Kisah
Keluargaku
Namaku Robert Budiman, umur 18
tahun, kelas 3 SMU. Keluarga kami termasuk keluarga kecil, yang penghuninya
laki-laki semua, dikepalai oleh kakekku, Rudi Budiman. Tahun ini Kakek akan
berumur tepat 55 tahun. Umurnya memang hampir senja, tapi penampilannya sangat
jauh dari kesan tua. Malah, penampilannya masih macho dan keren.
Kakek dulu bekas tentara, maka
dia selalu membiasakan diri berolahraga. Dia selalu dalam keadaan bugar dan
kekencangan otot tubuhnya terjaga. Rambut ubannya yang hampir menutupi seluruh
kepalanya malah memberi kesan seksi. Keriput di wajahnya kurang terlihat,
sehingga penampilannya mirip pria berusia 40-an. Kakek hanya menikah sekali
saja dan mendapatkan 2 orang putra yang tampan-tampan.
Lima tahun setelah pernikahannya,
dia menceraikan istrinya dan tak pernah melirik wanita lain. Nasib kedua
anaknya, ayahku dan pamanku, tak jauh berbeda. Pamanku, Albert (36 tahun), anak
sulungnya, selalu gagal dalam percintaan dan menolak untuk menikah. Sementara
ayahku, anak bungsunya, Irwan (34 tahun), berhasil menikah tapi tak bertahan
lama. Ibuku memang wanita yang tidak baik, saya lega dia pergi meninggalkan
kami.
Kata ayahku, namaku diambil dari
nama aktor idolanya: Robert Redford. Dalam sebuah rumah yang tak mewah, tapi
juga tak kumuh, kami berempat hidup bersama. Dulu, saya mengira keluargaku
adalah keluarga yang 'normal'. Tapi pada suatu malam, saya mengetahui hal yang
sebenarnya. Kini saya tak heran lagi kenapa Ayah, Paman, dan Kakek tak pernah
menjalin hubungan lagi dengan wanita. Ternyata mereka semua pria HOMOSEKSUAL!
Malam itu Ayah mendatangi
kamarku. Saya pada saat itu sedang bersiap-siap untuk tidur, hanya mengenakan
celana dalam putih. Ayahku sendiri hanya melilitkan handuk di pinggangnya.
"Robert, kamu sudah cukup
umur sekarang. Sudah saatnya kamu ikut acara keluarga kita," kata ayahku,
berdiri di ambang pintu sambil memandangi tubuhku yang seksi itu.
Meski baru 18 tahun, saya menjaga
tubuhku dengan baik sekali. Apalagi saya juga bergabung dalam berbagai tim
olahraga di sekolahku, maka tak heran jika badanku atletis sekali. Diam-diam,
kontol Ayah mulai ngaceng.
Tiba-tiba, Kakek dan Paman
menyeruak masuk. Mereka pun hanya mempunyai handuk untuk menyembunyikan kontol
mereka. Saya memang sering melihat Ayah, Paman, dan Kakek bertelanjang dada.
Dan menurutku, mereka memang bertubuh indah. Sebelumnya, saya tak pernah
menyangka bahwa saya akan terangsang dengan sesama jenis, sebab di sekolahku
saya terkenal sebagai playboy yang sering mengejar para cewek. Tapi mulai detik
itu, hidupku akan berubah. Dalam sekejap, saya sudah dikelilingi keluargaku.
Mereka semua naik ke atas ranjang
dengan tatapan penuh nafsu. Kontol mereka yang ngaceng tercetak di balik handuk
mereka. Paman nampak sudah tak dapat lagi membendung hasrat homoseksualnya. Paman
sudah mulai meraba-raba punggung dan bahu saya. Diraba seperti itu, saya mulai
takut.
"Jangan takut, anakku,"
sahut Ayah.
"Kami takkan menyakitimu.
Kamu harus patuh pada kami karena kami mencintaimu.."
Ayah lalu melepas handuknya.
Begitu handuk itu jatuh ke lantai, saya untuk pertama kalinya melihat betapa
panjangnya kontol ayahku itu. Kontol itu bersunat dan berkedut-kedut. Hal
pertama yang terpikir oleh saya adalah bahwa ayahku akan memperkosaku secara
homoseksual. Secara refleks, saya ingin menghindarkan diri, tapi Paman dan
Kakek memegangi tubuhku kuat-kuat. Dengan panik, saya mulai meronta-ronta.
Namun saya tak sanggup mengalahkan Paman dan Kakek.
"Paman.. Kakek.. Lepaskan
saya. Mau apa kalian?" saya mulai menggigil ketakutan saat ayahku yang
telanjang bulat menempelkan tubuhnya dengan tubuh saya. Kontol ayahku yang
ngaceng sesekali terbentur dengan kontol saya yang masih tidur.
"Jangan takut, Robert. Kamu
sudah dewasa sekarang, sudah cukup umur untuk bergabung dengan tradisi keluarga
kita," jelas Ayah sambil menggosok-gosokkan kontolnya yang ngaceng ke
pahaku. Sementara itu, bibirnya menjelajahi dadaku yang agak bidang dan berotot
itu.
Adalah bohong jika saya tidak
merasakan kenikmatan saat ayahku berusaha untuk menggauliku. Sekujur tubuhku
bergetar karena nikmat dan sekaligus karena takut. Saya bingung kenapa saya
menyukai apa yang sedang dilakukan ayahku terhadapku. Saya mulai bertanya-tanya
tentang seksualitas diriku. Pelan tapi pasti, kontolku mulai berdiri dan
ngaceng. Tapi meski demikian, moral tetaplah moral. Seorang ayah tak pantas
menghomoi putranya. Dan saya tak ingin dipermalukan seperti itu. Dengan
memelas, kumohon agar ayahku melepaskan diriku.
"Ayah.. Jangan, Yah.
Kumohon, Yah, sadarlah.. Ini salah.. Aahh.." saya mendesah saat kontol
Ayah kembali menyapu pahanya.
"Ayah.."
