Namaku Johan. Sebelumnya aku telah ditulari virus gay sama pamanku yang pedofil sejak aku SMP. Aku rindu pamanku yang kini masih dikurung di penjara karena memperkosa anak kandungnya sendiri Ayu hingga hamil. Aku seorang yatim piatu kemudian dikirim oleh pak lurah untuk dididik di sini di Pesantren panti asuhan di Kecamatan sebelah. Pak lurah mengirimku ke sini karena tak ada lagi yang merawatku karena saudaraku satu satunya yaitu Lik Bambang telah dibui untuk beberapa tahun lamanya. Aku tidak nyaman hidup di pesantren. Aku lebih suka hidup bersama pamanku Lik Bambang walaupun dia seorang pedofil bisek. Karena dia sudah kuanggap ayahku sendiri disisi lain dia merupakan cinta pertamaku yang hingga kini belum kuungkapkan.
Aku ingat betul ketika kami saling bersetubuh. Saling menikmati detail tubuh kami satu sama lain. Persetubuhan saat itu meninggalkan kesan jatuh cinta di hatiku pada pamanku Lik Bambang. Hingga kini aku masih setia menunggu kedatangan Lik Bambang yang menjemputku dari sini serta melepas kerinduan setelah sekian tahun berpisah. Aku masih berharap suatu saat Lik Bambang mengambilku dari sini kemudian kami tinggal bersama di rumah warisan nenek, menjalani hidup yang sederhana dan terkadang susah seperti dulu. Itu yang kuharapkan.
Berlama-lama tinggal di pesantren panti asuhan membuatku ingin segera minggat saja. Doktrin homofobia yang diutarakan Kyai menjadikan diriku seolah hidup sendiri di dunia ini dengan menanggung dosa yang harus kupikul sendiri. Muak rasanya. Rasanya pengen buru-buru kabur kalo Pak Kyai cerita sejarah kaum Luth. Aku merasa semua dosa besar yang ada di dunia akan kupikul sendiri, tak ada orang lain yang peduli.
Virus gay yang ditularkan Lik Bambang padaku telah menyiksaku selama ini. Namun aku tak pernah terfikir untuk menyalahkan dia. Ini merupakan suatu cobaan bagi diriku sendiri. Aku mulai susah berinteraksi pada teman-teman Panti. Aku hidup menyendiri. Padahal waktu SMP aku termasuk preman sekolah yang banyak ulahnya. Kini aku malah menjadi pendiam dan penyendiri.
Aku tau dosa yang kuterima atas orientasi seksualku. Namun apadaya aku tak dapat mengendalikan hasrat seksualku jika aku ingin. Akhirnya kulampiaskan dengan mengocok kontolku sendiri saat mandi di sungai sambil membayangkan kenthu dengan Lik Bambang. Sering kulakukan kegiatan onani sendiri jika hasrat seksualku memuncak. Bahkan tak kupedulikan sebesar apapun dosa yang akan kupertanggung jawabkan di Akhirat.
Di pondok, semenjak ada rolling kamar santri aku mulai punya teman. Awalnya kamarku di bawah bersama anak-anak santri seangkatan yang tak dapat kuusili karena mereka takut dosa semua. Kemudian kami dipisah dan ditempatkan bersama santri senior agar kami dapat beradaptasi dan mendapat banyak ilmu. Kebetulan aku dikamarkan di kamar pojok kanan atas bersama Kang Yasin (28 tahun) dan Kang Guntur (23 tahun). Kang Yasin orangnya lebih asik dan suka bercanda. Dia kalo bercanda blak-blakan. Pernah suatu saat kuusilin saat mandi bersama kusentil tititnya kemudian dia membalas memlintir putingku, kuremas batangnya kemudian ia menyentil bolaku hingga perutku melilit akibat ulahnya. Aku menggelinjang kesakitan dia malah bercanda mau menyentil prisilanku lagi. Aku berusaha mengelak dan sikuku tak sengaja menyodok prisilannya dan ia merasakan setruman yang sama sepertiku. Ia menggelinjang menahan perutnya sambil jongkok, meringis sakit serta menahan tawa. Dan akhirnya kita tertawa bersama sambil ciprat-cipratan air. Kalau Kang Guntur orangnya agak religius artinya dia kurang berani diajak bolos dari kegiatan-kegiatan pesantren. Maka dari itu aku lebih dekat dengan Kang Yasin dibanding Kang Guntur.
***
Pada malam selasa Kang Guntur jadwalnya full di masjid. Setelah salat Isya' dia khataman Quran, diteruskan salat tahajud, kemudian mengaji kitab kuning, dilanjutkan salat subuh. Jadi hanya setiap malam selasa aku dan Kang Yasin tidur berdua di pondok. Pada suatu saat pada malam selasa dalam lelapku, ku rasakan Kang Yasin memelukku dari belakang. Awalnya sedikit kaget karena bertepatan dengan mimpi jatuh ke jurang. Pada saat itu aku langsung tersadar karena sempat melek namun badanku lemas bergerak. Melihat tubuhku kaget, Kang Yasin melepaskan kembali pelukannya dari tubuhku, namun tak lama kemudian ia memelukku kembali secara lembut hingga membuatku nyaman. Saat itu aku diambang diantara sadar dan lelap. Aku bisa merasakan dada besarta putingnya yang melenting beserta perut dan tulang iganya menempel panas agak lengket di punggungku. Namun aku tak bisa menggerakkan tubuhku. Lama-kelamaan tangannya menerobos senganku hingga lengannya menempel ke igaku. Tidak lama kemudian telapak tangannya mulai menggerayangi pentil, dada, hingga perutku. Terus diraba-raba hingga aku menikmatinya. Tak kusadari tanganku mulai bergerak dan meraba pahanya yang berada di belakang pahaku. Aku mulai menyibakkan sarungnya ke atas hingga ke pinggangnya. Kini kurasakan bongkahan bokong yang padat di telapak tanganku. Sementara tangan Kang Yasin masih terus meraba-raba perut, dada, hingga kontolku yang mulai menenang yang masih terbungkus kain sarung. Rangsangan yang ia berikan padaku mengingatkanku pada Lik Bambang. Sosok Lik Bambang langsung hilang karena kontol Kang Yasin yang panas menyentuh belahan paha belakangku yang membuatku kaget.
