Page Tab Header

Monday, July 22, 2013

Insert: Key Hole


 Insert: Key Hole
Perkenalkan, nama gue Reyhan. Umur gue baru 21 tahun, dan sekarang masih kuliah di salah satu universitas swasta di kota S. Secara spesifik gue bisa digolongkan sebagai cowok yang punya tampang lumayan. Kulit gue putih dan gue tinggi karena gue pemain basket di kampus. Kalau dimiripin sama artis, sih postur tubuhku kayak Steven Yoswara. Gue gay, dan gue merasakan perbedaan ini sejak masih duduk di bangku SD.
Kenapa gue bisa jadi gay? Well, jawabannya, sih sepele. Gue ngerasa kurang kasih sayang dari bokap karena dari gue masih kelas 1 SD, orang tua gue bercerai. Kenapa mereka bisa cerai? Setahu gue, sih karena masalah prinsip dan ketidak cocokan. Orang tua gue menikah di usia muda, kira-kira setelah lulus SMA waktu itu, karena Nyokap lagi hamil gue. Well, gue ini anak diluar nikah. Gue hasil dari hubungan one night stand, kalau istilah jaman sekarangnya.
Bokap gue waktu itu langsung bertanggung jawab. Bisa dibilang sekarang umur gue sama bokap nggak tergolong jauh. Bahkan kalau kita lagi bareng-bareng, sering kali bokap dikira Om gue. Bokap sekarang umurnya baru 39 tahun. Masih muda banget, nggak kelihatan kalau udah punya anak gede kayak gue. Kalau disamain sama artis, sih... Bokap gue mirip Joe Taslim. Ingat, ‘Cuma mirip!!!’
Sejak bercerai hak asuh jatuh ke tangan nyokap dan gue diboyong ke kota B dan menetap di sana selama hampir 11 tahun. Dan pas gue masuk kuliah, gue minta Nyokap gue buat tinggal bareng Bokap di kota S. Nyokap sendiri udah nikah dan punya anak cewek yang sekarang udah SMP, adik tiri gue.
Bokap sendiri sampai sekarang belum menikah, tapi gue tahu kalau Bokap punya atau setidaknya pernah menjalin hubungan dengan beberapa perempuan. Mungkin Bokap trauma menjalani kehidupan pernikahan. Makannya sekarang Bokap lebih milih have fun tanpa ada ikatan apa-apa.
Dari SD gue udah ngerasa aneh. Gue sering kangen sama Bokap. Kangen dipeluk, kangen disayang, diciumin, pokoknya gue jablai banget. Pas masuk SMP perasaan ini makin nggak wajar. Gue mulai suka ngelihatin Om-Om. Terutama sih Bokap temen-temen gue. Di dalam hati gue berharap kalau gue bisa disayang dan dimanjain sama Om-Om itu. Saking parahnya itu hasrat, gue pernah mimpi ML sama Bokap. Asli, gue waktu itu ngerasa aneh banget. Ibaratnya nih, gue belum pernah lihat Bokap telanjang, tapi kenapa imajinasi gue seliar itu, ya. Gue makin ngerasa aneh saja, karena makin lama, setiap kali gue lihat Om-Om ganteng, atau cowok-cowok macho, kontol gue langsung berdiri.
Gue jarang banget dapet reaksi seksual pas ngelihat cewek. Tapi, keanehan diri gue ini, gue simpen rapet-rapet, dan gue coba buat pacaran sama cewek, yang waktu itu adalah sahabat gue sendiri. Well, hal itu sih bikin gue juga mulai ngerasa ada napsu sama cewek, tapi di lain waktu, sifat-sifat gay gue masih sering muncul. Sayangnya hubungan gue nggak bertahan karena dia pindah ke luar kota ikut orang tuanya, dan kita sepakat buat putus. Dan lagi-lagi gue nggak berhasrat cari cewek baru.
Buat melampiaskan itu, gue sih biasanya cuman koleksi foto-foto Om-om yang lagi telanjang, kalau nggak foto-foto artis cowok yang lagi topless, sama nyimpen video bokep gay. Selama ini gue puas cuman onani, sambil menikmati koleksi gue. Ada, sih hasrat buat having seks sama cowok, tapi gue ngerasa hal itu bahaya banget.

****
Dan kisah mendebarkan ini terjadi enam bulan yang lalu. Gue pengen share saja, karena gue juga suka ngebaca cerita-cerita pengelaman seru tentang seorang gay, diblog-blog yang gue temuin pas searching di internet.
Waktu itu sore hari dan kota S sedang gerimis rintik-rintik. Gue pulang ke rumah Bokap menumpang teman dengan mobilnya. Sesampainya di rumah, gue menemukan rumah Bokap dalam keadaan sepi. Ternyata Bokap belum pulang dari kantor. Bokap sendiri punya usaha penjualan barang-barang bangunan. Kelasnya nggak cuman toko kelontong, tapi sering melayani pemborongan besar untuk pembangunan gedung-gedung dan fasilitas kota. Sore itu gue putuskan untuk mandi, makan malam sendiri, dan tiduran sambil mempersiapkan bahan-bahan buat makalah minggu depan di laptop. Nggak terasa udah gelap langit kota S. Hujan juga nggak kasih tanda-tanda bakal reda, malah makin deres.
Gue melongok jam. Udah jam sebelas malam. Kok, Bokap nggak pulang juga, ya. Sambil nonton teve di ruang tengah, inisiatif gue telepon ke BB Bokap. Pas diterima, Bokap bilang nggak bisa pulang karena lagi ada meeting bisnis dengan orang dari Singapura. Katanya, sih minta di antar ke club. Malam itu gue akhirnya ketiduran di sofa ruang tengah.
Tepat pukul dua malam pintu rumah diketuk. Gue lantas tersadar dan buru-buru menghampiri. Diluar masih hujan, dan jalanan di depan rumah juga mulai tergenang oleh air. Beruntung rumah gue tinggi pondasinya, jadi aman-aman saja kalau banjir. Pas gue buka pintu, gue ngelihat ada seorang cewek berpakain seksi, di belakangnya ada taxi menunggu di seberang jalan.
“Betul ini rumahnya, Pak Helmi?” Tanya cewek itu.
Gue ngangguk saja.
“Kamu anaknya, Pak Helmi?”
Gue ngangguk lagi.
“Papanya ada di taxi, Mas. Lagi mabuk. Saya yang antar pulang. Bisa tolong dibantu bawa masuk Pak Helminya. Mabuk berat, nih Mas.”
Gue pun tanpa ambil payung langsung menghambur menerobos hujan. Pas gue lihat, betul. Bokap tergolek di jok belakang. Gue minta Pak Sopir taxinya buat nolong, tapi nolak karena nggak mau ikut-ikutan basah, jadi gue akhirnya yang turun tangan. Gue bopong bokap yang udah nggak sadar keluar dari taxi. Praktis badannya juga basah kuyup. Gue heran, kenapa hujan sederas ini nggak menyadarkan Bokap sedikitpun. Bokap udah 100% loyo dan nggak sadar.
“Mas, saya balik dulu.” Kata cewek itu buru-buru masuk taxi.
“Lho, Mbak siapa? Mobil Papa saya di mana? Kok, pulang naik taxi?”
“Saya yang nemenin tadi di club. Mobilnya masih ada di sana. Aman, kok. Besok bisa diambil. Tadi udah ada pembicaraan dengan pihak club. Permisi.”
Perempuan itu langsung menutup pintu taxinya dan pergi meninggalkan gue dan Bokap di tengah jalan. Basah kuyup dan kedinginan. Susah payah gue bawa masuk Bokap ke dalam rumah. Butuh usaha ekstra karena Bokap badannya lumayan berat.
Sampai di dalam rumah, gue langsung bawa Bokap ke kamarnya. Gue langsung tidurin Bokap di ranjangnya sambil memanggil-manggil.
“Pa...Papa...Pa... Bangun, Pa!”
Tapi nggak ada jawaban. Bokap cuman mengerang. Kayak orang tidur. Gue tahu kalau Bokap baik-baik saja, toh besok pasti udah baikan. Biasalah orang mabuk. Waktu itu gue langsung keluar kamar dan ganti baju gue yang basah, setelah itu gue balik. Gue juga harus gantiin baju Bokap yang udah basah kuyup itu.
Dengan telaten gue melepas sepatu dan kaus kakinya yang udah basah. Berlahan juga gue ngelepas dasinya, terus Jas hitamnya. Badannya digerakin begini Bokap juga nggak kebangun. Emang udah kelewat parah, nih mabuknya. Begitu batinku. Di kantung Jasnya gue nemu dompet sama Hp yang untung masih selamat dari guyuran hujan. Terus gue ngelepas kemeja putih Bokap dengan usaha keras. Susah minta ampun, kalau orangnya ngegelepar kayak mayat. Waktu itu gue langsung tersentak begitu ngelihat body Bokap yang masih sangat keren dan berisi di usianya yang hampir kepala empat ini.
Spontan kontol gue berkedut-kedut. Gue bisa lihat dadanya yang bidang  itu dengan puting yang coklat. Terus ada segaris bulu yang turun ke perutnya yang masih agak kotak-kotak, terus menghilang di balik celana. Ya, ampun! Nikmat banget rasanya bisa ngelihatin badan Bokap. Badan gue sendiri udah tegang minta ampun. Gue mulai keringatan. Suhu tubuh gue langsung naik. Tangan gue aja gemeter waktu ngelepas ikat pinggang Bokap, dilanjut dengan ngebuka kancing celana dan resletingnya. Dalam hati gue bersiap-siap untuk menyaksikan kontol bokap gue untuk yang pertama kali.
Gue pun meloloskan celana Bokap dengan mudah. Sekarang Bokap cuman setengah telanjang, tergolek di ranjang, tak berdaya, dan tak sadar. Celana dalam putihnya terpampang di depan muka gue. Sesuatu yang menonjol dibaliknya seketika itu juga bikin kontol gue berdiri tegak.
Gue pun segera mengalihkan perhatian ke hal lain. Gue membuka lemari pakaian Bokap dan mencari handuk dan pakaian ganti. Gue pun langsung ngelap badan Bokap yang basah, bahkan sampai ke rambut dan wajahnya. Bokap pun nggak kebangun badannya gue sentuh-sentuh begitu. Pas gue ngeringin dadanya, tak sengaja jempol gue nyengol puting Bokap. Putingnya lebar dan gede, tegang pula. Pas itu juga gue denger Bokap mendesah.
“Pa! Papa! Papa!” Gue pun mencoba lagi untuk membangunkan Bokap, tapi tetep saja Bokap nggak bergeming sedikit pun.
Muncul ide gila di kepala gue. Mumpung bokap nggak sadar, apa gue main-main saja. Kapan lagi gue bisa lihat Bokap telanjang. Toh, ngelihat Bokap telanjang adalah impian gue sejak SMP. Momen seperti ini nggak boleh gue lewatin. Dengan hati-hati gue melepas celana dalam Bokap. Dan OH MY GOD! Kontol Bokap nongol di depan muka gue.
Kontolnya masih loyo. Jembutnya lebat banget. Gue napsu berat ngelihat benda pusaka Bokap yang menggoda itu. Tanpa ragu pun gue menyentuh jembut Bokap dan merasakan kasarnya bulu-bulu di sana. Bokap gue lihat juga nggak bereaksi. Berlahan gue sentuh kontolnya dan gue elus-elus, sampai akhirnya tiba-tiba kontol itu mulai membengkak. Gue kaget minta ampun. Kontol Bokap tiba-tiba udah bangun. Panjangnya sekitar 18 cm. Pelan-pelan, gue urut-urut kontol Bokap. Bokap cuman diem saja nggak bereaksi.
Merasa aman gue langsung masukin kontol Bokap ke mulut gue. Gue isep-isep deh itu kontol. Rasanya tawar dan bau selangkangannya membuat gue semakin bernapsu. Gue mainin, gue jilat-jilat, gue remes, gue emut-emut, pokoknya gue nikmatin area pribadi Bokap itu sepuas hati gue.
“Ahhh..Ahhh...Ahhhh.” Bokap mulai mengeluarkan suara. Gue yang kaget langsung menghentikan permaian gue. Gue ngelihat wajah Bokap masih datar, matanya juga terpejam, tapi dia mulai ngigau kayaknya. “Terus emut, Siska. Kenapa berhenti?”
Hah? Siapa Siska? Jangan-jangan cewek yang tadi itu? Bokap pikir gue ini Siska kali ya? Gue sih nggak ngejawab, tapi gue langsung ngemut-ngemut kontol Bokap lagi. Kali ini gue sendiri nggak mau kalah. Gue keluarin kontol gue dari balik celana. Kontol gue udah berdiri tegak 17 cm. Gue kocok-kocok kontol gue sambil ngemut-ngemut kontol Bokap.
“Ahhhh! Ahhhh!” Bokap makin menikmati.
Nggak mau ambil resiko, kalau Bokap tiba-tiba saja sadar, gue langsung ngocok kontol Bokap dengan tangan kanan. Tangan kiri gue, gue pakai ngocok kontol gue sendiri. Cek-cek-cek-cek. Begitu bunyi tanganku yang bergesekan dengan kontol Bokap yang udah gue kasih pelumas air liur. Nggak terasa gue muncrat duluan. Sperma gue membasahi tangan dan lantai. Gue nggak bisa ngerang-ngerang karena takut Bokap sadar.
“Ahhhhhhhhhh!” Bokap ngerang pas spermanya muncrat. Wow! Banyak banget. Membasahi jembutnya. Tanpa pikir panjang gue langsung melumat kontol Bokap. Rasa spermanya asin dan berbau amis.
Setelah itu gue bersihkan sisa-sisa sperma Bokap pakai handuk, terus gue juga ngelap sperma gue di lantai. Terus gue pakein Bokap baju dan celananya. Gue keluar dari kamarnya dengan perasaan puas sambil membawa pakaian basah Bokap tadi. Gue ngelihat Bokap tidur dengan nyenyak. Gue menutup pintu kamar Bokap sambil tersenyum Puas.