Namun Ayah tentu saja tak
mengindahkan permohonan anak semata wayangnya itu. Dia bertekad untuk
menghomoiku; sudah lama dia menginginkan untuk mencicipi tubuh putranya yang
indah itu. Kenangan saat pertamanya dihomoi kembali mengisi pikirannya. Saat
Ayah berumur 17 tahun, dia dihomoi oleh Kakek dan Paman. Dia ingin agar saya
juga merasakan saat-saat indah itu.
"Ayah sudah lama ingin
berhomoan denganmu, Robert," Ayah berbisik sambil menjilati daun
telingaku. Tangannya meraba-raba dadaku, merasakan jantungku yang berdetak
keras.
"Tenang, anakku. Ayah janji,
kamu akan sangat menikmatinya. Percayalah.."
Ayah membelai-belai rambutku dan
menciumi bibirku. Saya kaget dan berusaha untuk mengelak, tapi Paman memegangi
kepalaku sehingga saya terpaksa menerima ciuman ayahku yang bejat itu. Saya
berusaha menutup bibirku rapat-rapat tapi lidah ayahku memaksa masuk.
"Mmpphh!! Mmpphh!!
Mmpphh!!" Mendadak Kakek mencubit kedua putingku dari belakang. Tak ayal
lagi, saya pun menjerit kesakitan.
"Aarrgghh!!" Kesempatan
emas itu langsung dipergunakan Ayah dengan memasukkan lidahnya ke dalam mulutku
yang terbuka lebar.
Seperti orang yang kerasukan
setan seks, Ayah dengan bernafsu memaksakan ciuman itu padaku. Saya panik tapi
tak bisa mengelak. Dengan jijik, saya terpaksa menerima jilatan lidah ayahku
dan merasakan air liur kami bercampur.
Kakek dan Paman tak mau
ketinggalan. Bibir mereka menjelajahi tubuhku; tangan mereka tetap memegangi
badanku agar saya tidak kabur. Desahan napas mereka menderu-deru di telinga
saya. Jilatan lidah mereka yang basah dan hangat menodai tubuhku. Tangan-tangan
mereka sibuk meremas, mencubit, meraba setiap jengkal tubuhku yang macho itu.
Saya sadar bahwa saya hanya bisa pasrah. Tiba-tiba, saya merasa celana dalamku
diperosotkan oleh pamanku. Kontan saja, kontol saya yang sudah ngaceng
terlompat keluar. Mereka hanya bisa berdecak kagum, menyaksikan ukuran kontolku.
"Panjang juga kontol
loe," komentar Paman.
Dengan nafsu, Paman
mengocok-ngocok kontolku. Kontol itu terasa hangat dan berdenyut di tangannya.
Air liur Paman hampir menetes keluar, ingin sekali menghisap kontolku.
"Gue hisepin yach,
Rob.." Tanpa menunggu persetujuanku, Paman langsung memasukkan kontol itu
ke dalam mulutnya.
"Mm.." Nampaknya Paman
belum pernah menghisap kontol seenak kontolku. Ekspresi kenikmatan jelas
tergambar di wajahnya yang tampan. Berbekal pengalaman menyepong kontol Kakek dan
Ayah, Paman langsung memberikan servis hebat pada kontolku. SLURP! SLURP!
Saya terhenyak saat merasakan
sensasi nikmat pada kontolku. Hangat dan basah. Lidah Paman menyapu-nyapu dan
membelai-belai kepala kontolku. Tenaga hisapan mulut Paman juga luar biasa.
Saya sampai mengerang-ngerang keenakkan. Tapi suaraku tertahan di dalam karena
ayahku masih saja menciumi bibirku.
"Mmpphh.. Mmpphh.."
Saya kini tak melawan lagi. Kuputuskan untuk mencoba berhomoseks. Dan ternyata,
sejauh ini, homoseks itu menyenangkan. Saya kemudian mencoba untuk menciumi
ayahku. Lidahku bergulat dengan lidahnya, sementara air liur kami berbaur.
Kakek hanya tersenyum mesum melihat kejadian itu.
"Mmpphh.. Mmpphh.."
Birahiku makin berkobar saat tangan Ayah meraba-raba dada bidangku. Sesekali
putingku dimain-mainkan, membuatku kehabisan napas. Hisapan pamanku juga
menambah sensasi nikmatku. Oohh.. Nikmatnya berhomoseks dengan keluarga sendiri.
Ayahku kemudian melepaskan ciumannya, dan langsung digantikan oleh Kakek.
Dengan bernafsu, Kakek memeluk
tubuhku sambil berkata, "Kakek sudah merindukan saat-saat ini, Robert.
Akhirnya, Kakek bisa berhomoan sama kamu."
Melihat tubuh kakekku yang masih
atletis itu, saya terangsang sekali. Tiba-tiba pantatku diremas-remas oleh
Kakek.
"Kamu masih perjaka. Tapi
setelah malam ini, kamu akan kehilangannya. Dan percayalah, kamu akan
ketagihan."
Saya hampir terpekik kaget saat
jari-jari Kakek tiba-tiba menusuk-nusuk lubang anusku. Rasanya agak sakit, tapi
juga nikmat.
"Oh, sempit sekali lubangmu,
Rob. Kakek pasti akan menikmatinya," bisik Kakek di telingaku.
Bibir Kakek lalu melekat pada
bibirku. Ciumannya maut sekali. Baik bibir maupun lidahnya, kedua mampu membangkitkan
birahiku. Bibirku disedot-sedot dan lidahku dijilat-jilat. Darimana Kakek
mendapatkan ilmu berciuman sedahsyat itu?
"Aahh.. Oohh..
Hhoohh..", desah Kakek sesekali.
Sementara Kakek sibuk menciumiku,
Ayah beralih ke Paman. Dengan bernafsu, Ayah memeluk tubuh telanjang Paman dari
belakang. Pamanku juga termasuk bibit unggul. Ketampanannya turunan dari gen
Kakek. Sejak kecil, Paman sudha dibiasakan Kakek untuk berolahraga sehingga
badan Paman juga tak mengecewakan. Dadanya bidang dan lebar, dengan dua puting
yang tegang melenting.
Dada Paman memang mulus sekali,
tapi di sekitar putingnya tumbuh buku-bulu halus. Paman hanya bisa
mendesah-desah saat Ayah meremas-remas dadanya dari belakang. Kontol Ayah
sejajar dengan lubang anus Paman, tapi Ayah belum mau menyodominya. Jelas
sekali ayahku sedang terangsang berat, sebab kontolnya bocor dengan precum.
