Page Tab Header

Wednesday, February 17, 2016

Bercinta Dengan Ayah




Bercinta Dengan Ayah


Ada pesan dari almarhum ibu sebelum beliau wafat, satu pesan singkat yang sudah lebih dari 2 minggu ini menggaggu pikiranku..ternyata Ayahku belum wafat, seperti yang ibu katakan semenjak aku kecil setiap kali menanyakan beliau, jadi...berarti aku masih punya Ayah...tapi bagaimana aku mesti mencari,dan kemana ?? Aku pulang kantor jam 9an, disambut Bi Yati pembantuku. " Ada tamu mas, dari sore udah nunggu di ruang tamu "..kuserahkan kedua tasku, tas laptop dan tas fitness..dan segera ke ruang tamu, seorang pria setangah baya yang sudah sangat kukenal, kami saling berpelukan.." Pa kabar Om, wah..seneng banget om mau datang jauh jauh, lagi ga sibuk neh "..tanyaku sambil menggandengnya duduk " Kabar baik Gus, kamu sendiri gimana, Om khawatir sama kamu sejak ibumu ninggalin kamu " aku tersenyum kecil.." Makanya buruan kawin Gus, nunggu apa lagi ?"..yah.. kalau melihat keadaanku sekarang, di usiaku yang udh ke 30, aku sudah cukup mapan, jabatanku sebagai wakil direktur di sebuah kontraktor cukup bagiku untuk bisa memiliki sebuah rumah sederhana, sebuah mobil dan beberapa ribu lembar saham, ..kurangnya adalah... aku Gay, ah..sesatu yang entah kuinginkan atau tidak, tapi nyatanya kunikmati bercinta dengan pria-pria tampan bertubuh kekar itu, dan mereka dengan rela, bahkan meminta untuk disodomi, meskipun kadang aku yang mereka sodomi, tapi itu sangat jarang sekali, mungkin tak sampai 5x selama aku jadi Gay.." Kamu sudah mapan, apa kamu ga ingin berkeluarga ?" pertanyaan on David membuyarkan pikiranku.." Ada angin apa neh Om jauh - jauh dari Medan ke Jakarta buat menemuiku ? kualihkan pembicaraan..tak lama dia mengeluarkan sesuatu dari tas kulit disampingnya.."Om mau menyampaikan ini, ibumu minta hanya kamu yang buka " kuterima amplop putih darinya... Malam itu Om David ga bisa nginep, beliau langsung pamit pulang karena ada rapat dengan Kapolsek Medan besok pagi, aku ga bisa mencegah sama sekali.Selesai mandi, kubuka amplop yang ternyata berisi selembar surat.." Bagus sayang,..maafin ibu ya..ga sempet lihat kamu nikah, ga sempet gendong anak-anakmu " aku menarik nafas panjang....." Tapi saat kamu baca surat ini, Ibu hanya bisa tersenyum dari sana memandangmu, tapi, dimanapun Ibu,..Ibu selalu sayang sama kamu, mungkin sekarang tugas ayahmu menemanimu, ada seorang teman, tanyakan padanya dimana Ayahmu..tertulis sebuah nama dan alamat..ah syukurlah masih di jakarta.. Pagi - pagi segera kutancap gas ke alamat itu, hari ini semua tugas kukuasakan Rika, sekretarisku..di tangannya semua kerjaan ga ada masalah, bahkan aku ngerasa Rika lebih pandai dari aku, masukan darinya sangat membantuku menyelesaikan beberapa hal..Rika sangat cantik, elegan n smart, tapi sayang aku ga bisa mencintai dia, meskipun Rika terang- terangan pernah nembak aku...but sorry girl..i suck a dick..he he Beberapa kali bertanya pada orang-orang di jalan, akhirnya aku menemukan alamat rumah itu, sebuah rumah dinas pemerintah..setelah proses dengan petugas jaga akhirnya aku diijinkan bertemu pemilik rumah. Ternyata ayahku mantan polisi militer, tapi beliau dikeluarkan karena suatu masalah, Pak Danang..teman ayahku itu ga cerita masalah apa yang dimaksud, oh ya sekilas tentang pak Danang, di usianya yang sudah kepala 5, masih tampak bugar, bahkan otot lengan dan dadanya masih nampak kokoh,walaupun