Page Tab Header

Friday, July 24, 2015

Gelar Lomba Pancho

Gelar Lomba Pancho



Pertama kali aku melihat Jack saat berenang pagi hari. Badannya begitu proporsional, tinggi 185 cm berat sekitar 80 kg. Dadanya begitu terisi, lengan bisep dan trisepnya begitu ranum segar juga enam kotak yang begitu jelas, bahkan saat dia sedang duduk. Mataku tidak lepas memandang tubuh itu sewaktu dia naik dari kolam renang dan menuju tempat bilas. Kebetulan terbuka dan menghadap ke kolam renang. Aku berusaha melihat sedekat mungkin.

Balutan segitiga ketat itu mengingatkanku pada film Baywatch yang terkenal itu. Meskipun dia bukan bule namun hampir tiada beda dengan salah satu pemeran penjaga pantai itu. Badannya aku nilai sempurna. Sebenarnya aku malu kalau-kalau teman renang lain melihat aku sedang memelototi seorang cowok. Aku adalah pria sejati, tapi aku iri dengan badannya, aku ingin memilikinya.

Namaku Koko, umur 27 th, sudah memiliki seorang tunangan cewek dan tahun depan kami berencana menikah. Aku memang rutin berenang, bahkan kami memiliki semacam gang di kolam renang. Semenjak kecil aku mendambakan badan besar namun karena pekerjaan dan waktu sehingga aku belum sempat ke gym hingga saat ini. Meskipun berenang namun badanku tidak terbentuk juga. Bulan ini aku bertekad untuk rutin ke fitnes centre, seminggu dua kali.

*****

Meski aku kali ketiga ke gym DINO tapi aku belum cukup mengenal semua yang ada di situ. Gym ini memang cukup ramai baik yang baru maupun yang lama. Fasilitasnya cukup lengkap meskipun tidak bisa dibilang baru, tapi yang menarik adalah harganya yang cukup miring. Apalagi bagi pemula yang mencoba dan belum tentu serius. Ada beberapa teman yang baik mau mengajariku untuk menggunakan semua alat yang ada disitu.

Jantungku berdebar lebih kencang bukan karena habis melakukan treadmill tapi karena cowok yang di kolam renang itu juga ternyata fitnes di tempat ini. Ya, si Jack fitness di sini juga. Apalagi sekarang menggunakan kaus fitnes yang ketat menonjolkan otot dadanya dan memamerkan hasil angkatan barbel pada lengannya. Otot-otot itu begitu terbentuk. Itu baru atasnya belum bagian bawahnya.

"Baru di sini, Mas?" tanya Jack pertama kali saat kami mulai perkenalan itu.

Semenjak itu aku berlatih di bawah bimbingan Jack dan sebagai balasannya aku sering mentraktir dia makan bakso atau yang lain setelah latihan. Jadwalku aku rubah agar sesuai dengan jadwal Jack. Kami semakin akrab tapi yang aneh justru nafsuku sama dia agak berkurang, karena aku anggap kami bersahabat. Bahkan di luar latihan pun kami mulai sering berkunjung.

*****

Tiga bulan semenjak pertemuan pertama kami sudah benar-benar menjadi sahabat. Hobi kami hampir sama yaitu berpetualang, kapan-kapan aku akan ceritakan petualangan yang seru bersama Jack. Hanya berdua saja tersesat selama sepuluh hari. Persahabatan kami adalah seperti pada umumnya persahabatan. Bukan kekasih! Jack adalah pria normal juga, hanya saja dia agak pemalu terhadap wanita. Umurnya masih 26, satu tahun lebih muda dariku.

Aku berterimakasih pada Jack karena hasil kerja selama ini sudah mulai terlihat. Aku semakin PeDe saja. Aku mulai suka mengenakan kaus ketat, badanku sudah lebih besar. Di gym aku juga sudah tidak ragu lagi mengenakan kaus singlet atau celana ketat. Beratku naik dari 60 kg jadi 67 kg, meski demikian perutku tidak membesar karena semua cadangan lemak sudah diubah jadi massa otot, baik di dada, lengan maupun paha.

Malam ini gym kami mendapat kesempatan untuk jadi penonton di gelar lomba panco yang diadakan salah satu televisi swasta. Setelah makan malam kami sudah berkumpul di studio, padahal acaranya baru akan ditayangkan secara langsung mulai jam 23.30 WIB. Berarti tayangan bukan untuk anak-anak, seperti cerita ini juga. Malam itu mataku begitu fresh, selain melihat penyiar yang segar-segar baik cowok maupun cewek, di sekitarku juga banyak orang-orang berotot. Baik peserta maupun penonton berotot meski banyak yang pakai jaket tebal oleh dinginnya AC di studio. Terus terang beberapa kali aku konak karena melihat seksinya otot-otot orang-orang itu. Aku tidak sadar kalau Jack ternyata mengamati aku selama itu.

Pukul 1 dini hari kami baru kembali dari makan roti bakar di depan studio TV. Malam setelah gelar lomba panco itulah kisah ini dimulai.

"Ko, aku tidur tempat elo aja ya.. Aku takut ganggu orang rumah."

Aku angguk setuju aja. Tapi seperti kalian juga, pikiran kotorku langsung jalan. Selama perjalanan aku kurang konsen menyetir. Aku hanya tersenyum saat Jack menawarkan untuk menyetir motor menggantikanku.

Sesampai di rumah aku langsung menyetandar motor dan dengan hati-hati dan hampir tanpa suara kami masuk kamar. Aku lelah dan ngantuk sekali, terus terang aku memang tidak biasa tidur malam. Lain dengan Jack yang masih terlihat segar. Aku buka jaket dan celana jinsku. Tanpa mengganti kaus atau memakai celana pendek aku langsung masuk ke tempat tidur. Pikirku, Jack kan sudah beberapa kali ke sini jadi sudah tahu WC atau tempat gelas air minum kalau memang dia memerlukannya.

"Jack, aku tidur duluan" kataku sambil menengkurapkan badan dan memeluk guling.

Sebenarnya aku mau langsung tidur tapi entah kenapa malahan di tempat tidur ini mataku sulit memejam. Padahal waktu menunggu roti tadi aku sudah berkali-kali menguap. Tapi aku malu karena sudah berpamitan dengan Jack jadi aku berpura-pura tidur saja.

Jack meletakkan tas dan membuka jaketnya juga. Lalu dia menyetel televisi dan memindah-mindah canel. Lalu minum dan melihat televisi lagi. Pindah-pindah canel lagi, lalu bersiap untuk tidur. Mulanya dia tidur di bawah di kasur yang tipis. Saat aku hampir terlelap aku merasa ada badan hangat di sebelahku. Aku jadi terbangun karena kaget. Mungkin Jack kedinginan juga dan ingin berbagi selimut denganku. Kuluruskan badan untuk berbagi tempat dengannya. Beberapa kali dia menghela nafas seperti orang yang gundah. Aku jadi tidak bisa nyenyak tertidur.

Kucoba membalikkan badan dan memperhatikannya di keremangan kamarku. Ya dia belum benar-benar tertidur. Kasur kami terasa sempit untuk badan kami yang besar-besar ini. Di gantungan baju nampak kaos dan celana panjang training yang Jack kenakan tadi, juga jaketnya. Aku jadi berdebar dan ingin tahu. Kugerakkan tanganku untuk tahu apa yang Jack kenakan di bawah selimutku. Ternyata dia hanya mengenakan celana dalam G-String aja. Debaran jantungku semakin kencang dan darahku seperti berdesir-desir.

Lalu aku mencoba memeluknya tepat di atas dadanya. Aku merasakan tebalnya dada yang terlatih itu. Jack diam saja, padahal aku yakin dia belum tidur. Aku ngantuk tapi dadaku berdegub kencang sekali, sampai aku takut kalau Jack mendengarnya. Pelukan kukencangkan dan sedikit kugoncang dan dia tetap tenang saja, tidak terbangun atau menunjukkan reaksi lain. Setengah bercanda kubelai dadanya lalu belaian kuturunkan ke arah perutnya. Aku kaget sekali karena sebelum aku sampai ke celana dalamnya aku sudah terantuk segumpal daging keras dan hangat. Saat terlewat, aku kembali lagi ke gumpalan itu dan aku tahu itu adalah kontol Jack yang sudah menegang dan keluar dari celana dalam. Segera kutarik tanganku karena aku begitu kaget.
Aku terduduk dan aku takut kalau ini adalah mimpi. Jam masih menunjukkan jam 2 kurang. Saat aku menengok wajah Jack terlihat senyuman sedikit di wajahnya, matanya agak terbuka sedikit.

"Kaget ya, sukurin.. elo sih usil tangannya!" kata Jack pelan. Lalu matanya terpejam lagi.
"Gila lo Jack. Elo ngerjain gua yaa.. tapi punya elo gede juga sepertinya." Kataku untuk menangkal rasa grogiku.
"Iya lah.. gue kan ada darah bulenya" aku anggap jawabannya itu adalah bercanda.

Sekarang aku jadi tidak bisa tidur beneran. Di samping aku ada Jack temenku yang pada mulanya aku kagumi tubuhnya.

"Jack kenapa elo horny begitu?" tanyaku memecah kesunyian di antara kami.
"Pengen dielus lagi kali" jawabnya begitu kacau.
"Elo ngebayangin apa sih?" rasa penasaranku tak bisa dibendung lagi.
"Bayangin elo lagi em el ama calon elo itu".
"Kurang ajar nih anak!", pikirku.

Daripada banyak bacot aku peluk lagi aja tuh anak.

"Tuh kan elo terangsang lagi ama gua" katanya sok tau.

Aku tidak peduli ucapannya lagi. Segera tanganku turun ke pahanya, terasa sangat hangat dan kuelus-elus paha yang kencang itu. Di pangkal paha kutemukan beberapa jembut kasar baru tumbuh.

"Uh uh uh.. " Jack mengerang, tapi aku tahu dia tidak serius sama sekali.

Tapi aku herankan dia membiarkan saja aku menggerayangi seluruh tubuhnya. Keberanianku jadi bertambah. Tak tahan juga segera aku menggenggam dan mengelus kontol Jack yang kudamba sejak lama.

"Jack, elo terangsang karena bayangan elo atau karena tanganku ini?" tanyaku saat aku menggenggam kontolnya yang lumayan besar.

Kalau punyaku 15 cm diameter 3 cm maka punya dia pasti sekitar 18 cm diameter 3,5 atau 4 cm. Kontol itu berdenyut di tanganku. Jack tidak menjawab pertanyaanku, malahan memasukkan tangan kanannya ke dalam celana dalamku. Ketahuan sudah, bahwa aku juga sedang tegang habis.

"Kalau elo kenapa, Ko?" dia bertanya balik.

Kontol Jack mulai kukocok pelan tanpa aku jawab pertanyaan itu. Tangan Jack pun bergerak meremas kontolku dan segera posisi tidur kami sudah berhadapan. Kali ini aku tidak ragu lagi. Kupandang wajahnya yang keenakan. Matanya setengah terbuka dan terdengar desis dan lenguhan nafasnya. Begitu seksi kelihatannya. Aku merasakan hangatnya remasan Jack di batangku yang peka itu. Kami sama-sama sunat, aku merasakan dari benjolan bekas jahitan di dekat kepala kontol Jack.

Tak lama kami sudah benar-benar berbugil. Kaosku, celana dalam kami dan selimut sudah tidak kupedulikan lagi. Kami sudah saling mengelus baik pipi, dada dan punggung, pantat dan bagian-bagian yang lain. Aku hanya ingin kepuasan dari tubuhnya. Jack juga demikian. Kami saling memeluk erat dan menggosok-gosokkan kontol kami satu dengan yang lain.

Sekarang kukulum kedua bibir Jack, uhh terasa manis. Kupegang kepalanya dan kujambak rambutnya. Lalu kuselusuri dengan bibirku dadanya yang bidang dengan otot dada yang tebal dan bigitu ketat. Sesekali kujilat putingnya, ahh dia kegelian. Aku senang lihat reaksinya.

Tempat favoritku adalah perutnya, begitu seksi dan kotak-kotak. Saat itu kontol Jack tentu saja terasa sangat hangat di dadaku yang berotot juga. Sesekali kugeser-geser dadaku untuk menjaga agar kontol Jack tetap mendapat sensasi enak dan tetap tegang. Belum lagi ujung hidungku melalui pusar, daguku telah terantuk benda hangat yang sedang berdenyut-denyut. Kugeserkan daguku yang berjenggot sedikit ke kanan dan kiri. Jack melenguh panjang kenikmatan. Aku jadi senang.
Kulalukan sebentar porsi utama.