"Kamu suka Han?" Tanyanya padaku, sambil mendekatkan bibirnya di belakang cuping telingaku.
"Iya Kang" jawabku sambil membalikkan badanku menghadap badannya.
Kini kami saling tidur berhadap-hadapan sambil mendempetkan tubuh. Kurasakan aroma minyak nyong-nyong kasturi khas akang akang pondok di dadanya yang mulai memudar aromanya. Kemudian kami saling berpelukan di kamar pondok yang remang-remang dengan posisi sarung tersibak di perut kami masing-masing. Kami saling meraba punggung dan saling berpandangan.
***
Tak lama kemudian kontol kami yang sudah menegang total semua saling bergesekan. Karena paha Kang Yasin merangkul pahaku. Setelah lama berpandangan mata kami kemudian sayu lalu bibir Kang Yasin mengecup lembut bibirku, dilepaskannya kembali seraya memandangi mataku lagi, bibirku dikecup kembali kemudian langsung kulumat bibirnya seperti yang diajarkan Lik Bambang. Kurasakan aroma siwak di mututnya yang biasa ia kenakan sebelum melakukan salat. Bibir kami saling melumat. Lidah kami saling beradu. Kami saling mencipok wajah secara bergantian. Hingga liur kami lumer di pipi, hidung, dagu, mata, kening, dan leher. Kurasakan di bawah sana sarung kami sudah melorot dengan sendirinya hingga kami telanjang total. Kontol kami semakin bebas untuk saling bergesekan. Birahiku semakin memuncak hingga posisi kami berguling-guling. Kadang aku di atas untuk mencimbui Kang Yasin, sesekali Kang Yasin yang di atas untuk mencumbuiku. Kemudian ia memposisikan miring seperti aku awal aku tidur tadi.
gambar illustrasi, Sumber: Twitter @BudakBangor92
"Sebentar ya Han aku ambil handbody dulu." Katanya sambil bangun mencampakkan aku ketika birahiku sedang dipuncak-puncaknya.
"Cepet kang!" Kataku kesal.
Kutengok Kang Yasin ke belakang dia sedang sibuk mengais-ngais kotak rias di bawah pecahan cermin yang dilekatkan di tembok kamar kami tempat kami bercermin.
"Ketemu Kang?" Tanyaku khawatir.
"Gak ada!" Jawabnya mulai frustasi sambil membuka lemari seranya menyusuri menggunakan matanya berharap menemukan handbody ditemukan di sana.
Kemudian ia menuju di pojokan kamar, jongkok dan sibuk di sana. Kutengok lagi Kang Yasin ternyata dia melumuri kontolnya dengan air sabun yang licin yang terjebak di dalam gayung alat mandinya. Ia kembali ke tempat tidur sambil mengocok kontolnya yang sudah tegang dari tadi dengan air sabun. Lalu mengecup pipiku dari belakang seraya berkata, "Aku masukin ya!"
Semenjak aku tahu dia memakai air sabun sebagai pelicin, aku mulai ragu untuk diajak ngentot dengannya. Aku pikir air sabun akan membuat anusku perih. Lagian aku sudah lama tidak dientot. Bahkan terakhir dengan Lik Bambang itupun hanya sekali saat ia merenggut perawanku. Karena anusku sudah lama tidak dientot, aku pikir sudah tidak elastis lagi. Aku takut kalau zat yang ada di sabun malah tambah membuat perih anusku. Jadi kuputuskan untuk tidak melakukan penetrasi pada malam itu.
"Maaf Kang aku takut, soalnya perih banget, aku takut kalau sabun itu malah menjadikan pantatku tambah perih, mungkin lain kali aja ya Kang!"
"Ayo lah Han aku gak mau berhenti sampai sini mumpung gak ada Guntur, kita senang-senang malam ini" keluhnya sambil mengambil posisi seperti awal yaitu tidur miring namun kini kontolnya siap berancang-ancang menembus pantatku dari belakang.
"Maaf Kang aku gak siap, lain kali aja." sambil kudorong pinggulnya ke belakang agar kontolnya menjauh dari garis pantatku yang sudah hinggap dari tadi.
Tiba-tiba dia mendempetkan dadanya ke punggungku sambil memelukku dari belakang seraya tangannya meraba-raba perut, dada dan kontolku. Kubiarkan saja aksinya. Pokoknya jika dia sampai nekat menusukku maka aku mau tidur di masjid saja. Kang Yasin masih terus menggrepe tubuhku. Masih tetap kubiarkan aksinya. Dada, perut, kontol dan bokongku menjadi licin dan tercium sabun Giv karena ulahnya. Masih tetap kubiarkan aksinya. Kini aku mulai terbuai kembali dengan aksi panasnya memainkan tubuhku untuk dibawa ke angkasa. Aku mulai menggelinjang, tanganku meremas apapun yang bisa kuremas, mulutku mendesah pelan tanda birahi memuncak kembali.