****
Pagi harinya gue yang udah siap-siap berangkat ke kampus, ngelihat bokap baru bangun dari tidur. Bokap keluar dari kamar dengan pakaian yang gue pakaikan ke dia semalam setelah gue menikmati kontolnya. Dari wajahnya Bokap kelihatan binggung. Dia menghampiri gue di meja makan.
“Semalam siapa yang nganter pulang Papa?”
Aku binggung mau jawab apa? Tapi kemudian aku ingat cewek berbaju seksi kemarin malam. “Cewek, namanya Siska.” Jelasku.
Papa kemudian tersenyum. Mungkin inget kalau semalam kontolnya diemut-emut. Bayangannya sih, mungkin Si Siska yang berbuat begitu, tapi nggak tahu saja kalau yang melakukan itu gue. Dalam hati gue cuman bisa ketawa-ketawa.
“Nanti siang mungkin paket Papa sampai dari Jepang. Kamu tolong terima, tapi jangan dibuka, ya sampai Papa pulang ngantor.” Celetuk Bokap kemudian.
“Paket apa’an, Pa?” Tanyaku penasaran.
“Barang sample. Inget, jangan dibuka.”
“Oke!”
Kemudian gue lihat Bokap masuk ke kamar mandi untuk mandi. Gue setelah sarapan Mie Instan langsung pergi ke kampus. Siangnya setelah ngampus gue pulang ke rumah. Nggak lama seorang kurir paket kilat mengetuk pintu.
“Paket Buat Pak Helmi dari Jepang.”
“Oh, iya!” Gue langsung tanda tangan surat terimanya.
Paketnya gue pikir kecil, tapi ini gede banget. Kotak kardusnya saja hampir setinggi gue. Mirip lemari es. Dibungkus kertas cokelat pula. Terus di atas pembungkusnya gue lihat ada catatan. Kinky Female Anime X1023. Wah, gue langsung kepikiran? Bahasa inggris gue kan lumayan, jadi gue bisa tahu apa artinya itu tulisan. Kinky kan artinya ‘nakal’ bisa dihubungkan dengan hal-hal seksual. Female ‘perempuan’ dan Anime, mungkin anime jepang.
Karena pesen Bokap nggak boleh dibuka jadi gue taruh paket itu di kamarnya. Setelah itu gue masuk ke kamar dan membuka laptop. Gue pengen searching nama paket Bokap di internet. Hasil di google teratas menunjukkan situs penjualan toy sex dari Jepang. Gue buka saja situs itu. WOW! Gue terkejut. Kinky Female Anime X1023 adalah sebuah boneka figur seukuran perempuan aslinya. Terbuat dari bahan lunak, semacam silikon, bisa lentur dan digerak-gerakan. Tipe bentuknya mirip kartun anime jepang. Lengkap dengan payudara yang bisa diremas-remas dan lubang vagina untuk melakukan seks.
Bokap kenapa beli barang beginian? Bukannya lebih seru kalau ML sama manusia langsung? Gue yang penasaran mengecek tag harganya. Gue kaget kepalang karena harganya 14 juta. Gue pun geleng-geleng. Setelah itu gue iseng-iseng buka produk-produk yang lain. Memang banyak tipe pilihan toy sex untuk pria. Gue tertarik untuk cari yang dikhususkan untuk cewek. Gue seneng bukan kepalang pas lihat ada model tipe Kinky Male Anime. Wow, bentuk tubuh boneknya berotot dan ada kontol yang bisa maju mundur serta dilengkapi vibra. Gue kepikiran buat beli, tapi harganya juga selangit.
Tapi gue tertarik beli Penis imitasi alias dildo. Harganya cuman 3jt rupiah. Gue langsung pesen dan pake kartu kredit gue. Lama pengiriman dua minggu. Nggak apa-apa deh, gue udah ngebet mainan kontol imitasi itu di lubang anus gue yang masih perawan. Sebelum pake kontol asli, mending mainan dulu.
Sorenya bokap pulang dan gue bilang paketnya udah dateng. Bokap langsung masuk kamar dan menutup pintunya. Tak lama bokap keluar dan makan malam bareng gue. Setelah nonton TV gue pamit untuk tidur. Dari kamar gue denger TV di ruang tengah masih menyala. Sampai jam 1 gue belum bisa tidur, dan gue akhirnya memutuskan untuk keluar kamar buat minum. Pas lewat kamar bokap gue nggak sengaja mendengar suara rintihan seorang cewek.
“Ahhh..Kya...Kya..Ahhh” Suaranya mengingatkan sama suara tokoh kartun di bokep anime.
Otak gue langsung aktif. Jangan-jangan bokap lagi nyobain mainan barunya. Setahu gue, toy sex itu dilengkapi sebuah sensor gerak. Semakin dahsyat pengguna melakukan seks dan permaian foreplay, makan mainan itu akan beraksi dengan mengeluarkan suara-suara.
Inisiatif gue langsung ngintip lewat lubang kunci. Beruntung pintu-pintu kamar di rumah ini lubang kuncinya besar. Gue pun ngintip, yang kelihatan cuman gelap. Bokap ternyata nggak ngelepas kuncinya. Buru-buru gue cari lidi, terus gue masukin lidi itu ke lubang kunci. Gue dorong sampai kunci di seberang jatuh. Gue nggak khawatir kalau Bokap sampai tahu karena di bawah pintu udah ada koset. Kuncinya nggak bakal bunyi kalau jatuhnya ke koset. Bener, kan? Gue nggak denger ada suara kunci jatuh ke lantai.
Gue ngintip ke dalam. Dan WOW! Bokap gue ada di tempat tidur. Dia lagi melakukan seks dengan mainannya. Bokap telanjang bulat, begitu juga mainannya itu. Dengan buas Bokap menggenjot vagina boneka itu. Gue juga denger bokap mulai mendesah-desah.
“Agghh! Aghhhh! AHHHHHRRR!”
Terus gue lihat Bokap juga mengemut-emut payudara boneka itu. Gue takjub karena bener-bener mirip dengan yang asli. Nggak terasa kontol gue udah tegang. Gue langsung melorotin celana dan onani sambil mata mengintip dari lubang kunci.
Sekarang bokap pindah posisi. Dia di bawah. Ia sorongkan vagina boneka itu ke kontolnya. Blessss. Kontol itu masuk dan Bokap langsung menggerak-gerakkan bokong bonekanya. Boneknya juga mulai mengeluarkan suara-suara.
Terus nggak lama Bokap pindah gaya lagi. Sekarang dia apit kontolnya itu dengan kedua payudara boneka itu. Dia gosok-gosokkannya kontolnya itu di celah dua payudara si boneka, tak lupa ia meremas-remasnya juga.
“OH YEAH! AHHHHH! AHHHHH!” Bokap muncrat kemudian. Spermanya nyembur ke muka si boneka.
Di luar pintu kamar gue juga muncrat, tapi lagi-lagi nggak bisa menggerang-ngerang karena takut ketahuan Bokap. Gue masih ngintip Bokap. Dia sekarang lagi ngelap kontolnya pakai tisue, terus dia elap bekas spermanya di wajah boneka. Terus bokap pindah ke bagian vagina bonekanya. Terus dia masukin sebuah alat ke dalam vagina itu. Digerak-gerakin. Gue pikir Bokap lagi ngebersihin bekas-bekas pelumasnya di dalam lubang vagina itu boneka.
Setelah itu, bonekanya dipakaikan bajunya. Baju polisi wanita. Terus dimasukin ke kardus dan di masukin ke lemari. Tak lupa Bokap mengunci pintunya. Gue lihat Bokap langsung melompat ke tempat tidur dan memejamkan mata. Bukannya mandi besar Bokap langsung tidur sambil telanjang. Gue akhirnya menyudahi acara mengintip gue dan gue langsung mengelap sperma yang muncrat ke lantai dengan celana gue. Terus gue bablas ke kamar mandi buat mandi, terus ganti baju di kamar.
Sampai di kamar gue nggak bisa tidur. Gue pun iseng-iseng balik ke kamar Bokap. Gue intip lagi. Bokap lagi tidur. Masih telanjang. Tiba-tiba gue ada ide buat ngerjain Bokap. Langsung saja gue ketuk pintu kamarnya. Tok-tok-tok, mata masih mengintip di lubang pintu. Gue lihat Bokap membuka matanya.
“Papa! Ini aku. Tolong buka pintunya. Papa lagi ngapain di dalam?”
Gue lihat Bokap bangun terus buru-buru cari celana. Dipakainya celana pendek itu dan dia berjalan ke pintu. Bokap nemu kuncinya jatuh ke atas koset. Wajahnya kelihatan binggung. Gue langsung berdiri tegak, dari posisi mengintip gue di lubang kunci, pas banget pintu di buka.
“Ada apa? Malam-malam bagunin Papa segala!”
“Aku denger suara-suara dari kamar Papa?”
“Suara apa?”
“Suara mendesah-desah.”
“Kamu bilang apa, sih!” Bokap kelihatan salah tingkah.
“Jangan bohong, deh Pa. Aku tahu Papa lagi main sama boneka mainan yang dikirim dari jepang!”
Bokap terkejut. “Tahu dari mana kamu?”
“Tadi aku seraching di internet. Papa buat apa beli begituan?”
“Ya, buat keperluan orang dewasa!”
“Kenapa Papa nggak nikah saja? Kan lebih normal. Nggak ngerasa aneh main sama boneka? Pacar-pacar Papa bagaimana?”
“Papa cuman nggak mau memanfaatkan perempuan-perempuan di luar sana untuk memuaskan napsu Papa. Selain itu juga Papa ngerasa kalau jaman sekarang itu rawan HIV. Kalau pakai mainan gini kan aman. Lagi pula rasanya hampir sama.”
“Oh, ya?”
“Kamu mau coba?” Papa langsung masuk ke kamar dan mengeluarkan boneka itu dari dalam lemari. “Ini, kamu coba saja di kamarmu.”
“OGAH!” Jawabku.
“Lho, kenapa?”
Karena aku nggak doyan vagina. Doyannya kontol, Pa! Kataku dalam hati.
“Ya, udah. Reyhan tidur dulu.” Gue langsung meninggalkan Bokap yang bengong kebingungan ngelihat tingkah gue di kamarnya.

