Sementara Adi hanya melihat saja; tetapi tangannya gatal juga untuk mengelus-elus pipiku, dan batang kemaluanku. Aku tidak mempedulikan Adi. Fokusku tetap ke Budi. Setelah leherku, giliran putingku yang mendapatkan sapuan kumisnya dan hangat kenyutan bibirnya yang merah basah itu. Yes.. yes.., aku dibawa lagi ke awang-awang.
Lama dia mengenyot kedua putingku hingga membuatku mendesah, dan sekarang giliran bergerak perlahan menuju armpit-ku alias ketiakku. Huu.. Yess, aku mendesah semakin jelas, menandakan aliran darahku mulai tidak teratur lagi.
Setelah puas di daerah itu, giliran sekarang di tempat yang selalu aku jaga. Yah, di daerah terlarangku, alias kemaluanku. Mulutnya sangat hangat, terasa di kepala dan batang kemaluanku. Batangku dipilin-pilin. Oh, surga dunia kudapatkan.
Sambil merasakan pilinan mulut dan lidah Budi di kemaluanku, aku pegang tongkat estafet yang tadi sempat lepas dari mulutku di kursi depan kamar. Sekarang tanpa ampun lagi kubetot batang itu keras-keras, walaupun telapak tanganku tidak muat membetot batang itu seluruhnya, karena saking besarnya dia.
Aku kocok batangnya. Budi sudah melepaskan mulutnya dari batang kemaluanku. Sekarang giliran scrotumku yang mendapat giliran jilatan dan sapuan kumisnya. Sementara Adi hanya melihat saja kami main berdua.
Wowww.., baru aku sadari bahwa scrotumku adalah daerah rawanku. Aku mendesah lebih keras, dan itu disadari Budi bahwa itu daerah rawanku. Ia tekan dengan bibir sambil mempermainkan lidahnya lebih cepat lagi. Aku semakin tidak karuan gerakan badanku dan pegangan pada tongkatnya kadang lepas, karena aku tidak bisa mengatur lagi irama kocokan untuk batangnya, cauze jilatan lidah dan bibir Budi di daerah scrotumku membuat aku seperti kuda binal.
Setelah beberapa menit Budi mengerjai scrotumku, aku tidak kuat lagi. Aku lepaskan batang kemaluan Budi, dan aku kocok sendiri batang kemaluanku di saat Budi aktif mempermainkan lidah dan bibirnya di daerah scrotumku.
“Oh, Bud.. Bud.. Crot-crot-crot..” semburan air mani hangat mengenai wajahnya, terutama pipinya.
Aku mengelinjang, mengelenjot seperti ayam yang baru disembelih. Oh.. aku kuras semua air maniku, aku tumpahkan ke wajah Budi. Aku tersenyum puas, Budi pun membalas senyumku, sangat manis. Tapi aku tidak membiarkan Budi berdiam diri saja setelah berhasil menguras habis air maniku. Dengan sisa tenagaku aku kulum lagi batang kemaluannya yang juga sudah kangen dengan lubang mulutku.
Aku gerakkan maju mundur, lebih cepat lagi. Aku tahu Budi juga sudah di ubun-ubun nafsunya. Warming up -ku di luar kamar tadi sudah cukup lama membuatnya terbang juga. Aku coba lebih keras dan cepat lagi kocokan batangnya dengan mulutku. Tidak mempan juga, padahal 15 menit sudah aku melakukannya itu sampai mulutku kejang kecapaian. Akhirnya aku lepaskan juga batang maut itu. Aku berpindah ke bagian scrotum, siapa tahu dia mempunyai daerah rawan yang sama denganku, sambil aku kocok batangnya dengan tanganku. Dia merasakan nikmatnya. Tetapi batang itu masih saja tegak berdiri, sampai tanganku sekarang yang giliran kecapaian 15 menit mengocok batangnya.
Akhirnya aku susuri seluruh badannya dengan bibir dan lidah yang aku main-mainkan. Ke daerah ketiak.. dan pindah ke putingnya. Aku isap kuat-kuat putingnya dengan bibirku yang basah, sambil tanganku tetap mengocok batangnya.
Saat aku isap putingnya. Tiba-tiba tangannya mengambil alih kendali tanganku yang mengocok batang besar kemaluannya. Dia mengocok sendiri batangnya, dengan cepat dan sangat cepat.
Dan croot! croot! croott! semburan keras air mani kental, mengenai wajahku dan rambutku, bahkan semburan yang tidak terhalang wajahku tersemprot mengenai atap kamar. Woow luar biasa. Dia berkelojotan juga sebagai gerak balik dari semburan air mani kental yang tersemprot sangat kuat.