Aku beralih ke pahanya. Ah.. dia ternyata tipe cowok yang suka mencukur bulu bawahnya. Terbukti cukurannya begitu rapi dan rata. Oh ya dia kan juga sering renang ini pasti demi kesopanan. Kuhisap dan kujilat bau kejantanan yang khas di sekitar selakangannya. Bola Jack juga kupermainkan. Juga kugigit lembut memberikan kejutan baginya, terbukti dia memperhatikan apa yang kulakukan di bagian bawahnya. Aku menciumi paha Jack yang juga besar seperti pemain Sepakbola, dan kuberi tanda sebuah cupang tepat di bawah selakangannya. Tentu saja Jack keenakan seperti kena setrum he he he..

Jack terduduk, rupanya dia juga sudah sangat bernafsu. Sekali tarikan tangan kontolku sudah di tarik didekatkan ke bibirnya. Ahh nikmat sekali! Aku setengah berdiri dengan lututku, kepala Jack di depan perutku. Hmm aku tidak tahan untuk memegang rambut kepalanya, kuikuti gerakan kepalanya yang terkadang maju, mundur, ke kanan, ke kiri dan ke arah lain untuk memberi kenikmatan pada kontol yang sudah tegang penuh dan ingin dikulum. Jack menciumnya, menjilati dari pangkal hingga ujung kepala, hmm ahh.. enaknya hingga ke langit. Digigitnya bekas sunatku dan dikitarinya pangkal kepala kontolku, badanku bergetar tak dapat menahan gejolak yang begitu nikmat.

Slupp kontolku hilang dalam lubang basah mulut Jack. Lama senjataku ada di sana, tentu Jack merasakan asinnya maziku. Aku merasakan kenikmatan apalagi Jack sudah mulai menyedot hm.. nikmat sekali. Sembari memegang dua pantatku yang juga berisi dia mulai mengeluarmasukkan kontolku. Sensasinya uhh enak, getaran itu mengalir dari kontolku hingga ke ubun-ubun kepala ahh Terkadang kulihat sebagian batang kontolku yang mengkilat oleh ludah tapi tak pernah kulihat ujung ungu itu. Woow!

Aku mau Jack juga merasakannya. Posisi kami jadi 69. Aku merasa harus menganga penuh untuk memasukkan kontol Jack ke dalam mulutku. Aku tidak sanggup menelan semuanya. Kontol Jack begitu besar. Aku tahu sensasi paling tinggi ada di kepala kontolnya maka aku bekerja lebih banyak di daerah itu. Gerakan favorit yang disukai Jack adalah saat aku melingkarkan lidahku di kepala kontolnya. Dia sampai berhenti menghisapi kontolku untuk sekedar menikmatinya.

"Jack awas loh Jack, aku uhh hampir Jack.. bener uhh!" kuperingatkan Jack.

Sepertinya justru dia bertambah cepat untuk mengeluar masukkan kontolku dan menghisapnya. Ahh uhh uhh uhh! Aku berusaha mengimbangi apa yang Jack lakukan pada kontolku dengan menghisap kontol Jack lebih kuat lagi. Rasa dan momen itu begitu nikmat. Tiada lagi yang bisa diingat selain kenikmatan itu. Aghh!

Tiba-tiba terasa asin dan hangat di lidah dan tenggorokku. Ah cuek aja! Justru aku semakin kuat menghisapnya. Begitu juga Jack dan akibatnya croott maniku muncrat di mulut Jack. Dia pun menelannya juga, bahkan dihisapnya lagi sampai benar-benar bersih. Kontol Jack kembali mengkerut, demikian juga aku rasa kontolku.Kubaringkan tubuhku di samping Jack.

Kucium pipinya, "Thanks Jack! Elo emang sahabatku!" Dan Jack tersenyum.

Lalu ditariknya selimut untuk menutupi tubuh kami yang bugil. Jack memelukku dan aku membiarkannya. Dari mulutnya yang begitu dekat dengan hidungku masih tercium sisa-sisa maniku. Kukulum bibir itu sekali, tiada balasan tapi aku merasakan kontolnya yang menyentuh pahaku berdenyut lagi membesar.

Thursday, July 23, 2015

Ajar Mengajar


Ajar Mengajar




Cerita ini bermula sejak aku berumur 12 tahun. Aku seorang budak lelaki yang agak hensem. Bukan la nak berbangga. Tetapi ada cerita yang hendak aku sampaikan kepada korang. Semasa cuti persekolahan pada hujung tahun, selepas aku menduduki peperiksaan, aku mengambil keputusan untuk bercuti di kampung , di rumah nenek aku. Aku menjalani hari-hari seperti biasa.  Sampai satu hari, kejadian  berlaku di rumah nenek. Aku mempunyai seorang sepupu lelaki iaitu anak kepada emak menakan aku. Dia juga balik ke kampung untuk bercuti. Umurnya ketika itu 15 tahun.  Hendak dijadikan cerita, aku ditanggalkan bersama sepupu aku yang bernama alif di rumah nenek kerana semua keluarga aku dan keluarga alif pergi menghadiri satu majlis kenduri. Aku ditinggalkan kerana aku tidak sihat pada hati itu. Ketika aku menonton tv, sepupu aku alif datang untuk bersama-sama mononton tv. Kami berbual mesra, sampailah alif bertanyakan aku soalan yang agak sukar untuk aku menjawab. Dia menanyakan aku, adakah aku sudah baligh. Seperti koranglah, mestilah time itu kita tidak tahu lagi samada kita telah baligh ataupun tidak. Aku just menjawab bahawa aku tidak tahu. Alif terus menanyakan aku soalan-soalan yang sukar untuku manjawab. Benda-benda yang lucah. Kira macam kami ni sembang lucah la. Alif terus menyakan aku, adakah aku pernah melakukan aktiviti melancap. Aku still menjawab tidak. Lepas itu, alif menawarkan aku untuk diajar cara-cara untuk melancap. Mula-mula aku enggan untuk melakukannya kerana alif meminta aku untuk membuka seluar. Tetapi  alif memaksa aku untuk membukanya. Dia mengugut akan memukul aku sekiranya tidak membuka seluar. Aku hanya dapat menurut kehendak alif. Aku membuka seluarku di hadapannya, ketika menonton tv.  Alif mengajar aku cara untuk melancap. Caranya tidak perlu la aku ceritakan, kerana aku pasti siapa yang membaca cerita ini sudah pasti telah beratus-ratus kali melancap. Betul kan. Sambil alif mengajarku melancap, dia juga menyuruh aku membuka seluarnya. Dia mengatakan bahawa dia juga ingin melancap seperti aku. Aku hanya menurut sahaja apa yang diminta. Aku melihat batang pelir nya yang lebih besar dari aku, ketika itu la.huhuu. alif menyuruh aku untuk melakukan perkara yang sama yang dia lakukan kepada aku untuk dilakukan kepadanya pula. Seperti biasa aku hanya menurut sahaja kehendaknya kerana takut alif akan memukulku. Aku mengusap-usap batang pelir nya yang keras dan mempunyai bulu disekeliling batang pelir nya. Selepas 3minit aku melancap alif, aku berasa tanganku sangat lenguh kerana melakukan aktiviti itu. Jadi aku memintanya untuk berhenti melakukan. Tetapi alif berkeras memaksaku untuk melakukannya juga. Kali ini dia menyuruhku untuk melakukan dengan pantas. Aku melihat muka alif ketika itu sungguh berlainan, muka sangap la. Alif juga mengeluarkan suara merengek. Tidak sampai 10minit aku melancapnya, alif memancutkan air maninya. Alif menyuruh aku untuk merasai air mani itu, tetapi aku enggan. Alif terus memukulku, dan dia memaksa aku untuk merasainya juga. Aku terpaksa akur dengan permintaannya. Alif juga menuyuruh aku untuk menjilat batang pelirnya. Aku rasa hendak termuntah apabila aku merasai air mani alif ketika aku menjilat batangnya. Selepas habis semua air aku jilatkan, alif meminta aku untuk berhenti kerana dia hendak mandi. Alif mengajak aku untuk mandi bersama, tetapi aku juga enggan. Dan alif tetap menarik aku juga untuk mengikutinya mandi. Kami berdua sama-sama berbogel. Aku sangat malu ketika itu. Ketika mandi, alif menyuruhku untuk menyabunkan seluruh tubuhnya dengan sabun. Alif juga memintaku untuk menyabunkan juga batang pelir nya. Alif juga mengajar aku untuk melancap menggunakan sabun. Selepas mandi, kami keluar untuk memaki baju  seperti biasa. Alif meminta aku untuk merahsiakan apa yang terjadi pada aku daripada pengetahuan sesiapa. Dia mengugut hendak memukulku jika perkara ini di ketahui orang.


Aktiviti ini tidak hanya terhenti di situ sahaja malah berlarutan pada setiap  hari ketika aku berada di sana. Kadang-kadang tengah malam alif mengajaku untuk melancap. Kami melakukan itu tidak kira tempat. Kadang-kadang di bilik, bilik air, belakang rumah, dalam setor, malah di dalam hutan sekalipun jika alif ingin melakukanya. Setiap kali aku pulang ke kampung, alif juga pulang dan dia akan terus berjumpa denganku. Kadang-kadang dia sengaja mengajakku untuk meronda-romda kampung tetapi sebaliknya dia membawaku ke air terjun berdekatan dengan rumah nenek. Disitulah alif akan menyuruhku untuk melancapnya.

Kini aku berusia 17 tahun. Aktiviti melancap tetap aku teruskan. Tetapi hanya melancap seorang diri. Seperti korang la. Aktiviti melancap dengan alif sepupuku telah berhenti ketika aku berumur 15 tahun kerana alif melanjutkan pelajaranya ke menara gading.  Kini aku bersekolah disekolah menengah yang baru kerana ayah aku telah ditukarkan ke kuala lumpur. Aku belajar disekolah yang kebanyakkan adalah golongan orang kaya. Di sana aku telah mendapat seorang rakan, namanya farid. Farid seorang yang amat popular di sekolah itu kerana mempunyai muka yang sangat hensem. Dia selalu dikelilingi orang permpuan. Dia juga adalah seorang playboy sekolah. Ye la ,manataknya dah la mempunyai muka yang hensem, badan yang tough, dan memiliki duit yang banyak kerana ayahnya seorang  bisnesmen. Cukup la itu sahaja huraian tentang farid.

Pada suatu hari, farid mengajaku untuk melakukan study group di  rumahnya. aku hanya mengikuti kehendaknya sahaja. Dia katakan bahawa emak dan ayahnya tiada dirumah kerana pergi ke oversea. Oleh itu dia hanya tinggal keseorangan dirumahnya. Farid seorang playboy, so pernah suatu hari dia mencerita bahawa dia pernah membawa aewxnya untuk beromen di rumahnya ketika emaknya tiada.

Pada petang itu, farid datang ke rumahku menaiki motor kawasakinya . aku terus membawa beg berisi baju dan seluar untuk aku tidur di rumah farid. Petang itu , kami berdua meronda-ronda sekeliling  KL. Dalam pukul 10 malam baru kami pulang ke rumah farid. Dalam perjalanan pulang kami terpaksa meredah hujan yang lebat. Ketika kami sampai dirumah, kami telah pun basah kuyup. Selepas kami masuk ke dalam rumah, farid membuka bajunya. Pada ketika itulah aku berasa hatiku lain semacam sahaja. Tetapi aku tidak endahkan sahaja. Tetapi biji mataku tetap ingin melihat susuk tubuh farid yang tough. Dadanya yang keras, dengan six pax yang mantap membuatkan hatiku berdebar-debar. Farid mengajakku untuk masuk ke biliknya untuk menyalin pakaian. Pakaianku yang dibawa juga turut basah. Oleh itu farid memberikan bajunya kepada aku. Farid juga menghulurkan aku sehelai tuala putih yang agak kecil. Dengan tuala yang sama saiz dengan tuala aku juga farid mengelapi tubuhnya yang gagah. Farid membuka butang seluar jeannya untuk menyalin seluarnya yang basah. Farid menutupi bahagian sulitnya dengan tuala kecil itu sahaja. Sekarang mataku hanya tertumpu kepada fizikil farid yang mengagumkan aku kerana tubuh farid hanya memiliki tuala putih yang kecil di bahgian bawah.
“wei bro, apa yang ko tercegat saja di situ, salin r baju ko, nanti demam pula” kata farid. Lamunanku terhenti dengan sergahan  suara besar farid. Aku juga turut menyalin pakaian seperti  farid yang menampakkan susuk tubuh badanku yang tidak segagah farid. Aku hanya memiliki badan yang sedikit tough sahaja dan ianya tidaklah menarik seperti farid. Kini kami berdua hanya memakai tuala putih yang kecil. Farid membuka tv dibiliknya dan dia duduk diatas katil. Kami berdua belum lagi memakai baju yang lengkap, tetapi kami terus menonton tv.