Kontolku sendiri terus saja mengeluarkan precum, tak tahan disedot-sedot oleh
mulut Paman.
"Oohh.. Hhoosshh.. Hhohh..
Oohh.." desahku, jantungku berdegup kencang.
Sedotan Paman memang top.
Kurasakan pejuhku seakan-akan sedang dihisap keluar perlahan-lahan. Precum
mengalir makin banyak dari kontolku ke dalam mulut Paman.
"Hhoohh.. Aahh..
Oohh.." Tubuhku mendadak kaku saat orgasme akan menjelang. Keringatku
mengalir deras dari pori-poriku saat saya berjuang untuk menahan orgasmeku,
tapi saya tak bisa. Sebentar lagi saya akan ngecret!
"Oohh.. Saya mau.. Ooh..
Ngecret!!" Seusai mengucapkan kalimat itu, kontolku meledak. Pejuh yang
hangat dan lezat tumpah ruah ke dalam mulut Paman.
"Aargghh!! Oohh!! Aargghh!!
Oohh!!" Sekujur tubuhku yang telanjang bulat mengejang-ngejang. Kakek
memegangi tubuhku agar saya tidak terjatuh. Rasanya nikmat sekali ngecret di
dalam pelukan kakekku yang seksi itu. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!
Kakekku membelai-belai rambutku
seraya berbisik, "Ya, keluarkan saja semuanya, Rob.. Aahh.. Jangan
ditahan.. Aahh, yah, begitu. Ayo, tembakkan saja.. Oohh.. Kakek suka lihat
kontolmu ngecret. Oh.. Ngecret saja terus.. Aahh.. Yyeeaah.."
Tubuhku dipeluk erat-erat; saya
merasa aman dalam lindungan Kakek. Tubuhku terus saja mengejang dan bergetar
sampai tetes pejuh yang penghabisan.
"Oohh.. Enak kan? Kakek
bangga padamu, Robert.." Pipiku mendapatkan ciuman mesra dari Kakek
sementara saya bernapas tersengal-sengal. Orgasme tadi adalah orgasme terhebat
yang pernah kualami.
Kulihat Pamanku duduk bersila di
ranjang, tubuhnya pun bersimbah keringat. Paman nampak jauh lebih seksi saat
bertelanjang bulat. Noda-noda pejuhku tampak menghiasi bibir dan dagunya.
"Enak banget pejuh loe, Rob.
Gue suka banget.."
Entah dorongan dari mana,
tiba-tiba saya mendekati pamanku dan menghadiahkan sebuah ciuman di pipinya.
Ciuman yang sangat sarat dengan nafsu. Pamanku menyambutnya dengan penuh nafsu
juga. Kami berangkulan dan saling mencium. Ayah dan Kakek hanya memandang aksi
kami dengan senyuman lebar.
"Kini saatnya kamu untuk
diinisiasi, Robert", kata Ayahku saat Paman dan saya selesai berciuman.
Ayahku membimbingku turun dari
ranjang. Saya diposisikan telentang di atas lantai, dengan beberapa bantal
untuk menyangga pinggulku. Jantungku berdebar-debar, menanti saat-saat ketika
ayahku akan menyodomiku. Saya memang belum pernah menyaksikan film porno gay
ataupun foto-foto gay, tapi bisa kubayangkan betapa sakitnya disodomi dngan
kontol besar milik ayahku.
Saya merinding sedikit,
membayangkan derita yang harus kulalui. Tapi nafsu masih membungkusku; saya
ingin sekali disodomi. Lagipula, sudah tugasku sebagai anak yang patuh untuk
membahagiakan ayahku. Ayahku berlutut di sampingku, tangannya mengelus-ngelus
dadaku yang berkeringat.
"Aahh.. Oohh..
Hhoohh.." erangku saat ayahku memasukkan jarinya ke dalam anusku.
"Kamu masih ketat,"
komentar ayahku puas.
Selama beberapa menit, Ayah
menyodomiku dengan jarinya. Tujuannya agar saya terbiasa. Mula-mula, memang
terasa sangat tidak nyaman. Terbaring di lantai yang dingin, saya hanya bisa
mengerang-erang, merasakan jari ayahku menghajar anusku. Semakin lama, ritme
ngentotnya menjadi cepat. Napasku tersengal-sengal, menikmati sodokan jarinya
itu.
"Kamu akan membuat Ayah
senang dengan pantatmu, Rob. Ayah cinta padamu", sambung ayahku sambil
mendaratkan sebuah kecupan manis di keningku.
Napasnya yang berat dan menderu
terdengar keras di telingaku. Ayah terus menyodomiku dengan jarinya sambil
tersenyum mesum padaku.
"Kamu pasti akan suka dengan
kontol Ayah, Robert.." Ayah sengaja menggoyang-goyangkan kontol ngacengnya
di dekatku. Mataku bergerak mengikuti gerakan kontolnya.
Kontol Ayah memang indah. Tegak,
tinggi menjulang, bersunat, dengan kepala berbentuk seperti helm baja. Precum
telah membuat kepala kontolnya berkilauan, tertimpa cahaya lampu. Kontol itu
berdenyut-denyut, nampak hidup. Penampilan kontol itu begitu memukau sehingga
aku merasa bahwa aku harus memegangnya. Tanganku agak bergetar saat saya
mencoba untuk menjamah kontol itu.
Namun saat kontol hangat itu
berada di dalam genggaman tanganku, saya merasa tenang dan bahagia. Kontol itu
akan memberi kebahagiaan padaku. Ayahku hanya tersenyum padaku, menyaksikan
betapa saya menyukai kontolnya. Pelan-pelan, saya mencoba untuk mengocok-ngocok
kontol ayahku. Nampak bahwa ayahku menikmatinya sekali sehingga dia tak
henti-hentinya mengerang.., "Oohh.. Aahh.. Hhoohh.."
Kakek dan Paman segera bergabung
dengan kami. Kakek, berlutut, memposisikan kontolnya di dekat kepalaku
sementara Paman duduk di dekat kontolku. Saya yang sedang terbaring merasa
semakin terangsang. Tiga orang pria bibit unggul yang notabene adalah keluarga
kandungku sendiri akan menghomoiku ramai-ramai.