Sementara Adi melihat kami berdua, sambil senyum-senyum nyengir saja. Dan kami membersihkan badan, terus mau tidur dengan Budi memelukku, dan di sebelahnya Adi. Adi akhirnya ngocok juga dengan berusaha sambil mengisap batang Budi yang ternyata masih berdiri tegak. Dan Adi mengeluarkan juga air maninya. Akhirnya kami bertiga tidur terlelap semua.
*****
Sejak saat itu, aku sering ketemuan dengan Budi. Dan aku lebih sering diajak nginap di rumah sebenarnya bukan di kos-kosan. Dia masih tinggal dengan kedua orang tuanya dan berjibun anggota keluarga lainnya, termasuk seluruh keponakan-keponakannya. Aku bisa akrab dan sangat akrab dengan seluruh anggota keluarganya, dari yang bayi 1 tahun sampai kedua orang tuanya. Mereka semua tidak tahu, hubungan macam apa yang terjadi antara aku dan Budi. Karena penampilan kami wajar-wajar saja. Tanpa kusadari aku telah menjadi boyfriend Budi. Pertama aku merasa aneh, masa’ lelaki punya pacar lelaki. Ah, mungkin aku kuno.
Dari waktu ke waktu, akhirnya aku tahu bahwa Budi pernah sangat dekat dengan kalangan celebritis top dan orang-orang terkenal lainnya, yang nota bene orang-orang “sakit”. Dan itu bukan isapan jempol, karena adik maupun orang tua Budi pernah cerita bahwa artis A, B, C sampai Z dulu sering kesini. Bahkan tetangganya di perkampungan yang cukup kumuh tersebut juga cerita. Artis A dulu sering kesini, atau artis B pernah kesini. Tetapi sekarang, orang yang ibarat menjadi piala bergilir itu ada di pelukanku.
Aku tidak peduli lembaran hidupnya sebelum ini. Walau sempat timbul dalam hatiku, kenapa ia memilih aku. Aku sangat berada jauh di bawah mereka-mereka yang sudah tenar dan kaya itu. Atau wajahku yang cukup sendu dan manis? He.. hehe.. tentu ge-er ku ini tidak beralasan. Atau mungkin karena aku selalu apa adanya, dan sedikit care walaupun itu dengan berjibun keponakan-keponakannya? Mungkin iya kali’, aku berusaha untuk go down to the earth. Ah, tidak baik memuji diri sendiri.
Tapi sayang, kebahagiaanku tidak begitu lama. Setelah aku tahu, bahwa Adi yang Budi bilang temannya itu ternyata pacarnya yang terakhir sebelum kenal aku. Shock, aku dibuatnya. Walaupun Budi selalu bilang bahwa ia telah putus dengan Adi, dan selalu bilang saya punya sifat yang sangat beda dengan Adi maupun pacar-pacar sebelumnya. Tidak cukup kata-kata itu menyembuhkan rasa sakit ini.
Aku juga tahu Budi sangat serius meninggalkan Adi. Tapi Adi tidak mau ditinggalkan begitu saja. Walaupun selama ini anggota keluarga Budi tidak ada yang menaruh sympati dengan Adi, dia tetap sering datang dan datang ke rumah Budi. Dan itu cukup menyesakkan hatiku. Akhirnya aku sering mengalah, untuk meninggalkan Budi. Tetapi semakin aku meninggalkannya, semakin dia berusaha untuk mencari dan mendapatkanku. Jakarta ini sudah tidak ada tempat lagi untuk bersembunyi dari Budi. Bahkan di daerah asalku pun tidak luput dari jangkauannya.
Akhirnya kujalani hidup ini dengan kebahagiaan dan kengiluan luar biasa bercampur jadi satu. Di saat Budi dekat dengan Adi, aku cari kompensasi baru untuk mengobati luka bathin, dengan membuka hati kepada lelaki muda yang mungkin bisa mengisi hatiku. Kebetulan aku sekarang prefer dengan “brondong” alias cowok-cowok muda belia.
Sampai sekarang belum ada brondong yang bisa lama mengisi hatiku. Semua sudah terkontaminasi dengan kilau Jakarta. Disamping seleraku cukup tinggi (alat vital sudah bukan jadi kriteriaku lagi), yang membuat cukup sulit brondong menyelinap di hatiku.
Setelah ber-tahun-tahun aku merasakan pahit getirnya kota Jakarta, dan madu – racun berhubungan dengan Budi. Akhirnya aku tinggalkan semua itu, jauhh.. Mungkin dengan melihat dari jauh, akan ketahuan seperti apa hidupku yang selayaknya. Walaupun aku disini, merasakan ada yang hilang. Tapi biarlah.. semua aku hadapi hidup di negeri orang ini, sendirian.