Mataku hanya tertumpu pada celahan kangkang farid, walaupun celahan itu masih lagi ditutupi, tetapi keputihan paha farid yang seksi membuakkan lagi hatiku yang berdebar. Aku duduk disebelahnya sambil menonton tv rancangan movie cina yang dilakonkan oleh jackie chan. Semasa suatu babak lawak yang dilakonkan oleh jackie, kami berdua bergelak hingga terbahak-bahak sehingga kami berdua terguling ke tepi katil. Akibat terguling itu, tuala kami berdua telah terungkai dari tubuh kami. Tuala kami berdua terselak sehingga menampakkan kemaluan kami berdua. Gulingan itu juga membuatkan aku terdampar pada badan farid kerana terjatuh ketika ketawa yang mengghairahkan. Semasa aku berada di atas dada farid yang tegap dihiasi dengan six pax yang keras, aku terhenti ketawa dan mataku hanya tertumpu pada farid. Begitu juga farid yang terhenti daripada ketawa dan matanya menatap mataku dengan teliti serta tangannya yang memegang erat bahuku. Mata kami sama-sama berpandangan agak lama, lebih kurang dalam 15 saat. Pandangan kami terhenti apabila handset farid mengelurkan lagu bon bon yang dinyanyikan oleh pitbul. Aku bingkas bangun daripada tubuh farid. Farid terus menjawb panggilanya. Rupa-rupanya daripada salah seorang awexnya. Aku terus masuk ke dalam tandas untuk mandi akibat terkena hujan tadi. Ketika mandi hatiku berdebar-debar akibat daripada perkara tadi. Fikiranku mula memikirkan perkara yang bukan-bukan seperti yang aku lakukan bersama dengan sepupuku alif. Aku cuba memakai pakaian yang diberikan iaitu sehelai t-shirt tidak berlengan dengan sehelai boxer yang agak singkat dan ketat. Selepas selesai aku  terus keluar dari tandas. Selepas aku keluar, aku lihat farid tiada di dalam bilik. Aku  memanggil farid, tetapi tidak berjawab. Aku hanya duduk di atas katil dan menonton tv. Dalam 2 minit selepas itu , farid datang sambil membawa minuman kepada aku. Tetapi farid masih lagi memakai tuala yang menampakkannya seksi. Tetapi mataku tidak lagi mahu memandangnya kerana khuatir batangku akan menjadi keras dan mencacak naik kerana melihat farid yang seksi. Farid meletakkan air diatas meja di hadapan aku. Lepas itu, farid terus ke arah meja tulisnya untuk mengambil buku untuk kami mengulang kaji pelajaran. Farid mengajak aku untuk turun ke lantai kerana meja itu rendah dan sesuai jika duduk dilantai sahaja. Kami berdua terus mengulang kaji pelajaran. Walaupun badanku mengajar farid tetapi hatiku hanya tertumpu pada tubuh badan farid.

Selepas setengah jam kami mengulang kaji pelajaran, farid berhenti untuk turun kebawah bagi mengambil makanan, aku hanya membiarkan sahaja farid pergi. Tiba-tiba, lampu bilik terpadam. Aku fikir mungkin  kerana ketiadaan elektrik. Aku memanggil farid untuk mendapatkan cahaya. Farid menyahut panggilanku dan menguruhku untuk bersabar. Dalam 2 minit selepas itu, farid masuk ke dalam bilik dengan sebatang lilin ditangan yang bercahaya sambil memegang semangkuk speggeti dengan dua garfu. Kami makan bersama-sama speggeti dengan berlampukan lilin yang malap menjadikan suasana yang romantik. Itulah yang aku fikirkan .hahah.

Tiba-tiba farid terhenti makan dan menanyakan aku dengan soalan yang luar biasa. “ko pernah pegang batang lelaki lain x?” farid bertanya. Soalan itu membuatkan aku berasa gementar. “ x pernah, kenapa ko pernah ke?” aku bertanya semula. “x pernah juga, tapi…..” .farid tidak habis menjawab. “ tapi ape?” aku bertanya semula. “ko nak try x ?” farid bertanya. Aku hanya mendiamkan diri. Kami sama-sama berpandangan. Farid cuba untuk menghampiriku. Aku hanya berdiam diri. Farid merapatkan badanya kepadaku, dan merapatkan juga mukanya kepadaku. Hatiku berdebar-debar kerana farid mula mendekatiku. Aku tidak tahu untuk lakukan apa. Perlahan-lahan farid mendekati telingaku, dan mengatakan “aku teringin nak try, sebab aku dah bosan dengan perempuan punya, ko tolong aku wei?” , bisikkan farid di telingaku. Ketika farid membisikan sesuatu di telingaku, tangan farid juga perlahan-lahan meraba pahaku sehingga hampir ke batang pelirku. Aku menoleh untuk melihat muka farid. Kami berdua berpandangan semula. Hatiku bertambah-tambah berdebar apabila farid mendekati aku semula tetapi kali ini menghampiri ke bibirku dengan bibirnya. Farid menyenyetkan sedikit kepalanya semasa dia cuba menciumku. Aku hanya membenarkan apa yang dilakukan oleh farid. Ciuman pertama kami tidak kubalas dan hanya mengambil masa 5 saat. Untuk kali kedua, aku pula dengan rakusnya mencium farid dan farid juga membalas ciumanku dengan rakus. Tanganku memegang kepala farid dan farid juga memegang kepalaku. Ciuman kedua mengambil masa untuk berhenti selama 15 saat. Kami terus bercium semula dengan rakusnya. Kami mula untuk melakukan aksi ‘sup lidah’ . korang pun tahukan benda tu. Tangan farid mula meraba-raba susuk tubuhku. Aku juga bergitu, dan aku terus untuk meraba dan meramas batang farid. Farid menolakku jatuh ke lantai. Farid meniarap di atasku dan menjilat serta mencium seluruh mulut dan dadaku termasuklah leherku. Tanganku dengan rakus meraba punggung farid yang padat dan aku juga menarik tuala yang dipakai oleh farid. Kini farid berada dalam keadaan berbogel. Selepas farid menciumku, aku pula menolak farid ke tepi untuk aku naik ke dadanya yang tough. Aku juga melakukan perkara yang sama farid lakukan kepada aku. Tetapi kali ini aku mencium mulut farid dengan rakus dan kami mencampurkan air liur kami bersama. Tidak dapatku gambarkan bagaimana perasaanku ketika itu. Farid mula membuka baju t-shirt yang aku pakai. Aku dengan cepat menyambung membuka t-shirt yang farid bukakan tadi kerana ingin sambung semula mencium dan menjilat dada farid. Aku mula menghisap tetek farid dan juga memberikan love bite pada teteknya yang tough. Farid meneruskan untuk membuka boxerku yang ketat. Aku bangun untuk memudahkan farid membuka boxerku. Selepas selesai membuka. Farid terus memegang batangku dengan kemas dan mengusap-usapnya. Aku hanya mencium farid. Selepas itu aku aku pula memegang batang pelir farid yang amat stim ketika itu. Aku melancapnya untuk beberapa kali dan aku juga menggeserkan batangku dengan batang farid. Farid hanya menjilat leherku ketika itu. Kami bangun dan duduk ditepi katil. Farid duduk di atasku dan menolakku jatuh ke tilam. Kami berdua bercium dan menjilat. Selepas farid menjilat dadaku, dia terus menjilat menuruni perut sehingga ke bulu pelirku. Selepas sampai, farid terus merasai batangku dan mengulum seluruh batangku. Farid mengulum-ngulum batangku dengan rakus. Aku hanya merengek kesedapan. Dia juga mejilat sekitar batangku serta pahaku juga. Selepas itu, farid memintaku untuk naik ketengah katil dan menyuruhku untuk mengangkang untuk dia menjilat duburku. Selepas duburku dijilat , farid memasukan jari fuck nya kedalam duburku. Aku meraung kesakitan tetapi farid tetap melakukanya juga. Berkali-kali farid memasukkan dan mengeluarkan jari dari duburku. Dia juga menjilat jarinya ketika ingin memsukkan jarinya kedalam duburku. Farid juga mengulum batangku sekali-sekala ketika dia memasukkan jari.  Farid menyambung untuk memasukkan dua jari kedalam duburku. Aku bertambah merengek kesakitan. Selepas 3 2minit farid melakukan itu kepadaku, farid berhenti dan naik kepadaku untuk bercium. Ketika itu batangku yang stim menyentuh batang farid yang keras. Aku terus menolak farid ketepi dan aku pula naik keatas badanya. Seperti biasa aku mencium dan menjilat tubuhnya yang mantap serta celahan ketiak farid juga aku jilat. Aku juga melakukan perkara yang sama seperti farid melakukan kepadaku. Aku mengulum batang farid sepuas hati. Aku mengulum batangnya seheingga habis batangnya ke dalam mulutku. Aku juga memasukkan jariku kedalam dubur farid. Aku memasukkan dengan rakus sehingga farid meraung dengan kuat. Tetapi aku tidak hiraukan juga. Aku mula memasukkan dua dan tiga jariku  ke dalam duburnya. Memsukkan jariku dengan cepat dan keluar dengan cepat. Kami teruskan aktiviti kami dengan melancap. Kami bangun dan duduk secara ,aku duduk di belakang farid sambil memegang batang farid. Aku melancap batangnya dengan rakus. Sekali-sekala kami bercium dan berjilat. Selepas 3 minit aku melancap farid, farid bingkas menghentikan aku dan berdiri diatas katil dihadapku. Farid melancap sendiri batangnya dan tidak lama kemudian, air mani farid memancut membasahi mukaku. Farid merengek kesedapan apabila air maninya keluar. Aku pula terus mengulum batang farid selepas farid berhenti melancap. Air mani farid membuatkan aku hendak muntah. Tetapiaku tetap menjilatnya sehingga licin. Selepas itu. Farid menyuruhku untuk berbaring dan dia duduk melancapku. Sekali-sekala farid menjilat batang pelirku untuk melicinkan aktiviti melancap. 3-4 minit farid berbuat demikian, air maniku pula memancut tinggi tetapi kali ini air maniku terus memasuki mulut farid. Selepas habis air maniku pancut, farid terus mengulum batangku.

Kami berdua keletihan selepas selesai melakukan aktiviti mlancap itu tadi. Kami tidur sambil berpeluk dengan erat. Aku letak kepalaku di atas dada farid yang keras dan kakiku memeluk paha farid dengan kemas. Sambil tanganku meraba-raba perut dan sehingga batang pelir farid yang hanya mengendur tetapi masih nampak besar. Kami berdua bersembang-sembang sambil menonton tv. “wei aku lapar la, ko lapar x?” farid menanyakan aku. “lapar juga,pesan pizza nak x?” aku menjawab. “jap aku call” farid memberi riaksi.