Kakek berkata, "Robert, kamu
akan disodomi ramai-ramai secara bergantian. Ayahmu akan melakukannya terlebih
dahulu karena kamu lahir dari spermanya. Setelah itu, Kakek dan Paman akan
menyodomimu. Kami bertiga akan ngecret di dalam tubuhmu. Sperma kami akan
menyatu dengan tubuhmu dan selamanya kamu akan selalu ketagihan untuk menjadi
seorang homoseksual. Apakah kamu siap, cucuku?"
Tak ada lagi keraguan di hatiku,
saya siap diinisiasi menjadi seorang homoseksual. Anggukanku sudah cukup untuk
menjadi sebuah jawaban ya.
"Aarrgghh.." erangku
saat Ayah mencabut jarinya.
Untuk sesaat, saya merasa kosong
dan hampa, rindu akan kehangatan jarinya. Kulihat ayahku mulai mengambil
posisi. Kedua kakiku diangkat tinggi dan ditaruh di atas pundaknya yang kokoh.
Anusku terekspos, berdenyut-denyut menanti kontol ayahku. Agar mudah mengentot,
ayahku memutuskan untuk duduk di lantai. Badanku lalu ditarik ke arahnya.
"Oohh.." desahku saat
kepala kontolnya menyentuh anusku. Kekerasan batang kontolnya terasa sekali,
seperti batang baja.
"Aahh.." desahku lagi
saat kubayangkan kontol itu menembus masuk ke dalam tubuhku.
"Anakku, Ayah masuk, yach?
Tahan saja sakitnya. Nanti juga akan terasa nikmat sekali, kok.."
Mata ayahku menyala-nyala dengan
kobaran api birahi. Air liurnya hampir menetes keluar saat dia melihat tubuhku
yang seksi telentang bugil di hadapannya. Ketika Ayah mulai mendorong
kontolnya, saya hanya dapat menahan napas sambil melingkarkan kakiku kuat-kuat
di lehernya, bersiap untuk menahan rasa sakit.
"Oohh.. Pantatmu sempit
banget, Rob.. Hhoohh.." erang ayahku, wajahnya meringis menahan nikmat.
"Hhoohh.. Aahh.."
erangku saat lubang anusku dipaksa masuk oleh kontol ayahku.
Lubang yang sempit itu
pelan-pelan membuka akibat sodokan kontol itu. Semakin lebar anusku terbuka,
semakin sakit rasanya. Rasa sakit itu datang karena pergesekkan antara kontol
ayahku dan anusku yang sama sekali tak berpelumas.
"Aarrgghh.. Sakit, Yah..
Oohh.. Perih.. Aahh.." rintihku, air mataku berlinang. Rasanya seperti
sedang dibelah dua oleh kontol itu.
"Aarrgghh.."
"Tahan, Nak. Rasa sakit itu
akan hilang," hibur Paman, mengelus-ngelus dadaku.
"Paman dulu juga begitu.
Tahan saja dan kamu akan terbiasa.."
Tangannya sengaja bergerak ke
kontolku yang masih ngaceng. Kemudian, kontolku dikocok-kocok agar saya merasa
nikmat. Meskipun Paman terdengar bersimpati padaku, namun wajahnya nampak
sangat bergairah melihat kesakitan yang kuderita. Seakan-akan, semakin saya
mengerang kesakitan, semakin terangsang pamanku. Dari sudut mataku, kulihat
kontol Paman berdenyut sambil melelehkan precum. Kakek juga menghiburku..
"Jangan dilawan. Buka anusmu
dan biarkan ayahmu memasuki tubuhmu, Robert," sarannya.
Tangannya yang kasar meraba-raba
wajahku, kontol ngacengnya bergoyang-goyang tepat di atas wajahku. Untaian
precum menetes dari lubang kontol kakek dan jatuh menempel ke atas wajahku.
"Hisap kontol Kakek saja,
yach."
Sebelum saya sempat berkata
apa-apa, kontol Kakek sudah masuk ke dalam mulutku yang menganga. Rasanya aneh
tapi saya tak sempat memikirkannya sebab saya sedang sibuk menahan sakit di
anusku. Kakek tidak memaksaku untuk segera menghisap kontolnya, dia cukup puas
hanya dengan menitipkan kontolnya ke dalam mulutku yang hangat dan basah.
"Hhoohh.." desahnya,
memilin-milin putingnya sendiri.
"Aarrgghh.." erangku
lagi saat kepala kontol ayahku masuk sedikit lagi.
"Oohh.." Ayah nampak
bersemangat sekali. Anus sempitku menjadi tantangan yang luar biasa baginya.
Dan tiba-tiba, kepala kontol itu akhirnya bisa masuk seluruhnya.
"Aarrgghh.." erangku,
bibir anusku menjepit batang kontolnya.
Ayahku sengaja mendiamkan
kontolnya selama beberapa saat supaya saya terbiasa. Napasku agak
tersengal-sengal, keringat kembali bercucuran.
Sambil membelai wajahku, dia
berkata, "Ayah bangga padamu, Rob. Sekarang, Ayah genjot yach."
Kupandangi wajah ayahku dengan
mata berkaca-kaca. Mendengar betapa bangganya ayahku terhadapku membuatku
terharu.
"Ayah, genjot saja. Saya
siap, kok. Saya ingin memuaskan, membahagiakan, dan mencintai Ayah.."
Dan dengan itu, Ayah mulai
menggenjot pantatku. Kurasakan batang kejantanannya itu bergerak keluar masuk.
Mula-mula terasa sakit sekali karena bibir anusku teriritasi. Rasa perih
seperti terbakar menyiksa anusku.
"Aarrgghh.. Oohh..
Aarrgghh.." erangku, sedikit menggeliat-geliat.
Pamanku langsung siap untuk
menolongku. Dengan sigap, kontolku langsung ditelannya. Hisapan Paman memang
laur biasa. Rasa nikmat yang diberikan oleh lidahnya dan bibirnya membuatku
lupa akan rasa sakitku. Kontolku berdenyut-denyut, membocorkan precum ke dalam
mulut Paman. SLURP! SLURP! Suara hisapannya terdengar keras. Mau tak mau, saya
mengerang-ngerang kenikmatan, lupa akan rasa perih di anusku.