Monday, August 12, 2013

Si Juragan Kos





Si Juragan Kos




Jakarta, 19 November 2006

Adalah sebuah anugerah yang tak ternilai yang kudapatkan di usiaku yang ke-30 ini. Rumah yang selama ini kukontrak sebesar enam juta rupiah per tahunnya kini telah menjadi milikku. Berawal dari jumlah hutang pemilik kontrakan yang terus bertambah padaku, keinginan naik haji, hingga kebutuhan-kebutuhan lainnya, membuat pemilik kontrakkan terpaksa menjualnya padaku dengan harga yang cukup murah.

Rumah yang terdiri atas tiga kamar, ruang dapur, dan kamar mandi ini rencananya akan kurehab. Satu kamar yang paling depan kupakai sendiri. Adapun dua kamar lainnya akan aku sewakan. Lumayan buat tambahan penghasilanku. Selama ini aku tidak berani menyewakan kamar yang tersisa karena aku masih harus bertanggung jawab terhadap pemilik kontrakkan. Kini semuanya telah menjadi tanggung jawabku.

TERSEDIA DUA KAMAR KOS HUBUNGI 08881145XX

Hmm… papan sederhana buatan tanganku sendiri itu kini sudah terpampang di depan pagar rumahku. Sengaja aku cantumkan nomor HP-ku. Aku hanya ada di rumah sore dan malam hari karena aku juga bekerja sebagai pegawai di salah satu kantor milik pemda.

Jakarta, 22 November 2006

“Permisi, Mas! Masih ada kamar kosong?” Seorang pria berusia hampir 40 tahun menjadi orang pertama yang menanyakan kamar yang kusewakan.

“Masih, Pak. Silakan masuk!” ujarku ramah.

Setelah berbincang dan melihat kondisi kamar, Pak Yayat Suherman sepakat untuk menyewa kamar yang paling belakang. Ia akan menempati kamar itu bersama istrinya Neneng dan anak laki-lakinya yang baru masuk STM, Andri.

Semula aku berniat untuk menyewakan hanya pada penghuni pria tetapi demi pengembalian modal yang lebih cepat maka aku setuju untuk menyewakan salah satu kamarku pada keluarga tersebut. Apalagi Pak Yayat setuju dengan harga yang kutawarkan. Nanti kalau kondisi keuanganku kembali normal baru aku mulai mengajukan syarat-syarat khusus.

Jakarta, 2 Desember 2006

“Lagi ngapain, Om?” aku menoleh ke pintu kamarku yang terbuka. Andri.

“Eh, Andri. Lagi nonton, nih. Kamu nggak belajar?” tanyaku sambil mempersilakan masuk anak Pak Yayat tersebut.

“Nggak ada PR, Om.” ujarnya santai sambil menjatuhkan tubuhnya di dekatku.

Kami berbincang ringan. Andri anak yang cukup santai walaupun cenderung pendiam. Wajahnya sangat biasa. Ia mewarisi wajah ibunya yang menurutku sangat biasa. Padahal Pak Yayat lumayan ganteng. Namun, ada satu keistimewaan Andri. Gumpalan kenyal di selangkangannya sangat menonjol. Tidak banyak remaja seusianya yang mempunyai tonjolan seperti itu. Akh… Lumayan juga kalau aku bisa mendapatkannya…

“Om, aku boleh tidur di sini?” tiba-tiba Andri berbisik.

“Memangnya di kamar kamu kenapa?” tanyaku balas berbisik.

“Bapak di rumah.” jawabnya.

“Lho, memangnya kalau bapakmu di rumah kenapa?” tanyaku lagi.

“Yaa… Aku nggak enak aja, Om. Bapak pulang seminggu sekali. Biasanya bapak minta jatah sama ibu. Kalau ada aku, khan nggak enak…” Aku paham.

“Jadi selama ini kamu begitu, Ndri? Kalau bapakmu pulang, kamu keluar?”

“Ya gitu, deh… Mau nggak mau. Soalnya aku pernah nggak ke luar dan pura-pura tidur, eh… mereka tetap nekat main juga!” Glekk…

“Kamu pernah lihat bapak ibu kamu ML?” mataku mendelik. Ada terkejut. Ada heran. Ada nafsu.

“Sekali itu aja, Om!” jawabnya cepat.

“Kamu nggak terangsang melihatnya?” pancingku.

“Wah, sange berat, Om! Makanya aku nggak mau lagi…” kulihat Andri mengubah posisi duduknya. Dia ngaceng!

“Sekarang juga, khan?!” tembakku. Ia tersenyum. Tidak membantah berarti ya.

“Boleh ya, Om?” pintanya lagi.

“Saya takut, Ndri…” godaku.

“Takut apa, Om?” tanyanya heran.

“Kamu bayangin aja sendiri. Kamu lagi tidur terus di sebelah kamu ada cowok lagi ngaceng berat. Bisa-bisa di…”

“Ha…ha…ha… Om Toro ada-ada saja! Nggaklah, Om!”

“Sekarang bilang nggak. Nanti kalau sudah tidur?” godaku lagi.

“Ya ampun, Om! Aku sudah nggak ngaceng lagi, nih!” katanya sambil menggoyang selangkangannya. Memang, sih… tapi aku sedang punya siasat.

“Jangan bohong, Ndri! Orang ngaceng sama nggak itu bisa dibedakan! Bejendol begitu dibilang nggak ngaceng…” pancingku lagi.

“Punyaku memang besar, Om!” ujarnya polos, “Kalau Om nggak percaya, lihat saja!” tantangnya. Yupp! Pancinganku berhasil!

“Coba buka! Kalau benar lagi ngaceng, punya kamu saya genjot sampai keluar dua kali, ya!” tantangku sambil pura-pura mengancam.

“Iya! Tapi kalau saya lagi nggak ngaceng, punya Om yang saya genjot, ya?!” balasnya menantang. Sip!

Andri langsung berdiri di atas lutut. Ia pelorotkan celana pendek sekaligus CD-nya. Aku sudah tahu ia sudah tidak ngaceng. Namun, aku pura-pura terkejut. Dasar!

