Page Tab Header

Friday, September 14, 2018

Serangan Fajar Polisi

Serangan Fajar Polisi Kamar Sebelah


Malam itu benar-benar dingin. Hujan tak henti-hentinya turun sejak sore tadi, membuatku ngantuk saja sejak tadi. Padahal ada rencana untuk ketemu dengan seseorang yang kukenal di situs Y, terpaksa batal deh. Daripada tambah basah di luar, mending tidur saja di kos. Malam minggu yang suram...

Sayangnya, atau malah untungnya, tidurku malam itu terganggu.

Aku sedang bermimpi indah, bergumul dengan seorang pria yang tampan dan gagah, ketika ketukan di pintu kamar kosku akhirnya membangunkanku. Aku sedikit melompat ketika seseorang mengetuk pintu kamarku dengan cukup keras. "Permisi!!!" Aduh siapa sih malam-malam begini, ganggu mimpi indah aja... aku melihat jam wekerku sekilas, jam setengah dua pagi. "Mas, permisi!" Suara itu akhirnya kukenali sebagai polisi yang ngekos di kamar sebelah. Aku tidak terlalu mengenalnya karena jarang ketemu, namun orangnya cukup ramah dan selalu menyapa jika bertemu. Aku tidak pernah ngobrol terlalu sering dengannya sih karena jadwal kerja kami selalu bertabrakan. Tiap kali aku pulang kerja, dia selalu baru berangkat. Sepertinya dia selalu kena sif malam. Kadang-kadang aku berkhayal, apa yang dikerjakan ya malam-malam begitu... "Mas, maaf mengganggu, tapi..."

"...Iya Mas sebentar!" Aku tidak enak juga kalau tidak menjawab, tapi suaraku agak parau. Aku berdeham dan mengulangi jawabanku, lalu bangkit untuk segera membukakan pintu. "Aduh Mas maaf sekali mengganggu, lagi tidur ya?" Memang benar itu polisi kamar sebelah, tapi... "Iya Mas, kok sudah pulang jam segini?" "Iya sama komandan disuruh pulang saja, disuruh balik besok." "Eh Mas masuk dulu gimana? Gila tuh anginnya, hujannya sampai masuk ke sini!" "Ah iya..." Ia segera masuk dan aku segera menutup pintu. Entah kenapa cuaca bisa seburuk itu, bisa-bisa banjir nih... untungnya kamarku di lantai dua. "Jas hujannya taruh di situ aja Mas," ujarku sambil menunjuk ke sebuah wadah yang sebenarnya isinya payung. Aku memang punya wadah khusus untuk payung yang basah. Ia segera melepas jas hujannya, walaupun tetap saja lantai kamarku jadi basah. "Maaf Mas merepotkan..." "Ah nggak apa-apa, toh kita kan sekos." Aku perhatikan seragam dinasnya agak basah, "Kayanya di luar hujan badai ya Mas sampai basah gitu?" "Iya Mas, tadi sebenarnya saya ya nggak mau pulang, tapi di kantor ga ada tempat untuk tidur." "Banjir kah?" "Sudah mulai masuk sih airnya... Eh iya Mas, malam ini boleh nggak saya tidur di sini? Kunci saya ketinggalan..." "Boleh, daripada basah-basahan lagi balik ke kantor." Aku sebenarnya girang dalam hati; walaupun aku tidak tahu apakah dia penyuka sesama, tapi paling tidak aku bisa mengagumi badannya semalam-malaman. Berhubung ranjangku agak kecil, siapa tahu juga bisa mepet-mepet dikit, hehehe... "Makasih banyak ya Mas, maaf mengganggu. Mas tidur lagi aja sementara saya beres-beres." "Ga pa pa Mas. Itu seragamnya lepas aja biar nggak masuk angin." Ia memang melepas seragamnya, dan ternyata ia masih mengenakan kaos dalam berwarna coklat. Aku mengagumi bodinya yang gagah diam-diam dari belakang. "Eh tapi ranjang saya kecil lho Mas, ga apa-apa kah tidur dempet-dempetan?" "Saya tidur di lantai aja Mas ga pa pa." "Nanti masuk angin lho, udah tidur di ranjang sini aja! Selimut saya cuma ada satu pula, nanti bisa dipakai bareng. Ga masalah kan?" "Iya ga masalah Mas." Aku kemudian merebahkan diri di sisi ranjang yang dekat dengan tembok, kemudian ia menyusul di sebelahku setelah membuka sabuknya, namun ia tetap mengenakan celana dinasnya. "Dingin ya Mas," ujarku basa-basi. Ia hanya mengangguk, lalu merebahkan badannya. Aku berbagi selimut dengannya lalu mencoba tidur. Atau berlagak mencoba tidur.

Beberapa saat aku menunggu dengan jantung berdegup. Ia memang sudah menutup mata, tapi kurasa ia belum tidur. Sampai akhirnya aku mendengar dengkurannya. Astaga, dengkurannya jantan sekali; tidak terlalu keras tapi juga tidak terlalu pelan. Wajahnya yang tampan menyisakan sedikit kelelahan di sana, aku refleks mengelus wajahnya, namun hanya beberapa saat karena aku takut ia terbangun. Sayangnya, karena aku menawarkan berbagi selimut dengannya tadi, aku sekarang tidak bisa melihat bodinya yang syur itu. Aku mengutuk kebodohanku sendiri dalam hati, coba tadi ia tidur di lantai, bisa puas-puas aku melihat bodinya! Bisa jadi bahan buat coli juga, hehehe... Aku mengelus-elus kontolku yang masih tegang sedari tadi gara-gara mimpiku. Agak lemas sih begitu ia datang dan ngobrol sebentar, tapi sekarang aku horny lagi membayangkan bodi polisi yang tertidur di sebelahku. Aku agak takut untuk mengeksplorasi bodinya lebih jauh, selain karena sikapnya yang sopan itu bikin aku sungkan, aku tidak pernah berhubungan dengan anggota polisi yang gay. Kalau baca-baca di situs-situs gay kok banyak yang kecewa dengan mereka...