Kami berdua bangun dan aku terus memakai boxer dan t-shirt. Tetapi farid terus pergi ke bilik tandas untuk mandi. Aku turun kebawah untuk ke dapur untuk membuat air apabila pizza sampai nanti. Aku menonton tv di ruang tamu sementara pizza yang dipesan sampai. Tetapi ketika itu farid masih lagi di tingkat atas. Dalam 10 minit aku menunggu ,akhirnya pizza sampai. Aku membuka pintu dan mengambil pizza. Selepas membuka pintu, aku melihat pengantar pizza itu sungguh hensem. Kali ini lelaki ini lagi hensem daripada farid kerana mukanya yang putih dengan badan yang tegap. Aku terpaku melihatnya. Lelaki itu terus menyergahku kerana aku melamun melihatnya. Lelaki itu terus meminta wang dariku.Aku tidak mempunyai wang untuk membayar kepada pengantar pizza. Aku terus memanggil farid untuk membayarkan duit kepada lelaki itu. Aku menyuruh lalaki tersebut untuk masuk kedalam rumah dahulu.aku menanyakan nama lelaki itu. Rupanya lelaki itu adalah lelaki cina dan bernama eng wei jian. Tetapi mukanya tidak seperti lalaki cina, hanya mukanya yang puih sahaja seperti cina. Aku juga turut memuji badannya yang tough dan dengan tidak diminta, Eng terus membuja t-shirtnya untuk menunjukkan six pax. Memang dia mempunyai six pax yang mantap daripada farid. Aku berasa batang menjadi stim kerana melihatnya. Aku juga perasan apabila Eng terlihat boxerku yang mengembung tetapi aku tidak hiraukan. Tidak lama kemudian, farid turun dengan membawa duit. Farid juga tergamang apabila Eng ketika itu menunjukkan six pax nya kepadaku. Farid terus membayar duit pizza kepadanya dan farid berkata “ko nak join kami x, lepak-lepak makan pizza?” . “sorry la aku tengah keje nie” , Eng menjawab. Tiba-tiba hujan turun dengan lebat dan mengakibatkan Eng tidak dapat pulang ke kedai pizza. Akhirnya Eng bersetuju untuk bersam-sama melepak. Semasa makan farid menanyakan Eng “ ko pernah main dengan lelaki?” sambil tangan farid meraba-raba paha Eng. Aku juga turun memberikan respon dengan meraba lengan Eng. “aku keje sekarang,nanti terlambat pula” Eng menjawab. “ ala masih hujun kan, so rehat-rehat la dulu dengan kami” aku menjawab. Akhirnya Eng bersetuju untuk bersama-sama dengan kami. Farid terus mencium Eng aku terus membuka t-shirtnya. Selepas selesai aku membuka pakaiannya, aku terus melayan bahagian bawah Eng manakala farid melayan bahagian atas Eng. Memang dijangka olehku bahawa Eng memiliki batang pelir yang besar. Aku terus melayannya dan aku juga memasukkan jariku ke dalam lubang dubur Eng. Setelah selesai kami bertiga megeluarkan air mani. Kami hanya berehat kerana keletihan. Kami juga bersembang-sembang tentang Eng. Rupa-rupanya Eng memang sudah arif tentang seks semasa lelaki ini.

selepas aktiviti malamitu, aku dan farid selalu menghabiskan masa bersama. Kami juga akan melakujan seks di sekolah apabila kami ingin melakukannya. Selalunya tempat yang dijadikan tempat untuk kami melakukan adalah di dalam tandas dewan kerana disitu jarang untuk pelajar berada. Kadang-kadang di dalam setor tempat simpan kerusi meja yang rosak ataupun di dalam kelas ketika pelajar sudah pulang. Aku juga sering kali datang kerumah farid yang kononnya untuk study bersama-sama dengan farid walupun emak farid ada di rumah. Hubungan kami berdua masih kekal hingga sekarang aku berumur 24 tahun.











.

Wednesday, July 15, 2015

Paman Temanku


Paman Temanku Tentara Gay


Kisah ini terjadi sewaktu aku masih kelas sebelas. Aku bersabahat karib dengan, sebut saja Prasojo. Aku sendiri orangnya pendiam dan Prasojo luar biasa cerewetnya untuk ukuran laki-laki (tapi dia tidak sissy). Entah kenapa aku bisa cocok dengannya. Prasojo murah senyum, suka bercanda, dan pengetahuannya luas. Aku suka mendengarkan ceritanya tentang apa saja, bahkan sampai ke urusan cintanya. Yah, sayangnya ia sepertinya tidak tertarik denganku untuk urusan percintaan, karena ia berpacaran dengan cewek dari kelas sepuluh. Orangnya memang tampan. Aku sendiri berkaca mata, kurus, tidak suka olah raga, well, kau bisa bayangkan aku mirip Nobita. Tidak menarik kan? Sudah gitu, aku gay pula. Lengkap sudah penderitaanku, karena jarang sekali yang mau berpacaran denganku.

Sampai pamannya Prasojo datang.

Prasojo tidak pernah cerita tentang pamannya sampai suatu hari saat pulang sekolah ia menyuruhku untuk jangan pulang dulu. Lho kenapa? "Mulai hari ini aku dijemput pamanku. Kau ikut saja! Toh rumah kita sejalan kan?" Biasanya memang aku dan Pras (panggilanku padanya) pulang naik angkot bersama, maklum kami agak kurang beruntung untuk bisa punya motor sendiri.
"Pamanmu yang mana Pras?"
"Oh aku belum pernah cerita. Dia tentara, biasanya tugas di X, tapi sekarang lagi tugas di sini. Ya kebetulan sih! Kebetulan lagi dia punya mobil sendiri pula."
"Waaaa enak tuh, berangkat sama pulang bisa nunut pamanmu!"
"Ya gak selalu sih, kalau pas dia lagi nggak dinas aja. Tapi kalau pagi bisa sih dia antar kita berdua."
"Kita?"
"Iya, kau ikut saja denganku!"
"Sungkan ah sama pamanmu!"
"Eh ngapain sungkan juga, kita kan sahabat! Pamanku nggak nggigit kok! Tuh orangnya datang!"
Aku terkesima ketika melihat paman Pras berjalan mendekati kami. Orangnya masih muda, kira-kira umur tiga puluhan. Jalannya tegap sekali, yah maklum sih tentara... Saat itu ia mengenakan kaos hijau lumut yang agak ketat, aku bisa melihat kedua puting susunya tercetak jelas. Celananya hijau loreng khas angkatan darat. Aku berusaha melihat tonjolan selangkangannya, rasanya agak besar, tapi tersamar celana lorengnya. "Halo Pras," sapa pamannya. "Ini pasti temanmu ya?"
"Saya Sebastian Om," ujarku sambil menjabat tangannya. Jabatan tangannya mantap sekali. "Panggil Tri saja. Jangan Om ah, ketuaan!" Rupanya si om masih berjiwa muda nih. Apa termasuk bagian bawahnya yah... "Oi bro, kok ngelamun aja!" sergah Pras, lalu ia menusuk kontolku dengan cepatnya menggunakan jarinya. Walaupun straight, ia masih sering menggoda kontolku, dan ia tidak pernah merasa jijik memegangnya, bahkan ia pernah mengocok kontolku sampai muncrat. Aku jadi tak perlu sungkan lagi padanya kalau kepergok sedang ngaceng, dan saat itu aku memang agak ngaceng gara-gara mengamati bodi Tri yang aduhai. "Walah lagi ngaceng dia Paman!" seloroh Pras sambil meremas dan menunjukkan batang kontolku dari balik celana seragamku yang sudah agak keras. "Hahaha, jiwa muda memang ya! Bagus lah kalau masih bisa ngaceng! Pria sejati harus bisa ngaceng!" ujar Tri sambil menepuk-nepuk bahuku. Kemudian sambil berbisik tanpa canggung ia meremas-remas kontolku, "Mau kumainin?" Eh? "Walah Paman ini, malah ditambahin horninya...," ujar Pras. "Ntar dilihat orang lain malu lho."
"Ah kan udah sepi ni sekolahmu... Toilet di mana? Bro anterin dong! Pras kau tunggu di sini bentar ya!"
"Aih Paman ya lagi pingin toh? Dasar..."
"Udah kebelet dari tadi nih...," ujar Tri sambil memegangi kontolnya seakan kebelet pipis. "Kau ga mau ikut kah?" ajak Tri sambil memegang kontol Pras. "Daripada kau sendirian di sini! Ikut seru-seruan!"
"Ga seru Paman kalau ketahuan!"
"Tapi benernya kau ya mau kan? Ngaceng juga gini!"
"Ah Paman..." Sepertinya ia malu karena ketahuan ngaceng di depanku. Aku sendiri jarang sekali menyentuh kontol Pras, walaupun beberapa kali aku melihat tonjolannya itu membesar. "Dah ayo, tunjukkan toiletnya!"

Tak kusangka Pras mengantarkan aku dan pamannya menuju toilet di lantai dua (sengaja tidak di lantai satu karena masih ada yang ekskul dan ruang guru ada di lantai satu). Sesuai harapan tidak ada orang di situ. Pras masuk dulu ke salah satu ruangan WC diikuti aku dan Tri. Setelah mengunci pintu, "Berdiri dekat sini, hadap ke pintu," perintah Tri padaku dan Pras, berarti aku berdua membelakangi Tri. "Buka dikit kakinya." Tak lama aku merasakan tangan Tri menggerayangi kontolku dari bawah selangkanganku. Kulirik Pras, ia memejamkan mata dan menikmati permainan tangan Tri di kontolnya. Aku sendiri menikmati tangan Tri di kontolku, gila enak sekali. Bahkan Pras tak bisa memainkan kontolku seenak ini! Kontolku pun bangun dengan segera dan meronta ingin keluar. Tri masih saja memainkan tangannya. Tak lama kemudian aku mendengar bunyi resleting dibuka dan aku merasa udara dingin memasuki celanaku. Aku sempat menggigil karena, "Wah tak pakai celana dalam kau Bro?"
"Iya, nggak bebas rasanya kalau pakai celana dalam." Maka tangan Tri yang agak kasar itu pun langsung menyentuh kontolku. Agak geli karena ia meraba-raba kontolku untuk mengeluarkan batangnya, tapi ia langsung mendapatkannya. "Berbalik sini," perintah Tri. Begitu aku berbalik, ia langsung melahap batang kontolku dan mengisapnya. Aku belum pernah diisap sebelumnya, Pras paling banter hanya mengocoknya saja. Tanpa sadar aku mengerang agak keras. "Enak ya?" ujar Tri, aku hanya bisa mengangguk. Aku melihat Pras, ia hanya mengocok kontolnya, namun ia tidak malu-malu melakukannya. Tri terus intens mengisap kontolku, lidahnya yang kasar tak henti-hentinya menjilat tepian kepala kontolku yang sudah disunat itu. Geli betul. Kontolku terasa keras sekali. Belum puas aku menikmatinya, Tri menghentikan hisapannya dan bertanya, "Kau pernah nge-fuck?" Wah, itu sih hanya dalam mimpi dan dalam video yang kutonton. Mana ada yang mau di-fuck orang sejelek aku? "Belum pernah."
"Fuck me."

Tri pun berdiri dan membuka celana lorengnya itu, mengungkapkan kontolnya yang anehnya belum tegang sama sekali. Entah kenapa bulu jembutnya tipis sekali, mungkin habis dicukur. Ia menyuruhku membuka baju dan duduk di atas WC. Saat itu aku mendengar tipis suara erangan Pras, sepertinya ia mau keluar. Tri sejenak beralih padanya dan ganti mengocok kontol Pras. Anehnya Pras sama sekali tidak merasa jijik kontolnya dikocok pamannya, mungkin kapan-kapan aku harus mencobanya. Tak terlalu lama kemudian Pras pun muncrat, dan Tri menampung seluruh sperma Pras dengan tangannya. Kemudian ia berbalik padaku dan mengoleskan sperma Pras ke batang kontolku yang agak melemas namun dengan segera menegang kembali, apalagi diolesi sperma sahabat karibku. Sperma Pras terasa hangat dan kental, rupanya dijadikan pelumas oleh Tri. Kemudian ia berdiri dekat sekali denganku hingga kontolnya menempel di dadaku. Perlahan ia menduduki kontolku; sensasinya begitu asing namun menyenangkan. Lubang pantatnya begitu sempit; kukira tentara biasanya tidak pernah jadi bot. Tri terus memasukkan batang kontolku sampai masuk seluruhnya, kemudian ia diam menghimpun tenaga. Kumanfaatkan saat itu untuk memainkan kontolnya yang masih lemas itu. Ia mengubah arahnya sehingga kini ia memunggungi aku agar aku lebih leluasa mengocok kontolnya. Setelah kontolnya menegang, ia mulai "mengocok" kontolku dengan bergerak naik turun. Aku hanya melongo dengan gerakannya yang membutuhkan stamina itu karena ia tidak berpegangan pada apapun, hanya bertumpu pada kedua kakinya saja, namun itu bukan masalah bagi tentara seperti Tri. Gesekan kontolku dengan lubangnya yang sempit benar-benar membuatku nyaris lupa daratan. Aku jadi bernafsu ingin mengentotnya sendiri, dan ia sepertinya bisa membaca pikiranku. "Sambil berdiri yuk!"