“Gede begitu belum ngaceng, Ndri?” kepalaku kugeleng-gelengkan. Andri tersenyum. Jelas ada kebanggaan di wajahnya. Pria ingusan yang belum tahu banyak liku-liku seks.

“Andri khan sudah bilang, Om! Punya Andri itu besar…” lagi-lagi Andri tersenyum bangga. Aku akan jalankan pancinganku berikutnya! Aku langsung kembali merebahkan tubuhku. Pura-pura kembali menonton. Andri berdehem. Aku menengok ke arahnya.

“Lupa taruhannya, Om?” senyumnya mengejek penuh kemenangan.

“Nggak! Khan nggak harus sekarang dilakukannya” tanyaku sok santai.

“Ya, sih… Tapi ingat lho, Om! Dua kali!” ia tegaskan dua kata terakhir di dekat telingaku. Aku pura-pura terkejut.

“Hahh!!! Nggak salah, Ndri?” tanyaku berlagak kalut.

“Jangan akting, Om! Om saja bilang kalau aku bohong mau genjot punyaku sampai keluar dua kali. Yang fair dong, Om!” katanya mengingatkan. Padahal aku sudah tahu.

“Nggak harus malam ini, khan?” tanyaku pura-pura mengiba.

“Taruhan sekarang masak dibayar besok!” ketusnya.

“Oke, deh… Kamu kunci dulu pintunya!” kataku pura-pura pasrah. Andri langsung bangkit dan mengunci pintu kamar. Gila! Anak satu ini benar-benar konsekuen. Tidak bisa diajak bercanda. Aku harus hati-hati…

“Celananya nggak usah dibukalah, Om!” suaranya terkejut. Ooops! Jangan sampai ia mengendus permainanku ini.

“Nanti kalau keluar, celananya sayang, Ndri…” suaraku melemah. Alasanku sepertinya bisa dia terima. Andri langsung menguak kedua kakiku.

Ach…

“Umur Om berapa, sih?” Andri bertanya sambil menatapi kontolku. Ia belum memulai aksinya.

“Tiga puluh…” jawabku tercekat. Kenpa anak ini tanya-tanya umur segala?

“Punya Om kecil banget! Punya teman-teman saya rata-rata lebih dari punya Om!” cibir Andri sambil mengangkat dagunya. Hmmpph… Sialan! Menghina ini bocah!

“Ini belum ngaceng, Ndri!” dustaku. Kontolku sudah 75% ngaceng. Kalaupun bertambah tidak akan seberapa. Andri terkekeh menyadari kebohonganku. Ia julurkan kakinya yang kekar ke selangkanganku.

“Ya, deh… Aku ngacengin dulu biar gede!” hinanya. Telapak kakinya melakukan gerakan memutar di kontolku. Sumpah! Aku langsung ngaceng 100%! “Dah ngaceng belum, Om?” goda Andri lagi, “Aku kencengin genjotannya, ya? Biar tambah gede!” kurasakan kontolku ditekan-tekan dengan cepatnya. Ouch! Nikmat sekali!

“Aduh! Pelan-pelan, Ndri!” ujarku berpura-pura kesakitan. Namun, sepertinya Andri tidak mempedulikannya. Ia ingin cepat-cepat aku keluar dan kelemasan.

“Biar tambah gede, Om! Jadi bisa cepat kawin. Cewek sukanya khan yang besar, Om!” ejeknya terus-menerus. Aku menikmati sekali walau harus tetap bersandiwara.

“Sudah, Ndri! Sudah mau keluar…” aku pura-pura meminta dia untuk menghentikannya. Andri merasa tidak mau dibohongi. Ia percepat genjotannya di kontolku yang terpental-pental. Ia ingin kontolku muncrat dengan genjotannya. Hal ini membuatku semakin merem-melek.

Tiga menit sudah. Kontolku langsung menyemburkan laharnya. Andri cepat-cepat menarik kakinya. Takut terkena pejuhku.

“Ha…ha…ha… Cepat benar, Om?!” ledeknya lagi. Aku menunduk. Pura-pura malu padahal tersenyum puas.

Sesaat kemudian aku meraih celanaku. Andri menahannya.

“Eitt… Masih satu kali lagi!” tagihnya.

“Iya, saya tahu! Istirahat dulu, lah… Lemessss…” Kuhembuskan nafasku berat. Andri tersenyum penuh kemenangan.

“Pantesan Om Toro belum nikah. Punya Om kecil dan cepat keluar, sih!” kata-katanya sangat tidak sopan. Aku diam saja. Berkorban perasaan sedikit tidak apa-apa. Yang penting aku mendapat kepuasan dan kontol remaja satu ini akan aku kuasai!

“Yang keduanya nanti tengah malam saja, ya?” pintaku. Andri menggeleng. Ia lalu menguap.

“Saya kalau sudah tidur susah bangunnya, Om… Jadi, sekarang saja!” katanya sambil mengangkangkan lagi kakiku.

“Pakai tangan saja, Ndri! Biar nggak sakit…” bujukku. Andri menggeleng. Pancinganku kali ini gagal.