Tiba-tiba rudal Kang Yasin masuk dari belakang. Tak kurasakan sakit sama sekali tetapi nikmat yang luar biasa hingga terasa nikmatnya ke dalam sanubariku. Kontol Kang Yasin tidak masuk ke anusku tetapi dijepitkan ke paha dalamku dari belakang. Ouh... nikmat sekali. Kenikmatan tiada tara yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Belum lagi sentuhan dan kocokan mautnya yang memanjakan tubuhku.
Kontol Kang Yasin mundur maju mundur maju di jepitan pahaku. Kini paha dalamku mulai licin sekali akibat air sabun yang melumuri kontol Kang Yasin. Kupusatkan syaraf motorikku di sana. Akibatnya rasa yang nikmat menghujamku hingga nafasku menjadi tersenggal-senggal, degub jantungku seperti digedor-gedor, desahan nikmat tak henti-hentinya mengaum hingga suasana menjadi semakin panas. Tak lama kemudian jantungku seolah berhenti sejenak, desahanku juga berhenti dan berganti suara mengejan, tubuhku menggelinjang hebat seperti disetrum listrik 5000 watt dalam 0,0000001 per detik. Akhirnya pejuhku muncrat menyeruak dari dalam kontol yang merekah dengan sendirinya tanpa dikocok. Cruooottt crooottt.... crtoott.... Menyembur ke perutku dengan hebat crooott... croott... croott... croott... crooot... nafasku kembali terengah engah, seluruh tubuhku panas hingga air keringat terus keluar dari setiap pori tubuhku, mengucur hingga menetes-netes dan membasahi apapun yang bersentuhan langsung dengan tubuhku termasuk tubuh Kang Yasin yang masih terus memainkan kontolnya maju-mundur di dalam jepitan paha belakangku.
Lava pejuhku yang perlahan meleleh dari perutku ditampung oleh Kang Yasin dengan telapak tangan dan jemarinya kemudian dilumurkan di kontolnya dan paha dalam ku. Kemudian tubuhku dibimbing untuk berbalik posisi menghadap tubuhnya. Kini kami saling berhadap-hadapan. Tanpa basa basi ia langsung menancapkan rudalnya kembali ke jepitan pahaku dari depan. Ia semakin beringas bahkan salah satu kakinya menginjak lututku dari atas agar pahaku semakin sempit dan kontolnya semakin terjepit. Kurasakan kontolnya semakin panas namun becek akibat lumuran pejuh dan cairan sabun sebagai pelicinnya. Kontolnya semakin cepat menggenjot pahaku. Kemudian tubuhku dilentangkan menghadap atas dan dia menindihku. Kusilangkan kakiku, kukencangkan otot pahaku untuk memanjakan kontol Kang Yasin. Kini tubuhku siap di gagahi Kang Yasin. Ia menjepitkan kontolnya di pahaku dari atas kemudian mencumbui wajahku dan meraba-raba dada serta perutku. Kira-kira 10 menit bertahan ia melepaskan kontolnya dan mengocoknya di atas perutku. Sambil ia mengocok kontolnya sendiri, kubantu ia klimaks dengan meraba-raba puting, dada dan perutnya. Kulihat Kang Yasin dari bawah dia semakin gagah saat mengocok pusat kelelakiannya dihadapanku. Kunikmati pemandangan itu sambil memlintir-mlintir pentilnya. Ia terus mengocok sembil mengaum ngaum layaknya raja hutan yang liar dan gagah. Dan akhirnya crooot... crooott.... crooottt... crooottt... crooott.... croott...... Pejuhnya tumpah ruah di perutku. Sambil Kang Yasin mengatur nafasnya ia sempat memainkan pejuhnya sendiri di perutku. Ia lumer-lumerkan pejuhnya di perutku, kemudian perutnya digesek-gesekkan diatas perutku sambil mencipokku dengan kesan ciuman yang puas.
***
Suara santri-santri mengaji kitab kuning terdengar kompak namun samar-samar. Itu pertanda waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Kami kembali kenakan sarung masing-masing dan tidur seperti biasanya. Tubuh kami masih berlumur air sabun, liur, dan pejuh yang mulai mengering, namun ada sedikit lengket di beberapa titik. Kata Kang Yasin kita harus mandi sebelum adzan subuh, karena setelah salat subuh Kang Guntur sudah kembali ke kamar. Cerita lain yang lebih panas pengalamanku dengan Kang Yasin akan kuceritakan di cerpen selanjutnya.
Pada malam selasa berikutnya aku dan Kang Yasin duduk di
kamar pondok sambil
menyulut rokok tali jagad seraya bercerita
satu sama lain. Hanya
pada malam selasa saja momen yang tepat
untuk kami saling
berbagi cerita agar mengenal satu sama lain. Di
hari-hari yang lain
momennya kurang tepat untuk membicarakan
rahasia kami berdua.
Aku bercerita pada
Kang Yasin pengalaman pertamaku
dientot oleh pamanku
Lik Bambang. Di usiaku 13 tahun aku sudah
rela melepaskan
keperawananku padanya. Namun walaupun saat
itu aku tinggal
seatap dengan Lik Bambang tapi aku hanya dientot
sekali saja, pernah
aku minta lagi namun ia menolaknya entah apa
alasannya. Ia lebih
memilih ngentot dengan purel, bencong atau
teman fitnessnya
hingga membuatku cemburu. Saat Lik Bambang
menolak ajakanku tak
pernah kuminta lagi jika dia tidak minta
duluan, namun ia
tidak pernah minta ngentot denganku lagi hingga
ia dipenjara. Aku
yakin Lik Bambang juga merindukan aku sama
seperti yang
kurasakan. Aku bercerita panjang lebar kepada Kang
Yasin seraya
mengepulkan asap rokok ke angkasa.