ga sekekar badanku, tapi cukup menggairahkan...ah, naluri homoku terusik..hanya uban di kepalanya yang jujur tentang usianya. Pak Danang sudah punya jabatan tinggi di pemerintahan, kami cukup lama ngobrol, ternyata orangnya sangat ramah...setelah diberi alamat Ayah, aku pamit pulang, pak Danang sempet memelukku erat dan cukup lama, ah..cukup membuatku bingung, aku ga tau kenapa. Setelah mendapat ijin dari Mr. Lee, bosku, aku segera terbang ke Pontianak, ternyata Ayah lebih memilih Kalimantan daripada kembali ke Sumatra, kenapa ya, apa yang membuat Ayah ga mau pulang ke Medan. Setelah terbang sekitar 1 jam 20 menit aku tiba di Bandara Supadio, langsung disambut dengan udara panas khas Kalimantan. Dengan taxi aku menuju alamat, cukup mudah dicari. Sebuah rumah yang cukup mewah untuk ukuran Pontianak, tapi..apa benar ini tempatnya, apa Ayahku telah jadi orang sukses disini ?. Aku disambut seorang security muda, tidak sesulit seperti masuk rumah pak Danang, cukup lama aku menunggu di ruang tamu, sampai akhirnya security itu datang dan bilang kalo Pak Joko, Ayahku, pulang agak telat karena sesuatu hal, terpaksa aku menunggu lagi, sampai - sampai aku tertidur karena kelelahan.Aku terbangun setelah mendengar suara klakson mobil, ah..itu pasti Ayah, pelan-pelan kudengar suara orang bercakap-cakap, sepertinya security sedang lapor ke Ayah.Lalu terdengar suara langkah kaki pelan - pelan, aku deg - degan, seperti apa ayahku..dan apakah dia mengenaliku.. " Bagus "..aku segera menoleh..tampak seorang pria bertubuh tinggi besar..dengan kaos polo ketat warna putih, mampu melukiskan dengan jelas otot - otot dada dan lengannya...beralis tebal dan berhidung mancung..kata ibu.. Ayah memang masih ada keturunan Pakistan dari kakek, begitupun aku..dan dengan sedikit jambang tipis yang saling bertemu di dagunya yang terbelah..sangat tampan..aku nyaris ga percaya..inikah ayahku.."Ya.?"hanya itu yang terucap dari bibirku.."Inikah Bagus anakku..Ini Ayah nak, kemarilah..Ayah kangen sama kamu " suaranya parau..aku segera menghambur ke pelukannya, ada sedikit air mata diantara kami berdua, lalu kami duduk dan banyak bercerita, terutama tentang Ibu..ayah dicerai oleh ibu, tapi beliau belum mau cerita kenapa, tapi selama berpisah, ayah selalu rutin mengirim uang untuk biaya sekolahku. Ternyata selain sebagai pemilik sebuah fitness centre, beliau juga trainer disana, dan juga seorang pengusaha perkebunan sawit, ayah janji akan mengajakku ke perkebunan miliknya, yang nanti akan aku teruskan, aku bangga sekali punya ayah sepertinya. Setelah dikenalkan dengan semua pembantu dan penjaga rumah, ayah mengajakku ke kamar..sebuah kamar yang sangat nyaman..di depan cermin kami berdiri bersebelahan, ternyata kami sangat mirip, bahkan tubuh kekar kami nyaris sama, hanya saja beliau lebih tinggi ±5cm dariku yang "hanya" 180cm..ah andai beliau bukan ayahku, aku mulai berfikir nakal. Tiba - tiba beliau memelukku dari belakang " Ayah ga nyangka punya anak setampan kamu, Ayah bangga " jarinya meremas lembut dadaku...apakah ini tanda sayang seorang ayah, cukup lama beliau memelukku, aku tahu ayah sangat kangen, lalu kecupan mesra mendarat di tengkukku, geli..tapi nikmat... Beberapa hari tinggal di Pontianak, kami mulai jalan- jalan ke kebun, naik speed boat, sebenernya aku agak ngeri mesti naik speed boat melintasi sungai yang sepertinya tak berujung, apalagi ditambah cerita para