"Aarrgghh.. Aarrgghh..
Oohh.." erang Ayah, merem-melek.
Otot-otot tubuhnya berkontraksi
seiring dengan ritme ngentotnya. Bisepnya menguat dan dadanya menegang.
Otot-otot perutnya nampak lebih kotak-kotak dari biasanya. Keringat yang
membasahi tubuhnya itu menambah rangsangan visual, membuatku kehabisan napas.
Ayah berusaha menggenjot tubuhku dengan ritme yang cepat. Anusku mulai
melonggar, terbiasa dengan besarnya kontol ayahku itu. Namun rasa perih dan
terbakar itu masih tetap ada.
"Aarrgghh.. Sempit sekali
kamu.. Oohh.. Ayah mau ngentot sama kamu, Rob.. Aarrgghh.. Tiap hari.. Oohh..
Kamu suka kontol kan? Aarrgghh.. Rasakan kontol Ayah.. Oohh.." Agar bisa
berbicara, saya mengeluarkan kontol Kakek dari mulutku.
"Aarrgghh.. Oohh.. Enak
banget, Yah.. Aarrgghh.. Ngentotin saya terus.. Oohh.. Jangan stop.. Aarrgghh..
Saya butuh kontol.. Aarrgghh.. Kontol Ayah.. Oohh.."
Tubuhku terguncang-guncang,
disodomi ayahku kuat-kuat. Dan perlahan, sensasi baru timbul dalam diriku. Rssa
nikmat membungkus tubuhku setiap kali kontol Ayah menghantam sesuatu di dalam
tubuhku. Tubuhku bergetar sedikit dan merinding karena rasa nikmat yang luar
biasa itu. Dan kenikmatan itu berlangsung terus-menerus, setiap kali kontol
Ayah menghajar anusku.
"Aarrgghh.. Oohh..
Aarrgghh.." Tubuhku agak mengejang dan Ayah tahu apa yang saya rasakan.
Maka dia semakin keras menyodomiku.
"Aargghh!! Fuck! Oohh!!
Ngentot! Aarrgghh!!"
Kakek hanya bisa mengocok-ngocok
kontolnya saja, menyaksikan adegan mesum di depannya. Ingin bergabung, Kakek
kembali menyodorkan kontolnya padaku.
Kali ini dia berkata, "Sedot
kontol Kakek. Isap yang kuat, jilat kepalanya, dan buat Kakek ngecret.."
Tanpa mengeluh, saya menerima
kontol itu kembali di dalam mulutku. Kali ini, terasa sedikit asin. Oh, rupanya
Kakek sudah mengeluarkan precum. Asin, tapi enak juga. Saya memang belum pernah
menghisap kontol, tapi saya berusaha mencontoh apa yang dilakukan Paman pada
kontolku.
"Aahh.." desah Kakek
saat lidahku menggelitik-gelitik bagian bawah kepala kontolnya.
Selanjutnya, kukerahkan tenagaku
untuk menghisap batang kontol itu. Kubayangkan bahwa kontol itu adalah sebuah
sedotan raksasa. Hisapanku membuat mata Kakek merem-melek. Desahan demi desahan
terus dikeluarkannya.
"Aahh.. Hhoohh..
Oohh.."
Saya sendiri ingin mendesah tapi
desahanku tertahan oleh kontol Kakek. Rasa nikmat yang teramat sangat
menyelubungi tubuhku. Kontolku sedang dihisap Paman, pantatku sedang dingentot
Ayah, dan saya sendiri sedang sibuk menghisap kontol Kakek. Tiga kenikmatan
sekaligus.
"Mmpphh.. Mmpphh..
Mmpphh.." Hanya itu yang dapat kusuarakan.
Walaupun tadi saya sudah ngecret,
namun saya ingin ngecret kembali. Kontolku berdenyut lebih cepat saat orgasmeku
mendekat. Paman makin bersemangat menyedotku, tahu bahwa saya akan ngecret
lagi. Oh, dapat kurasakan orgasmeku mendekat lagi.. Aahh.. Yyeaahh.. Tapi,
tiba-tiba Paman berhenti menyepong kontolku. Saya tentu saja kecewa sekali.
"Oohh.. Kakek mau keluar..
Oohh.." Dan kemudian tubuh seksi Kakek bergetar hebat, mengejang-ngejang.
Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!
Pejuh Kakek membanjir keluar, masuk ke dalam mulutku. Itu pertama kalinya saya
mencicipi pejuh. Rasanya memang agak aneh dan pahit, tapi makin banyak yang
kutelan, pejuh itu makin terasa enak. Mm.. Kujilati kepala kontol Kakek
sementara dia mengerangkan orgasmenya.
"Aargghh!! Aarrgghh!!
Uugghh!!"
Kakek yang sudah puas berorgasme
memainkan-mainkan kontolnya di mukaku. Pejuhnya habis kujilat. Sodokan-sodokan
bertenaga dari kontol Ayah membangkitkan dorongan orgasme sehingga saya merasa
bahwa saya bisa ngecret tanpa dicoli.
"Aahh.. Oohh.. Aarrgghh..
Ayah.. Saya sampai.. Oohh.." Saya menggeliat-geliat tapi Ayah memegangi
pinggangku kuat-kuat.
"Oohh.. Keluarkan saja,
nak.. Aahh.. Ngecret saja lagi.. Oohh.." desak Ayah sambil tetap
menyodomiku. Kedua tangannya lalu pindah ke bagian dadaku, meremas-remasnya
seperti adonan. Rasanya nikmat sekali, membuatku makin ingin mengerang.
Sementara itu, dorongan orgasmeku
semakin besar. Kurasakan kontolku makin menegang dan basah. Genangan precum
timbul di pusarku, hasil tetesan kontolku. Akibat sodokan kontol Ayah, genangan
itu tumpah ke lantai, menuruni sisi perutku.
"Aahh.. Ayah.. Oohh..
Ayah.."
Sambil menahan laju orgasmeku,
kupandangi wajah ayahku yang ganteng itu, dan dia mengangguk. Dengan itu,
kulepaskan orgasmeku.