Giliran Kang Yasin
bercerita. Ia merasa bingung dengan
orientasi seksualnya.
Sudah 14 tahun ia hidup di pesantren.
Hidupnya tak
mempunyai tujuan. Sepertinya ia harus rela menjadi
perjaka tua di
pesantren. Dirinya merasa suka sama siapapun baik
laki-laki atau
perempuan, dewasa, anak-anak, jelek, cakep, hitam,
putih, gemuk bahkan
kurus. Semuanya ingin di entot ketika saat
berahi. Namun anehnya
ia mengaku berahi Kang Yakin muncul
ketika ada yang
melakukan kekerasan fisiknya. Sebenarnya aku
juga pernah memperhatikan
gerak-gerik Kang Yasin Waktu aku
masih belum kenal
betul dengannya. Bahwa Kang Yasin beberapa
bulan yang lalu
pernah terkena kasus menggelapkan uang koperasi
santri sebanyak 1
juta kemudian ia dikenakan hukum cambuk di
hadapan para santri.
Saat itu kuperhatikan kontolnya terpampang
jelas ngaceng
dihadapan santri walaupun ia berusaha menutupi.
Saat itu algojo
menyuruh kedua tangan Kang Yasin dilipat keatas
dengan telapak tangan
memegang leher belakang kemudian algojo
siap mencambuk
punggung serta bokongnya menggunakan rotan.
Saat itulah kontol
Kang Yakin ngaceng naik turun naik turun di
balik jubah tipisnya
tanpa pakaian dalam. Serta ekspresi wajahnya
tidak menunjukkan
penyesalan atau siksaan tetapi ekspresi erotis
serta mengeluarkan
desahan nikmat selayaknya ekspresi ngentot.
Aku juga sering
melihat gelagatnya saat ia ikut dalam kegiatan
merpati putih dan
debus di pondok. Saat aku melihat ia beraksi
misalnya perutnya
dilindas sepeda motor atau di cambuk dengan
cemeti berapi maka
kontol Kang Yakin pasti ngaceng serta
berekspresi erotis
dan mengeluarkan desahan nikmat. Aneh juga
terkadang, biasanya
Kang Yasin di kamar sebelum mandi dia
melakukan pemanasan
fisik seperti push up, sit up, mengangkat
barbel yang terbuat
dari wadah cat diisi semen disambung dengan
pipa. Kemudian
setelah dirasa cukup berkeringat ia bercermin di
pecahan kaca sepion
yang ditempelkan didinding kamar kami
dengan dengan
mengencangkan otot ototnya yang kecil tapi padat
seperti aksi binaraga
kelas 60 kilo. Hal tersebut dilakukan jika
tidak ada Kang
Guntur. Bahkan akhir-akhir ini setelah kami
melakukan
persetubuhan waktu itu, Kang Yasin sering meminta
tolong padaku agar
menambah beban saat ia melakukan olahraga
rutin sebelum mandi
dengan cara menginjak perutnya saat ia
melakukan sit up,
duduk di punggungnya saat ia melakukan push
up, dan dia senang
sekali jika perutnya di tonjok. Bahkan dia
sering menantangku
agar menonjok lebih keras di perutnya serta
otot-otot lainnya
seperti otot dada, otot bisep, otot punggung dll.
kakang pondok bermain
bola di pondok kami
Aku juga merasa aneh
ternyata kekerasan fisik bagi Kang Yasin
menimbulkan
kenikmatan erotis yang tak bisa ia jelaskan dengan
logika.
Percakapan kami malam
itu begitu mendalam namun kami
hanya saling
mendengarkan tanpa melakukan kontak mata namun
saling menyambung
dari hati ke hati. Aku sangat tahu apa yang
dirasakan Kang Yasin,
begitupula dia juga mengerti apa yang aku
alami.
***
Pada suatu suatu hari
di pesantren diadakan kerja bakti.
Seluruh anak-anak
santri dikerahkan membersihkan area pondok.
Aku dan Kang Yasin
kebagian membersihkan toilet belakang.
Pengarah kegiatan
memberikan kami beberapa botol Porstex
beserta sikatnya.
Hampir setengah hari kami membersikhan kerak
membandel di toilet
belakang menggunakan Porstex. Setelah
selesai ternyata
masih ada 1 botol Porstex yang tersisa dan masih
baru. Kemudian Kang
Yasin menyobek segel botol Porstex untuk
diambil sarung tangan
yang terbuat dari karet seperti sarung
tangan dokter
kemudian menyimpannya di saku kemejanya. Aku
tak memperdulikan
untuk apa sarung tangan tersebut.
***
Hari senin pagi aku
dan Kang Yasin sudah merencanakan
akan melakukan
kegiatan persenggaman pada malam harinya.
Kami saling sepakat
akan melakukan anal seks karena saat itu
Kang Yasin sudah
membeli handbody Vaseline yang lidah buaya
yang membuat sensasi
kulit menjadi sejuk dan dingin. Setelah
salat Magrib aku
sudah mempersiapkan diri untuk dientot Kang
Yasin dengan mencukur
jembutku, mandi yang bersih dan tidak
lupa boker dulu.
Kuperhatikan Kang Yasin juga begitu, bahkan
sebelum magrib dia
sudah bersih dan wangi serta menyempatkan
mencukur jambang
halusnya hingga pipinya makin bersih dan
kebiru biruan.