“Ogah!!!” tegas sekali suaranya. Jangan sampai ia menyadari kalau…

“Tetap pakai kaki tapi pelan-pelan, ya? Sudah lemas, nih…” aku alihkan pancinganku. Dia tidak boleh berhenti di sini. Harus terus!

“Bapakku kalau main lama, Om! Ibu sampai minta sudahan terus. Om belum lima menit sudah keluar…” Ia bandingkan bapaknya denganku. Nada suaranya bangga. Bolehlah… Biar kusanjung-sanjung terus kejantananmu. Setelah itu? Lihat saja!

Genjotan yang kedua Andri lakukan lebih kasar. Ia ingin membuatku malu yang ke sekian kalinya. Cepat keluar. Dan ternyata benar!

“Om Toro payah!!!” hina Andri lagi. Aku sudah keluar lagi. Belum sepuluh menit padahal. Kuhempaskan tubuhku ke kasur. Celanaku belum kupakai lagi. Sengaja kupunggungi Andri. Pancingan berikutnya!

“Om! Marah, ya?” tanyanya khawatir sambil mendekatiku. Aku hanya menggeleng. Andri merebahkan tubuhnya di depanku. Padahal aku belum memakai celana!

“Kontol Om kecil banget ya, Ndri?” tanyaku lemah. Andri menatapku kasihan.

“Maaf, Om! Sejujurnya punya Om memang kecil, cepat keluar lagi!” Andri berbisik, “Diobatin ke Mak Erot, Om!” solusinya.

“Kamu pernah?” tanyaku padanya. Ia menggeleng.

“Alami, Om! Punya bapakku juga gede!” lagi-lagi kebanggaan tersirat di nada suaranya.

“Kamu tadi belum ngaceng saja sudah segitu, ya? Gimana kalau sudah ngaceng, ya…?” sengaja kugantung kalimatku.

“Om mau lihat?” tawarnya. Mau! Mau! Sorakku dalam hati. Sejak tadi aku ingin melihat kontolmu ngaceng, Ndri!

Andri sekali lagi meloloskan celana sekaligus CD-nya. Glekk!! Sebongkah benda bulat panjang kemerahan teracung di selangkangannya. Dahsyat!

“Gede banget, Ndri!” pujiku. Kudekatkan wajahku ke kontolnya pura-pura menegaskan penglihatanku. Ia tersenyum bangga.

“Keluarnya lama lagi, Om!” promosinya.

“Saya nggak percaya! Gede bukan jaminan tahan lama! Apalagi kamu masih remaja masih belum bisa mengatur emosi!” celaku. Aku sengaja memancing keegoannya.

“Om Toro nggak percaya?” tanyanya meninggi.

“Bagaimana bisa percaya kalau belum ada bukti? Jangan-jangan kontol gede kamu lebih cepat keluarnya daripada kontol saya yang kecil!” pancingan berikutnya! Kulihat wajah Andri memerah. Terlihat sekali ia tidak terima perkataanku. Ia condongkan wajahnya ke wajahku.

“Om Toro buktikan saja! Kocok punya saya! Kalau belum sepuluh menit saya sudah keluar, Om Toro boleh genjot saya sampai pejuh saya habis!!!” taruhan yang tersulut emosi.

“Nggak usah sepuluh menit lah! Bisa melebihi tiga menit saja akan saya penuhi semua keinginan kamu yang bisa saya lakukan!” taruhanku lebih menggiurkan lagi.

“Oke! Kalau saya keluar setelah tiga menit, Om harus jadi pelayan saya. Apa saja yang saya minta harus Om turuti!” ada segurat kesenangan di senyumnya.

“Ya… tapi yang Om Toro sanggup lakukan dan permintaan kamu juga jangan berlebihan!” kataku khawatir.

“Tenang saja, Om…” hiburnya.

“Tapi kalau kamu kalah, kamu juga harus mau jadi pelayan saya, ya?” Andri mengangguk pasti.

“Sudah, mulai saja Om!” tantangya sambil merenggangkan selangkangannya yang ditumbuhi bulu-bulu muda. Kontolnya agak terkulai. Namun, tetap terlihat besar dan berisi.

“Kamu mintanya dikocok. Padahal tadi saya digenjot pakai kaki…” sengaja aku ulur waktu.

“Terserah Om! Mau dikocok, digenjot, diapain saja silakan! Disepong juga boleh…” Hahhh! Mau! Mau!

Aku tetap tidak menunjukkan hasrat homoku. Aku genjot kontolnya.

“Satu menit” Andri menyebutkan waktuku. Kuubah caraku. Kali ini aku kocok dengan cepat. Andri tersenyum mengejek. Ia pede sekali bahwa usahaku untuk mengeluarkan pejuhnya tidak akan berhasil cepat.

“Dua menit” terdengar agak tertawa. Aku tunjukkan kepanikanku dengan mengelap kontolnya. Seolah-olah tanpa pikir panjang kumasukkan kontol muda itu ke mulutku. Andri tertawa senang.

“Lima puluh lima… lima puluh enam… lima puluh tujuh…” Andri sengaja menghitung detik. Aku perganas hisapanku. Andri tertawa senang sekali. Aku teruskan lumatanku. Pura-pura tidak tahu bahwa tiga menit telah terlewati sejak tadi.