Perlahan-lahan, agar kontolku tidak keluar dari pantatnya, ia membantuku berdiri. Pras keluar dari kamar itu dan membiarkanku berdua dengan Tri, namun ia tetap berjaga-jaga, siapa tahu ada orang masuk. Setelah posisinya nyaman (Tri sendiri sudah nungging), aku pun mencoba menggerakkan pinggulku maju mundur. Sensasi tadi pun kudapatkan kembali. Yes, akhirnya! Aku yang jelek ini bisa ngentot seseorang, tentara lagi! Aku dan Tri pun tanpa malu-malu mengerang keenakan. Entah apa reaksi Pras di luar sana, tapi kurasa ia diam-diam juga ingin merasakannya.

Sampai mendadak aku mendengar gedoran yang cukup keras di pintu kamar mandi. Awalnya kukira itu Pras yang memberi kode bahwa ada orang. Aku pun mempercepat entotanku, nanggung sekali kalau harus berhenti sekarang. Pras menggedor pintu sekali lagi, kali ini agak sering. Aku dan Tri pun diam, namun aku masih mengobok-obok pantat Tri. Gedoran ketiga datang tepat bersamaan dengan datangnya puncak kenikmatanku, aku muncrat di dalam pantat Tri. Terengah-engah, kubiarkan kontolku memompakan spermaku ke dalam pantat Tri. Setelah tak menyemprot lagi, kukeluarkan kontolku perlahan-lahan. Kami pun dengan segera mengenakan celana dan merapikan diri (entah apa celana Tri bakal basah nanti kalau spermaku keluar dari pantatnya), lalu aku keluar duluan untuk langsung berhadapan dengan satpam sekolahku.

"Ngapain kalian di sini? Ngerokok ya?" tuduh satpam itu dengan nada keras.
"Sudah kubilang Pak, mana mungkin ngerokok di sekolah?" jawab Prasojo ketus. "Udah digeledah juga kan akunya? Mana rokoknya?
"Jangan bohong!!! Pasti dibawa temanmu!" Satpam itu rupanya keras kepala juga. "Ayo sini keluar!!!" Aku diseret satpam itu keluar; untungnya bajuku sudah cukup rapi. "Mana rokoknya???"
"Rokok apaan Pak?" tanyaku. "Aku tidak merokok."
"Bohong!!! Cepat serahkan rokoknya!"
"Ada apa ini?" sebuah suara berat terdengar. Rupanya Tri sudah merapikan diri pula. Ia pun keluar dengan membusungkan dada, bergaya khas tentara. Gaya itu rupanya cukup membuat keder si satpam, bahkan ia langsung memberi hormat. "Siap komandan! Saya mencurigai dua anak ini merokok di lingkungan sekolah Ndan!"
"Mana buktinya?" tanya Tri balik. Satpam itu gelagapan. "Mana rokoknya? Saya dari tadi di toilet ini dan tidak mencium bau rokok. Kamu jangan asal tuduh aja ya!" Nada suaranya mulai naik, berlagak menggertak. "Kamu tahu saya ini siapa, hah??!!" Satpam itu hanya terdiam di tempat sambil tertunduk malu. "Mau saya hajar kamu?!"
"Ampun Ndan, saya mengaku salah!" ujar satpam itu ketakutan. "Anak-anak biasanya sembunyi-sembunyi merokok di toilet, dan tidak ada yang mau mengaku kalau ditanyai!"
"Ya tapi bukan berarti semua yang masuk toilet berarti merokok! Goblok kau!!" sergah Tri marah. "Kau mau dihukum ya?!"
"Ampun Ndan..." Mendadak Tri maju dan berdiri di belakang satpam itu, lalu memitingnya. "Aaahh...," satpam itu mengerang kesakitan. Ia meronta-ronta, namun Tri mengunci badan satpam itu, membuatnya tidak bisa melepaskan diri. Apalagi tenaga Tri sebagai seorang tentara jelas lebih besar daripada satpam itu. "Bro, geledah dia!" perintah Tri. "Jangan-jangan justru dia yang bawa rokok!" Awalnya aku agak ragu, namun melihat Tri memerintahku sekali lagi dengan kepalanya, aku pun melakukannya. Awalnya kucek kantung bajunya, tidak ada kotak rokok di sana. Di saku celananya... Dari depan kuraba-raba, ada sesuatu yang menonjol di saku kanannya. Kurogoh ke dalam, ternyata hanya dompet. Iseng kurogoh-rogoh saku celana kirinya agak dalam hingga menyentuh kontolnya. Satpam itu sedikit berontak ketika kontolnya kusentuh, namun Tri dengan cepat menendang kakinya menyuruhnya diam. Tinggal satu lagi yang belum kuperiksa: kantung celana belakangnya...

"Wah apa ini ya?" ujarku. Di saku belakangnya ada satu dompet lagi yang lebih tipis. Saat kubuka, ternyata isinya kondom. "Wah wah wah, kau pingin 'merokok' yang lain ya," ujar Tri menuduh. "Ampun Ndan, saya tidak tahu maksudnya Ndan," jawab satpam itu. "A lah, sudah jangan bohong! Kau homo juga kan? Bro, coba kau rangsang dia, ngaceng tidak!"
"Tapi..."
"Sudah lakukan saja! Dia pasti bawa kunci, kunci dulu toilet ini!" Memang saat itu aku melihat segerombol kunci di saku belakang celana satpam itu, maka kuambil dan kukunci toilet itu dari dalam. "Pras, kau pegangi kakinya!" Herannya Pras pun menuruti perintah pamannya dan memegangi kedua kaki satpam itu. "Ndan saya mau diapakan?" tanya satpam itu cemas. "Diam saja kau kalau ingin selamat!" ancam Tri. "Kalau kau sampai berteriak, kubunuh kau!" Satpam itu memekik ketika sesuatu yang tajam menusuk punggungnya, dikiranya itu pisau padahal hanya jari Tri. "Buka kedua kakinya Pras." Pras pun membuka kaki satpam itu sehingga tersedia ruang cukup lebar bagiku. "Rangsang kontolnya Bro. Aku mau tahu dia ngaceng atau tidak."
Aku pun memulai aksiku. Awalnya agak canggung karena itu satpam sekolahku yang terkenal cukup galak, namun dalam hati aku agak geli juga karena satpam itu takut sekali pada Tri. Tanpa pikir panjang aku pun menggenggam kontol satpam itu dan meremasnya. Awalnya satpam itu meronta-ronta, namun dengan tusukan palsu Tri, akhirnya satpam itu pun diam. Kontol satpam itu cukup besar, namun kukira yang besar adalah bola zakarnya. Batangnya agak kecil menurutku kalau dibandingkan punya Tri dan Pras, tapi tak apa lah, kapan lagi aku bisa menikmati kontol orang lain, bahkan satpamku yang galak itu. Namun setelah beberapa lama, batang kontolnya tak kunjung mengeras. "Lembek nih," ujarku. "Hei, kau impoten ya," ujar Tri. "Nggak Ndan! Saya bisa ngaceng!"
"Mana, lemas gitu!" Tri pun melepaskan salah satu kunciannya dan meremas kontol satpam itu agak kasar, membuat satpam itu mengerang. "Apa ini, lembek sekali! Kau ini cowok bukan!"
"Saya ngacengnya kalau nonton film Ndan!"
"Film apa? Bokep? Cowok cewek?" Satpam itu tidak menjawab, sepertinya ia malu membuka rahasianya. "Jawab!!!" ancam Tri sambil meremas kuat-kuat kontol satpam itu. "Aaaaahhh..." Saat itu aku melihat kontolnya mulai ngaceng. "Oooo aku tahu sekarang, kau rupanya hanya ngaceng kalau disiksa ya!" ujar Tri. "Kau suka disiksa, hah?! Jawab!!!" Satu lagi remasan kuat pada kontolnya. Ajaibnya, kontolnya justru ngaceng! "Bro, siksa dia!"
"Eh? Aku?"
"Ya iya lah, masa si Pras, mana berani dia!"
"Eh Paman, sudah lah, toh kita ya nggak melakukan yang dituduhkannya," ujar Pras. "Bisa runyam nanti masalahnya..."
"Jangan takut, dia harus dihukum biar nggak sembarangan nuduh! Kalau kalian diancam, bilang saja padaku, kuberi pelajaran dia nanti!" Satu lagi remasan kontol pada satpam itu. "Ayo Bro!"

Aku belum pernah menyiksa seseorang sebelumnya, namun sesekali aku pernah melihat videonya di Internet, dan kadang aku pingin coba juga. Aneh juga melihat seseorang bisa ngaceng kalau kontolnya disiksa. Pras berhenti memegangi kedua kaki satpam itu; ia sepertinya pasrah pada apa yang akan terjadi padanya. Bahkan Tri pun melepaskan kunciannya. Satpam itu kini berdiri tegak di hadapanku. Diapain dulu ya...
Tanpa pikir panjang aku mengepalkan tanganku dan meninju kontolnya. Satpam itu terhentak dan mengerang pelan. Aku duduk di hadapannya hingga kontolnya ada berada sedikit di atas kepalaku. Kuperlakukan seperti sansak tinju, kupukul berulang-ulang kontol satpam itu hingga satpam itu terengah-engah. Kuberikan sedikit waktu untuknya beristirahat sebelum sesi berikutnya. Kali ini Tri membantuku dengan menjaga tubuh satpam itu tetap berdiri tegak, karena tiap kali kuhajar kontolnya satpam itu refleks memegangi kontolnya. Kali ini tidak ada lagi yang melindungi kontolnya, maka... Kutendang dengan sepatu ketsku. Awalnya kutendang seperti menendang bola, dan memang bola kontolnya yang kutendang. Berikutnya, kupraktekkan sedikit jurus tendangan karate yang kupelajari iseng-iseng dari Internet. Tendangan ketiga kugunakan ujung sepatuku. Tiga tendangan berturut-turut itu sepertinya menguras habis tenaga si satpam, keringatnya bercucuran membasahi tubuhnya, dan entah kenapa aku jadi terangsang kembali. Kupegang kontolnya dan ternyata batangnya sudah sekeras kayu. "Mau diterusin atau mau dikeluarin nih?" tanyaku pada diriku sendiri. "Udah keras kah Bro?" tanya Tri. Tanpa menunggu aku menjawabnya, ia pun menjamah dan meremas keras kontol satpam itu, membuatnya mengerang lagi. "Wah mantap nih. Terserah dia dah. Mau diterusin atau dikeluarin?"
"Terusin dikit lagi Ndan...," rintih satpam itu. "Enak..."
"Wogh dia kecanduan gayamu Bro!" puji Tri. "Lanjutin gih! Ngaceng juga aku dibuatnya!"
Maka aku pun melanjutkan permainanku, walaupun jujur saja aku kehabisan akal. Akhirnya kugunakan ingatanku sebisanya, mengingat-ingat film atau kejadian apa saja yang berhubungan dengan serangan pada kontol. Kebanyakan berhubungan dengan pukulan, namun gerakan yang paling kusuka adalah ketika aku berdiri, menggenggam kontol satpam itu, dan menariknya ke atas. Satpam itu berjingkat sambil mengerang kesakitan. Kontolku berdenyut-denyut melihat reaksi satpam itu, tak terasa precum pun mulai membasahi celanaku. "Sudah cukup Bro, sekarang puaskan dia," ujar Tri. "Kasihan."