pembantu ayah di rumah kemarin, kalau di sungai - sungai itu masih banyak buaya...ih..serem banget. Tapi karena bareng ayahku tercinta, kuberanikan diri, sekaligus pengalaman..aku dikenalkan dengan para staff divisi ayah disana. Oh ya, ayahku tidak menikah lagi, beliau tinggal dengan para penjaga rumah dan pembantu, terkadang assisten ayah juga menginap dirumah, tapi sekarang lagi keluar kota, besok mungkin pulang, katanya..Suatu sore ayah mengajak berenang di kolam belakang rumah, ada yang unik, jembut kami sama - sama tumbuh sampai pusar, dan ternyata perutku lebih berotot darinya..ayah sempat menyentuh sambil memuji, celana renang kami sama- sama minim, tonjolannya jadi nampak jelas, apalagi punya ayah berwarna putih, jadi makin nampak indah, ha ha...belum lagi pantatnya yang montok dan keras, aku sempet bercanda, karena kuremas pantat ayah, dia mengejarku, kami jadi bergulat di samping kolam, nikmat sekali dipeluk olehnya.Waktu bergulat, ternyata ada yang datang, dia assisten yang ayah ceritakan kemarin, namanya Robin, orang Batak, ketahuan dari nama belakangnya, dan ga kalah tampan, hanya ga seputih kami,umurnya sekitar 25 - 26an lah. Oh ya Robin juga trainer di tempat gym ayah, bodynya yang masih dibalut kaos ketat dahsyat banget nampaknya, tingginya setara denganku.Bisa dibilang body Robin paling sempurna, aku pikir aku udah sempurna, he he..ternyata otot Robin lebih mantap, besar padat, tapi kering, sangat pas dengan wajah tampan yang tampak dingin itu,..kamipun berenang bersama. Malam itu Robin ga nginap, dia masih ada urusan di luar. Entah kenapa tiba - tiba aku mimpi buruk, sial..badan gede tapi masih takut sama setan, akhirnya aku ke kamar ayah " Yah..Bagus neh, boleh masuk ga ?..kuketuk pintu kamarnya.."Masuk aja sayang .." aku masuk kamar, ternyata ayahku belum tidur, masih di meja kerja di depan laptopnya " Kenapa ? ga bisa tidur ya..tidur aja sama Ayah "...ah memang itu yang kumau...kubaringkan tubuhku yang bertelanjang dada, aku memang selalu bertelanjang dada kalau tidur, bahkan terkadang telanjang sama sekali..ternyata ayahku menyusul, dia berbaring di sampingku,posisiku kini miring, membelakanginya..aku sempet menoleh,masih dengan piyama birunya..tak lama..aku merasakan tangannya mengelus lenganku " Maafin Ayah ya..ga sempet liat kamu tumbuh dewasa..Ayah senang sekali kamu mau menerima Ayah lagi "..aku cuma diam..kuraih tangannya dan kutaruh di perutku..aku pengen dipeluknya, aku bisa merasakan kasih sayang yang begitu besar dari sentuhannya..ayah mendekat..kini badan kami saling menempel..aku bisa merasakan otot dadanya di punggungku, rupanya piyama itu cukup longgar..dikecupnya otot bahuku dengan penuh kasih sayang, sedikit kasar kena kumisnya..tapi sangat nikmat..oh..ah apa yang kupikirkan ?...tapi kini aku malah sengala menggerakan kepalaku, agar bisa kurasakan lagi kumisnya di bahuku..ayam mencium leherku..bahkan hingga beberapa kali, aku melenguh kenikmatan..dia cium pipiku..dan diulang lagi..kutolehkan wajah..hingga akhirnya kini bibir kami yang bertemu..ayah kaget..dia menjauh..tapi aku memburunya..kini posisiku menindih tubuhnya..kulumat bibir tipisnya..tak kuingat lagi dia ayah kandungku..tapi dia berusaha menghindar..tetap kukejar, bahkan kini kedua telapak tangannya kurentangkan.." Gus...kamu kenapa??..Aku Ayahmu.." katanya mengingatkan..tapi tak kuhiraukan..tetep kulumat bibirnya..makin lama ayah mulai menikmati..dia