Malam selasa yang
kutunggu-tunggu telah tiba. Setelah
salat Isya pintu
kamar ku kunci setelah Kang Guntur keluar kamar.
Setelah ku kunci
pintu kamar pondok, aku langsung berbalik dan
menyambar tubuh Kang
Yasin. Kami berpelukan sambil berdiri.
Kucipoki mulut Kang
Yasin seraya tanggan kami sibuk melucuti
pakaian. Tak lama
kami sudah telanjang total. Kusandarkan tubuh
Kang Yasin di tembok
kemudian kulumati seluruh tubuhnya dari
wajah, leher, dada,
perut, paha, hingga kontolnya. Kulumat ganas
kontol Kang Yasin
yang belum tegang. Kira-kira 10 menit
mulutku tersangkut di
kontolnya tetapi masih belum juga
menegang total,
padahal tanganku juga sibuk menggrepe dada,
perut, punggung,
bokong, paha, hingga prisilannya. Tetapi
permainan Kang Yasin
masih tetap dingin, kontolnya pun juga
sulit tegang.
"Kamu ada
masalah Kang?" Tanyaku sambil menghentikan
aktivitas mengoral
kontolnya seraya mengdongak ke atas
memperhatikan matanya
untuk mencari jawaban jujur.
"Aku nggak
begitu suka permainan yang romantis Han,
sesekali aku pengen
gaya lain." Jawabnya agak gagap takut
bersalah.
"Maksudnya???"
"Aku pengen kamu
menghajar aku, tonjok otot-otot di
tubuhku sekuat yang
kamu bisa seperti yang kuajarkan waktu itu."
Walaupun permintaan
Kang Yasin sedikit aneh tapi kuturuti
saja apa yang
diinginkan. Kutonjoki perut, dada, punggung, serta
lengannya.
Kuperhatikan kontolnya mulai ngaceng dan bergerak
naik turun. Kang
Yasin menantangku agar menonjok lebih kuat,
tidak lemes seperti
gadis kecil. Akhirnya ia tidur di lantai kamar
kemudian ku hajar dia
bukan hanya kujotosi dengan tangan tapi
juga menggunakan
kaki. Dia mulai mendesah menikmati
siksaanku. Kang Yasin
mengambil posisi terlentang ia memintaku
untuk menginjak
perutnya yang kotak-kotak setelah dikencang
kan otot perutnya.
Perutnya kini sudah siap kuijak. Pelan-pelan
kunaiki perutnya dan
kuangkat kakiku satu per satu seperti sedang
melakukukan jalan di
tempat tetapi tepat di perut Kang Yasin. Dia
mulai mendesah dan
mengeluh, kontolnya kulihat sudah tegang
dan jatuh ke atas ke
arah pusarnya. Kulakukan sebuah inovasi lain
yaitu melompat dan
mendarat di perut Kang Yasin. Saat kulakukan
hal itu dia mengeluh
kesakitan sambil membungkuk dan
memegangi perutnya
seperti preman yang dihajar seluruh orang di
pasar. Aku segera
turun dari perut Kang Yakin kemudian
mengecup keningnya
dan mengelus rambutnya ke belakang seraya
mengatakan,
"Sampean gak papa Kang?, maafin Johan ya kalo
terlalu sakit!"
Ujarku menyesal.
"Ouh... shhh
huu... emmh... gak papa Han lanjutkan lagi,
aku suka yang
barusan, soalnya tadi aku belum siap, otot perutku
belum kukencangkan
tapi kamu sudah meloncat duluan, tapi gak
papa. Ayo lakukan
lagi Han aku suka."
Aku sudah bersiap dan
mengambil ancang-ancang mau
melompat dan mendarat
di perut Kang Yasin. Dia juga sudah siap,
otot perutnya
dikencangkan hingga tampak jelas berbentuk 6
kotak-kotak serta
tulang rusuknya juga lebih berkontur dada dan
otot bicepnya padat,
kini perut Kang Yasin sudah siap menjadi
landasan tubuhku.
Kulompati tubuhnya dia merigis sambil
menahan nafas.
Lompatan kedua ia memejamkan rapat matanya
tanda menahan
goncangan di atas perutnya. Lompatan ketiga dia
mengejan menahan
bebanku dan mendesah menikmati
permainanku.
"Ayo Han lebih
kuat..." perintahnya sambil mengerang
penuh emosi.
Kumiringkan tubuhnya
menghadapku, posisi perutnya
persis di hadapan
kakiku. Kemudian kutendangi perutnya tanpa
ampun, kotonjoki
lengan atasnya. Kulentangkan lagi tubuhnya,
aku mengambil posisi
menduduki perutnya kemudian kutonjoki
dadanya sampai aku
benar-benar capek. Aku istirahat tidur
disampingnya
kumanfaatkan lengannya untuk kujadikan bantalan
leherku. Kami
sama-sama berkeringat dan nafas ngos-ngosan.
"Han kamu mau
ngentotin pantatku?" Tanyanya.
"Mau sekali
Kang, itupun kalau sampean berkenan aku
entotin. Tapi kang
biasanya dientot pertama kali itu rasanya sakit
banget Kang, pantat
rasanya seperti kebakar. Tapi lama-lama enak
juga kok Kang dan
bikin ketagihan. Sampean mau aku entot
Kang?"
"Setelah dengar
dari pengalamanmu dientot sama
pamanmu, aku rasanya
malah kepingin dientot juga. Sepertinya
uwenak."