Maka kuelus-elus kontol satpam itu yang masih meringis kesakitan. Aku nekad menciumnya, entah keberanian dari mana datangnya, dan ajaibnya satpam itu membalasku. Kubuka perlahan celananya sampai kudapatkan kontolnya. Bola-bolanya sepertinya bengkak dan berdenyut panas ketika kupegang, satpam itu pun meringis kesakitan. Maka hanya kugenggam kontolnya dan kukocok perlahan-lahan untuk menghilangkan sakitnya sambil tetap menciumnya. Aku bisa merasakan kontolku juga dimainkan, namun aku tak tahu siapa yang memainkannya karena aku sibuk dengan satpam sekolahku. Aku mengerang dalam ciumanku ketika seseorang menjilati kontolku dan menghembusinya dengan nafas hangat; kontol satpam itu mulai mengeluarkan precum yang kujadikan pelumas untuk mengocoknya. Kusempatkan melihat siapa penghisap kontolku, dan aku agak terkejut. Ternyata si Pras! Kukira ia bukan gay, tapi ternyata ia mau juga menghisap kontolku, dan hisapannya cukup mahir. Tri sendiri kulihat juga kembali terangsang dan sedang mengocok kontolnya sendiri; aku bisa melihat kontolnya mulai mengilat oleh precumnya. Kulanjutkan kocokanku, satpam itu menikmatinya untuk beberapa saat sebelum ia mengerang kesakitan kembali. Ternyata Tri kembali meremas kedua bola zakar satpam itu, sambil berusaha memasukkan kontolnya ke pantat si satpam. "Ooookkhhh sempitnya pantatmuuu... belum pernah dientot yaahhh...," desau Tri dengan nafas beratnya. "Belum Ndan... Aaaakh..." Blesss... kontol Tri dengan kejamnya menghunjam pantat si satpam sampai masuk seluruhnya. Seakan tahu peranku, aku pun semakin gencar mengocok kontol si satpam untuk meredakan sakit pada pantatnya. Tri pun mengentot satpam itu tanpa ampun, karena tadi ia belum muncrat sama sekali. "Aaaahhh Praaasss... hisapanmu enak banget..."
"Kau suka Bro?" tanyanya sambil mengelus-elus kepala kontolku, membuatku kelojotan. "Suka banget Pras... tak kuduga kau mau menghisap kontolku..."
"Kelihatannya enak Bro, dan ternyata memang enak..." Tanpa berkomentar lagi ia kembali memasukkan kontolku ke mulutnya dan menghisap-hisapnya. "Oooohhh..." Aku seakan-akan berada di langit tertinggi: kontolku dihisap sahabatku sendiri dan aku sedang memainkan kontol satpam sekolahku yang galak itu, yang saat ini juga sedang dientot seorang tentara. Lengkap rasanya, tapi akan lebih lengkap lagi kalau pada muncrat...

Sodokan demi sodokan kontol Tri pada pantat satpam itu sesekali menyentuh prostatnya, membuatnya merem melek. Belum lagi kontolnya mendapat servis dariku, dan Tri pun memainkan puting susu si satpam, rupanya membuat si satpam tidak tahan lagi. Nafasnya mendadak menderu, dan ia melenguh panjang. "Oooooohhhhh....." Kuremas kedua bola zakarnya dan kupegang pangkal kontolnya kuat-kuat sambil kuarahkan menjauh dariku agar spermanya tidak mengotori bajuku maupun Pras. Satu detik kemudian... Crooottt... Tembakan pertama si satpam jauh sekali sampai mengenai dinding toilet, dan... berhenti. Aku agak heran dibuatnya, kok hanya sekali tembak... Kukocok kuat-kuat kontol satpam itu, dan erangan panjang kembali keluar dari mulut si satpam. "Ooooohhhh..." Tembakan kedua nyaris mengenai Pras, aku lupa mengarahkan kontolnya menjauh. Aneh sekali, pikirku, mirip senjata saja harus dikokang dulu. Maka kukocok-kocok kontolnya dan satpam itu pun menembakkan spermanya. Tujuh tembakan berikutnya benar-benar menguras habis persediaan spermanya, bahkan setelah kuperas buah zakarnya. Tak lama kemudian, kudengar erangan Tri menunjukkan ciri-ciri yang sama. "Aku mau keluaaaarrr.... Aaaaahhhh..." Badannya sedikit bergetar, namun kutebak ia sudah mulai muncrat di dalam pantat si satpam. Si satpam tidak bereaksi apa-apa. Setelah Tri bisa mengendalikan badannya, ia menciumi leher satpam itu. "Nah, kalau nurut enak kan?" Satpam itu hanya mengangguk. "Bro, kau sudah muncrat?"
"Dikit lagiii...," jawabku bergetar. Pras rupanya ikut bersemangat mengetahui dua orang sudah muncrat, maka ia menggenjot kontolku kuat-kuat, bahkan ia ikut meremas-remas bola zakarku. "Praasss... awaaasss... aku mau muncraaattthhh... Hhhhhh...." Aku takut aku muncrat di dalam mulutnya, namun ia tidak kunjung mengeluarkan kontolku dari mulutku, malah semakin asyik menghisapnya. "Aaaaahhhh..." Akhirnya aku pun muncrat di dalam mulut Pras. Hanya empat tembakan karena sebelumnya aku sudah muncrat di dalam pantat Tri, namun semua spermaku ditelan Pras. "Makasih Pras, kau sahabatku yang terbaik..." Tak sadar air mata meleleh di mataku. "Tak apa Bro, ini gunanya sahabat kan?" ujar Pras sambil menghapus air mataku dan memelukku. Rasanya hangat sekali, dan aku luar biasa bahagianya bisa dipeluk Pras. "Pras kau belum keluar kan? Kukeluarin yah..."
"Nggak usah Bro, tadi aku kan udah keluar."
"Tapi kau masih tegang gini Pras... nanti sakit lho!" Tanpa menunggu persetujuannya, ganti aku menghisap kontolnya, dan Pras kini tak menolak sama sekali. Kuberikan hisapan terbaikku, dan Pras meracau selama hisapanku itu, seringnya memanggilku. Tak terlalu lama ia pun muncrat, dan dengan senang hati kutelan seluruh spermanya tanpa bersisa.

Sejak saat itu, aku menjadi semakin erat dengan Pras, walaupun ia masih suka dengan cewek. Sesekali kami  memadu kasih, walaupun ia tak mau disodomi dan menyodomi aku. Cukup lah bisa menghisap kontolnya dan dihisap olehnya... Selama pamannya masih dinas di sini, sesekali kami main bertiga, dan aku lebih sering disuruh berlagak sebagai atasan Tri yang kejam serta suka menyiksa. Tri rupanya juga suka disiksa, mungkin akibat pengalaman pribadinya saat jadi taruna dulu. Jika bermain denganku saja, Tri lebih suka dientot. Sesekali satpam sekolahku juga minta jatah padaku, dan kulakukan selepas pulang sekolah. Tentu saja, ini menjadi rahasia kami berempat, dan semuanya berkat paman temanku tentara yang gay.




.


Ayah Temanku



Ayah Temanku

Seperti biasa sore itu aku berkunjung kerumah Ria yang merupakan salah satu teman baikku untuk sekedar curhat-curhatan, ya…. Ria adalah temanku sejak kecil hingga kini usia kami telah menginjak 18 tahun. Namaku Ary dan tinggal di daerah kota ”M” di sumatera dan jujur, aku adalah seorang gay tetapi sangat tertutup dan hampir tidak ada yang tahu kalau aku seorang gay. Oh,, Ary silahkan masuk? Sapa Ria penuh dengan kehangatan.
Lalu kamipun ngobrol kesana-kemari membahas sesuatu yang menurutku tidak ada manfaatnya tetapi sangat menyenangkan sekali. ”oh ia, ibu kamu kemana? ” tanyaku. ”sedang pergi arisan di rumah bu’de sama addikku juga. Mungkin besok pulang karena bantu bu’de beres-beres dan membuat makanan juga.”jawab ria.  ”Assalamualaikum....” terdengar suara yang berat dan berwibwa. Ternyata suara itu adalah suara dari Om Zein yang baru puang kerja. Segera ria bergegas membukakan pintu untuk ayahnya itu. Om zein tersenyum padaku kemudian brlalau.
Hal aneh muncul dalam otaku ketika melihat ayah temanku ini, memang dari dulu aku sangat mengagumi ayah temanku ini. Walupun rambutnya sedikit botak dengan perut buncitnya yang membulat indah itu apalagi melihat kumis tebal di atas bibirnya sangat terlihat kewibawaan dan kebapakannya.
”eh...!!!! melamun aja!!” ria mengagetkanku yang sedang memikirkan hal bodoh itu. ”hehe??” oh ia ria, aku mau ke kamar mandi sebentar ya soalnya lagi HIV(Hasrat Ingin Viviz)” jawabku. ”ah.. kamu ada-ada aja, yaudah di sebelah dapur ya kamar mandinya. Dah tau kan?” tanya ria. ”ya ampun aku bukan pertama kali kerumahmu ya”. Segera aku menuju kamar mandi.
Sesampainya di depan pintu kamar mandi kulihat pintu kamar mandinya tertutup. Terdengar suara siraman air seperti orang mandi. ”duh,, siapa sih? Mana udah kebelet pipis ni?” gumamku dalam hati. Terdengar sura nyanyian samar-samar dari dalam. Ternyata om zein yang berada di dalam. Otak gay ku pun langsung bekerja membayangkan tubuh telanjang om zein yang basah dengan siraman air. Aku mulai kehilangan sedikit akal sehatku. Kucari celah dimana aku bisa melihatnya mandi. Sial tidak ada sedikitpun lubang di kamar mandi itu. Bahkan di pintunya pu tidak ada lubang kunci. Keika melihat ke atas akhirnya aku mendapatkan peluang itu.karena tembok kamar mandinya tidak sampai ke atap rumahnya, memberanikan diri dan karena telah dikuasai nafsu akhirnya aku menggeser kursi makan yang terletak di depanku dan menaikinya degan sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara kemudian aku langsung melihat kedalam kamar mandi.
Betapa tak percayanya aku melihat apa yang sedang ku lihat, om zein yang sedang bertelanjang bulat menyiram seluruh tubuhnya dengan air. Tidak hanya tubuh telanjangnya yang bisa kulihat tetapi daerah terintimnya pun menjadi pemandangan yang sangat jelas untuk ku nikmati. Terlihat om zein mengambil handuk uang terletak di gantungan handuk. Segera aku turun dari kursi dan dengan sangat hati-hati aku meletakkan kursi di tempat semula kemudian berdiri tenang seolah tidak ada kejadian.
Om zein keluar dengan lilitan handuk di pinggangnya. ”Loh,, ary mau pakai kamar mandi ya?” tanyanya. ”ia om, mau buang air kecil” segera aku masuk kedalam kamar mandi dan membuang beban yang ku tahan sejak tadi, seketika aku teringat pemandangan yang baru ku lihat membuat ku ingin melepaskan beban yang satu lagi, akhirnya tanpa dikomando tanganku langsung mengocok penis ku dan lava putih pun keluar menandakan kembalinya otak normalku.
”lama banget kamu di kamar mandi?” tanya ria padaku. ”ia tadi ayahmu lagi mandi jadi aku nunggu.” jawabku sekenanya. Akhirnya kami melanjutkan obrolan hingga malam. ”oh ia, ini kan malam minggu ya? Aku sampai lupa.” makanya kamu cari pacar biar bisa ingat malam minggu!’’ ejek ria padaku yang memang betah dengan ke jombloanku.
Tak lama pacar ria datang dan mengajak nya makan malam di luar. ”aku gak ikut ah, takut ganggu” sahutku ketika mereka mengajakku. Ayah ria datang menghampiriki, ”kenapa kok gak ikut?” sapanya. ”ia nih yah, ary gak seru!! Yah, kami pergi dulu ya..” jawab ria dan langsung berlalu meninggalkan aku dirumah nya bersama ayahnya.”om, ary  mau pulang ya?” ”loh,, kenapa?? Ini kan malam minggu. Om juga lagi sepi gak ada teman di rumah. Eh... ayo kita nonton TV, ada pertandingan bagus nih M.U VS Arsenal.”
Aku pun menurut saja walaupun sesungguhnya aku sangat tidak menyukai sepak bola. Om zein mulai banyak bercerita tentang para pemain dan seputar club sepak bola tersebut, aku yang tidak mengerti bola hanya tersenyum-senyum saja. ”kamu kalau mau minum ambil sendiri ya, anggap aja rumah sendiri.” ”ia om,” jawabku sekenanya. Om zein memijit-mijit bahunya. ”kenapa om?” pertanyaan terbodoh itu begitu mudahnya keluar dari mulutku. Mungkin karena kegugupan ku berada di samping lelaki pujaan ku.