"Aarrgghh..!! Oohh..!!
Aargghh..!! Oohh..!!"
Semburan kontolku masih terasa
kuat walaupun saya barusan sudah ngecret. Ccrrott!! Ccrroott!! Ccrroott!!
Perutku yang agak kotak-kotak berkontraksi hebat, terasa kaku dan ngilu untuk
beberapa saat. Saya mengerang, mendesah, menggeram sementara kontolku terus
saja menyemportkan pejuh ke atas tubuhku. Kakek dan Paman menyorakiku,
memberiku dorongan untuk ngecret lebih banyak lagi.
"Aahh.." desahku saat
kontolku lemas, tak berdaya lagi.
Melihatku berogasme, Ayah
terdorong untuk memuncratkan pejuhnya ke dalam tubuhku. Anusku
berdenyut-denyut, memerah kontol Ayah. Saya ingin Ayah segera ngecret di dalam
tubuhku. Saya ingin bersatu dengan Ayah selamanya.
"Aargrghh.. Rob.. Ayah mau
ngecret.. Oohh.. Terima pejuh Ayah.. Aahh.."
Muka Ayah diwarnai dengan
ekspresi kenikmatan; kedua matanya terpejam menahan orgasme yang akan segera
menguasainya. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Kepala kontol Ayah
berdenyut-denyut dengan liar.
"Aarrgghh!! Oohh!! Aahh!!
Uugghh!!"
Banjir pejuh menyerang perutku.
Cairan panas ditembakkan jauh ke dalam ususku, terasa panas membara. Kurasakan
sperma Ayah saling berebut untuk berenang lebih dalam ke dalam perutku. Tubuhku
mulai menyerap sperma-sperma itu, sebagian masuk ke aliran darahku dan
berenang-renang. Ayah dan saya telah menyatu. Memikirkan benihnya berada di
dalamku membuatku terangsang lagi.
Ayah menarik kontolnya keluar
dari pantatku. Napasnya memburu dan tersengal-sengal, tubuhnya basah
bermandikan keringat. Ayah lalu menjatuhkan tubuhnya ke arahku, memelukku
dengan erat. Ciumannya menghujani wajahku. Saya menyambut ciumannya dengan
antusias. Kurasakan tubuhnya yang kuat dan berotot begitu dekat denganku.
"Rob, Ayah bangga denganmu.
Kamu dan Ayah kini sudah menyatu, Rob. Sperma Ayah ada di dalam perutmu, sperma
yang dulu menciptakanmu. Oh, Robert, Ayah sayang sekali padamu.."
"Saya juga mau mencoba
ketatnya pantat cucuku," protes Kakek, karena dari tadi dia belum mendapat
giliran. Maka Ayah pun dengan senang hati menyingkir.
Belum sempat saya memulihkan
tenagaku, saya sudah digulingkan ke samping. Dengan posisi tertelungkup di atas
lantai yang dingin, saya bersiap-siap untuk menerima kontol Kakek yang besar.
Kulihat Paman mendekati Ayah yang masih terengah-engah. Mereka berdua saling
berpelukkan dan berciuman dengan sangat sensual. Pelan-pelan, kontolku yang
terperangkap di antara tubuhku dan lantai mulai mengeras lagi. Kemudian
kurasakan Kakek menaiki tubuhku. Badannya terasa agak berat karena masih kuat
dan agak berotot.
"Aarrgghh.." erangku
saat kepala kontol Kakek mulai menyeruak masuk ke dalam anusku yang sudah mulai
longgar. BLES..
"Oohh.. Yyeaahh.."
desahku, seperti seorang pria murahan.
"Oorrghh.. Sempit banget,
Rob.. Oohh.." erang Kakek sambil terus mendorong kontolnya hingga akhirnya
masuk semua.
Pangkal kontolnya bersentuhan
dengan belahan pantatku. Saya merasa penuh sekali. Pejuh Ayah sangat membantu
penetrasi Kakek sehingga saya tidak merasa terlalu kesakitan. Anusku juga sudah
mulai bisa beradaptasi, menerima kontol. Sengaja kukencangkan anusku agar
kontol Kakek terperas. Erangan keras Kakek mengatakan semuanya; dia memang
sangat menikmatinya.
"Oohh.. Sudah lama Kakek
ingin ngentot sama kamu, Rob.."
Saya sama sekali tak keberatan dengan
kata 'ngentot' yang diucapkan Kakek; malah jadi semakin terangsang. Saat kontol
Kakek mulai mengerjai anusku, saya hanya bisa mengerang-ngerang keenakkan.
Sekali lagi, prostatku dirangsang. Kembali, sensasi nikmat menyelubungi
tubuhku.
"Aarrgghh.. Kek.. Genjot
terus.. Oohh.. Enak banget.. Uugghh.. Ngentot.. Oohh.. Fuck me..
Aarrgghh.." Saya terus menyemangati Kakek agar mengentotku lebih keras
lagi. Usahaku berhasil karena Kakek mempercepat genjotannya. Kubayangkan
seolah-olah saya dapat melihat anusku sendiri yang sedang dihajar oleh kontol
Kakek. Oh, sungguh merangsang..
"Aarrgghh.. Aarrgghh.."
Precum mengalir lagi dari kontolku yang berlumuran pejuh.
Lantai di bawahku terasa semakin
licin, diolesi cairan kelaki-lakianku. Tubuhku digenjot habis-habisan oleh
Kakek. Sesekali Kakek menekan tubuhku terlalu keras sampai-sampai saya merasa
kehabisan napas. Tapi saya suka dengan permainan seks Kakek yang beringas.
Kakek memang tua-tua keladi, makin tua makin menjadi. Tak kusangka Kakek bisa
sejantan itu dalam hal ngentot.
Di depanku, Ayah dan Paman
menjadi semakin bergairah. Paman dari tadi belum ngecret, sehingga kontolnya
banjir precum. Tubuh seksi Paman mengkilat karena keringat, otot-ototnya nampak
semakin besar karena efek kilatan itu. Ayah menggenggam kontol Paman dan
mengocok-ngocoknya sementara Paman menciumi badan Ayah. Melihat Ayah dan Paman
bermesraan seperti itu membuatku keblingsatan dengan nafsu, karena mereka
berdua adalah pria paling seksi di muka bumi ini. Jika mereka tinggal di
Amerika, tak diragukan, mereka pasti bisa ngetop sebagai bintang porno
homoseksual. Kontol Ayah mulai mengencang walaupun tadi sudah capek menghajar
pantatku.