"Ya monggo Kang
ambil posisi, mana Vaselinenya aku
longgarin dulu
pantatmu Kang biar bisa beradaptasi dan nggak
terlalu sakit kalo
kontolku nanti masuk." Kataku sambil bangun
penuh semangat seraya
mencari cari Vaseline.
"Vaselinenya di
lemariku. Tapi aku nggak mau dilonggarin
dulu Han, kalo bisa
kontolmu langsung masuk aja ke pantatku
sepertinya sensasinya
lebih mantap"
"Ya terserah
sampeyan Kang, kulo manut mawon"
Kuambil Vaseline
dilemarinya kulumuri krim ke kontolku
kemudian kukocok agar
tambah menegang. Kang Yasin tetap
berada di lantai
kamar tidur terlentang beralaskan karpet biru
berbintil seraya
mengangkat lipatan kakinya hingga anusnya yang
perawan terpampang
nyata. Aku berlutut mengarahkan kontolku
di bibir anusnya yang
berkedut kedut seraya mengocoknya agar
lebih menegang.
"Jika nanti aku
merintih kesakitan tetap teruskan ya Han,
dan jangan dihiraukan
jika misalnya nanti aku memintamu untuk
menghentikan.
Lanjutkan saja. Bagiku kesakitan fisikku
merupakan rangsangan
yang paling nikmat."
Kudengarkan saja
wejangan darinya tapi fokusku tetap di
kontolku yang kini
sudah siap berkandang karena sudah berdiri
tegap gagah siap
bertempur. Kumasukkan kontolku ke anus Kang
Yasin pelan-pelan
hingga sampai kepalanya saja. Kang Yasin
meringis tegang
dadanya terangkat sambil menahan nafas
sepertinya memang
sakit sekali. Kuteruskan masuk lebih dalam
tiba-tiba kurasakan
otot dinding anusnya menutup dan mendorong
kontolku keluar dari
anusnya. Kulumuri lagi krim hijau Vaseline
agar tambah licin
agar gampang masuknya. Kukocok sebentar dan
kembali kumasukkan.
Perlahan-lahan hingga kepala kontolku
amblas dilahap bibir
anusnya. Sebelum ototnya menutup lagi
kupaksakan kontolku
masuk lebih dalam. Ups... saat kontolku
kudorong ke dalam
tiba-tiba selip dan bengkok hingga membuat
kaget syaraf di
sekitar anus Kang Yasin yang secara refleks
menutup kembali dan
mendorong kontolku keluar lagi. Percobaan
ketiga kontolku
kubimbing masuk dengan tanganku yang
menyangga batangnya
agar tetap tegak dan tidak bengkok. Kepala
kontolku masuk lagi,
masih tetap kupegangi batang kontolku agar
tetap tegap kemudian
kudorong masuk pelan-pelan. Kuperhatikan
ekspresi wajahnya
yang hanya memejamkan matanya dengan
rapat seraya fokus
merasakan apa yang ia rasakan. Kudorong lagi
lebih dalam
pelan-pelan. Namun lagi-lagi otot anusnya menutup
hingga membuat
kontolku terdorong keluar.
"Jangan nutup
Kang! rileks aja. Kalo sakit ditahan aja.
Nanti kalo kontolku
udah masuk lama kelamaan enak." Kataku.
"Oke oke kalo
gitu masuknya jangan pelan-pelan, langsung
jebol saja sudah Han.
Jangan pedulikan kalo nanti berdarah."
Jawabnya menantang.
Kuturuti saja
permintaannya. Kukocok sekali lagi. Helem
kontolku kuciumkan
bibir anus Kang Yasin. Tanpa babibu
langsung Blessss.....
Kang Yasin meringis menggelinjang sambil
berteriak namun
ditahan, kepalanya mendongak ke atas dadanya
terangkat ke atas.
Kurasakan otot anusnya berusaha menutup lagi.
Kupaksakan kontolku
masuk lebih dalam. Kang Yasin semakin
menggelinjang.
Kupaksakan sekuat tenaga hingga bibir anusnya
ikut tenggelam
terlipat ke dalam. Bahkan kontolku sempat
bengkok segera
kutegakkan kembali dengan tanganku dan
kupaksakan lagi
hingga bleesss..... kontolku masuk dengan
seksama. Kedua tangan
Kang Yasin meremas kedua lututku.
"Ahh... enak
Kang. Sekarang keperawananmu sudah
milikku Kang. Gimana
rasanya? Sampeyan suka Kang?" Tanyaku
menghiburnya
"Emmmh...
ahhh... sshh... aw... mmm. Huhh..." begitu
desahannya sambil
tangan kirinya menggenggam dan menutupi
lubang hidungnya
seperti menahan sakitnya benda asing berupa
segumpal otot hidup
yang masuk di anusnya.
"Aku mainkan ya
Kang!
Kumaju mundurkan
kontolku perlahan-lahan. Maju mundur
maju mundur maju
mundur. Tangan Kang Yasin mendorong
perutku agar kontolku
tidak tenggelam terlalu dalam di anusnya.
Tapi semakin kugenjot
dan semakin kutenggelamkan kontolku di
sana. Tangannnya
mencakar cakar karpet berbintil alas tempat
kami ngentot. Semakin
lama dadanya mulai turun, ekspresinya
mulai tenang, dan
sudah kembali memandangi mataku yang
memberi sinyal minta
cipokan. Kucepok bibirnya secara membabi
buta. Kang Yasin
mulai menikmati. Kang Yasin mulai panas.
Kang Yasin mulai
bergairah.