Lamunanku buyar ketika ia mengerang dan memutar badannya dalam tidurnya. Berhubung ranjangku sempit, badannya jadi menempel ke badanku, dan aku sama sekali tidak sempat bereaksi. Tangan kiriku jadi terhimpit badannya. Waduh bisa kesemutan ini lama-lama, pikirku... tapi tanganku merasakan sesuatu yang hangat dan empuk. Ya pasti lah, badan manusia kan hangat... tapi masa badannya sehangat itu? Belum sempat aku membetulkan posisiku, ia memelukku. Deg... jantungku berdegup tak karuan. Dikira aku guling kali ya... tapi kebetulan sekali nih, hehehe... aku mencoba menggerakkan tangan kiriku dan aku bisa merasakan punggung tanganku menyenggol sesuatu yang sangat familiar. Tanganku persis ada di kontolnya. Aku menggerakkan tanganku lagi sehingga sekarang jari-jariku bersentuhan langsung dengan kontolnya. Wih besar juga kontol polisi ini, pikirku. Aku tidak pernah mengamati kontolnya selama ini, dan di situs-situs banyak yang bilang kontol polisi ya sama saja dengan kontol orang biasa, malah banyak yang lebih kecil. Kalau begitu aku beruntung dong, hehehe... aku tidak terlalu mengidolakan polisi sih, tapi kalau bisa dapat ya kenapa nggak.

Iseng-iseng kuremas kontolnya. Tidak ada reaksi. Kuremas-remas lagi kontolnya. Kali ini ada reaksi, ia mengerang namun pelan sekali. Aku mencoba menggenggam batangnya, memang agak tegang sih, tapi sepertinya karena dingin. Seingatku kontol memang bisa menegang tiap 90 menit selama cowok tidur, tapi rasanya belum ada setengah jam deh sejak ia tidur... gara-gara dingin kali ya. Berhubung tidak ada reaksi sama sekali, akhirnya kunikmati meremas-remas kontolnya. Perlahan-lahan aku bisa merasakan kontolnya jadi semakin hangat, walaupun mengeras dengan perlahan. Sepertinya dia tipe cowok yang mainnya perlahan dan lama. Boleh nih dites! Aku terus meremas-remas kontolnya dengan lembut ketika ia melenguh dan mengubah posisi tidurnya. Aku refleks langsung menghentikan remasanku, hanya untuk kaget ketika tangannya menyentuh kontolku. Wah nantang orang ini... tapi dia sadar nggak ya kalau lagi megang kontol? Kutantang polisi yang kelihatannya masih tertidur itu dengan menggerakkan kontolku yang memang sudah mengeras. Ia merespon dengan meremas kontolku. Kugerakkan lagi kontolku, dan ia meremasnya. Ini yang kutunggu-tunggu! Untuk beberapa lama aku memainkan kontolku sebelum akhirnya ia meremas-remasnya sendiri tanpa harus kusuruh. Kuhadiahi polisi itu dengan remasan di kontolnya yang sempat melemas. Ia sesekali mengerang, masih dengan mata terpejam. Aku jadi curiga apa ia benar-benar tidur...

Serangan gerilyanya berlanjut. Tangannya perlahan-lahan menelusup masuk ke kaos tidurku dan entah bagaimana caranya dalam posisi masih memelukku, ia berhasil mendapatkan dadaku. Puting susuku pun dimain-mainkannya, sesekali hanya dielus-elus begitu saja, sesekali dicubit. Aku pun tidak bisa menahan diri untuk tidak mengerang; kalau sampai ia terbangun biar dah, toh ia yang mulai duluan. Puting susuku jadi melenting keras, kontolku mulai mengeluarkan precum cukup banyak di bawah sana, dan aku pun menghadiahi polisi itu dengan remasan kuat di kontolnya tiap kali ia berbuat nakal dengan puting susuku.

Pada remasanku yang terakhir, polisi itu mengubah posisi tidurnya menjadi telentang kembali. Aku agak kecewa karena aku menikmati kehangatan tubuhnya, tapi serangannya rupanya belum berakhir. Tangan kanannya langsung menelusup masuk ke celanaku, dan berhubung celanaku itu sejenis brief, ia pun langsung mendapatkan kontolku. Aku mengerang ketika ia mengelus-elus kepala kontolku yang sudah basah. Ia terus mengelus-elus kepala kontolku, membuatnya mengeluarkan lebih banyak precum, lalu ia mengocoknya. Aku sampai heran dalam hati, bisa yah orang tidur ngocokin kontol? Memang sih kocokannya perlahan, namun justru itu yang membuatku mengerang kenikmatan bercampur kegelian. Aku memang belum disunat, tapi saat tegang sempurna kulupku tertarik sehingga kepala kontolku yang sensitif itu pun tak terlindungi, dan ia mengocok tepat di kepala kontolku. Sialan ni polisi, awas ya kubikin kau gelinjangan dalam tidurmu nanti kalau sudah selesai...

...tapi itu ternyata tak butuh waktu lama. Akibat menahan gejolak horny sedari tadi siang, ditambah cuaca yang dingin, tak lama kemudian aku muncrat. Aku sedikit terengah-engah dibuatnya, dan sekarang giliranku membalas serangan polisi itu.