****
Yang gue tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Pesenan gue udah dateng. Penis imitasi alias dildo. Pas gue buka bungkusnya, gue terpesona sama penis mainan itu. Bentuknya gede mirip dengan aslinya, terbuat dari bahan silikon. Gue langsung masuk ke kamar dan membuka seluruh baju gue. Gue telanjang bulat. Terus gue tiduran sambil ngemut-gemut itu penis mainan. WOW! Biarpun nggak ada bau dan rasa, tapi sensasinya sama saja. Terus gue onani sambil terus ngemut-ngemut penis mainan itu.
Setelah puas gue ambil baby oil. Gue olesin lubang anus gue dengan baby oil. Berlahan-lahan gue masukin penis mainan itu ke lubang anus gue.
“AHRHHH!” Gue ngerang kesakitan, tapi gue terus masukin penis mainan itu. BLES! Penis mainan itu masuk sampai pangkal-pangkalnya. Gue ngerasa lubang anus gue langsung menyempit dan mendepet rapat penis mainan itu.
Berlahan gue gerakin penis mainan itu di dalam anus gue.
“YEAH!” Rasanya enak banget. Anus gue sampai berdenyut-denyut. Panas-panas, geli-geli gimana gitu. “Ahhhh! OH YEAH! AHHHH!” Gue juga onani di kontol asli gue.
Hampir sepuluh menit gue main-main sama penis mainan itu, rasanya bener-bener nikmat. Sampai pada akhirnya pintu kamar gue dibuka sama Bokap. Gue kaget kepalang ngelihat Bokap berdiri di depan pintu. Dia sama terkejutnya denganku. Matanya melotot. Wajahnya langsung pucat.
Saking kagetnya gue langsung mencabut penis mainan itu dari lubang anus gue dan ngelempar penis mainan itu ke dinding. Gue langsung berdiri dan pakai celana. SIALAN! Gue lupa kunci pintu kamar.
“REYHAN! APA-APAAN KAMU! KAMU NGAPAIN HAH!” Bokap marah-marah.
Gue cuman diam. Mati gue, rahasia kelam gue diketahui Bokap.
“Kamu homo?”
Aku diam saja.
“Jawab Papa?!”
Akhirnya aku mengangguk.
“Kenapa bisa begitu?!”
Gue yang nggak mau dipojokin langsung meledak. Gue langsung utarakan alasannya kenapa gue bisa jadi gay. Gue bilang kalau gue kurang kasih sayang, bla-bla-bla. Tapi, gue nggak cerita insiden gue ngemut-ngemut kontol Bokap dan ngintipin dia lagi main-main sama bonekanya.
“YA, TUHAN! INIKAH KARMA YANG KAU BERIKAN PADAKU!” Papa langsung lemas dan duduk di tempat tidurku.
“Karma apa, Pa? Papa nggak salah apa-apa. Reyhan juga nggak tahu kenapa aku bisa jadi begini.”
“Ini salah, Papa!”
“Apa maksudnya?!”
“Kamu bisa jadi homo itu karena Papa. Papa kena karma dari Tuhan. Jatuhnya ke kamu.”
Terus Bokap bercerita kalau dulu dia pernah dibutakan seseorang. Pas gue masih SMA dan tinggal di kota B, Bokap pernah didekati seorang gay om-om. Dia menawarkan sebuah tawaran bisnis bila Bokap mau berhubungan seks dengan dia. Saat itu Bokap yang bisnisnya lagi terpuruk langsung menerima tawaran itu meskipun dengan berat hati. Bokap itu straight, tapi rela melakukan hubungan sejenis demi embel-embel menggiuarkan. Bokap juga cerita kalau om-om gay itu masih sering ngontak bokap. Katanya om-om itu naksir Bokap. Tapi Bokap menolak karena alasan sibuk.
Gue terkejut bukan main. Bokap ternyata pernah ML sama sejenis. Setelah itu gue berusaha menenangkan Bokap. Gue nggak bisa janjiin apa-apa. Gue ya gue. Gue minta Bokap bisa nerima meskipun susah. Bokap pun diam saja, tapi gue minta supaya dia janji nggak bakal ngadu ke nyokap. Bokap pun setuju.
Selama beberapa hari gue jadi males onani sambil mainan penis mainan itu. Mood gue langsung ilang semenjak Bokap tahu kalau gue gay. Sampai suatu malam pintu kamar gue diketuk sama Bokap.
“Ada apa, Pa?” Tanyaku begitu membukakan pintu untuknya.
“Papa tidur sama kamu, ya?!”
“Kenapa, Pa? Jangan bilang kalau Papa takut tidur sendirian karena takut hantu!”
Bokap ketawa. Dia langsung masuk ke kamar dan melompat ke atas tempat tidurku. Melihat Bokap dengan celana panjang olahraga dan kaus abu-abu ketat begitu, aku jadi napsu. Tapi buru-buru aku buang jauh perasaan itu.
Pas kami berdua berbaring bersisian di tempat tidur, tiba-tiba Bokap nyeletuk. “Papa cuman mau membayar hutang-hutang Papa ke kamu. Kamu kan nggak pernah tidur bareng Papa, kayak anak-anak waktu kecil dulu. Makannya Papa bayar sekarang biar kamu nggak penasaran.”
Aku pun ketawa dan mengatakan kalau itu sudah tidak penting lagi karena aku sudah dewasa dan bisa berpikir dengan terbuka. Tapi Bokap bersikeras dengan prinsipnya. Tiba-tiba Bokap meluk gue. Ibaratnya gue dikelonin.
“Udah, tidur.” Perintah Bokap.
Gue dipeluk Bokap. Kami sama-sama memejamkan mata dan mencoba tidur. Tapi gue ngerasa nggak nyaman karena dekapan Bokap ini memicu gairahku.
“Pa...” Tanyaku memecahkan kesunyian malam di kamar.
“Hem..” Bokap berdeham. Ternyata belum tidur.
“Papa nggak takut kalau aku bakal berbuat macam-macam sama Papa. Papa tahunya aku kan gay. Nanti kalau aku nekat memerkosa Papa bagaimana?”
Bokap membuka matanya. “Emangnya kamu berani?” Dengan nada menggoda Bokap bertanya ke gue.
Gue malah ketawa. “Gimana rasanya ML sama cowok, Pa?”
“Kamu belum pernah? Papa pikir kamu udah punya pacar cowok dan pernah begituan juga.”
Aku menggeleng. “Reyhan sukanya sama Om-Om. Karena Reyhan teropsesi disayangi oleh laki-laki seumuran Papa. Papa jangan marah, ya kalau Reyhan bilang begini...”
“Apa yang mau kamu sampaikan?”
“Aku pernah mimpi basah. Di dalam mimpi aku ML sama Papa.”
Bokap terkejut. Dilepaskannya pelukannya di tubuhku.
“Aku jatuh cinta sama Papa.”
Gue gila! Kenapa gue sebegitu jujurnya sama Bokap gue sendiri. Bokap nggak bereaksi. Dia kelihatannya kelewat shock mendengar ucapanku.
“Waktu Papa mabuk. Waktu itu aku yang ngemut kontol Papa. Begitu juga waktu Papa main sama boneka mainan itu, aku juga ngintip waktu itu sambil onani. Maaf, Pa... tapi Reyhan cuman berusaha memuaskan napsu Reyhan ke Papa. Reyhan memang bejat!”
“Reyhan! Sudah! Sudah! Papa berusaha mengerti bagaimana beratnya kamu selama ini. Maaf, kan Papa Reyhan.” Papa bangkit dari tidurnya. “Kalau ada sesuatu yang kamu mau, Papa mau mengabulkannya. Apapun itu, asal bisa membayar semua penderitaan yang kamu alami.”
“Apa? Bener? Papa nggak marah aku jadi gay?”
“Papa tahu kalau menjadi gay itu berdosa. Papa merasa berdosa sebagai orang tua yang nggak bisa mendidik anaknya. Tapi semuanya terjadi kan karena kamu nggak pernah dapat kasih sayang dari Papa. Papa akan mencoba menerima kamu. Jadi sebutkan saja permintaan kamu, Papa akan kabulkan, asalkan kamu bisa move on dari masa lalumu yang kelam.”
Aku terpaku. “Kalau begitu aku ingin bercinta dengan Papa.”
Bokap kelihatan terkejut tapi kemudian dia mendekatiku dan mencium keningku. Ciumannya turun ke hidung dan Bokap langsung mengecup bibirku sekali. Aroma mulutnya membuatku bergairah.
“Bener, Pa?” Tanyaku.
Bokap mengangguk. Tanpa pikir panjang aku mendorong Bokap sampai dia terbaring terlentang. Gue langsung naik ke atas tubuhnya dan melucuti kaus abu-abunya. Dengan buas aku menjilat dan menciumi dadanya yang bidang. Gue lihat bokap cuman diam saja, tapi matanya terpejam seolah berusaha menikmati service yang gue lakukan. Kumainkan putingnya dengan lidah gue, gue cubit-cubit juga putingnya. Setelah puas memainkan dadanya gue beralih ke ketiaknya yang berbulu. Gue endus-endus ketiaknya serta gue jilat-jilat.
Saat itu juga gue mendengar Bokap mendesah-desah. “Aghhh, pelan-pelan, Rey!”
Gue memperlambat aksi lidah gue di ketiak Bokap. Terus gue turun ke perutnya yang seksi dan rata. Gue jilat-jilat pusarnya yang ditumbuhi sedikit bulu itu. Badan Bokap langsung menggelinjang menikmatinya.
“Boleh kubuka celananya, Pa?”
Napas Bokap berat tapi dia mengangguk. Gue langsung melorotin celananya. WOW! Kontol Bokap udah berdiri tegang. Ternyata rangsanganku ampuh juga.
“Udah lama aku pengen menikmatimu, Pa!” Begitu kataku sambil mengemut kepala kontol Papa yang berwarna keunguan. Dari kepala gue jilat-jilat batangnya, terus ke buah zakarnya yang berbulu.
“Ahhh, Ahhh, Ahhhh, Oh... Rey! Emutanmu enak sekali. Ohh!” Begitu kata Bokap. Gue lihat bibirnya basah oleh lidahnya sendiri yang menjulur-julur membasahi bibirnya sendiri, menikmati emutanku.
Gue langsung menanggalkan pakian gue. Gue telanjang di depan bokap gue. Bokap cuman diam saja. Gue langsung menindihi tubuh bokap. Gue gesek-gesekkan kontol gue ke kontolnya seperti sedang aduh jotos. Aku menggerang-ngerang sambil berciuman dengan Bokap. Bokap dengan terbukanya membalas ciumanku. Dimainkannya lidahnya yang terampil itu di mulutku.
Rasanya hampir ejekulasi tapi aku berusaha menahannya. “Pa. Aku nggak bakal minta Papa ngemut kontolku. Tapi Papa masukin kontol Papa, ya ke anusku?”
Papa mengusap wajahku lembut dan mengangguk. Gue langsung menungging tapi buru-buru dicegah. Papa bilang kalau gaya nungging udah basi. Dia minta gue berbaring miring dengan bokap di belakang punggung gue. Dengan bebas bokap menahan paha gue yang ngangkang ke udara dan dimasukkan kontolnya itu dari belakang ke lubang anusku. Awalnya sakit tapi setelah seluruh batang kontol bokap masuk sudah tidak terasa sakit lagi.
Berlahan Bokap mulai menggenjot pantatku. “Ahhh! Ahhhh! Enak sekali Pa. Genjot agak kenceng, Pa.”
Bokap ketawa terus menuruti permintaanku. Gerakan pinggul Bokap membuat kontolnya masuk-keluar di lubang anusku, belum lagi buah zakarnya yang bergerak-gerak seirama menyenggol-yenggol buah zakarku sendiri. Rasanya dahsyat. Gue bisa merasakan gelitikan bulu-bulu jembut Bokap. Rasa nikmatnya tidak berhenti sampai di situ, tiba-tiba Bokap menjilati telinga gue dan meraba-raba dada gue, memilin-milin puting gue.
“Bagaimana, Rey! Enak nggak?”
“Enak, Pa!” Aku menoleh ke belakang dan mencium bibirnya. Kami berciuman panas sambil Bokap terus menggenjot kontolnya di dalam lubang anusku.
Terus posisinya dirubah. Gue ada di atas dan bokap ada di bawah. Dia berhenti beraktifitas. Kepalanya di sangga oleh ke dua tangannya. Gue bisa lihat ketiaknya.
“Kamu sekarang yang kerja! Enak saja kamu suruh-suruh, Papa.”
Aku pun tersenyum. Gue langsung menggerak-gerakkan pantat gue maju-mundur, naik-turun, sambil aku bertumpu ke depan dengan kedua tangan mencengram dada Papa.
“Ahhh, Ahhh, Yeah! Genjotan kamu enak sekali Rey.” Bokap sekarang sangat menikmati aktifitas seksualnya denganku. Rasa bersalah dan berdosanya entah pergi ke mana.
Setelah beberapa menit, Bokap berkata. “Papa mau keluar, Rey!”
“Keluarin di dalam saja! Aku mau merasakan peju Papa membasahi anusku.”
Papa menggeleng sambil menarik tubuhku dari atas tubuhnya. “Papa nggak pakai kondom, kalau nanti kamu kena penyakit dari sperma Papa bagaimana. Papa nggak mau ambil resiko. Kamu onaniin punya Papa. Jangan lupa sambil di emut-emut.”
Kemudian Bokap duduk di pinggir tempat tidur. Gue bersimpu di depannya dan mengulum kontolnya dengan ganas. Sambil kuemut-emut gue kocok-kocok kontol Bokap. Gue kocok, emut, kocok, emut. Kocok-kocok-kocok, sampai Bokap menggelinjang-gelinjang.
“AHHH! AHHHH! AHGGGGGG!” Begitu suaranya menikmati kocokanku. “Sebentar lagi, Rey. Teruskan. Papa Mau keluar. Kocok terus.”
“Oke!” Aku langsung membasahi tanganku dengan air liur dan mengusap-usapkannya ke kontol Bokap dan mulai mengocok.
Kocokan gue kenceng banget sampai batang kontol Papa keluar urat-uratnya. JROOOOT! JROOOOOT! JROOOOOT! Bokap ejakulasi dengan erangan maha perkasa. Bokap sampai lemas dan merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidurku. Rasanya bangga sekali bisa memuaskan Bokap sendiri.
Terus tanpa basa-basi gue jilat-jilat spermanya. Tubuh Bokap kembali menggelinjang-gelinjang. Kontolnya langsung lemes dan kembali mengecil.
“Sekarang kamu yang duduk di sini.” Perintah Bokap.
“Maksudnya?”
“Ya gantian dong. Kamu juga nggak mau sampai klimaks?”
Aku ngangguk saja dan duduk di pinggir tempat tidur. Papa langsung membasahi tangannya dengan air liurnya sendiri dan mengusap-usapkannya ke kontolku.
“Papa onaniin kamu, tapi Papa nggak mau ngemut punya kamu. Oke?”
“Oke?”
Terus Bokap mejalankan aksinya. Bener-bener nikmat sekali rasanya. Gue sampai merem-melek dibuai oleh cengkraman mantap tangan Bokap di kontol gue.
“Bagaimana Rey?”
“Enak, Pa! Terusin.”
“Ahhh! Ahhhh....aghhhhrrr...oh, yeah.... Ahhhhhhh!” Bokap tahu kalau gue mau keluar jadi bokap percepat kocokannya, dan JROOOOT! JROOOOOT! JROOOOOOOT!
Sperma gue muncrat. Berhubung wajah Bokap nggak jauh dari kepala kontol gue, alhasil sperma gue nempel ke muka Bokap. Bokap cuman ketawa sambil mengelap spermaku dengan tangan dan di sorongkannya tangannya itu yang basah dengan spermaku ke arahku. Aku pun menjilat-jilat tangan Bokap dan merasakan spermaku sendiri.
Setelah seks dahysat kami Bokap kelelahan dan terlelap sambil memelukku. Aku pun mendekapnya. Tak lama aku mendengar suara mendengkur Bokap. Wajahku yang terbenam di dadanya malah nggak segera terlelap. Berlahan aku menjilat-jilat puting Bokap.
“Ehhh, kamu kok malah jilat-jilat Puting Papa. Masih nggak puas?” Tanya Bokap dengan mata terpejam. Agaknya permainan lidahku membangunkannya.
“Rasanya kayak mimpi.”
“Tapi Papa nggak siap untuk ronde dua. Papa udah lemes. Kamu bikin Papa nggak berdaya. Kamu lebih hebat dari Om-Om itu.”
“Ronde dua? Emang Papa mau melakukan lagi sama aku?”
“Nggak tahu. Nunggu nanti saja tergantung situasi.”
“Aku mencintaimu, Pa!”
Papa diam saja.
Aku merasa bangga. “Papa tidur saja. Aku masih mau menikmati tubuh, Papa.”
Bokap kemudian mendengkur tak lama kemudian dan aku kembali menciumi dadanya. Aku nggak mau melebar ke mana-mana, aku cuman merasa nyaman bermain dengan dada Bokap saja.