Berbagai posisi sudah
kami coba, doggy style, tengkurap,
miring, top in
bottom, berdiri, dll entah apa namanya. Doggy style
adalah posisi yang
paling disukai Kang Yasin. Pada saat
melakukan penetrasi
dengan posisi doggy style jemari Kang Yasin
turut masuk ke
anusnya. Awalnya telunjuk disusul jari tengah
kemudian jari manis.
Tiga jari Kang Yasin sudah tenggelam
mengganjal anusnya
sendiri seraya menggelitiki kontolku yang
hinggap di sana.
Kontolku dimanjakan dengan anus berruang
sempit yang bebas
kuperawani serta dapat bonus servis gelitikan
jemari nakal Kang
Yasin. Pengalaman pertamaku ngentot pria
perkasa berotot baja
membuatku semakin percaya diri
menggagahinya menjadi
lelaki sejati. Nikmat tiada tara tak bisa ku
ungkapkan dengan
kata-kata. Tubuhku mulai mengejang, bulu
kuduk berdiri
menjalar dari leher belakang merambat ke bawah
hingga lengan
punggung sampai ke bokong. Jantung berdegup
memompa darah lebih
dahsyat mengalirkan semuanya ke kontolku
dan akhirnya croott....
crooott..... crooooottt..... crroooooottt......
crootttt.....
crooot.... crooott.... croottt.... lava pejuhku muncrat di
dalam anus Kang Yasin
menyirami ruang dalam anus pusat
kenikmatan yang tak
banyak diketahui oleh semua lelaki.
Kukeluarkan pusakaku
perlahan dari sarangnya. Kulihat bibir anus
Kang Yasin membuka
saat kontolku keluar perlahan dari sana.
Anusnya membuka
terlihat indah merekah dikelilingi bulu halus
serta bercak vaseline
lidah buaya di sekelilingnya. Anus tersebut
mengerut membuka
mengerut membuka mengerut kemudian
mengeluarkan cairan
putih pejuhku yang bercampur bercak darah
bening akibat gesekan
organ dalam hingga pejuhku yang tumpah
berganti warna
menjadi sedikit kecoklatan akibat tercampur
dengan darah bening
tersebut. Pejuhku mengalir deras dan
melimpah ruah dari
anusnya. Beberapa kali ia mengerutkan
anusnya untuk
memastikan tak ada pejuh lagi yang tersisa di
dalam tubuhnya.
Kutampung pejuhku yang lumer di selangkangan
Kang Yasin tersebut
dengan kontolku kemudian kumasukkan lagi
ke anusnya, karena
hasratku menginginkan dia dapat hamil dari
sari pati kelelakianku.
Setelah puas bermain main dengan pejuhku
di anusnya tubuhku
tergeletak di samping Kang Yasin. Mengatur
nafas agar tenaga
kembali pulih.
***
Tidak lama setelah
aku klimaks, Kang Yasin menuntutku
agar kontolku segera
masuk ke anusnya lagi agar dia bisa
merasakan klimaks
seperti yang kurasakan. Tapi aku benar-benar
kehabisan tenagaku.
Mungkin jika untuk menggrepe, mencipoki,
atau mengocok
kontolnya aku masih bisa. Tapi butuh berapa jam
untuk mengocok
kontolnya agar dia bisa mengeluarkan pejuhnya,
sementara selama kami
berhubungan badan, tangan Kang Yasin
terus mengocok
kontolnya sendiri kecuali saat kontolnya kuemut,
itupun belum juga
keluar pejuh hingga sekarang. Bisa bisa tulang
lenganku bisa patah
karena kecapekan mengocok kontol Kang
Yasin yang tak kunjung
klimaks.
"Kalo kontolmu
udah gak mampu, masukkin aja pake
jarimu Han."
Pintanya padaku.
Tapi jujur saja aku
agak jijik sama anus yang sudah
menganga. Mungkin
jika melakukan peregangan pada anus
perawan masih gak
papa soalnya terlihat nikmat dan membuat
hasrat semakin
menggebu. Tapi anus Kang Yasin sudah
menganga. Aku jijik
memasukkan jariku di sana kecuali pake
kontolku. Kuutarakan
perasaanku sejujurnya pada Kang Yasin.
Tapi dia memberikanku
solusi bahwa aku diruruh memakai sarung
tangan karet hadiah
Porstex yang masih baru yang masih
disimpannya beberapa
hari lalu. Its oke lah kalo pakai pengaman
seperti itu biar aku
gak terlalu jijik. Kupatuhi perintahnya.
Kupasang sarung
tangan karet di tangan kiriku, kulumuri jemariku
dengan Vaseline dan
kumasukkan ke anus Kang Yasin yang sudah
longgar. Dua jari
telunjuk dan jari manis langsung masuk dengan
mudah. Kumainkan dua
jariku di anusnya kemudian disusul
dengan memasukkan
jari manisku. Kini terdapat 3 jari yang sudah
masuk di anus Kang
Yasin. Jari kelingkingku kupaksakan masuk
juga walaupun hampir
tidak memiliki ruang hingga posisi 4 jariku
menguncup di dalam
anus Kang Yasin. Kumainkan 4 jariku di
anus Kang Yasin
mencakar-cakar lembut dinding anusnya. Kang
Yasin meringik
menggelinjang mendongak ke atas seperti anjing
minta makan ke
majikannya. Terus kumainkan jemariku di sana
kuputar putar, maju
mundur, dan kucakar cakar dinding anusnya.
"Masukin lebih
dalam lagi Han" pinta Kang Yasin sambil
menoleh ke belakang
untuk menengok kondisi anusnya.