Ia tampak masih tertidur, tapi aku tak peduli lagi kalau tiba-tiba ia terbangun dan memergokiku. Tangannya yang basah dengan spermaku bisa kujadikan bukti kalau ia sebenarnya juga doyan kontol. Aku menyingkap selimut yang dikenakannya, sehingga kini tampaklah dengan jelas bonggolan kontolnya yang masih terlindungi celana dinas coklatnya yang ketat itu. Masih terlihat belum tegang betul, tapi peduli amat... aku mengelus-elus kontol itu, kemudian kubuka kait dan resleting celananya. Ia mengenakan celana dalam berjenis trunk, tapi celana dalamnya ketat sekali. Mungkin supaya bebas bergerak ya... Kuturunkan juga celana dalam itu dengan hati-hati supaya tidak membuatnya terbangun, walaupun ia sempat menggeliat. Rasanya ia menggeliat untuk memperlancar usahaku melucuti pertahanan kontolnya. Dan benar saja, tak lama kemudian aku mendapati kontolnya menegang bebas di hadapanku. Kuelus-elus batang kontol polisi itu dengan lembut sementara tanganku yang satu lagi memainkan bola-bolanya dengan agak kasar. Tidak ada jembut sama sekali di kontolnya, sepertinya dicukur habis beberapa hari yang lalu. Aku lebih suka jembut sebenarnya, tapi tak apa lah, kontol polisi ini besar sekali. Sesekali kusentil ringan bola-bola kontolnya, dan aku hanya mendapatkan reaksi dari kontolnya yang bergerak. Sok kuat nih, tunggu ya... Aku memainkan nafasku di kepala kontolnya, kurapatkan bibirku tepat di perbatasan antara batang dan kepala kontolnya, lalu kumainkan lidahku di pucuk kontolnya. Kubuka lubang kencingnya, bisa kurasakan precumnya mulai mengalir. Gurih rasanya. Kumulai hisapanku, dan akhirnya erangan pun keluar dari mulutnya. Nah, rasakan kau, mana tahan kau dengan hisapanku... selain bibirku yang mengatup rapat pada batang kontolnya, lidahku pun menyapu setiap sudut kontolnya, terutama di bagian bawah kepala kontolnya. Aku ingin menguji seberapa lama polisi itu tahan dengan hisapanku. Seranganku kutambah dengan elusan, remasan, atau sentilan pada bola-bola kontolnya yang polos itu. Menurut beberapa orang yang pernah main denganku, seranganku itu sangat maut dan banyak yang muncrat tak sampai lima menit.

Tak terkecuali polisi ini. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, ia mengerang agak keras, dan akhirnya aku merasakan ia menembak spermanya di dalam mulutku. Terasa hangat, kental, dan gurih, kutelan spermanya. Eits, jangan dikira permainan sudah selesai...


Setelah kutelan semua spermanya, kuperhatikan polisi itu. Ia masih tampak tertidur, namun dadanya nampak mengembang-kempis dengan cukup cepat, raut wajahnya tampak puas. Aku masih mengelus-elus kontolnya yang mulai melemas, dan sesuai harapanku kontolnya tidak benar-benar lemas, masih setengah tegang. Bola-bolanya kuremas-remas perlahan; bola kontol seukuran bola tenis seperti itu pasti membuat orang ini gampang horny dan produksi spermanya banyak. Apalagi cuaca dingin seperti ini, pasti bikin tambah horny. Dan bola-bolanya jadi mengerut, membuatnya tambah sensitif. Aku suka memainkan bola-bola kontol dalam keadaan seperti itu.

Tanpa kusadari elusanku bertambah jauh ke bawah. Kuelus-elus daerah perbatasan antara kontol dan anusnya, dan polisi itu pun menggeliat, antara kegelian atau kenikmatan. Sampai juga akhirnya di anusnya. Lubang hangat itu kuelus-elus, namun aku kemudian punya pikiran lain. Me-rimming polisi gimana ya sensasinya? Dengan perlahan kuturunkan sedikit lagi celananya, dan kucoba membuka sedikit kakinya lebih lebar. Tidak bisa benar-benar lebar, jadi kucoba mulai menjilati daerah sensitifnya itu, kumulai dari bola-bolanya. Polisi itu mulai mengerang kembali seiring dengan jilatan-jilatanku, kulirik kontolnya mulai bangkit kembali dan mengeras. Kugenggam batang kontol polisi itu dan kuurut perlahan sambil kuteruskan menelusuri area di bawah kontolnya, hingga aku sampai di lubang anusnya. Kujilat-jilat daerah itu sebisanya, dan polisi itu menggeliat-geliat sambil mengerang pelan. Tak lama kemudian aku menyadari celananya sudah melorot jauh. Ah kepalang tanggung! Kulepaskan celananya sehingga kini ia setengah telanjang, dan polisi itu pun melebarkan kakinya tanpa diminta. Maka kulanjutkan rimming-ku di lubang anusnya. Seru juga ternyata me-rimming polisi yang sedang tidur seperti ini! Walaupun kayanya sih ia cuma pura-pura tidur, hehehe...

Puas me-rimming anusnya, aku pun memasukkan jariku ke dalam anusnya. Agak longgar. Aku jadi yakin sekali bahwa polisi ini pecinta kontol; mana ada pria tulen yang anusnya longgar seperti dia! Kumainkan telunjukku di dalam anusnya, kutusuk cukup dalam dan kutekan-tekan prostatnya. Polisi itu mengerang agak keras dan batang kontolnya berkedut-kedut. Kumasukkan jari tengahku dan kuobok-obok anusnya, kali ini ia mengerang pendek-pendek. Kumasukkan satu jari lagi. Muat juga. Berarti polisi ini bisa disodok kontol segede apapun. Aku jadi ngaceng kembali memikirkannya, maka kukocok-kocok kontolku dengan cepat sampai mengeras. Nah sekarang, gimana caranya nyodok tanpa membangunkannya ya? Dan posisinya telentang seperti ini, gimana caranya nyodok...

Seakan bisa membaca pikiranku, polisi itu mendadak mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping. Aku mengamat-amati posisi tidurnya ini. Lubang anusnya agak tertutup, tapi kurasa aku bisa membuka kakinya... Aku memosisikan diri di dekat pantatnya, lalu kubuka kakinya perlahan-lahan. Kukocok sebentar kontolku supaya keras kembali, lalu perlahan-lahan kudorong ke lubang anusnya. Seret juga tanpa pelumas begini, tapi kepalang tanggung... Kudorong terus pinggulku tanpa peduli apakah polisi itu merasakan sakit atau tidak; ah dia pasti bisa tahan sakit! Kuhentakkan pinggulku dan akhirnya kontolku masuk semuanya di dalam anusnya. Aku tidak pernah nyodok seseorang dalam posisi seperti ini, jadi kucoba cari posisi yang nyaman. Pertama aku mencoba berbaring di belakangnya dan menyodoknya, tapi posisi itu sulit sekali. Akhirnya aku meniduri tubuhnya, dan sodokanku berbuah kenikmatan baik untukku dan untuk polisi itu. Kami berdua balas-berbalas erangan selagi aku memompakan kontolku di dalam anus polisi itu.