****
Setelah malam itu gue nggak pernah lagi ngerasa hampa. Emang, sih Bokap nggak pernah minta ML sama aku. Gue masih sering mergokin dia main sama mainannya di kamar dan terkadang gue juga ngintipin. Tapi pas gue kepengen biasanya gue gelisah-gelisah dan Bokap kayaknya hapal degan gestur tubuhku yang lagi horney.
“Kamu lagi Horney?” Tanya Bokap suatu hari.
Aku mengangguk sambil mengganti saluran TV di ruang tengah.
“Mau ML atau Onani sendiri?”
“Papa mau ML sama aku lagi?”
“Kalau kamu minta ya Papa turutin. Gimana?” Bokap langsung menutup majalah di tangannya.
“Oke!” Gue langsung mematikan TV. “Yuk, ke kamarku!”
Kemudian Bokap menahanku. “Di sini saja. Belum pernah, kan ML di ruang tengah.” Bokap langsung membuka pakaian dan celananya. Kontolnya masih tidur.
Gue langsung horney bukan main. Gue membayangkan kalau ML-ML selanjutnya bakal istemewa dan di lokasi-lokasi tak terduga. Dapur, kamar mandi, garasi, mobil. Wow! Pokoknya setelah malam itu dan beberapa malam setelahnya, gue baru tahu kalau Bokap bakal mau-mau saja kalau aku yang ngajakin dia ML, asal dia nggak perlu ngemut kontolku juga. Sayang, sih sebetulnya. Kurang afdol, tapi tak apalah, asalkan aku bisa menikmati tubuh Bokap dan kontolnya juga.
I LOVE YOU PAPA.