“Sudah lewat, ya?” kuangkat wajahku. Andri tertawa terus.

“Sekarang sudah empat menit, Om!” Aku berniat menjauhi kontol Andri. Pura-pura tentu saja!

“Oke… saya ngaku kalah…” ujarku sok pasrah.

“Eitt! Ke mana Om?” cegahnya.

“Om kalah, Ndri! Kamu memang tahan lebih lama” pujiku.

“Terusin, dong!” pintanya memaksa.

“Lho? Semua sudah terbukti. Saya kalah. Nggak usah diterusin lagi!” Aku menyerah pura-pura.

“Sekarang bayar taruhannya Om! Sepong lagi punya saya, Om! Sampai muncrat! Jangan nanggung. Kepala bisa pusing!” sambil bicara seperti itu tangannya menarik kembali kepalaku ke selangkangannya.

Kuturuti kemauannya. Kusempurnakan kemauanku!

He…he…he…

Selama dua minggu ini Andri sudah tiga kali tidur di kamarku. Selama itu selalu berulang kejadian pertama tersebut. Namun, tidak lagi diawali dengan taruhan. Andri sudah mengerti keadaanku. Setiap dia ingin menuntaskan nafsunya, tinggal datang ke kamarku. Masih sebatas oral dan berjalan satu arah. Aku yang mengoral kontolnya yang besar itu.


Jakarta, 18 Desember 2006

Kamar tengah akhirnya terisi. Lagi-lagi sepasang suami isteri. Uda Nasril yang berusia 36 tahun dan Uni Devita yang masih berusia 26 tahun. Mereka belum memiliki anak. Sepertinya memang belum lama menikah.

Jakarta, 22 Desember 2006
Tok… tok… tok…
“Nonton apa, Mas Toro?” Kulihat Uda Nasril sudah berdiri di ambang pintu kamarku. Seperti biasa dia bertelanjang dada memamerkan beberapa tato di badannya yang tidak begitu kekar.

“Ini… lagi ngecek koleksi VCD dan DVD saya. Masih bagus apa nggak, ya? Jarang disetel, sih!” jawabku dengan suara agak bergetar. Jujur saja setiap berhadapan dengan Uda Nasril aku agak grogi. Entah mengapa, setiap orang Padang yang aku jumpai selalu memiliki sex appeal yang tinggi.

“Bokep?” tanyanya menuduh.

“Bukan!” jawabku buru-buru. Malu juga kalau ketahuan sebagai kolektor bokep. Untungnya film yang sedang kuputar adalah Mengejar Matahari.

“Nggak punya bokep?” Tanya Uda Nasril santai sambil mengambil salah satu kantung VCD-ku. Ooopps…. Jangan!

“Wuuuiiiihhhh!… Banyak juga koleksi bokepnya, Mas?!” Terlambat! Kantung yang dipegang Uda Nasril memang aku khususkan untuk film-film biru. Ada yang semi, hetero, dan kebanyakan gay…

“Se… Sebagian pu… punya teman sa… saya, Da!” jawabku terbata-bata. Malu sekali. Sudah ketahuan sebagai kolektor bokep, eh… bokep gay lagi!

“Bandung Lautan Asmara, Mahasiswa Trisakti, Kamasutra, Gladiator, …” Uda Nasril membaca satu per satu judul koleksiku. Masih aman karena VCD dan DVD gay kuletakkan di tumpukkan belakang…

“Sudah pernah nonton itu semua, Da?” tanyaku mengalihkan perhatiannya dari kepingan-kepingan di tangannya. Aku berharap dia tidak meneruskan melihat semua koleksiku sampai bagian belakang. Namun, pertanyaanku tidak dijawabnya.

“Big Cock, Supergay, 12 Inch, Asian Hole, Black Banana…” Uda Nasril berhenti membaca judul-judul film di hadapannya. Ia menoleh ke arahku dengan dahi berkernyit. Aku hanya menunduk. Malu dan takut.

“Daaa…!” suara Uni Devita terdengar dari kamarnya.

“Iyoo…” Uda Nasril menjawab. Ia letakkan kantung tersebut. Tanpa berbicara apa pun ia tinggalkan aku yang seperti maling tertangkap basah.

Jakarta, 31 Desember 2006

Malam tahun baru. Seperti biasa, di saat manusia lain bersuka cita menyambutnya aku hanya teronggok di kamar. Pak Yayat sedang dinas luar. Bu Neneng, Uni Devita, dan Uda Nasril mungkin sudah bergabung dengan warga di RT-ku yang akan membakar ayam di lapangan. Andri mungkin sudah berkeliaran dengan teman-temannya.

Inginnya aku tidur saja. Acara televisi sudah membuat jenuh. Awal tahun 2007 masih satu setengah jam lagi.

“Om Toro!” terdengar suara Andri di depan pintu kamarku.

“Kamu nggak ikutan bakar ayam, Ndri?” tanyaku saat membukakan pintu.

“Om Toro sendiri nggak ikut?” ia balik bertanya.