Dan ia benar-benar bot tulen karena ia akhirnya muncrat duluan. Tembok dan ranjangku jadi belepotan spermanya, tapi biar lah... Aku sendiri tak lama kemudian menumpahkan spermaku di dalam pantatnya. Aku pun merebahkan diri di samping polisi itu, sambil tetap membiarkan kontolku berada di dalam pantatnya, dan akhirnya tertidur juga kelelahan.

Entah aku tertidur berapa lama, tapi sepertinya hujan sudah berhenti. Udara masih terasa dingin, harusnya fajar sudah menjelang. Tapi aku merasakan sesuatu yang nikmat di antara kedua kakiku. Seingatku tadi malam aku tertidur dengan kontolku di dalam anus si polisi... Aku mencoba membuka kedua mataku walaupun terasa berat, dan aku melihat pemandangan yang cukup langka. Polisi itu ternyata sudah bangun, kemeja seragamnya sudah dikenakan kembali, dan ia sedang menduduki kontolku, bergerak naik turun mengentot anusnya menggunakan kontolku. Kadang ia hanya diam menduduki kontolku, mungkin kelelahan. Kuputuskan untuk menikmati permainannya beberapa saat dan berpura-pura masih tidur, walaupun aku tak bisa menahan eranganku. Tapi lama-lama aku ingin melihat pemandangan langka itu. Dan aku pun membuka mataku.

"Ah Mas sudah bangun?" sapanya sambil terlihat malu sekali. "Lha Masnya bangunin sih..." "Maaf Mas, saya  nggak tahan soalnya." Wah yang tadi malam masih belum cukup juga toh? "Tadi malam memang saya menikmati permainan Mas, tapi saya masih pingin lagi." "Ah ga pa pa Mas, punya peler segede itu memang repot kok, pasti susah nahan nafsu ya?" Polisi itu tertawa kecil. "Lanjutin aja Mas, saya juga pingin lihat polisi naikin kontol saya." Aku pun mengambil bantal untuk menopang kepalaku sambil aku menonton polisi itu menggenjot kontolku. Benar-benar sensasional. Kontolnya yang tegang itu terayun-ayun, suara bola-bola kontolnya beradu dengan perutku membuat suasana semakin panas. Walaupun sudah sering disodok, polisi itu pintar memainkan lubang anusnya sehingga mencengkeram kontolku dengan kuat. Sesekali peluhnya menetes di tubuhku.

"Aaahhh mau keluarrrr...," erangku. Polisi itu dengan sigap menghentikan entotannya. "Lho kok berhenti Mas? Tanggung nih..." "Saya pingin Mas nembak di mulut saya, boleh?" "Boleh aja, isep kontolku cepat!" Ia langsung nungging di sebelahku dan menghisap kontolku kuat-kuat. "Oooooohhhh... Polisi suka ngisep ya... isep tuh batang kontolku... Mmmmhhhh... Aaahhh rapetin lagi... Aaaahhh...Uuuuhhh... Mau keluaaarrr..." Aku mengangkat pinggulku dan menusukkan kontolku dalam-dalam, membuatnya agak tersedak, dan menembakkan pejuhku sebanyak-banyaknya. Aku pun terengah-engah di atas ranjang. "Enak Mas pejuhnya, gurih, anget... Pas buat sarapan." "Lah tahu gitu tadi malam ga dikeluarin semua Mas, biar kenyang minum pejuhku..." Polisi itu tertawa kecil. "Kalau gitu pejuhmu saja diminum sendiri." Aku beranjak mendekat dan menjilati kontolnya, membuatnya mengerang. "Pake celananya Mas, aku pingin ngisep polisi yang masih pake seragam lengkap." Ia pun menuruti perintahku. "Masnya duduk aja di tepi ranjang, atau sandar di tembok juga bisa." Aku pun langsung membuka resleting celananya dan mengeluarkan batang serta bola-bola kontolnya yang raksasa itu. "Kontolnya keren abis Mas," pujiku sambil mengelus-elus batangnya yang keras itu, precum sudah meleleh di ujungnya. Ia hanya tertawa. "Pasti banyak yang suka." "Ah ndak juga Mas, saya jarang kok main." "Lha ini? Lagi pingin yaaaa?" Ia tersipu malu. Aku menjilat-jilat kepala kontolnya dan ia pun mendesah pelan. Tanganku meremas-remas bola-bolanya. "Pasti pejuhnya banyak nih Mas? Polisi perkasa nih." Ia tak berkomentar, hanya mengerang menikmati servisku pada bonggolan kejantanannya. Setelah kepala kontolnya basah, kugunakan tanganku untuk mengelus-elus kepala kontolnya sambil lidahku kini menjelajahi bola-bola kontolnya. Erangannya benar-benar seksi, membuatku semakin beringas menjilati seluruh bagian kontolnya. "Mau keluar Mas?" "Belum, isepin dong..." Kupenuhi permintaannya dan kuhisap-hisap batang kontolnya, sambil tanganku yang bebas mengelus-elus dan meremas-remas bola-bola kontolnya; sesekali kuelus-elus juga dadanya. "Mmmmhhh enak Maasss... ooohhh... aduh ngiluuuu... geli... aaaahhh... kencengin dikit Mas, mau keluar nih..." Polisi itu memegangi kepalaku dan menggerakkannya naik turun mengocok kontolnya, kurapatkan bibirku dan kusapukan lidahku ke segala penjuru kontolnya sambil tetap kuremas-remas bola-bola kejantanannya. "Mmmmmmhhhaaahhhh... keluaaaarrr.... ooooohhhhh..." Aku merasakan sesuatu yang hangat mulai memancar dari ujung kontolnya, dan akhirnya kurasakan juga gurih dan hangatnya pejuhnya. Cukup banyak juga pejuhnya sampai meleleh dari sudut mulutku. Setelah pancarannya melemah, kukeluarkan kontolnya dari mulutku dan langsung kucium polisi itu; kumainkan lidahku dan kupindahkan sebagian pejuhnya ke mulutnya. Benar-benar pengalaman yang tak bisa kulupakan.