”ia nih, tadi di kantor banyak kerjaan. Oh ia, kamu bisa mijit gak?” terangnya. ”ya gak begitu ahli tapi ya bisa sedik-sedikit om.” jawabku masih dengan kegugupan ku. Om zein segera membuka kaos biru gelapnya dan beranjak tiduran di atas karpet ambal yang terbentang lumayan lebar di depan TV nya. darah ku langsung mengalir dengan cepat melihat tubuh putih bersih itu dengan perutnya yang membulat indah dan di hiasi dua puting susu hitam dengan bulu-bulu halus di dada sampai perutnya dan bertambah lebat di bawah pusarnya.
Aku menyusul dan duduk di sebelah tubuh nya yang terbaring tengkurap itu. Dengan perlahan aku mulai memegang punggungnya yang gempal itu. Jantungku serasa mau copot karena tak sanggup menahan nafsu yang semakin menggerogoti fikiranku. Terus kulakukan pijatanku hinga om zein merasa sedikit nyaman dengan kondisinya sekarang. ”kakinya juga om?” aku bertanya dengan nada bergetar. ”boleh, tapi gak merepotkan ary kan?” jawabnya sambil menarik sarungnya ke atas sampai ke pahanya yang gempal dan berbulu halus itu terlihat olehku.
Kembali aku menelan ludah melihat kakinya yang di penuhi banyak bulu itu. Aku mulai memijat dari betis sampai ke pahanya. Ketika pijatanku diseputar paha, sesekali jariku menyentuh benda yang ternyata adalah kantung pelir om zein. ”Apa om zein tidak mengenakan celana dalam?” gumamku dalam hati. Aku pun menyuruhnya untuk berbalik badan untuk memijat kaki bagian depan, dan saat om zein membalikkan badannya, ku lihat sarungnya sudah seperti tenda. ”Om zein sedang ereksi?”
Kembali aku bergumam, nafsuku pun semakin menjadi-jadi. Om zein nampak memejamkan matanya. Kulanjutkan pijitanku. Oh, pria ini begitu sexy di mataku. Aku tak sanggup menahan diri lagi, aku sangat ingin menikmatinya, sungguh....apapun akan ku lakukan asalkan ia mau meberikan sedikit kenikmatan dari dirinya.
Otakku pun semakin kacau dan fikiran ku semakin tak menentu melihat benda yang menegang di balik kain sarungnya itu. Dengan segenap keberanian dan nafsu yang mengalahkan segalanya, aku memberanikan diri memegang benda itu.
Om zein tersentak karena kaget. ”apa yang kamu lakukan??” ia bertanya padaku dengan wajah kemerahan. Aku tidak menjawab sebaliknya aku malah langsung mengocok benda itu secara perlahan. ”ary!! Ada apa denganmu??” om zein kembali menegurku dengan nada yang sedikit lebih tinggi dari sebelumnya. Aku tetap tidak mempedulkannya. Aku hanya diam menatap matanya penuh harap sambil tanganku terus melakukan kocokan halus.
Ku lihat tubuh om zein semakin bergetar dan wajahnya semakin memerah. ”ary, ada apa dengan kamu? Kenapa kamu begini?” kali ini om zein bertanya dengan nada yang sedikit lembut namun berat. ”maafkan ary om, sudah lama ary memimpikan ini om, ary cinta sama om, dari semenjak ary puber dan memiliki nafsu,, om selalu mengisi otak ary, ketika ary tidur dan mimpi basah itu karena ary bermimpi melakukan hubungan intim dengan om. Maaf  kalau ary lancang dan tidak sopan tapi ini sudah lama sekali ary pendam dan inilah moment yang tepat. Ary tidak tahu mengapa ary begitu mencintai om dan mohon om mengerti keadaan ary” sambil menahan air mata aku menjelaskan semuanya.
”mohon izinkan saya om, sekali ini saja untuk melakukannya...” pintaku padanya. ”Apa  yang ingin kamu lakukan ary?” pertanyaan om zein sama sekali tidak bisa aku jawab. Aku bingung. Hanya diam. Aku menundukkan kepalaku. Om zein tersenyum melihatku, aku menjadi sangat malu dengan diriku. Bodoh sekali aku ini. Matilah aku, mungkin aku tidak akan datang kerumah teman ku lagi karena aku sudah tidak punya muka di depan ayahnya.
”Lakukan lah ary, om akan mencoba menerimanya..” pernyataan om zein membuat semangatku kembali. ”om yakin??” tanyaku. ”om akan coba.” jawabnya..........................


Aku pun langsung membuka simpul sarungya dan menariknya kebawah. Ternyata om zein benar tidak mengenakan celana dalam. Benda jantan itu sudah lemas tidak sekeras tadi. Aku mulai mendaratkan hidungku menghirup aroma kejantanan lelaki yang dari dulu aku dambakan. Oh betapa nikmatnya, serasa melayang di udara... aku sempat berfikir mungkin para pecandu narkoba juga merasakan hal yang sama denganku ketika mereka menghirup heroin.
Betapa nikmatnya aroma ini sehingga aku sempat berharap agar waktu dapat berhenti supaya kenikmatan ini tidak segera berakhir. Tanganku mulai meraba benda itu lagi dan dengan lembut lidahku menyapu batang penisnya, oh.... betapa nikmat yang kurasakan. Sedikit asin tetapi girih, jilatanku terus membasahi seluruh permukaan benda itu, dua biji pelirnya juga tak luput dari jilatanku hingga bulu kemaluannya yang hitam ikal itu menggelitik hidungku.
Kini benda itu sudah sangat tegang kata orang seperti tugu monas, berwarna ungu kehitaman dengan kepalanya yang lebih besar bari batangnya. Aku sangat menyukai bentuknya. Mulutku terus menghisapi benda lelaki pujaan ku itu hingga ia melenguh dan memejamkan matanya. Tangan ku meremasi dadanya yang berbulu halus dan memilin-milin putingnya. betapa dahsyat sensasi yang ku rasakan. Aku melepaskan seluruh pakaian yang membelenggu tubuhku. Aku menindih tubuhnya hingga wajah kami berhadapan.
Aku mengelus kumis tebalnya, om zein tersenyum. Sepertinya ia menikmati ulah nakal ku. ”om suka??” pertanyaan bodoh itu keluar lagi dari mulutku. Om zein hanya tersenyum. Aku mencium bibirnya, tidak ada respon dari om zein. Aku terus menciumnya dan terasa sekali kumisnya menusuk bibirku tetapi om zein sama sekali tidak membalas ciumanku. Aku pun menghentikan ciumanku. Sambil mengelus pipinya yang kasar bekas cukuran cambag dan janggutnya kembali aku bertanya pertanyaan bodoh, ”om kenapa?”. ”maaf ya ry, om gak bisa..” jawabnya. Akupun mengerti dan ini saja sudah cukup bagiku. ”gak papa kok om, ary ngerti. Tapi izinin ary menikmati ini ya.” aku meremas batang kejantanannya. Om zein hanya mengangguk tanda settuju.
Aku pun melorotkan tubuhku hingga wajahku tepat berada di selakangannya. Kembali ku hirupi aroma kejantanannya yang membuat ku melayang itu. Mulut ku pun kembali bekerja menghisap dan menjilati benda intim om zein. Lama juga aku melakukan itu hingga batang kejantanannya semakin keras dan cairan bening yang asin gurih itu semakin banyak keluar  kurasa dan langsung aku telan, sangat nikmat hingga om zein pun mengerang seperti erangan srigala yang tertahan seiring muncratnya cairan spermanya di dalam mulutku. Terasa hangat, kental dan sedikit lengket.
Rasa asin dan sedikit amis memenuhi rongga mulutku. ”ary, buang di kamar mandi, itu kotor..” om zein menyuruhku membuang benih yang baru saja ia keluarkan. Aku hanya tersenyum dan langsung menelan sperma lelaki pujaan ku. Om zein tidak berkata apa-apa lagi hanya tersenyum melihat ulahku. Sangat tampan senyumannya dan berwibawa karena kumis hitamnya.
”Assalamualaikum!!”terdengar suara yang tidak asing lagi di telingaku. ”RIA!!!!” kami langsung mengambil pakaian kami yang sudah berantakan di lantai. Aku langsung lari ke kamar mandi dan om zein tergesa-gesa memakai pakainnya kemudian membukakan pintu untuk anaknya. Aku memakai pakaianku dan sedikit membersihkan tubuhku. Kemudian aku menyusul ke ruang tamu untuk bertemu ria dan om zein.
Seketika ria tertawa melihatku, bahkan ihsan pacar ria juga tertawa terbahak melihatku. Aku bingung ada apa. Om zein juga tersenyum menahan tawa melihatku. Aku menjadi sangat down. Kenapa? Ada apa? Kenapa kalian tertawa? Pertanyaan itu belum sempat keluar tapi ria sudah menjawabnya. ”kok kamu pake celana terbalik?? Hahahaha!!! Lihat kantongnya di luar jd mirip penari salsa!!!! Hahahha!!! Makanya kalo habis Buang air jangan buru-buru kamar mandinya gak akan lari kok!!!!”
Sial!!!! Bodoh sekali aku!! Tapi ya sudahlah.... akhirnya aku pun ikut tertawa dan aku melihat om zein mengedipkan sebelah matanya dengan sangat genit pada ku hingga membuat ku malu. Aku tahu ini akan menjadi awal yang baik..

.

Saturday, July 11, 2015

Istri Tak be-Rahim

Istri Tak Be-rahim

Ramadhan 2015.
 