“Malas, Ndri! Paling-paling jadi bahan becandaan doang…” keluhku. Ya, kalau berkumpul dengan warga lain aku selalu jadi bahan gurauan mereka. Laki-laki usia tiga puluh belum menikah padahal sudah mapan. Pasti dijodoh-jodohkan. Mereka tidak tahu perasaanku!

“Ya, udah! Andri temenin mau?” tawarnya padaku. Andri sekarang sudah memposisikan diri sebagai penghiburku. Meskipun aku tahu, ia juga memanfaatkanku.

“Kamu nggak gabung sama teman-teman kamu?” tanyaku kembali.

“Aku mau temenin Om Toro. Boleh, khan?” Andri merebahkan tubuhnya dengan tangan terlipat di belakang kepala. Refleks kuperhatikan tonjolan di selangkangannya.

“Kamu ngaceng, Ndri?” pancingku. Andri tersenyum. Ia langsung mengelus-elus selangkangannya. Menggoda.

Tanpa ragu segera kuraih pengait celananya. Kubuka sekaligus dengan CD-nya. Menyembullah batangan kekar yang sudah beberapa kali kumuluti. Kutusuk-tusukkan ujung lidahku di kedua bijinya. Ia menggelinjang kegelian. Sesekali kusapukan lidahku ke bibir anusnya. Ia langsung melonjak. Begitu seterusnya sampai ia tak sabar lagi.

“Langsung, Om! Dah nggak tahan, nih!” tangannya meraih kepalaku. Tangan lainnya mengarahkan kemaluannya ke mulutku. Dia benar-benar sudah tak tahan.

Tok… Tok… Tok…

“Siapa?” aku bertanya terkejut. Tak ada jawaban. Segera kumasukkan kontol Andri dan kurapikan celananya. Andri juga terlihat panik. Ia bersembunyi di balik pintu. Aku segera membukakan pintu. Uda Nasril!

“Koq ngedekem aja di kamar? Gabung di lapangan, yuk!” Uda Nasril tersenyum. Mudah-mudahan dia tidak tahu kalau aku bersama Andri di kamar.

“Saya ngantuk banget, Da!” dustaku.

“Mas Toro sendirian aja?” Degh! Jangan-jangan Uda Nasril tahu.

“Ee… i…iya…” Brengsek! Jelas sekali kalau aku gugup.

“Ini seperti sandal Andri!” Mati aku!

Uda Nasril mendorong pintu yang hanya kubuka separo. Aku tak tahu harus bagaimana. Uda Nasril langsung masuk. Saat hendak duduk di karpet ia berbalik dan…

“Andri?!”

Andri tertunduk. Aku juga merasakan wajahku tak teraliri darah. Gemetar.

“Kamu ngapain di sini?” Tanya Uda Nasril. Kami hanya diam.

“Mas Toro apakan Si Andri?” kali ini pandangan Uda Nasril tertuju ke arahku.

“Sss… sa… ya ti… dak… apa-apakan…” jawabku ketakutan.

“Jangan bohong!” bentaknya. Hatiku semakin berkerut.

“Kamu diapain sama homo ini, Ndri?” kali ini Uda Nasril bertanya pada Andri.

“Nggak diapa-apain, Da! Aku memang mau begadang di kamar Om Toro…” Ah, Andri pun terlihat jelas tergeragap.

“Sudah! Nggak usah bohong! Kontol kamu diisep dia, khan?” jari Uda Nasril tepat berada di hidungku. Andri mengangguk. Mampuslah aku!

“Sekarang kamu keluar! Kalau tidak, saya laporkan ke orang tua kamu nanti!” ancam Uda Nasril seraya mengusir Andri. Andri pun keluar.

“Da! Tolong hal ini dirahasiakan, ya…”pintaku pada Uda Nasril.

“Mas Toro mau kasih apa ke saya sebagai penutup mulut?” ucapannya terdengar menghina.

“Saya nggak tahu. Terserah Uda Nasril…” ujarku pasrah.

“Oke! Terserah saya, ya!?” wajahnya mendekati wajahku, “Jadikan saya sebagai pengganti Andri!” Gila! Ternyata Uda Nasril mau juga!

“Khan sudah ada Uni Devita, Da?!” ingatku.

“Belakangan ini dia sering kecapekan!” Uda Nasril lekas membuka seluruh pakaiannya. Kulihat kontolnya tak sebesar Andri meskipun lebih besar dari kontolku. Ia pun duduk sembari mengangkangkan selangkangannya.

Tit… tit… tit…

Ada SMS. Segera kuraih HP-ku. Dari andri?

OM, AQ MO GRBEK KMR OM BRG TMN2. GA SAH TKT. QTA MO NGRJAIN DA NASRIL.

Segera kuhapus pesan tersebut.

“Dari siapa?” Tanya Uda Nasril.

“Teman ngucapin selamat tahun baru” dustaku lancar.

“Buruan, yo! Nanti yang lain keburu pulang!” Tangan Uda Nasril sudah menarik kepalaku ke selangkangannya. Aku menarik kembali kepalaku.

“Saya cek dulu di luar, Da! Jangan-jangan ada orang…” Aku melongokkan kepala ke luar kamar. Pintu kututup kembali sambil pura-pura menguncinya. Ya, pura-pura!