Sejak saat itu, polisi itu pindah ke kamarku, walaupun kamarku jadi sempit tak karuan. Tak lama pun kami pindah ke kamar lain yang lebih besar, dan sejak saat itu aku selalu sarapan pejuhnya. Serangan fajar polisi kamar sebelah pun tak ada lagi, karena kini aku harus menghadapi serangan fajar polisi sekamar tiap harinya. Tapi aku menyukainya.

Wednesday, March 7, 2018

Bang Togar


Bang Togar
 

Namaku Togar. Aku datang merantau meninggalkan Batak tanah kelahiranku dan keluargaku untuk sekedar ikut mencicipi gemerlapnya kota Jakarta. Aku berhasil menjadi seorang security di salah satu toserba Sarinah. Mungkin perawakanku yang tinggi besar, sekitar 180 cm, dan wajahku yang tampak garang membuatku cocok jadi security. Aku memang pernah mengikuti pelatihan security selama beberapa bulan sebelum tiba di Jakarta. Aku menyukai pekerjaanku di sana, dan rekan-rekanku juga ramah terhadapku. Beberapa kali aku sempat menangkap pencuri maupun penguntit di sana, sehingga kepala security yang awalnya galak lambat laun juga ikut menyukaiku, bahkan aku sering diberi bonus. Beberapa pengunjung cewek kadang-kadang melirikku hingga menggodaku, namun kutanggapi dengan santai. Aku harus profesional dalam kerjaku, membedakan kapan waktunya serius dan bercanda.

Namun, di toserba itulah aku memasuki kelamnya dunia gay Jakarta.

Hari itu ada sale besar-besaran menyambut tahun baru, sehingga toko buka hingga pukul dua belas malam. Aku ditunjuk untuk menjaga keamanan pengunjung pada shift malam dan aku menyanggupinya, toh aku memang sedang tidak punya keinginan untuk pulang dan tidak ada kerjaan pula di kos. Benar saja, semakin malam toko itu semakin bertambah ramai, hingga akhirnya kasir terakhir beroperasi pukul setengah satu malam. Waktunya menutup toko dan petugas bersih-bersih. Sekitar pukul satu malam semuanya sudah bersih, namun aku keliling sekali lagi untuk memastikan tidak ada orang mencurigakan yang masih tertinggal di dalam toko. Untunglah sudah tidak ada siapa-siapa. Agak kelelahan, aku pun menuju ruang khusus karyawan di bagian belakang toko. Tinggal ada satu-dua cleaning service yang kutemui, itupun mereka sedang beres-beres hendak pulang. Aku memang sudah terbiasa ditinggal paling terakhir di toko. Aku pun menuju toilet pria, hasrat ingin kencing ini sudah dari tadi kurasakan sejak satu jam yang lalu, namun karena aku tidak ingin kecolongan, aku pun menahannya.

Di toilet, ternyata masih ada satu orang office boy yang belum pulang. Namanya Bejo, dia lebih tua dari aku, mungkin sekitar 45 tahunan. Badannya juga tidak menarik, tubuhnya pendek hanya sekitar 155 cm, dan kurasa aku jauh lebih tampan dibanding dirinya. "Habis kontrol Mas?" sapanya yang saat itu sedang kencing. "Iya, sudah beres," jawabku sambil membuka resleting celanaku dan mulai kencing. Badanku bergidik ketika kehilangan panas dari air kencingku, sepertinya aku sedikit mendesah. "Lega ya Mas," ujarnya basa-basi. "Iya nih, udah kutahan dari tadi..." "Kecil tapi ya punya Mas." "Iya nih..." Aku menoleh ke arahnya dan melihat kontolnya, aku agak terkejut. Besar sekali, jauh lebih besar dari punyaku yang hanya 11 cm ketika menegang. Kutaksir punyanya sepanjang 20 cm dan tebal 5 cm ketika tegang. "Wah gede sekali punya Mas, cewek-cewek pasti klepek-klepek tuh!" Ia terkekeh dan sejenak mengelus kontol kebanggaannya itu, namun aku memalingkan pandangan dan fokus ke kencingku. Tak berapa lama akhirnya kantong kemihku pun kosong. Aku pun merapikan celanaku, mencuci tangan, dan keluar dari toilet. "Ayo Mas, mau pulang nggak nih?" Aku pun menuju pintu ruangan karyawan, dan membukanya.

Pintu itu tak bergeming.

Aku sekali lagi mencoba membuka pintu itu. Tak berhasil. Sepertinya terkunci dari luar. Aku meraih gantungan kunci di sisi pinggangku dan mencoba mencari kunci ruangan itu. "Sial!" umpatku. Entah mengapa kunci itu tak ada di gantungan kunciku. "Kenapa Mas?" tanya Bejo dari ujung ruangan, ia baru keluar dari toilet. "Sepertinya dikunci Parman dari luar," sahutku. "Sebentar aku kontak dia, pas aku tak bawa kuncinya pula..." Aku mencoba menghubungi Parman melalui walkie-talkie, namun tak ada respon. Sepertinya security yang lain sudah pulang. Kucoba telepon dia, namun nomornya tidak aktif. "Waduh sial betul kita!" "Sudah nggak apa-apa Mas, nanti siapa tahu ada yang bukakan," kata Bejo sambil membuka lokernya. Aku pun mengambil duduk di sebuah kursi kayu panjang di dekat barisan loker Bejo. "Ya paling parah kita menginap di sini sampai jam enam nanti." "Tapi Mas nggak jaga sif pagi kan?" "Nggak lah, bisa mati aku jaga lagi! Keparat pula si Parman, dikontak tak bisa!" "Eh sudah Mas tenang saja, nih minum dulu." Ia menawarkan segelas air mineral yang sudah terbuka. Aku pun menerimanya dan meminumnya untuk menenangkan diri. Tidak biasanya aku semarah itu. Kuteguk air itu sampai habis, lalu kulempar gelasnya ke ujung ruangan dan berbaring. "Kalau ketemu dia besok pagi kupukul dia." "Walah Mas mungkin dia nggak sengaja aja..." "Begonya aku kok tak punya kunci ruangan ini." Aku pun berbaring di kursi kayu itu untuk beristirahat dan menenangkan diri lebih lanjut, tanpa ambil pusing untuk lepas sepatu maupun perlengkapan security-ku yang lain. "Kupijat ya Mas." Aku hanya mengangguk dan sejenak menutup mata. Ia memijat kakiku terlebih dahulu. Rasa lega pun mengusir rasa letih pada kakiku setelah berdiri selama hampir delapan jam. "Enak Jo pijitanmu." Ia hanya tertawa pelan dan melanjutkan pijatannya.