"Oohh.. entot pantatku,
Irwan.. Aahh.. Kakakmu butuh bantuanmu.. Aarrgghh.." Paman mencoba segala
upaya agar Ayah kembali terangsang dan sudi mengentotnya. Tak kusangka Paman
suka dientot juga, padahal tampangnya macho sekali.
Ayah dari tadi memperhatikan ekspresi
wajahku yang nampak kebingungan, maka tanpa ditanya, Ayah langsung menjelaskan.
"Pamanmu ini memang suka
dientot, Rob. Tapi hal itu tidak mengurangi kejantanannya. Dan Ayah yakin, kamu
juga tidak mau dianggap lemah dan kurang jantan hanya karena kamu suka dientot,
bukan?" Wajahku memerah, omongan Ayah memang benar dan masuk akal.
"Pria sejati memang
seharusnya mau mengentot dan juga mau dingentot. Itu namanya saling memberi dan
saling menerima. Kapan-kapan, kamu juga boleh ngentotin pantat pamanmu ini. Dan
Ayah juga pasti mau mencoba kontolmu di pantat Ayah. Sudah lama Ayah tidak
disodomi. Sekarang, kamu nikmati saja kontol Kakek, sementara Ayah mau
ngentotin pamanmu."
Paman tersenyum mesum saat Ayah
menepuk pantatnya. Itu adalah kode agar Paman segera mengambil posisi nungging.
Dengan patuh, Paman ber-doggy-style di atas lantai, tepat di depanku. Wajah
kami saling berhadapan sehingga saya akan dapat menyaksikan ekspresi nikmatnya
saat dia disodomi oleh Ayah.
"Oohh.." erangnya saat
bibir anusnya terbuka dan dipaksa untuk menelan kontol Ayah.
Dengan mudah, kontol itu masuk
seluruhnya. Tidak heran berhubung Paman sudah sering disodomi Ayah dan Kakek
sejak dia masih seusiaku.
"Aarrgghh.." Wajah
Paman menyeringai seperti orang kesakitan. Tapi bukan rasa sakit yang sedang
mendera tubuhnya, melainkan rasa nikmat yang amat teramat sangat, tak
terlukiskan.
"Oohh.. Kontolmu besar
sekali, Irwan.. Oohh.."
"Uugghh.. Tapi Kakak suka
kan?" tanya Ayah, sengaja menyodokkan kontolnya lebih keras agar Paman
bisa merasakannya.
Erangan-erangan nikmat dari kami
berempat memenuhi kamarku. Suasana mulai terasa pengap karena panasnya
permainan seks kami. Tubuh kami berempat bersimbah keringat, precum, dan pejuh.
Pandanganku mulai kabur karena bulu mataku basah dengan keringat. Tak terasa
sudah hampir lima belas menit, saya dan Paman dientot. Paman nampak sangat
bergairah akibat sodokan kontol Ayah, dan terus saja menyemangati Ayah.
"Ayo Irwan.. Oohh.. Fuck my
ass.. Aarrgghh.. Fuck.. Oohh.. Lebih dalam.. Aarrggh.. Yyeaahh.. Oohh.. Enak
banget.. Aarrgghh.. Oohh.."
Ayah juga mengentot Paman lebih
keras, seperti sedang mengendarai seekor kuda. Paman sampai berteriak-teriak
karena nikmat.
"Aarrgghh!!"
Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!
Tanpa menyentuh kontolnya, Paman ngecret.
Banyak sekali pejuh yang
tertumpah dari kontol ngacengnya. Pejuh Paman menyemprot keluar dan jauh ke
depan. Beberapa kali malah muncrat di wajahku. Buru-buru kubuka mulutku
lebar-lebar agar pejuh paman bisa mendarat di dalam mulutku. Ah, enak sekali.
Sisa pejuh yang menempel di sekitar bibirku kujilat habis. Rasanya agak pahit,
tapi tetap enak dan nikmat karena dihasilkan dari kontol.
Paman langsung roboh ke atas
lantai, ditimpa oleh Ayah. Meskipun Ayah belum ngecret, dia memutuskan untuk
berhenti mengentot Paman karena nafsu Paman sudah terpuaskan. Kakek semakin
terangsang melihat Paman ngecret, dan hal itu memicunya untuk ngecret juga.
"Oohh!! Aarrgghh!! Oohh!!
Aahh!!"
Kontolnya bergerak keluar masuk
lubang pantatku sambil terus menyemburkan pejuh panas. Ccreett!! Ccrroott!!
Ccrroott!!
"Uugghh!! Oohh!!" desah
Kakek saat kontolnya tercabut keluar. Namun Kakek masih belum selesai ngecret
maka dia asal-asalan menyodokan kontolnya ke dalam belahan pantatku. Kontolnya
memang tidak masuk kembali ke dalam anusku, namun belahan pantatku sudah cukup
menstimulasinya sehingga Kakek puas. Saya terbaring lemas di atas lantai yang
berlumuran pejuh dan precumku. Kontol Kakek memang luar biasa, namun saya
terlalu capek untuk ngecret.
Kakek mencium bibirku sebentar
lalu bangkit berdiri. Kontolnya bergoyang-goyang sambil menodai lantai dengan
sisa pejuh saat Kakek berjalan keluar. Ayah segera bangun dan mengikuti Kakek.
Nampaknya mereka memang sengaja meninggalkanku berduaan saja dengan pamanku.
Paman memandangiku dengan pandangan mesumnya seakan bertanya 'Masih mau
dientot?'.
Meskipun saya sudah lemas, namun
saya tetap merindukan sensasi nikmat akibat dientot. Maka kuanggukkan kepala
sambil tersenyum malu. Pamanku langsung bangkit berdiri dan menghampiriku.
Kontolnya mulai menegang lagi, membayangkan nikmatnya mengentot denganku.
Kupandangi kontolnya dengan tatapan penuh harap, ingin mencoba rasanya.