mulai menyesuaikan, kini lidah kami sudah saling menjelajah masuk kedalam, bahkan dia yang mulai mengulum lidahku..ahh..nikmat sekali..kujelajahi lehernya...kusedot pelan..dia melenguh..kusingkap piyamanya..tubuh yang indah tergolek di depanku, hanya berbalut CD, kami mulai berkeringat karena nafsu liar tak tertahankan lagi,kujelajahi otot dadanya hingga puting susunya yang merah kuhisap penuh nafsu, ayah mulai mengerang kenikmatan...tapi matanya tertutup, wajahnya mulai memerah, kujilat otot perut sixpacknya..tangan kekarnya meraba - raba punggungku..lembut tapi penuh nafsu, tubuh ayah yang berkeringat makin menggairahkanku…( aku heran…kenapa udra dingin AC tak kurasakan lagi..jangan – jangan mati ..) lidah dan bibirku makin buas melintasi perut dan sampai ke pusarnya...hingga CD putih yang nampak menyembul, seperti ada sesuatu yang tak mau lagi tertahan disana, sengaja tak segera kubuka, kujilat dan kugigit kecil hingga basah..ayah menggelinjang, bibirnya terus mengerang tiada henti…aku semakin buas mencumbunya, hingga saat kubuka CDnya, kontol berdiameter 6cm panjang 19cm tegak menjulang dihiasi urat – urat kokoh disekelilingnya dan bersunat ketat..kepala merahnya tampak basah karena precum, kujilat batangnya..” aaa..aagh..” ayahku berteriak nikmat, kujilat makin liar..nyaris tak muat dalam genggamanku..kukocok perlahan, da kujilati mazi yang terasa asin..lalu perlahan kumasukan dalam mulutku…ayah kembali mengerang nikmat..kepalaku dipegangnya..dan kedua tangaku meremas dada kekarnya…pinggul ayah mulai naik turun, sambil mulutnya tak henti bergumam, mengerang..cukup lama kunikmati kontol ayah kandungku yang sangat nikmat..lalu kuhentikan tiba – tiba…ayah membuka mata, dia tertawa.. “ wah…ga nyangka..kamu dahsyat banget Gus, ayah sampai ga tahan..”lalu diciumnya bibirku, lebih buas dari yang pertama, kini aku yang ditindihnya..dijelajahi tubuhku, leher, dada kekarku, putting susuku dihisapnya sangat lama, juga perut yang dikaguminya..oh ayahku sangat pandai mencumbuku..kini aku yang slalu mengerang ..sampai tak kusangka, buru – buru disingkapnya celanaku..dan sejurus kemudian,mulut hangatnya bias kurasakan nikmat pada kontolku..sangat lama dia bermain disana..menghisap kontol yang nyaris sama dengan ukurannya, diangkatnya kedua pahaku…oh..lubangkupun tak luput dari jilatannya hingga benar – benar basah dan berkedut nikmat.., kemudian dia memutar badan, kini kami saling hisap, jilat..hingga lubang kami jadi sasarn yang paling nikmat..ayah kembali berteriak saat kujilat pantatnya, dia ternyata sangat menikmati, akupun nyaris ga bias nahan lagi.. Kami duduk berhadapan, kupegang tengkuknya dan pelan – pelan kulumat bibirnya, tanganku yang lain mengelus dengan lembut kontolnya yang tegang..”Mau ga Ayah fuck aku ? “..pintaku, aku ingin sekali merasakan kontolnya merasuk ketubuhku, kontol yang sama yang buat aku terlahir ke dunia, tapi dia hanya tersenyum, dikecupnya bibirku pelan..”Ayah ga pengen nyakitin kamu, Ayah Cuma pengen bikin kamu senang” ..katanya pelan setengah berbisik,..entah kenapa dia lebih tenang dariku..” Kalo kamu mau, kamu aja yang fuck ayah, pengen tau juga permainan kamu..” tambahnya, sambil mengangkat alis..aku diam..lalu dia bangkit berjalan kearah lemari, aku memandanginya dari belakang sambil berdecak kagum..sungguh pria sempurna..nyaris tanpa cela, otot bahu, lengan..sayap, bahkan pantat dan kedua pahanya tercetak