Hingga akhirnya ia sampai di pahaku.

Awalnya biasa saja, namun begitu mencapai paha atas, Bejo langsung meremas kontolku. Instingku pun berjalan. "Eh ngapain kau Jo?" Yang aku tidak duga, suaraku pelan sekali. Mungkin efek kelelahan, pikirku. Ternyata Bejo kembali meremas kontolku. "Jo, hentikan!" Aku mengangkat tanganku untuk menepis tangannya, namun tanganku terasa berat sekali sehingga seakan aku hanya menepuk tangannya. Bejo pun tersenyum dan berkata, "Sudah, nikmati saja. Kamu pasti suka kok." "Jo apa-apaan kau, aku ini pria normal tahu..." Suaraku semakin melemah, aku mencoba berontak namun badanku lemah sekali, bahkan sekarang pandanganku mulai kabur. Jantungku mulai berdebar. "Bejo..." Ia terus meremasi kontolku, dan anehnya walaupun badanku lumpuh, kontolku tidak. Perlahan-lahan kontolku mulai bangun. Sudah lama pula aku tidak mengeluarkan spermaku, biasanya seminggu sekali aku ngocok atau meminta bantuan teman cewek yang mau, walaupun tak sampai berhubungan badan. Kali ini mungkin sudah dua minggu sejak terakhir aku keluar. Dengan cepatnya kontolku menegang. Aku hanya bisa mengerang pelan, berontak pun sudah tak bisa. "Bejo..." Aku merasakan belaian tangannya di keningku, lalu aku melihatnya mendekat dan ia pun menciumku. Aku berusaha melawan, namun tenaganya sekarang tentu jauh lebih kuat. Ciumannya bernafsu sekali, bahkan ia tetap meremas-remas kontolku yang mulai terasa sakit karena terjebak di celana dinasku yang lumayan ketat itu. Ia akhirnya berhenti menciumku. Aku megap-megap berusaha bernafas senormal mungkin. "Keparat... kau... Bejo..." Aku merasakan tangannya mengelus-elus dadaku, dan perlahan-lahan kancing bajuku pun dilepaskannya. Ia tak menanggalkan bajuku. Dalamanku yang cukup basah oleh keringat ia sibakkan ke atas, memperlihatkan perut berototku yang langsung ia elus-elus dan remas-remas. "Perutnya bagus Mas," pujinya. Ia sibakkan baju dalamku hingga ke atas dada, lalu ia langsung mempeluntir kedua puting susuku. Aku pun mengerang kesakitan pada awalnya, namun ada sedikit rasa enak di samping rasa panas akibat dipeluntir. Puas dengan dadaku, ia berusaha membuka celanaku. Aku berusaha menendangnya, namun kakiku tak mau diajak bekerja sama. Ia pun berhasil melucuti celanaku, ditariknya hingga ke bawah lutut. "Kontolmu tak besar tapi boleh lah." Sejenak ia mengelus-elus bola-bolaku yang juga tak terlalu besar, sesekali diremasnya. Aku hanya bisa mengerang pasrah. Menit demi menit berlalu menyiksaku dengan badan yang tak lagi bisa kukendalikan dengan baik, dan aku sedang diperkosa seorang pria...

Hingga ia akhirnya berlalu. Hanya untuk menambah penderitaanku.

Ia mengeluarkan handphone dari saku celananya. Belum sempat aku mengelak, ia mengambil beberapa gambar. Gambarku telanjang separuh badan di daerah kemaluanku. "Nah sekarang, Togar, kau harus menuruti kemauanku. Kalau tidak, akan kusebarkan ke semua orang kalau kau punya kontol sekecil ini. Mana ada cewek yang suka dengan kontol kecil, badannya aja yang gede!! Hahahahaha!!!!!" Aku benar-benar marah saat itu, andaikan aku punya tenaga seperti biasanya, sudah pasti kubunuh dia. Aku pun menyesali diriku sendiri, mengapa tadi mau saja menerima air minum darinya. Pasti ia sudah memasukkan obat bius ke air itu. Dan ia memanfaatkan kemarahanku agar aku meminum air itu. Bodohnya aku! Sekarang aku harus menerima konsekuensinya...

"Tapi tenang saja Togar, selama kau menuruti perintahku, aku tidak akan menyebarkan foto-fotomu ini," ujar Bejo sambil membelai kepalaku dan tersenyum manis. Aku memalingkan muka, jijik melihatnya. "Kau pun pasti akan suka kontol. Kau suka kontolku kan?" Sambil terus membanggakan kontolnya, ia merangsang kontolnya di hadapanku, memaksa aku melihat batang kelaki-lakiannya yang berurat itu. Belum pernah aku melihat kontol pria lain selain kontolku sendiri, itu pun karena aku minder dengan ukuran kontolku. Aku memejamkan mata agar tidak melihatnya, namun ia menamparku dan membentakku untuk membuka mata. Aku pun terpaksa melihatnya merangsang kontolnya sendiri hingga precum bertetesan mengenai mukaku. Puas menyiksaku dengan pemandangan itu, ia pun beralih ke bagian bawah badanku. Sejenak kontolku yang mulai lemas dimainkannya kembali, dihisapnya sebentar. Aku sejenak mengerang, belum pernah ada cewek yang mau menghisap kontolku walaupun kecil. Namun itu tidak lama. Kedua kakiku diangkatnya dan aku ditariknya hingga ujung kursi. Kontolku dikocoknya sebentar selagi ia mendekat, lalu...