Untuk yang kesekian kalinya Bimo ribut mulut dengan Vina istrinya. Selama tiga tahun pernikahan mereka, rasanya tak pernah luput dari cekcok bilateral. Entah itu cuma masalah sepele atau besar, tapi semua akan bermuara kepada sebuah tuntutan; keturunan! Seperti malam itu, gara-gara Bimo kembali pulang terlalu larut yang menurut Vina sudah mulai keseringan.
Sebagai istri yang kerap dirundung kecemasan, rasanya tak salah kalau ia menanyakan hal itu pada suaminya. Tapi apa yang dipikirkan Bimo justru malah sebaliknya. Dia berpendapat kalau istrinya mulai menaruh curiga yang berlebihan. Tak mempercayainya lagi sebagai suami setia dan bertanggung jawab. Dengan kata lain, mulai main api alias nyeleweng!
“Aku heran deh, kamu bawaannya curigaaaaa.. mulu! Kan sudah dibilang, akhir-akhir ini di kantor lagi banyak kerjaan. Masak enggak ngerti-ngerti juga, sih?” dengan nada tinggi Bimo menjelaskan komplain istrinya sambil melempar tas tangannya ke sofa di ruang tamu.
“Tak ada niatku menuduh, Mas. Aku kan cuma tanya, kok akhir-akhir ini pulang larut?!”
“Halah.. apa bedanya. Itu artinya kamu mulai curiga sama aku!”
Sebagai istri pengalah, ditambah di tubuhnya pun mengalir darah Jawa kental warisan orangtuanya, Vina tentu tak kuasa menahan bentakan Bimo malam itu. Mencoba membantah atau balas menghardik, tentu tak pernah terlintas di pikirannya. Di benaknya telanjur terdoktrin kata-kata para orang tua; istri yang baik, harus mengalah dan mendengar apa kata suaminya.
Makanya, kenyang diomeli, seperti biasa Vina hanya bisa membungkam mulut. Tapi hatinya sedih dibalut rasa panas. Ia hanya bisa meruntuki diri sendiri, mungkinkah nasib istri harus seperti dirinya sekarang? Omelan dan bentakan seolah jadi menu harian. Hanya karena ia belum bisa mengandung? Tak terasa, airmatanya mulai meleleh di pipi, bagaikan lilin kena api.
Bimo tau, Vina pasti akan menumpahkan kepiluan hatinya dengan menangis. Tapi emosi dan sikap tempramentalnya tak juga luluh. Sebaliknya, sambil duduk di sofa dan menyulut rokok putihnya ia melanjutkan omelan, “Jujur, aku bosan ribut melulu Vin! Aku nikahin kamu itu sebagai pendamping hidup dengan harapan bisa memberi kebahagiaan rumah tangga lewat anak-anak yang terlahir dari rahimmu. Bukannya malah jadi musuhku dengan pikiran negatifmu, mencurigai semua tindak tandukku!” Bimo mulai meracau.
Hati Vina tercekat mendengar itu. Airmatanya tambah meluap layaknya semburan lumpur PT Lapindo. Ia bisa meraba apa yang dimaksud suaminya. Ya, lagi-lagi urusan anak yang belum kunjung hadir di tengah-tengah mereka. “Kita sudah berusaha Mas. Tapi jangan selalu aku yang disalahkan. Mungkin memang Tuhan belum memberi izin saja!”
“Yah, kok malah Tuhan disalahkan! Kamunya sendiri gimana?” balas Bimo sengit.
“Lho Mas, kita kan sudah cek bersama dan kamu tahu, kalau kata dokter sementara ini belum bisa hamil dulu, karena memang ada kista di rahimku. Tapi kita masih punya harapan, asalkan rajin melakukan pengecekan dan berobat jalan!” kalimat Vina panjang terucap tanpa terpotong tarikan nafas, sementara bulir-bulir air hangat dari kelopak matanya masih mengalir.
Bimo tetap tak terenyuh. Egoisnya justru makin memuncak. Ia sadar betul dan merasa di atas angin, karena problem yang membuat mereka belum punya anak itu memang dari istrinya. “Iya, kalau penyakit itu tak merembet jadi masalah baru. Kalau lebih parah? Hmm... jangan-jangan apa yang aku khawatirkan selama ini bakal kejadian!”
Vina terdiam sejenak. Ia menatap dalam-dalam wajah Bimo sambil mencoba menyimak kata-katanya barusan. Tuduhan apalagi yang bakal keluar dari mulut Bimo? Setelah mengatur nafasnya menjadi lebih santai, ia lalu bertanya, “Maksudnya?”
“Akibat penyakit itu, rahimmu diangkat dokter! Otomatis, musnah sudah harapanku untuk menjadi ayah. Aku sudah tak punya kebanggaan lagi di lingkungan keluarga besarku yang notabene dikarunia banyak anak. Belum lagi di kantor, teman-teman sering meledek dan mengira aku mandul. Aku malu Vin, malu. Kalau begini jadinya aku menyesal menikahimu, karena sama saja kamu tidak punya rahim!”
“Mas....!” sebelum kalimat Vina rampung terucap, tubuh Bimo sudah menghilang di balik pintu kamar meninggalkan Vina yang masih mematung di ruang tamu dengan bibir bergetar-getar. Tapi tak lama, suara Bimo terdengar lagi dari kamar. “Sudah.. sudah.. percuma membahas ini, aku frustasi karena tak pernah ada hasilnya. Mending kamu siapkan makan malam. Karena kamu lebih pandai mengurus rumah ketimbang menyenangkan suami!”
Kata-kata yang sangat menyakitkan didengar seorang istri penyabar seperti Vina, dari seorang suami yang egois dan temperamental seperti Bimo. Vina hanya bisa bergumam, sedemikian hinakah dirinya di mata Bimo cuma karena belum bisa hamil? Sebaliknya di kamar, pikiran Bimo langsung terbersit ide untuk segera menyelesaikan masalah itu; menceraikan Vina.
***
Ternyata itu pun dibuktikan. Sebulan lalu, tanpa sengaja ia bertemu Dicky di salah satu kafe. Bimo yang saat itu sedang melepas kepenatan sehabis bertengkar dengan Vina, terduduk sendiri di sudut ruangan. Tiba-tiba Dicky datang menghampiri sambil berbasa-basi meminjam korek. Padahal ia tahu, Bimo saat itu tak sedang merokok, bahkan selama hidupnya sekalipun.
Namun Dicky punya pandangan lain yang tentu saja tak dimiliki pria-pria lain. Karena Dicky memang seorang gay. Pastinya, dia bisa menangkap peluang berkenalan terbuka lebar di sana. Buktinya, setelah gagal mendapat pinjaman korek, Dicky langsung memperkenalkan diri dan ia pun memulai percakapan. “Kayaknya lagi suntuk banget ya, Mas?” .
Bimo tak mengiyakan, juga tak menampik ucapan Dicky. Pikirannya yang memang lagi kusut, dengan lesu menatap ke arah Dicky. Lalu balik bertanya, “Dari mana Anda tau?”
Merasa dapat angin, Dicky pun makin bernafsu untuk ngobrol. Setelah menyeruput capucinonya di cangkir, ia lalu melanjutkan kata-katanya “Sorot mata tak bisa dibohongi. Lagipula, dari tadi aku perhatikan Mas cuma duduk menyendiri di pojok!” argumennya sambil meletakkan kembali cangkir minumnya di atas piring tatakan.
“Tapi tak selamanya menyendiri identik dengan orang yang sedang suntuk!” seloroh Bimo sambil ikut-ikutan menyeruput capucinonya.
Dicky tertawa kecil karena alasannya disanggah Bimo. “Oh, kalau gitu maaf. Ternyata saya salah. Mudah-mudahan Anda tak tersinggung!” kata Dicky salah tingkah.
Melihat itu, gantian Bimo yang tersenyum. “Enggak! Anda yang benar, kok. Pikiran saya memang lagi kacau. Biasa, masalah di rumah!” kata Bimo tanpa sungkan–sungkan menceritakan problem yang dihadapinya pada Dicky. Entah karena otaknya memang sudah buntu dan butuh teman komunikasi atau mungkin mulai terbius kharisma Dicky.
Pastinya, suasana mulai cair dan obrolan kian berlanjut. Dari soal rumah tangga, pekerjaan, tempat nongkrong sampai balik lagi ke urusan rumah tangga. “Berani menikah, berarti berani pula menghadapi masalahnya. Tapi bukan berarti kita harus menyesali, karena masih ada jalan keluar untuk membuat hidup kembali bergairah!” kata Dicky di akhir pembahasan mereka soal rumah tangga Bimo yang memanas.
Dari situ jelas tergambar, Dicky yang usianya lebih muda dua tahun dari Bimo yang berumur 32 tahun, bukan sekadar ingin mencari teman ngobrol. Tetapi lebih dari itu. Toh, kalau motivasinya cuma pengin menjadikan Bimo sebagai sahabat biasa, kenapa juga ia mesti menanyakan masalah keluarga Bimo? Kenapa pula ia memberikan alamat kos-kosan hingga memberikan nomor HP-nya segala? Bahkan ia juga bersedia sebagai tempat Bimo curhat.
Pastinya, Bimo di mata Dicky punya nilai lebih. Apalagi kalau bukan melihat sosoknya yang macho. Tubuh lumayan atletis tergambar dari otot-otot lengan, pundak hingga bicep yang menyembul dari balik kemejanya. Ditambah kulit putih bersih dengan tatapan mata yang tajam. Kumis tipis dipadu jambang yang menghiasi wajahnya, tentu makin membuat Dicky ser...seran...
Sebaliknya, Bimo bisa mudah merespons Dicky karena memang ia merasa dapat teman ngobrol yang enak, menyenangkan. Bahkan dari obrolan panjang mereka itu, Bimo berkesimpulan kalau Dicky lebih bisa mengerti pikirannya, ketimbang Vina. Sesimpel itu kah? Tentu saja tidak. Karena di sini yang juga ikut bicara justru hasrat seks, di mana tiap lelaki punya kans disorientasi seks. Dan Bimo salah seorang yang punya benih itu untuk menjadi biseks.
Terbukti, berawal dari kafe itu, hubungan mereka berlanjut lebih serius. Entah hantu mana yang membisikkan mereka, hingga akhirnya terlibat hubungan dekat dan sangat dekat. Pastinya, tak ada niatan Bimo untuk mendapatkan anak dari Dicky, melainkan kesenangan. Keduanya pun makin intens bertemu. Tak cuma di kafe, tapi juga di kos Dicky.
Hingga akhirnya, Bimo tak kuasa untuk mengiyakan, saat Dicky mengajukan suatu pertanyaan, “Mas Bimo, kita udah sering ketemu. Terus terang, aku sayang kamu. Kamu mau kan jadi pacarku?” Pertanyaan itu didengarnya saat bertemu Dicky di kosan untuk yang kesekian kalinya dan hubungan mereka sudah berjalan sebulan.
Emosi dan kromosom X memang sudah benar-benar membutakan rasionalisasi Bimo. Cinta seakan tak mengenal hitam dan putih, baik atau buruk, benar atau salah. Selingkuh dengan sesama jenis pun rasanya dianggap wajar sebagai pelampiasan kekecewaan pada istrinya. Bagi Bimo yang memang punya bakat penyimpangan seks, cinta memang tak mengenal jenis kelamin. Yang penting kasih sayang! Pikirnya. Hmmm...
***
Tupai memang jago melompat. Tapi akhirnya bakal jatuh juga. Begitu pula Bimo, sepandai-pandainya berbohong pada Vina soal hubungan gelapnya dengan Dicky, akhirnya akan ketahuan juga. Semua terungkap tanpa perlu investigasi khusus layaknya reporter media massa mencari pembenaran soal korupsi pejabat. Sebaliknya cuma gara-gara Bimo sakit.
Saat hubungan gelapnya memasuki usia enam bulan, tiba-tiba Bimo terkapar di rumah. Suhu tubuhnya menembus angka 37° C. Sangat tinggi untuk ukuran demam karena flu. Vina, khawatir Bimo terserang gejala flu burung. Maklum, wabah ini masih mengganas di Indonesia. Ia pun panik. Kakak tertua Bimo yang ada di Jakarta, Mas Pram dan istrinya langsung dihubungi.
Syukurnya mereka bereaksi cepat. Bimo dibawa ke rumah sakit terdekat untuk penanganan darurat. Saat perjalanan menuju rumah sakit, Vina tak henti-hentinya melelehkan air mata sambil berdoa, semoga tak terjadi apa-apa pada suaminya. Apalagi melihat kondisinya saat itu benar-benar mengkhawatirkan. Layaknya mayat hidup, tubuhnya hanya tergolek lemas.
Tapi untunglah, hasil pengecekan dokter cukup membuat Vina bisa bernafas lega. Karena ternyata suaminya bukan flu burung. Hanya, ada radang di tukak lambung. Namun Bimo tetap harus dirawat beberapa hari di rumah sakit. Vina tetap bersyukur. Yah, sejujurnya, meski sering jadi bulan-bulan Bimo, ia sayang seratus persen dengan suaminya itu.
Namun sayang, kegembiraan Vina hanya sesaat. Karena di ruang dokter, ia mendengar penjelasan dokter Zaky perihal suaminya. Dari hasil pengecekan atas sampel darah Bimo, terkandung benih virus mematikan, HIV. “Apa? Bimo positif HIV?” hati Vina tercekat, seakan tak percaya dengan berita itu. Blaarrrrrrrrr.... kepalanya pun langsung pening. Perasaannya bercampur aduk. Bagaimana Bimo bisa kena, dari mana, kapan dan oleh siapa?
Pertanyaan-pertanya itu terus menggelontor di pikirannya. Apakah itu karena akibat ia sering jajan dengan pelacur-pelacur? Buat apa? Toh, kalau hanya untuk mencari ‘sebongkah’ daging itu, Vina pun merasa punya yang lebih bersih, sehat, terawat dan higienis. Pertanyaan-pertanyan bodoh terus menghujam di kepala, hingga ia pun tak bisa berkata-kata lagi.
Tapi apa mau dikata. Semua sudah terjadi dan tak bisa ditolak. Vina pun hanya bisa pasrah. Begitu pula saat Bimo terang-terangan mengakui perbuatan selingkuhnya dengan Dicky selama ini. “Maafkan aku Vin atas kebohongan selama ini!” bisiknya. Suara Bimo lirih, tetapi di ruang Mawar 301 rumah sakit itu, seakan terdengar jelas di telinga Vina.
Air mata Vina sudah kering. Ia tak mampu lagi menangis ketika melihat Bimo mulai menitikkan air mata. “Aku benar-benar berdosa telah menghianati perkawinan kita. Dan aku juga telah berdosa karena telah mengintimi sesama jenis. Aku malu... aku tak kuat lagi Vin, lebih baik aku mati!” suara Bimo terdengar parau dan terbata-bata.
Bagai patung candi, Vina tetap membisu saat Bimo menarik lengannya berusaha merangkul. “Maafkan aku juga kalau selama ini menganggap kamu wanita tanpa rahim. Aku benar-benar menyesal. Aku pasrah, apapun hukuman yang bakal kamu berikan!”
Masih dengan keyakinannya sebagai istri yang setia, berbakti kepada suaminya dan tentu saja tipikal wong Jowo kental, ia mau juga membalas rangkul suaminya. Lalu dengan lembut tapi mantap berbisik di telingan Bimo, “Aku tak perlu menghukummu Mas, karena aku cuma istri biasa yang tak punya rahim. Tuhan yang lebih berhak menyadarkan kamu lewat HIV positif!” Air mata Vina pun kembali berguguran bagaikan pohon pinus yang meranggas di musim kering.