sangat indah, terlebih tinggi badannya yang ternyata memang 5cm lebih tinggi dariku yang “hanya” 180cm ini..oh..kesempurnaan itu akan aku nikmati seutuhnya, ayah mendekat, gel bening telah siap di tangannya, lalu dibalurkan ke kontolku yang lapar, didorongnya badanku hingga telantang, dia mengangkangi wajahku, kujilat lagi lubang pantatnya, dia mengerang lagi, sejurus kemudian dibimbingnya kontolku ke lubang pantatnya yang sudah sangat terangsang, ..lubang itu sepertinya masih sangat sempit, beberapa kali menyulitkan untuk dimasuki, hingga akhirnya setelah mencoba ke sekian kali, perlahan kontolku mulai terbenam..sedikit demi sedikit…ayah meringis…aku tahu pasti sakit sekali jika pertama kali ditembus kontol kudaku..ayah terdiam..dia biarkan untuk menyesuaikan diri…oh kau merasakan cengekraman yang sangat kuat di kontolku yang keras..cukup sakit..tapi juga nikmat…aaagh..apalagi saat ayah mulai menaik-turunkan pantatnya…oh..yess…aagh..makin lama makin berirama…makin nikmat..kulihat ayahku mulai bias menikmati kontolku dalam anusnya..dia mulai mengerang..kini kami saling mengerang nikmat…sahut menyahut..tangan ayah bertumpu di belakang, otot dada, perut, bahkan pantat dan pahanya Nampak sangat indah..aku sangat menikmati saat kontol kudanya berayun ayun, kunikmati juga saat kontol kudaku yang tanpa kondom tegak perkasa bersemayam dalam lubang pantatnya..kini kami salaing berciuman mesra..lidahku dikulumnya nikmat…kupeluk tubuh kekar itu..lalu kedua putting susunya kujilat dan kuhisap dengan sangat buas, tapi goyangan pantatnya tak pernah berhenti, terasa sangat nikmat…tapi aku tak perlu kuatir..pengalamanku sudah cukup banyak hingga tahu bagaimana menahan diri supaya tidak lekas orgasme..aku masih ingin menikmati bercinta dengannya..meskipun kini kami berdua sudah basah kuyup oleh keringat, tetap saja tak merasa lelah..” Aaghh..nikmat banget kontolmu Gus..” pantat montoknya masih terus goyang diatas tubuhku..Ayah memutar badan, kini kami sama sama berbaring, tubuhnya membelakangiku, kuentot pantat yang sudah cukup terbuka dari belakang..sambil kuangkat sebelah pahanya..kuciumi leher dan bahunya..kukecup mesra hingga kutinggalkan bekas merah disana..beberapa kali kuseka keringat di wajahku..ga kerasa udh hampir satu jam kami bercinta..tak ada satupun mau mengalah..mungkin karena kami sedarah..jadi sifat kami sama..kamar ayah penuh dengan erangan nikmat..tanpa takut terdengar karena aku yakin kamar ini cukup kedap suara..giliranku bangkit..kontolku kujaga agar tak lepas dari sarangnya, kuangkat paha berotot itu, disambut oleh ayah, kedua lengan kekarnya menahan..kini ia dalam pengasaanku penuh, aku lebih merasakan penetrasi maximal di otot – otot kontolku, lebih leluasa, kutancapkan sedalam yang kumau, tak perlu buru – buru, biar kenikmatan ini tak lekas berlalu, aku mulai menggoyang pinggulku sambil memandangi tubuh kekar ayah kandungku yang basah..keringat mengucur deras disela – sela otot tubuhnya, matanya terpejam, tapi bibirnya tak pernah diam, setiap kali kudorong dalam, dia meringis, seperti kesakitan, tapi makin membakar nafsuku, kami seakan bener – bener lupa hubungan kami sebagai ayah dan anak kandung, terus saja kupompa pantat sexynya, makin lama makin pelan, sambil kujilati leher dan bibirnya,da n kugigit dagunya yang terbelah indah, sementara kontolku tak henti – hentinya memompa, aagh..aghh.aaaghhh…erangan kami berdua seperti