“Bagaimana rasa kontol saya?” Tanya Uda Nasril padaku. Aku masih memaju-mundurkan bibirku.

“Kontol Uda nggak setegang Andri, ya? Kalau Andri ngacengnya kayak besi. Gede lagi!” sengaja kulontarkan perasaanku yang sebenarnya.

“Tapi Mas Toro doyan, khan?” ejeknya sambil menekan lebih keras kepalaku. Aku hampir tersedak hingga …

BRAKKK!

Daun pintu kamarku terbanting. Andri dan empat orang temannya merangsek masuk.

“Mau apa kalian?!” Uda Nasril membentak. Mereka justru memeganginya. “Heh! Apa-apaan ini?” Ia berusaha berontak. Namun, tenaga lima orang remaja badung tersebut melebihi kekuatannya. Satu orang berhasil memegangi tangan dan kaki kanannya. Adapun seorang lagi memegangi dari sebelah kiri. Satu orang memiting lehernya. Andri membuka celana dan mengeluarkan kontolnya yang besar sambil meremas-remasnya hingga tegang.

“Ndri! Kamu mau ngapain? Jangan, Ndri!” aroma ketakutan tercium dari suara serak Uda Nasril. Gila! Aku tidak menyangka Andri merencanakan balas dendamnya seperti ini.

“Uda Nasril diam saja! Nikmatin kontol saya yang gede ini! Uni Devita masih perawan, khan? Soalnya Kontol Uda Nasril nggak bisa tegang. Sekarang biar bisa tegang, saya setrum dulu pakai kontol saya. Biar ngacengnya sekeras kontol saya! Rekam, Din!” Andri mulai mengarahkan kontolnya yang sudah mengeras ke dubur Uda Nasril. Udin yang semula hanya menonton kini mengarahkan HP berkameranya ke selangkangan Uda Nasril.

“Din, jangan direkam! Tolong, Din! Jangan!!!” suara Uda Nasril terdengar mengiba. Namun, remaja-remaja itu sepertinya sudah punya skenario sendiri. Ratapan Uda Nasril tak mereka hiraukan.

“Fyuh! Sempit juga bool Uda Nasril, nih?!” Andri terus menghujamkan kontolnya. Baru bagian kepala kontolnya yang seperti jamur yang tenggelam.

“Sakit, Ndri! Sakit! Sakiiittttt!!!” Uda Nasril mulai menjerit. Udin terus merekam proses pemerkosaan Andri terhadap Uda Nasril. Aku hanya menyudut dengan campuran perasaan kasihan, nafsu, penasaran, terangsang, dan sebagainya.

“Ssst! Jangan berisik! Mau Uni Devita tahu kalau bool Uda Nasril saya entot? Hah!?” ancaman Andri membungkam mulut Uda Nasril. Namun, erangan-erangan tertahan masih terdengar samar. Yah, kontol Andri sangat besar. Apalagi buat anus Uda Nasril yang mungkin memang bukan homo.

“Arrrgghhh…. Ndri, sakit! Ssssakkiitttt…. Arrrgh!!!” erangan Uda Nasril terdengar mengencang. Andri justru mempercepat genjotan kontolnya di dubur pria bertato itu. Ditambah lagi temannya yang semula memiting leher Uda Nasril justru menjejalkan kontolnya yang hitam ke mulut Uda Nasril. Udin mengclose-up adegan tersebut. Aku merasakan kontolku ikut tegang. Seandainya aku yang terbaring di situ dan bukan Uda Nasril…

DAR! DOR!

Jakarta, 1 Januari 2007

Suara petasan dan kembang api terdengar bersahutan di luar. Suaranya yang bising beriringan dengan jeritan Uda Nasril yang diperkosa Andri dan temannya dengan kecepatan luar biasa. Aku yakin Andri melakukannya bukan karena terangsang terhadap Uda Nasril. Namun, dendam. Ya, ia tersinggung diusir dari kamarku. Padahal saat itu ia sedang sangat ingin menyalurkan libidonya.

“Oooouuuccchhh….” Andri mengerang nikmat. Ia sudah muncrat. Kontolnya tetap terhujam di anus Uda Nasril. Uda Nasril sendiri terlihat kepayahan. Ada cairan darah mengalir dari dubur perawannya. Ia pasti hancur. Tak lama kemudian teman Andri mencabut kontolnya dari mulut Uda Nasril yang tak mampu menampung lelehan pejuh remaja berkulit hitam itu.

“Sekarang pergi!” seorang teman Andri menariknya berdiri untuk kemudian menendangnya ke arah pintu. Uda Nasril terhuyung. Dengan langkah mengangkang perih tanpa pakaian ia keluar. Udin mengikutinya dengan tetap mengarahkan HP-nya ke aurat Uda Nasril. Andri dan teman-temannya yang lain tertawa puas. Aku hanya bisa menghela nafas.


Tak lama terdengar Uda Nasril muntah-muntah. Kami sendiri di kamar tertawa-tawa menyaksikan hasil rekaman Udin. Kali ini aku benar-benar terangsang!