Blessss....

Rasa sakit yang amat sangat menderaku. Aku hendak berteriak, namun suaraku tidak keluar. Hanya erangan kecil yang keluar, dan itu justru membuat Bejo semakin beringas. "Mhhhh... aku suka pantat perjaka sepertimu Gar... Sempittthhh... Aaaahhh..." Ia terus melesakkan batang kontolnya yang besar itu ke dalam pantatku, menimbulkan gesekan yang perihnya luar biasa. Pantatku terasa mau pecah, sesuatu mengalir keluar entah apa itu, kupikir darah. Bejo melesakkan kontolnya hingga masuk semua, prostatku terasa tersentuh oleh kontolnya. Perutku mulas tak karuan, sepertinya reaksi usus karena dimasuki benda asing. Bejo pun mulai memaju-mundurkan pinggulnya, memerkosa pantat perjakaku yang pecah karena besarnya kontolnya. Erangannya pada awalnya begitu menjijikkan bagiku, apalagi rasa sakit menderaku tak henti. Namun, tiap kali kontolnya melesak dalam dan menyentuh prostatku, ada rasa lain yang baru kali ini kurasakan. Aku benci mengakuinya, namun aku merasakan kenikmatan itu...

Sejak saat itulah aku menjadi seorang gay. Aku tak mampu lepas dari office boy itu karena ia terus mengancam akan menyebarkan foto kontol kecilku jika tidak menuruti kemauannya. Aku dijadikan pelampiasan nafsunya tiap kali ada kesempatan, dan aku tak bisa mengelak lagi. Sesekali ia mengajak rekannya, yang sayang sekali waria, dan aku lebih tersiksa lagi dibuatnya. Waria itu suka memukul dan menginjak bola-bolaku serta menghina kejantananku, dan aku sering tak berdaya melawan mereka berdua. Oh bagaimana aku bisa lepas dari siksaan ini tanpa menanggung beban malu...

Jika ada yang bersedia berteman denganku bahkan membantuku, silakan add YM-ku. Siapa tahu kita bisa berteman baik, dan bantulah aku untuk memahami bahwa tidak semua dunia gay itu segelap duniaku sekarang. Aku bukanlah seorang budak dan aku tidak pernah memintanya...


Beberapa bulan kemudian ...

Bang Togar tidak dapat lepas dari office boy tua itu dan warianya, bahkan sudah sering kali waria itu mengajak temannya sesama waria. Sudah tidak terhitung banyaknya ia harus melayani nafsu bejat mereka yang sesekali cukup sadis, namun apa daya ia tak mampu melarikan diri. Ancaman foto kontolnya yang hendak disebarkan selalu membayangi, sehingga ia harus selalu pasrah menjadi bulan-bulanan. Seorang Bang Togar yang mulanya normal akhirnya pun perlahan-lahan belajar untuk menikmati permainan sesama pria itu, bahkan menurut ceritanya ia sering kali dirangsang ketika masih berseragam lengkap hingga keluar di celana dinasnya. Setelah itu, barulah ia melayani nafsu si office boy dengan menyediakan pantatnya untuk dientot.

Pada mulanya, Bang Togar sempat mengunjungi seorang dukun karena bijinya sakit sekali setelah dipermainkan dengan kasar oleh si waria. Tak dinyana, dukun itu rupanya juga bernafsu pada Bang Togar. Dengan iming-iming kesembuhan, Bang Togar pun melayani nafsu si dukun. Namun, kali ini si dukun tidak sejahat si office boy dan rekan warianya, hanya saja kontolnya jauh lebih besar. Dientot kontol besar untuk pertama kalinya jelas menyakitkan, namun Bang Togar pun akhirnya mencoba terbiasa dengan itu.

Kisah kali ini bukan mengenai Bang Togar dengan si office boy dan rekan warianya maupun dengan si dukun cabul. Karena Bang Togar selalu harus melayani nafsu orang-orang tersebut, dirinya sendiri terkondisikan untuk patuh pada permainan yang kasar. Saya ingin mencoba berinisiatif untuk memberikan Bang Togar sesuatu yang berbeda yang belum pernah ia rasakan: sebuah permainan yang lebih lembut, penuh cinta bukannya nafsu semata, dan mungkin permainan yang tidak terduga. Mudah-mudahan suatu saat nanti kita bisa bertemu Bang.

Ini fantasi saya.

Setelah usai dari tugasnya (kebetulan hari itu dia jaga sif siang) dan kebetulan tidak melayani si office boy maupun si dukun, kami pun pulang ke kos Bang Togar setelah makan malam. Rasa lelah tentunya pasti melanda Bang Togar setelah berjaga seharian, maka saya suruh Bang Togar untuk duduk dan saya pijat punggungnya untuk sekedar meringankan beban yang selama ini menekan dirinya. Erangan pelannya menunjukkan bahwa ia menyukai pijatan saya. Setelah itu, saya mencoba untuk mencium Bang Togar, walaupun awalnya ia menolak (beberapa kali ia mengatakan pada saya ia tidak suka dicium). Sayang penolakannya cukup besar sehingga saya harus menghentikan ciuman itu, agar Bang Togar bisa merasa nyaman kembali untuk melanjutkan permainan. Saya rebahkan Bang Togar di atas kasur sementara saya duduk di sebelahnya. Saya raba-raba dulu wajah Bang Togar, meyakinkan dirinya bahwa ia tampan dan pasti banyak yang mau dengannya (termasuk saya sendiri). Perlahan-lahan turun ke jakunnya, mengatakan betapa jantan suaranya... Turun ke dadanya. Dadanya yang bidang membuat saya harus memainkan salah satu dadanya terlebih dahulu: dada kirinya. Saya usap-usap dari luar, mencoba mencari puting susunya dari luar seragam dinasnya. Sesekali saya akan menelusup ke dalam baju dinasnya, hanya membuka satu kancing saja, dan memainkan putingnya dari baju dalamnya. Saya mainkan terus hingga putingnya melenting. Puas memainkan putingnya, saya menggoda sedikit kontol Bang Togar, mengecek apakah kontolnya sudah berdiri atau belum, dan ternyata kontolnya sudah mengeras di dalam celana dinasnya. Saya elus-elus kontol Bang Togar, sambil meyakinkan Bang Togar bahwa kontolnya menggairahkan. Tidak masalah kalau ukurannya kecil Bang, yang penting bisa tegang dan memuncratkan sperma.