Thursday, July 18, 2013

Insert: Bahagia Ayah



Insert: Membahagiakan Ayah

Perkenalkan, namaku Ari. Aku baru duduk di kelas satu SMP. Tiga bulan yang lalu aku berhasil lulus dari Sekolah Dasar dengan nilai yang cukup memuaskan, makannya aku bisa sekolah di SMP Negeri favorit sekarang. Kebetulan aku hanya tinggal berdua dengan ayahku, karena mama sudah meninggal dunia saat aku masih kelas 5 SD. Hal itu cukup membuatku sedih karena tidak bisa merasakan yang namanya kasih sayang seorang ibu, tapi aku bersyukur dengan kemampuan ayah yang bisa menjadi sosok panutan sebagai laki-laki dan juga sosok seorang Ibu.
Ayahku bekerja sebagai seorang sales keliling. Tugasnya mengantar produk-produk makanan ringan ke toko-toko kelontong atau warung. Setiap pagi beliau berangkat pukul tujuh dan pulang pukul enam sore. Saat ayah bekerja, di siang hari aku biasa mandiri di rumah. Biasanya aku membuat makan siang sendiri, dan terkadang membeli makanan di warung terdekat. Keperluan lain seperti berbelanja, mencuci pakaian, dan menyetrika, juga kami berdua kerjakan bersama-sama.
Entah kenapa di usia ayah yang sudah 50 tahun, ayah tidak berniat mencari istri penganti. Aku juga tak mau bertanya, padahal aku selalu memikirkannya. Aku takut dianggap kurang cukup umur apabila menyanyakan hal pribadi tersebut kepada ayah.
Kebetulan aku punya seorang teman yang bernasib sama sepertiku, namanya Wahyu. Wahyu bilang kalau ayahnya juga tidak mau menikah lagi karena terlalu mencintai mamanya. Aku berpikir kalau ayahku juga begitu. Terus Wahyu juga bercerita, kalau ayahnya ingin melakukan hubungan seks, beliau sering jajan di luar. Waktu itu aku belum tahu apa artinya, tapi setelah Wahyu menjelaskan, aku jadi paham. Ternyata jajan di luar itu menyewa jasa PSK untuk memuaskan napsu. Aku jadi berpikir apakah ayahku juga melakukan hal yang sama? Memikirkannya aku jadi penasaran.
Masa-masa mudaku ini sering kugunakan untuk mencari informasi-informasi baru tentang hal-hal yang belum pernah aku ketahui, termasuk masalah seks. Aku dan teman-teman sering mengobrolkan hal ini kalau sedang jam istirahat. Terkadang aku juga menjumpai seorang teman menunjukkan koleksi film porno di handphonenya. Saat itu adalah kali pertama aku melihat film porno. Aku begitu terpukau melihat aksi demi aksi pemain di dalamnya. Seperti itukah kalau berhubungan seks itu.
Suatu hari seperti biasanya aku pulang ke rumah dengan bersepeda. Kali ini aku mengajak Wahyu dan beberapa temanku untuk main ke rumah. Rencananya sih mau nonton film porno lewat VCD, kebetulan salah satu temanku membawanya saat sekolah tadi. Asyik, aku senang bukan main, karena kupikir, menonton bersama teman-teman memiliki kesenangan sendiri. Kita terkadang suka berdiskusi soal perempuan.
Sesampainya di rumah aku terkejut karena aku melihat sepeda motor ayah ada di halaman. Aku langsung kecewa dan meminta maaf kepada temanku, kalau hari ini kami tidak bisa menonton film porno bersama karena ada ayah di rumah. Tapi, hal itu tidak membuat kami putus asa. Wahyu menawarkan hal yang sama. Kebetulan ayahnya tidak ada di rumah karena sedang bekerja. Wahyu kan juga sama denganku, tinggal di rumah sendiri kalau ayahnya pergi bekerja.
Sebelum kami semua berangkat ke rumah Wahyu, aku berencana pamit ke ayah. Aku masuk ke dalam dan memanggil-manggil ayah. Ayah menjawab dari arah kamarnya. Aku menghampiri ayah yang sedang duduk di pinggiran tempat tidurnya sambil melepas kaus kaki.
“Lho, kenapa ayah pulang jam segini?” Tanyaku saat itu.
“Ayah cuman mampir mau mandi, terus berangkat lagi.”
“Oh...”
Kemudian aku melihat ayahku bangkit dan mulai melepas jaketnya.
“Yah, aku pamit main ke rumah Wahyu.”
“Nggak makan dulu? Tunggu ayah mandi, terus bareng kita makan di warung.” Jelas ayah.
“Nggak, deh. Udah ditungguin, paling nanti makan di rumah Wahyu.”
“Ya, sudah... hati-hati.”
Aku langsung pamit ke kamar untuk mengganti seragamku dengan baju biasa. Kamarku ada di lantai dua. Kebetulan rumah kami ini rumah sederhana. Di lantai satu cuman ada satu kamar yang di pakai ayah dan mama sewaktu beliau masih hidup, di lantai dua yang tak terlalu luas, cuman ada area menjemur pakaian dan kamar kecil sebagai kamarku. Dari kamarku aku bila melihat ke area menjemur pakaian dan juga kamar mandi rumahku yang tak beratap. Kamar mandiku berada di area luar rumah. Hanya sepetak tanah yang dikelilingi tembok setinggi 4 meter, dan dilengkapi dengan sumur. Di tempat itu kami sekeluarga biasa mandi dan mencuci pakaian. Untuk buang air, terdapat bilik kecil di bagian sudut.
Setelah mengganti pakaian aku langsung menghampiri teman-temanku. Kami bersepeda menuju rumah Wahyu. Tak sampai lima belas menit kami sampai di sana, dan dimulailah acara menonton film porno bersama. Belum selang lima menit, salah seorang temanku mengeluh bosan dan malah mengajak bermain game online di warent. Wahyu langsung menyetujuinya, padahal aku sendiri masih keenakan nonton. Tapi sayang aku kalah suara. Aku mengatakan kepada mereka kalau aku tidak membawa uang, tapi mereka malah menyuruhku pulang untuk mengambil uang. Aku sendiri baru ingat kalau aku masih menyimpan uang jajanku di laci meja belajar. Jadi aku pamit pulang ke rumah dan sepekat akan bertemu di warnet secepatnya.
Aku melajukan sepedaku pulang ke rumah. Sesampainya di rumah aku melihat motor ayah masih terparkir di halaman. Kok, ayah belum berangkat kerja lagi, katanya cuman mampir buat mandi? Aku pun segera membuka pintu. Klek! Pintunya dikunci. Aku buru-buru merogoh kunci rumah yang kukantongi. Setelah terbuka, aku masuk ke dalam. Tidak ada tanda-tanda ayah di dalam rumah. Sengaja aku tak memanggil namanya karena aku terburu-buru mengambil uang di kamar.
Aku segera naik ke lantai atas dan mendekati meja belajarku yang tepat berada di depan jendela kamarku yang menghadap ke arah belakang rumah. Saat aku mendekat aku bisa melihat ayah ada di kamar mandi sedang mencuci pakaian. Ayah memunggungiku, tampak punggung telanjangnya. Ayah sedang mencuci pakaian sambil duduk di sebuah bangku kecil masih dengan mengenakan celana pendek.
Entah kenapa aku tak segera beranjak pergi, aku malah menonton ayahku sedang mencuci. Tak lama kemudian ayahku tiba-tiba bangkit berdiri dan melepas celana pendek dan celana dalamnya sekaligus, lalu memasukkannya ke dalam bak cucian. Aku langsung terkejut karena melihat pemandangan punggung ayah dan bokongnya yang kencang. Aku tak pernah melihat ayahku telanjang sebelumnya.
Saat itu juga aku melihat ayah mandi dengan posisi menyamping. Tangannya dengan sigap mengangkat gayung dan menyirami tubuhnya dengan air. Wow! Aku terpana melihat kontol ayahku yang menggantung di antara kedua pahanya. Jembutnya lumayan lebat di area pubiknya. Tiba-tiba aku jadi terangsang. Kontolku sendiri juga mulai berkedut-kedut.
Aku melihat ayahku mulai menyabuni badannya dengan sabun. Dadanya, perutnya, punggungnya, sekarang penuh dengan busa. Kemudian aku melihat ayah menyabuni bagian intimnya. Tangannya bergerak lincah mengusap kontol dan buah zakarnya, dan tiba-tiba gerakan itu berubah. Aku melihat ayah malah mengurut-urut kontolnya, dan tak selang berapa lama kontol itu berdiri tegak. Kontol ayahku cukup besar. Panjangnya sekitar 15 cm dan agak bengkok ke atas. Ayah sedang mengurut kontolnya sambil sesekali kepalanya mendongah ke atas.
Aku jadi teringat adegan di film porno yang aku tonton. Pernah ada adegan aktor porno itu mengurut-urut kontolnya sampai pada akhirnya dia ejakulasi dan mengeluarkan sperma. Akankah ayah juga seperti itu? Mulutku menganga saat melihatnya. Aku jadi lupa janjiku dengan teman-teman untuk bermain game online di warnet. Ini baru pertama kalinya aku menyaksikan adegan porno secara live, yang sedang dilakukan ayahku sendiri.
Hampir lima menit berlalu. Aku melihat ayah mulai menggelinjang-gelinjang, kepalanya mengadah ke atas dan aku bisa melihat ujung kepala kontolnya menyemburkan sperma sampai empat kali. Wow! Ayah ejakulasi di depan mataku. Ayahku masih terlihat mengadahkan kepalanya, matanya terpejam, dan kemudian kontolnya mulai melemas, dan ayah melanjutkan mandinya.
Tak mau kepergok sedang mengintipnya berbuat porno, aku langsung keluar dari rumah dan menuju warnet untuk menemui teman-temanku. Sesampainya di sana kami bermain game online bersama, tapi pikiranku masih saja terpaku pada kejadian porno yang dilakukan ayahku tadi. Kemudian aku memberanikan diriku untuk menceritakan hal ini kepada Wahyu yang duduk di sebelahku. Selama ini aku sering curhat bersamanya, kadang soal ayah kami berdua.
Waktu aku bercerita Wahyu hanya tersenyum dan tertawa. “Kamu ini homo, ya? Ayahmu lagi onani kamu intip.”
Onani? Tanyaku dalam hati. “Onani itu apa?” Tanyaku dengan nada membisik.
“Onani itu kegiatan seksual yang dilakukan sendiri. Caranya dengan mengocok atau mengurut-urut kontol sampai muncrat!” Jelas Wahyu.
“Kamu tahu dari mana kalau itu onani?”
“Tahu dari temanku.”
“Kamu pernah onani?”
“Pernah. Sering malah. Aku biasa onani di kamar mandi kalau mandi sore. Pakai sabun.”
“Seperti ayahku?”
Wahyu mengangguk.
“Emang kalau nggak pakai sabun nggak bisa?”
“Bisa. Sabun itu cuman untuk pelumas saja biar licin, dan tanganmu bisa meluncur dengan mudah sewaktu onani. Kamu belum tahu apa-apa, ya?”
Aku mengangguk.
“Nanti di coba deh. Rasanya enak. Sebelum muncrat sperma, kamu bakal merasakan sensasi nikmat, menggelitik, pokoknya susah dijelaskan.”
Aku jadi memutar memori kejadian porno ayahku tadi. Ayahku terlihat sangat menikmatinya.
Sepulang dari warnet aku langsung beranjak ke kamar mandi. Ayahku sudah berangkat bekerja. Sesuai intruksi Wahyu tadi aku ingin mencoba bagaimana rasanya onani itu, jadi aku mulai menyabuni area selangkanganku, dan aku sudah telanjang bulat. Aku mulai urut kontolku dan Wow! Kontolku sudah berdiri, panjangnya cuman 12 cm, dan aku belum punya jembut. Aku langsung melakukan hal yang sama dengan yang ayah lakukan tadi. Kontolku rasanya geli-geli gimana gitu, sampai akhirnya tak terasa waktu berlalu. Sudah sepuluh menit tapi aku belum merasakan sensasi yang dikatakan Wahyu sangat nikmat itu. Tangaku mulai pegal dan kontolku mulai perih terkena sabun. Kepala kontolku memerah dan aku terkejut saat melihat cairan bening keluar dari ujungnya. Aku memerhatikan betul-betul cairan apa itu, tapi aku yakini itu bukan sperma. Aku tahu sperma itu berwarna putih kental, tapi cairan yang keluar ini berwarna putih bening tapi kental. Tak perduli dengan keanehan baru yang kurasakan aku terus mengocok-ngocok kontolku, sambil tak terasa aku memutar ulang memoriku di kepala saat ayah juga melakukan onani.
Tubuhku mulai memanas beberapa menit kemudian, dan aku merasakan kontolku berkedut-kedut. Seluruh ototku menegang. Aku bisa merasakannya. Rasanya menggelitik, sekujur tubuhku serasa bergetar karena tersengat aliran listrik, tak sadar aku mulai mendesah dan tanganku semakin cepat mengocok kontolku sendiri, dan tiba-tiba semuanya langsung meledak. Nikmat sekali!
“AGHHHHHH!” Aku menggerang dan aku melihat ujung kontolku mengeluarkan cairan putih kental. Wow! Aku ejakulasi seperti ayah. Bau spermaku seperti aroma pemutih pakaian.
Beginikah rasanya onani itu? Aku sampai takjub. Kupandangi kontolku yang berkedut-kedut itu. Punyaku tak segera tertidur, tidak seperti punya ayah yang langsung lemas begitu sudah ejakulasi. Punyaku masih berdiri tegak. Tak mau banyak pikir lagi, aku ingin merasakan sensasi nikmat itu lagi, jadi aku mulai mengurut-urut kontolku. Lama sekali, dan aku sampai pegal, kontolku juga mulai terasa sakit. Aku jadi ingat kata teman-temanku, kalau seorang laki-laki hanya bisa ejakulasi dan klimaks satu kali, tidak seperti perempuan yang bisa berkali-kali. Aku pun merasa kecewa, dan seiring perasaan jengah itu, kontolku langsung melemas.