Dengan kekuatannya, Paman
memapahku dan membaringkanku di atas ranjangku. Saya merasa seperti pacarnya
saja. Dengan lembut dan mesra, Paman mencumbuiku. Bibirku dicium-cium sementara
lidahnya menyelinap masuk. Kedua tangannya memeras-meras dadaku yang bidang.
Putingku tak luput dimain-mainkan olehnya.
"Hhoohh.. Hhoohhsshh..
Oohh.." desahku, birahi mulai bangkit. Bersamaan dengan itu, kontolku
bangun dan mulai berdenyut-denyut kembali.
Kupeluk tubuh pamanku dan kubalas
ciumannya. Kami berguling-guling di atas ranjang seperti pasangan pengantin
baru. Kutatap mata Paman dan kulihat gelora nafsu di dalam sana. Paman ingin
bercinta denganku. Seperti layaknya seorang kekasih, Paman mengambil tangan
kananku dan kemudian menciumnya seraya bertanya..
"Robert sayang, boleh nggak
Paman bercinta denganmu?" Saya mengangguk-ngangguk, antusias.
"Boleh, Paman. Robert
bersedia disodomi Paman."
"Keponakanku yang
tersayang," ucap Paman seraya menciumiku lagi.
Kedua kakiku dilebarkan agar
anusku terbuka. Lubang pantatku memang sudah mulai kelihatan longgar. Bibir
anusku agak bengkak sedikit akibat penetrasi Ayah. Noda-noda pejuh masih tampak
di sekitar anusku, sebagian mulai mengering dan menjadi kerak.
"Ah, Paman terangsang
melihat anusmu, Rob. Paman masukin yach?" Dan saya kembali mengangguk.
Dengan posisi berlutut, Paman mencoba untuk memasukiku.
"Aargrghh.." erangnya.
"Oohh.. Sempit banget, Rob..
Hhoohh.."
Sambil menggeram kecil, Paman
mendorong kontolnya dan.. PLOP! Kepala kontolnya sudah masuk. Anusku mulai
berdenyut-denyut penuh gairah, tak sabar untuk segera disodomi Paman.
"Aarrgghh.. Yyeaahh..
Paman.. Nikmat sekali.. Oohh.. Ayo, Paman.. Robert udah nggak tahan lagi..
Oohh.. Saya mau dingentot.. Oohh.. Paman.." desahku, menggapai-gapai tubuh
Paman.
Ah, seksi sekali melihat tubuhnya
sambil berbaring. Sejak dulu, saya memang suka sekali dengan Paman. Tak pernah
terpikirkan bahwa saya akan sedekat ini dengan Paman dan bahkan disodominya.
"Aarrgghh.. Oohh
yeeaahh.." Sengaja kulingkarkan kedua kakiku di pinggang Paman dan
menariknya mendekati tubuhku. Paman menurut saja. Dengan demikian, dia bisa
mengentot dan sekaligus menciumku.
Tetesan keringat Paman jatuh ke
atas tubuhku. Tubuhku sendiri kembali berkeringat. Kontol Paman sama enaknya
dengan kontol Ayah dan Kakek, besar dan panjang. Prostatku kembali menjadi
bulan-bulanan, disodok-sodok. Orgasmeku mulai meningkat, sedikit demi sedikit.
Kuremas dada Paman dan kupelintir-pelintir putingnya. Pamanku keblingsatan dan
makin bergairah. Sodokannya terasa menguat dan desahan napasnya semakin
memburu.
"Oohh.. Rob, Paman mau
ngecret.. Hhohh.. Bersiaplah.. Aarrgghh.."
Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!
Kontol Pamanku berdenyut-denyut, menyemprotkan cairan kejantanannya. Pejuhnya
tersemprot masuk, bercampur dengan pejuh Ayah dan Kakek.
"Aarrgh!! Aarrgghh!!
Aarrgghh!!" Tubuhnya bergetar dan berguncang-guncang seperti banteng
ngamuk. Cengkeramannya menguat saat orgasme sedang menguasainya.
"Oohh!! Uugghh!!
Aarrgghh!!" Saat kontolnya selesai berejakulasi, Paman lemas dan
menjatuhkan tubuhnya di sampingku. Dia terengah-engah sambil memandangku.
Berbaring telanjang bulat di
samping Paman yang sudah kuidolakan sejak kecil membuatku tak tahan untuk tidak
ngecret. Segera kukocok-kocok kontolku yang sudah tegang dan basah. Bekas
pejuhku membuat kocokanku makin licin dan enak.
"Oohh.. Hhoohh..
Hhoosshh.."
Terus dan terus kukocok kontolku.
Paman merangsangku dengan memain-mainkan dadaku, sambil membisikkan kata-kata
yang merangsang.
"Oohh.. Paman.. Mau sampai..
Aarrgghh.. Paman.. Oohh.. I love you.. Aarrgghh.."
Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!
Seluruh otot tubuhku berkontraksi hebat saat pejuhku dimuntahkan keluar. Ini
adalah ejakulasiku yang ketiga dan benar-benar nikmat, meskipun semburannya
agak lemah dibanding ejakulasi pertama.
"Aargghh!! Uuggh!!
Hhoohh!!" Berkali-kali, pejuh kumuntahkan lagi dan lagi dan lagi.. Sampai
akhirnya berhenti sama sekali. Paman melingkarkan tangannya di bahuku dan
menciumiku dengan mesra. Kubalas ciumannya sambil memeluk tubuhnya.
"Oohh.. Keponakanku, i love
you" bisik Paman.
"I love you too,
Uncle", balasku.
*****
Menurut pandangan umum, terutama
dari kaum wanita, bahwa pria akan langsung tidur setelah seks mungkin benar,
karena Paman dan saya langsung ketiduran. Seks tadi benar-benar melelahkan,
tapi nikmat sekali.
Sejak saat itu, hidupku berubah
menjadi lebih baik. Ayah, Paman, dan Kakek berhasil membangunkan sisi
homoseksualitasku yang sudah tertidur lama. Kini saya lahir kembali sebagai
seorang pria homoseksual dan saya tidak menyesalinya. Setiap hari, kami
berempat saling mengentot dan memuncratkan pejuh. Saya bahagia menjadi bagian
dari keluarga ini, keluarga Budiman.
Tamat