Saya ingin Bang Togar muncrat di celana seperti yang biasa ia alami. Kontolnya yang sudah tercetak jelas terus saya elus-elus, sambil ditekan-tekan di beberapa titik, terutama kepala kontolnya. Batangnya diurut-urut perlahan, kemudian turun ke bawah dan memijat-mijat perlahan bola-bolanya. Saya suruh Bang Togar membuka kakinya lebih lebar supaya lebih leluasa, lalu saya akan membenamkan wajah saya pada kontol Bang Togar dan menghirup aroma kejantanannya. Puas melakukan itu, sedikit iseng saya sentil-sentil bola-bola Bang Togar, lalu kembali saya kembali ke tubuhnya. Kali ini seluruh kancingnya harus dilepas, namun tidak perlu ditanggalkan, karena saya akan menyingkap baju dalam Bang Togar begitu saja. Sambil terus menyervis kontol Bang Togar, saya akan menjilati bagian pusarnya, sesekali turun ke perut bagian bawah sejauh lidah dapat menjangkau, kemudian naik ke dadanya. Saya jilat-jilat salah satu puting susunya, kemudian saya akan hisap seperti bayi. Tak lupa tangan kiri saya tetap memainkan kontol Bang Togar, mempertahankan kekerasan batang kontolnya sampai akhirnya Bang Togar tidak tahan lagi dan muncrat di celana. Selagi muncrat, saya akan tetap memainkan kontolnya sampai Bang Togar benar-benar tidak tahan lagi. Namun permainan belum usai Bang...

Selagi Bang Togar bernafas lega, saya akan melucuti celana Bang Togar. Hanya membuka kait sabuk dan kait celananya, tangan saya akan menelusup ke dalam untuk meraih kontol Bang Togar yang mulai melemas. Bang Togar akan merasa kegelian, namun saya akan meremas-remas kontol itu. Saya baru akan berhenti ketika Bang Togar memohon untuk berhenti. Setelahnya, saya akan membebaskan kontol Bang Togar dari dekapan celana dinasnya. Kontol yang agak lemas itu sedikit belepotan sperma, jadi saya akan bersihkan dengan menjilatinya. Tahan Bang, ini pasti terasa geli, namun lama-lama Bang Togar akan terangsang lagi. Terbukti sudah, setelah saya menjilati kontolnya sampai bersih, kontol Bang Togar sudah ngaceng lagi. Saya terus menjilati bagian-bagian lain kontolnya, menelusuri batang kontolnya hingga ke pangkal untuk menemui dua bola kontolnya yang indah. Saya jilat-jilat keduanya, sesekali menghisapnya sampai Bang Togar merasa ngilu (kalau terasa ngilu, saya akan elus-elus kepala kontolnya supaya tidak terlalu sakit). Pangkal paha Bang Togar pun tidak akan luput dari jilatan saya, dan tentu saja kontolnya tidak saya biarkan menganggur. Kocokan perlahan hingga cepat akan melayani batang kontol Bang Togar selagi saya menjilati pangkal pahanya. Hampir keluar Bang? Tahan dulu Bang!

Saya berikan Bang Togar kesempatan untuk beristirahat sebentar, lalu serangan berikutnya menanti. Kontol Bang Togar akan saya layani di dalam mulut. Diawali dengan jilatan-jilatan di lubang kencing kontol Bang Togar, lalu masuklah kontol Bang Togar ke mulut saya. Perlahan-lahan masuk sampai pangkalnya, lalu saya akan entot kontol Bang Togar dalam mulut saya. Sesekali saya akan berikan kejutan dengan sentilan di bola-bola Bang Togar, namun jangan khawatir Bang, rasanya nikmat. Sesekali saya hanya akan menghisap batang kontol Bang Togar seperti sedotan, menghisap cairan kejantanan Bang Togar yang asin itu, sambil dada Bang Togar kembali saya elus-elus. Mau dikeluarkan Bang? Boleh, saya akan hisap kepala kontol Bang Togar, menjilatinya dengan lidah selagi batang kontol Bang Togar saya kocok. Enak Bang? Keluarkanlah sari pati kejantananmu Bang. Lepaskanlah tekanan itu.

Bang Togar sepertinya kelelahan setelah dua kali muncrat, karena itu saya biarkan Bang Togar tidur terlebih dahulu. Kontol Bang Togar saya selimuti dengan tangan saya, sesekali diberikan remasan dan pijatan lembut. Setelah Bang Togar tertidur pulas, baru kontol Bang Togar saya kocok-kocok sampai berdiri lagi. Tenang saja Bang, kali ini saya tidak akan membuat Bang Togar terbangun, cukup kontolnya saja yang bangun. Saya tidak akan macam-macam, hanya mengocok kontol Bang Togar saja, jadi tidak perlu sampai muncrat Bang. Setelah kelelahan, saya sendiri akan tidur menemani Bang Togar, dengan kontol Bang Togar berada dalam mulut saya. Saya akan ngenyot kontol Bang Togar seperti bayi sampai tertidur. Sampai Bang Togar bangunkan saya dengan kontol yang sudah ngaceng berat, masih dalam mulut saya. Saya akan perah kontol Bang Togar. Kalau Bang Togar ingin coba ngentot, saya sediakan pantat saya untuk Bang Togar. Nikmatilah permainan sesama pria seperti seharusnya Bang. Permainan yang lembut namun jantan, tidak hanya dipenuhi nafsu semata. Bang Togar layak mendapatkannya.

Mudah-mudahan suatu saat nanti kita bisa bertemu Bang. Sampai saat itu tiba, bersabarlah dan bertambah kuatlah.