Malam harinya aku terus saja terngiang-ngiang bagaimana nikmatnya onani itu, jadi sewaktu menjelang tengah malam, sekitar pukul sebelas malam, aku kembali mencoba untuk melakukan onani. Mula-mula kukunci pintu kamarku, dan setelah itu aku langsung melepas celana dan celana dalamku. Kali ini aku memilih untuk tetap berpakaian, hanya untuk berjaga-jaga siapa tahu ayah naik ke atas dan mengetuk pintu kamarku. Bisa gawat kalau ketahuan aku telanjang di kamar. Siang tadi setelah mengalami sensasi nikmatnya onani, aku langsung membahas kejadian itu bersama Wahyu lewat SMS, dan dia mengatakan kalau kegiatan itu tidak seharusnya dilakukan di tempat yang terbuka, takut ada yang mengintip, tapi aku tak memperdulikan itu.
Langsung saja aku mengurut-urut kontolku, kali ini tak pakai sabun atau pelumas apapun. Wahyu bilang bisa pakai handbody atau baby oil, tapi aku tidak punya. Nggak mungkin kan kalau pakai minyak angin, bisa-bisa panas kontolku.
“Ahhh...Ahh...Yeah...” Aku mendesah-desah menirukan suara-suara para aktor di film porno.
Dan tak selang berapa lama kenikmatan itu muncul. Aku makin bersemangat dalam mengurut-urut kontolku sendiri, dan akhirnya aku ejakulasi juga. Aku memejamkan mataku, menikmati bagaimana sensasinya yang luar biasa saat mencapai klimaks. Spermaku muncrat dua kali dan membasahi perutku yang rata. Setelah napasku mereda aku memakai celana dalam dan celanaku. Biarlah, celana dalamku terkena spermaku, toh aku berencana untuk turun ke kamar mandi dan membasuh spermaku serta mencuci celana dalamku sekalian.
Aku membuka pintu kamarku dan turun ke lantai satu. Sebelum menuju kamar mandi aku malah mendengar suara mendesah-mendesah dari arah kamar ayah. Suara perempuan dan lelaki bersahutan, mendesah-desah seperti di film porno. Aku jadi terkejut saat mendengarnya. Aku malah urung ke kamar mandi dan malah mendekati pintu kamar ayahku. Pintu kamar ayahku sepertinya tertutup. Aku penasaran apa yang sedang ayah lakukan di dalam kamarnya? Sepertinya ayah sedang menonton film porno. Aku mencoba mengintip lewat lubang kunci tapi aku tidak bisa melihat apa-apa, karena kuncinya tergantung di lubang kuncinya dari arah dalam. Aku tak mau kehabisan ide, jadi aku beranjak menuju kamar mandi. Di sana ada akses menuju lorong samping belakang rumah dan di sana ada jendela kamar ayah.
Lorong itu gelap, dan aku memberanikan diriku mendekati jendela kamar ayahku sambil mengendap-endap. Jendela kamar ayahku tidak tertutup korden, lampu di dalam kamarnya mati, tapi aku bisa melihat ada cahaya remang-remang dari arah dalam. Langkahku semakin dekat dan aku memberanikan diri untuk mengintip sedikit dari sudut jendela. Aku bisa melihat ayahku sedang nungging, telanjang bulat, dan sedang menindihi sebuah guling. Di depannya, ada laptop ayah yang menyala. Aku bisa melihat wajah ayahku yang sedang sibuk menyaksikan sesuatu dari layar laptopnya.
Dalam posisi itu aku bisa melihat pantat ayah bergerak-gerak, menggesek-gesekkan kontolnya ke guling yang beliau tindihi. Aku menganga dan takjub bukan main dengan pemandangan yang aku saksikan. Ayahku bersenggama dengan guling. Aku jadi merasa aneh, apakah ayahku punya kelainan.
“Oh, yeah.... Ahhh... Ahhh!” Ayahku mendesah sambil matanya terpejam-pejam dan pantatnya terus bergerak-gerak dan menggesek-gesekkan kontolnya ke guling.
Di balik celanaku kontolku mulai merajuk dan berkedut-kedut. Aku terangsang melihat ayahku bersenggama dengan gulingnya. Aku menggigit bibirku menahan gairah membara yang membakar tubuhku. Kenapa ayahku bisa seliar itu? Imajinasinya terlalu kaya sehingga beliau mau bersenggama dengan guling. Munkin ayah membayangkan guling itu sebagai tubuh seorang perempuan. Aku jadi merasa kasihan pada ayahku. Kenapa ayah tidak mencari istri baru, atau mencari PSK yang siap melayaninya seperti yang dilakukan ayah Wahyu.
Sibuk dengan pikiranku, aku terkejut saat ayah merubah posisinya. Sekarang ia berlutut, bersimpu di depan laptopnya yang sepertinya jelas-jelas sedang memutar film porno. Ayah menumpukan beban tubuhnya di antara kedua lututnya. Aku sekarang bisa melihat kontol ayah dengan jelas dari jarak yang dekat. Kontolnya hitam, berurat, di sekitarnya ditumbuhi jembut, dan buah zakarnya menggantung indah. Dengan sigap ayah menggenggam kontol 15cmnya itu dan mulai mengocoknya.
“Ahhh, Ahhh, Ahhh, Oooohhhh, Ohhhh, Yeahhhh.” Ayah mendesah-desah, dan kemudian spermanya keluar diiringi dengan erangan ayah yang macho.
Aku bisa melihat spermanya muncrat dan jatuh ke gulingnya. Setelah itu ayah segera melepas sarung gulingnya lalu membuka pintu kamarnya sambil telanjang. Aku sadar betul kalau ayah sedang menuju kamar mandi. Sial! Aku bisa ketahuan mengintip, karena aku membiarkan pintu kamar mandinya terbuka. Bisa gawat kalau aku muncul di kamar mandi lewat sisi samping rumah. Ayah pasti curiga.
Aku buru-buru lari ke kamar mandi dan beruntung setelah sampai di sana ayah belum masuk ke kamar mandi. Aku langsung pura-pura kencing di saluran yang menuju ke gorong-gorong, dan saat itulah ayah masuk masih sambil telanjang bulat.
“Lho, ada kamu!” Ayah terkejut dan buru-buru menutupi area pribadinya itu dengan sarung guling yang digenggamnya.
Aku menahan tawa dan pura-pura terkejut melihat ayahku muncul dalam kondisi telanjang bulat.
“Ayah kenapa bugil gitu?! Ayah porno, deh!” Aku terpaksa tertawa untuk meredakan gejolak jantungku yang berdegup kencang.
“Ayah mau mandi. Buruan keluar gih!”
“Lho, kok mandi malem-malem?”
“Gerah!”
“Masa? Padahal nggak panas udaranya. Kok, ayah keringatan. Ayah habis ngapain?” Aku sengaja membrondong ayahku dengan pertanyaan.
Ayah kelihatan salah tingkah. “Olahraga malam. Ayah habis olahraga malam.”
Oh, onani itu olahraga, ya? Begitu kataku dalam hati. “Lha, itu sarung guling kenapa?”
“Mau di cuci!”
“Oh!” Aku segera keluar dari kamar mandi. Aku jadi lupa dengan rencanaku sebelumnya yang ingin membasuh spermaku di perut dan yang sudah menempel basah di celana dalam.
Aku langsung masuk ke kamar dan mengecek kondisi celanaku. Ternyata spermaku sudah mulai mengering di bagian depan celana dalamku. Terlihat dari bentuk gambar-gambar rembesan seperti pulau di atas permukaanya.
Iseng-iseng aku mengintip ayahku dari balik korden kamarku yang tertutup. Ayah sedang mandi ternyata dan tidak sedang onani lagi. Hehehhehehe. Aku merasa ketagihan mengintip ayahku. Entah kenapa aku jadi terangsang. Apa aku ini homo, ya? Tiba-tiba terlintas di benakku, bagaimana jadinya kalau aku dan ayah onani bersama, atau paling tidak kita bisa saling membantu dalam mencapai klimaks. Aku tiba-tiba merasa ingin jadi guling yang di gesek-gesekkan dengan kontolnya tadi. Malam itu aku tidur pulas tanpa bermimpi apapun.