Kulepaskan tanganku
kulumuri lagi dengan vaseline telapak
dan punggung
tanganku. Kumasukkan lagi keempat jemariku ke
anus Kang Yasin. Saat
pangkal keempat jariku sudah sampai di
bibir anusnya maka
kudorong lagi agar telapak tanganku juga
dapat masuk ke dalam.
Kupaksakan tanganku masuk ke dalam
lagi. Kang Yasin
meringik kesakitan serta badannya condong ke
depan. Dengan sedikit
paksaan akhirnya telapak tangan ku ikut
masuk. Kini anusnya
menjepit tanganku yang berkontur agak
gepeng tidak seperti
kontol yang bulat. Kumainkan kembali
tanganku di sana.
Kang Yasin semakin kesakitan namun
tangannya semakin
cepat mengkocok kontolnya sendiri.
"Assuu....
cuuuk.... hmmmhhh... ssh.. aw... Han kalo bisa
jempolmu masukin aja
sekalian!" Pintanya.
Jempolku kulumuri
lagi dengan vaseline dengan separuh
tangan masih menancap
di anusnya. Kumasukkan jempolku
dengan paksa dan
akhirnya kelima jariku berdesakan di dalam
anus Kang Yasin.
"Masukkan
tanganmu semua Han ke silitku!" Pintanya
sekali lagi.
Tanganku yang penuh
Vaseline kudesak masuk lebih dalam
tapi sepertinya anus
Kang Yasin sudah maksimal hingga sampai
pangkal jemariku yang
menancap.
"Sudah gak bisa
Kang, seret. ini sudah maksimal."
"Kalo gitu pake
minyak goreng aja Han."
Kucabut tanganku
secara perlahan kemudian tangan kiriku
yang terbungkus
sarung tangan karet berlumur Vaseline kulumuri
lagi dengan minyak
goreng Fitri di meja lipat kecil tempat
menaruh makanan kami.
Kutuang kira-kira 5 sendok makan lalu
kuratakan hingga
pergelangan tangan. Kang Yasin mengambil
posisi doggy style
lagi dan aku jongkok di belakangnya seraya
memasukkan tanganku
di anusnya. Kumasukkan kembali
tanganku dan kali ini
masuknya lebih mudah dan licin sekali
namun lagi-lagi agak
macet pangkal jemariku karena di pangkal
jemari merupakan
titik paling lebar untuk memasukkan semua
tanganku di anusnya.
Semakin kudorong lagi badannya semakin
condong ke depan.
Kudorong lagi, dada dan wajahnya menempel
lantai. Kudorong
sekali lagi dan akhirnya bleeeesss...... tanganku
masuk semua ke
anusnya hingga pergelangan tangan. Dia
menggigit gumpalan
sarung dengan rapat dan berteriak sambil
tangan kanannya
menggedor gedor lantai ubin kamar kami.
"Akhh.....
akh..... asuuu.... awwww......" teriaknya kesakitan
namun suaranya
diredam oleh remasan sarung yang digigitnya.
Aku sedikit khawatir
betapa sakitnya yang diderita Kang
Yasin karena
permainan ekstrim kami. Kupanggil-panggil dia
untuk menanyakan
keadaannya, "Kang, Kang, Kang Yasin...
sampean gak
papa?"
Mulutnya yang
disumbat kain sarung tetap mengluarkan
teriakan kesakitan,
"aaakkhh.... anjiiing.... bangsaaattt.....
uwwassuuu....
aakkhh... mainkan tanganmu Han... emmmh...."
Kumainkan tanganku di
dalam sana. Telapakku
kukuncupkan kemudian
kumekarkan, kukuncupkan lagi kemudian
kumekarkan.
Kugaruk-garuk lembut dinding duburnya. Kuputarputar
kemudian kutarik dan
kudorong seperti mantri hewan
mengawinkan sapi.
Kucoba kutarik tanganku keluar dan agak
macet di pangkal jari
karena merupakan titik paling lebar bibir
anusnya berusaha
membuka. Tiba-tiba badan Kang Yasin
menggelinjang dan
kurasakan dinding duburnya mencengkeram
tanganku lebih kuat,
berkedut kedut dan kulihat ternyata Kang
Yasin klimaks
mengeluarkan pejuh putih kental banyak sekali.
Crooot.... crooot...
crooot... crooot..... Pejuhnya berceceran di
lantai ubin, masih
kutahan tanganku di anusnya memberi
kesempatan Kang Yasin
klimaks dan menguras pejuhnya sampai
habis. Kemudian ku
keluarkan tanganku dengan agak paksa
karena sedikit seret.
Akhirnya tanganku berhasil keluar dari
anusnya. Kulepas
sarung tangan karet yang penuh lumuran
Vaseline dan minyak
goreng yang licin. Kini anus Kang Yasin
melongo sebesar gelas
zam zam. Dia masih tetap menunungging
sambil mengatur
nafasnya. Tampaknya Kang Yasin begitu
kelelahan wajahnya
ditenggelamkan di kain sarung yang kumal.
Kulihat bibir anusnya
yang melongo mengkerut kemudian
melongo lagi,
mengkerut lalu melongo lagi. Kemudian ia
menjatuhkan tubuhnya
ke samping. Kupeluk dia dari belakang
kucumbui tengkuknya
dan kubelai dada dan perutnya yang masih
mengembang mengempis
mengatur nafas. Dalam kondisi tubuh
kami yang tak
berdaya, telanjang dan berkeringat panas, kami
tidur berpelukan
hingga subuh menjelang. Seperti biasa besok
sebelum subuh kami
harus bergegas mandi sebelum rahasia kami
No comments:
Post a Comment