Saat jam istirahat aku sengaja mendekati temanku yang bernama Rahmat. Dia itu jagonya soal hal-hal porno. Koleksi filmnya di handphone tak terhitung jumlahnya. Dia seperti informan yang siap memberi penjelasan soal seksual kepada teman-temannya yang penasaran. Tidak seperti Wahyu, pengetahuan Rahmat soal seks lebih luas, dan aku berniat mencuri-curi kesempatan untuk bertanya soal pikiranku yang sempat terlintas kemarin malam.
“Mat, boleh tanya nggak?” Tanyaku sambil duduk di sebelahnya di dalam kelas.
“Apa?”
“Nggak istirahat?”
“Ogah. Lagi males jajan.”
“Boleh tanya soal-soal begituan nggak?”
“Wah, angin-anginan nih? Tumben? Biasanya sama Wahyu terus curhatnya.”
Aku memamerkan gigiku.
“Tanya apa?” Kejar Rahmat yang mulai penasaran.
“Seks itu cuman bisa dilakukan oleh laki-laki vs perempuan, ya?”
“Ya, iya. Emang sudah hukum alamnya begitu. Biar dapat bayi ya harus antara laki-laki dan perempuan. Kalau sesama jenis itu namanya kelainan.”
Penjelasan Rahmat mulai mendekati dengan apa yang aku maksudkan. “Lho, emang bisa sesama jenis berhubungan seks?”
“Bisa, dong! Kalau sesama laki-laki itu namanya sodomi. Tahu, kan yang kontolnya dimasukin ke dalam lubang anus?”
Aku mengangguk paham. “Kalau perempuan?”
“Pakai tangan. Jarinya di masukin ke lubang memeknya.”
“Ohhhhhhhh...”

Akhirnya setelah mendapatkan penjelasan dari Rahmat, aku memutuskan untuk pergi ke warnet setelah pulang sekolah. Aku langsung mengakses internet tentang gay atau homo seksual. Di situ aku menemukan artikel-artikel yang memberiku pengetahuan, dan aku juga bisa membaca cerita-cerita seks yang dilakukan sesama laki-laki. Sambil membaca cerita-cerita itu aku membayangkannya dan menggambarkan adegan demi adegan itu di dalam kepala, dan entah kenapa aku jadi membayangkan kalau aku dan ayah bisa berhubungan seks seperti kaum homo atau gay.
Kemudian aku membuka situs gay yang lain, dan aku mulai menonton film-film gay. Aku terpesona saat melihat seorang aktor bule memasukkan kontolnya ke dalam lubang anus, dan menggenjot-genjotnya seolah-olah lubang anus itu adalah vagina. Setelah cukup informasi aku pulang ke rumah, kebetulan aku lagi ada banyak PR.
Jam enam sore seperti biasa ayah pulang, tapi ayah tak sendiri. Beliau datang bersama teman-teman prianya. Mereka sibuk mengobrol di ruang tamu, dan sempat aku mengintip kalau mereka sedang menonton acara bola sambil meminum anggur. Aku terkejut dan merasa marah dengan ayah. Ayahku tak pernah mabuk, tapi kenapa sekarang ayah jadi minum-minuman haram itu.
Sekitar pukul sepuluh teman-teman ayah pamit, aku berencana membantu ayah untuk beres-beres ruang tamu yang penuh dengan sampah makanan dan kulit kacang. Saat itu aku bisa mencium bau anggur dari mulut ayah dan sepertinya ayah mabuk berat. Jalannya mulai limbung. Aku meminta ayah untuk segera mandi dan membersihkan diri dari bau anggur yang menyengat itu sementara aku membereskan ruang tamu. Ayahku menurut dan tak lama kemudian aku mendengar suara ayah sedang mandi.
Setelah ruang tamu beres aku beranjak pergi ke kamar karena mulai mengantuk. Saat itu juga aku melihat ayah keluar dari kamar mandi, sudah menggenakan sarung yang dililitkan di pinggangnya. Meskipun bagian bawahnya tertutup kain sarung, aku bisa menikmati bidangnya dada ayah, apalagi kedua putingnya yang hitam dan lebar itu. Perut ayah memang sedikit buncit, tapi menurutku itu cukup seksi.
Cara ayah berjalan masih limbung, aku terpaksa menuntunnya ke kamar, dan ayah langsung roboh ke atas tempat tidur. Tak sengaja kain sarung yang ayah kenakan tersingkap ke atas dan mempertontonkan pahanya yang kehitaman dan ditumbuhi bulu-bulu halus. Ayah tidak memakai celana dalam ternyata. Setelah memastikan ayah berbaring dengan nyaman, aku memutuskan untuk keluar tanpa menutup pintu kamar.
Pukul dua pagi aku terbangun karena merasa haus. Aku segera beranjak meninggalkan kamarku untuk turun ke lantai satu dan mengambil air minum. Setelah meneguk satu botol air mineral aku segera kembali naik ke atas, tapi tiba-tiba perhatianku teralih. Aku ingin mengecek kondisi ayah, jadi aku mengintipnya. Pintunya masih terbuka, jadi aku mengintip dari muka pintu. Ayah masih tertidur lelap, dan mendengkur. Dadanya yang seksi itu naik turun seiring tarikan napasnya.
Melihat itu aku jadi terangsang, apalagi mengingat ayahku tidak memakai apa-apa di balik kain sarung yang beliau kenakan. Jadi aku mengendap-endap mendekati tempat tidur dan berlutut tepat di antara kedua kaki ayahku. Pelan-pelan aku menyingkap kain sarung ayah. Mendapatkan perlakukan seperti itu ayahku tidak terbangun, jadi aku semakin berani menyingkapkan kain sarungnya. Dan WOW! Kain sarung itu tersingkap ke atas perutnya dengan sempurna dan aku bisa melihat kontolnya yang tertidur pulas.
Tanpa pikir panjang aku langsung menyentuh kontol ayah. Kupegang kontol yang tertidur itu dengan jari telunjuk dan ibu jariku, lalu dengan pasti kumasukkan kontol itu ke mulutku. Rasanya asin dan berbau aneh, tapi aku malah terus menghisap kontol ayah. Mendapatkan perlakukan seperti itu ayah tak juga terbangun, dan aku malah berani memerdalam hisapanku. Kali ini kumainkan ujung kepala kontol ayah dengan lidahku, dan tiba-tiba saja kontolku semakin membesar hingga ereksi sempurna. Aku jadi terpesona dan menghisap-hisap kontol ayahku dengan membabi buta.
Slurp! Slurp! Slurp! Begitu suaranya.
“Yeah, hisap terus Ari!”
Aku terkejut dan melepaskan hisapanku di kontol ayah. Aku kaget bukan main kalau ayahku ternyata sudah bangun, sepenuhnya sadar dan tengah memandangiku dengan tatapan heran. Ya, ampun! Aku bisa kena tampar karena bisa berbuat senonoh dengan ayahku. Ayah pasti marah.
“Kenapa berhenti?” Tanya ayah kemudian, tak kelihatan sedang marah.
“Maafin Ari, ayah...”
“Kamu kenapa bisa berbuat begitu? Kamu homo?”
Aku buru-buru menggeleng.
“Lantas?”
“Aku Cuma ingin memuaskan ayah.”
Ayah langsung bangkit berdiri, diturunkannya kain sarung itu hingga kontolnya tertutupi. Ayah kemudian memintaku untuk bangkit dan duduk di sebelahnya di atas tempat tidur.
“Jelaskan apa maksud kamu dengan ingin memuaskan ayah?”
“Maaf, yah. Aku pernah ngintip ayah onani.”
Ayah tampak terkejut. “Kapan?”
“Seminggu yang lalu. Pas ayah mandi dan sewaktu ayah di kamar.”
Ayah kemudian membuang muka, sepertinya malu. Kami sama-sama terdiam, jadi akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan ceritaku.
“Kenapa ayah nggak cari istri saja supaya bisa menyalurkan napsu ayah? Kenapa harus onani, sama guling lagi.” Aku sedikit menambahkan gelak tawa di belakang kalimatku agar suasana yang tegang mencair.
“Ayah masih belum nemu yang pas, saja.”
“Kan bisa sama PSK seperti ayahnya Wahyu.”
“Hah?! Mana bisa? Ayah nggak punya uang lebih untuk hal seperti itu. Kamu pikir itu semudah kamu membeli jajanan.”
Aku diam saja.
“Lalu kenapa kamu tiba-tiba oral kepunyaan ayah?”
“Ari cuman mau membantu ayah untuk memuaskan napsu birahi ayah. Ari tahu kalau hubungan sejenis bisa dilakukan untuk memuaskan napsu.”
“Tapi ayah bukan homo, Ari!”
“Ari tahu, tapi Ari ingin membantu saja. Lagi pula Ari suka terangsang melihat ayah.”
Ayah terkejut mendengar kata-kataku. “Kamu masih dalam masa pertumbuhan, masih ingin tahu banyak hal dan coba-coba. Kamu harus hati-hati nanti terjerumus.”
Aku diam saja dinasehati seperti itu. Kemudian hening lagi.
“Yah... ayah suka diemut seperti tadi? Ari emut lagi ya kontolnya?”
Ayah menoleh ke arahku. “Nggak bisa, Ari! Ini berdosa.”
“Tadi bilang kenapa berhenti?”
Ayah diam saja.
“Rasanya enak, kan? Ayo, dong, yah, biarin saja. Izinkan Ari memuaskan ayah. Ari sudah belajar dari film-film gay. Dijamin enak.” Tanpa menunggu persetujuan lebih lanjut aku langsung berlutut dan menyingkapkan kain sarung ayah. Kontol Ayah sudah setengah tertidur.
Segera aku mengemut dan menghisap-hisapnya. Ayahku berusaha menolak dengan menutup kain sarungnya kembali yang tadi sudah kusingkapkan, tapi tanganku yang bebas mencegah perlawanan itu. Semakin ayah melawan semakin kuat pula hisapanku pada kontolnya.
“Santai, yah. Santai.”
Selang beberapa menit aku melihat ayahku sudah mulai relax dan menikmati setiap hisapanku. Kukocok-kocok kontolnya dengan tanganku dan aku melihat ayah memejamkan matanya.
“Enak, yah?”
Ayahku mengangguk. Aku semakin semangat lagi dalam memuaskan ayahku.
“Ahhhh... Ahhhh... Ahhhhh!” Ayah mulai mendesah-desah. “Ayah mau keluar Ari!”
Aku langsung menghentikan hisapanku. “Tunggu dulu, yah! Buru-buru amat.”
Aku bangkit berdiri dan melepaskan seluruh pakaianku. Ayah tampak binggung menyaksikan diriku telanjang di depannya, belum lagi matanya tiba-tiba melotot saat melihat kontolku sudah berdiri tegak.
Kemudian aku naik ke atas tempat tidur dan rebahan sambil menyangga kepalaku dengan bantal. “Ayo, yah! Aku ingin disodomi.”
“Ari?!”
“Di film gay yang Ari lihat, setelah kontolnya diemut-emut, langsung disodomi. Ayo, yah. Ari rela menyerahkan lubang anus Ari demi ayah. Nggak ada bedanya sama lubang memek, yah!”
Ayah tampak berpikir sejenak. “Baiklah. Sudah lama ayah nggak ngentot. Memek sama anus nggak ada bedanya.”
Aku langsung tersenyum sambil menyaksikan ayahku melepaskan ikatan sarung di pinggangnya. Sekarang ayah sama telanjangnya dengan diriku. Ayah langsung mengakangkan kedua kakiku. Di basahinya jarinya dengan air liur, lalu diusap-usapkannya jarinya yang basah itu ke lubang pantatku. Rasanya becek, tapi aku bisa menikmatinya. Kemudian ayah membasahi kontolnya sendiri dengan air liur, dan mulai mendekatkan kepala kontolnya ke lubang anusku. Ayah kemudian mendorong kepala kontolnya masuk.
“AWWWWW!” Aku menjerit. Rasanya lubang anusku dirobek dengan paksa.
Ayah terkejut dan ingin menarik kontolnya mundur, tapi aku mencegahnya. “Terusin, yah!”
Jadi ayahku kembali memasukkan kepala kontolnya. Dan blessss, kepala kontolnya masuk. Aku menjerit tertahan tapi aku berusaha menjauhkan rasa sakit yang menusuk-nusuk itu keluar dari kepalaku.
“Ahhh, sempit sekali lubangmu Ari. Seperti memek masih perawan. Lebih sempit malah.”
“Dorong, yah!” Aku memerintahkan.
“Oke! Kalau sakit bilang.”
“Ari bisa tahan, kok!”
Berlahan-lahan tapi pasti akhirnya kontol ayah masuk sampai bagian batangnya, tak sampai ke bagian pangkalnya.
“Gila! Enak banget. Sempit, anget. Nggak nyangka kalau lubang anus seenak ini.”
“Ayo, yah! Digenjot.”
Ayah langsung menggerakkan pinggulnya maju-mundur secara berlahan. Awalnya aku sering meringis kesakitan, tapi lama kelamaan aku bisa merasakan sensasi menggelitik yang menyodok-nyodok lubang anusku.
“Ahhh, Ahhh, Ahhh, Ahhh!” Aku mendesah bersahutan bersama ayah.
Ayah mendekap tubuhku, aku memeluk bahunya, dan aku terus bergerak bersama ayah. Buah zakar kami berdua saling beradu, saling memukul, dan jembut ayah menggelitik pantatku. Oh, nikmat sekali rasanya. Aku mendesah di telinga ayah, dan ayah mendesah di telingaku. Rasanya seperti melayang di surga.
“Ari, ayah mau keluar!”
“Terus genjot, yah!”
Ayah terus menggerakkan pantatnya, dan tiba-tiba aku merasakan kontol ayah menegang kuat di dalam lubang pantatku dan aku bisa merasakan semburan deras spermanya membasahi lubang pantatku.
“AGHHHHHHHHHH!” Ayahku mendesah, tubuhnya menegang, kepalanya terkulai lemas di bahuku. “Oh, Ari! Nikmat sekali.”
Kemudian ayah mencabut kontolnya dari lubang anusku, diikuti dengan keluarnya sebagian sperma ayah dari lubang anusku. Kemudian tiba-tiba ayah menggengam kontolku dan mengocoknya.
“Ini sebagai ucapan terima kasih dari ayah!”
Aku mengangguk sambil menikmati gerakan tangannya yang kasar itu di kontolku.
“Ahhh! Ahhh! Ahhh!” Aku mendesah-desah. “Aku mau keluar, yah!”
“Ya, ayah tahu. Ayah bisa merasakan kontol kamu berdenyut-denyut.”
Kocokan ayah semakin kencang, dan aku langsung ejakulasi. Sensasinya luar biasa apabila peran tanganmu digantikan orang lain. Aku sampai muncrat banyak. Sebagian spermaku sampai ke dada dan sebagian lagi membasahi tangan ayah.
Ayah kemudian berbaring di sebelahku dan langsung memelukku. “Kalau tahu berhubungan intim sesama laki-laki bisa seenak ini, ayah pasti mau melakukannya berkali-kali.”
“Katanya ayah bukan homo?” Aku memprotes.
“Ayah suka dua-duanya. Gimana Ari, ayah mau ronde ke dua. Kamu siap melayani?”
Aku mengangguk kegirangan. “Aku ingin membahagiakan ayah.”
Kemudian ayah mengecup bibirku sekali. Rasanya aneh. Tapi aku ingin lagi, jadi aku malah menekan bibirku ke bibir ayah. Ayah tertawa.
“Bukan begitu caranya. Begini ayah ajari.”
Kemudian ayah mengecup bibirku, aku membalas kecupannya. Bibir saling beradu, dan kemudian lidah ayah bermain dengan lidahku. Wow! Sepertinya ronde ke dua akan segera dimulai.

I love you, ayah!