nyanyian termerdu malam ini..hingga akhirnya..ayah tak bias menahan lagi…dia ejakulasi dalam teriakan yang cukup keras..semburan sperma yang kental dan banyak membasahi kedua dada kami, bahkan muncrat sampai ke lehernya, kujilati sperma ayah sampai bersih..sperma yang dulu manjadikan aku ada disini, kini kutelan juga..dia benar – benar menikmati entotanku, kucabut kontolku yang masih sanat tegang dan kukocok di depan wajahnya, ayah membuka mulut lebar- lebar..tangannya membelai belahan pantatku, hingga akhirnya….crooooot…crooot ..crooot..aaghhh…begitu banyak soerma yang tumpah di mulutnya..bahkan sampai tumpah di dagunya..dngan sekejap ditelannya..habis..aku sangat lelah..tapi juga puas..kulumat bibir itu dan kujilat spermaku yang berceceran di dagunya dan lehernya..sengaja aku tak beranjak lagi dari atas tubuhnya..tengkurap..ayah memelukku erat..meraba punggungku..aku tak tahu bagaimana perasaanku sekarang..kami sama – sama lelah hingga akhirnya tertidur sampai pagi. Sejak peristiwa malam itu, entah kenapa kami jadi canggung, ada rasa segan jika didepannya, aku juga bicara seperlunya..Suatu sore Robin datang, aku jadi paham siapa Robin sebenarnya, pasti mereka bukan hanya rekan kerja, couple kukira..tapi apakah Robin jadi Top terhadap ayahku, aku ga perduli, toh Robin lebih dulu hadir disini daripada aku. Aku pamit ga pulang malam ini, sudah seminggu aku ga ml, kemarin waktu jalan – jalan di mall, aku kenalan dengan seorang sales di sebuah sport centre, dan malam ini kami berniat kencan, bagiku dia tampan, dan cukup muscle, tampak dari kaos yang cukup ketat di tubuhnya, kalo boleh aku bilang, mirip dengan Edwin Lau, model menshealth yang juga seorang chef sebuah acara kesehatan stasiun tv local, meski ga sekekar Edwin, tapi cukup menggairahkan. Aku hamper sampai rumahnya saat dia telpon kalau ternyata dia ga bisa kencan mala mini, ayahnya masuk Rumah Sakit karena stoke, dia menyebutkan sebuah nama rumah sakit, lengkap dengan kamar tempat ayahnya dirawat setelah lewat masa kritis. Aku hanya berusaha memberi semangat buat Edwin, karena belum begitu mengenal, aku tak berusaha ikut menjenguk, agak kecewa sih, tapi biarlah, bisa lain waktu, kuputar balik mobilku kembali kerumah. Sampai di rumah, tampak sepi sekali, aku baru ingat siang tadi beberapa penjaga rumah ayah suruh ke kebun mengambil sesuatu, dan pembantu ayah sudah 5 hr ini mudik nyunatin anaknya. Kulihat tv menyala di ruang tengah, tapi ga ada yang nonton, “ Ah, biarlah, nonton tv aja “ pikirku. Aku berniat ambil minum ke ruang makan, tapi, belum sampai ke ruang makan, sayup – sayup aku dengar suara erangan, makin aku dekat..makin jelas. Aku sedikit mengendap – endap penasaran, tapi sesampainya di sudut ruang makan, alangkah terkejutnya aku melihat adegan percintaan yang dahsyat antara ayahku dan Robin, Tubuh Robin yang kekar telentang diatas meja makan, sedang difuck dengan sangat buas oleh ayahku, tangan Robin meremas remas dada indah ayahku yang telah basah oleh keringat, sedang tangan satunya mengocok kontolnya yang hitam dan sangat tegang, aku jadi terangsang, sangat terangsang..ayahku tampak sangat jantan memompa kontolnya di pantat Robin..anak muda itu mengeram nikmat..semetara tanganku kuselipkan dalam celana meraba – raba kontol yang sepertinya sudah sangat lapar..tubuh yang berkilat karena keringat tampak begitu indah ditambah otot yang mengejang, sungguh sulit dilukiskan menatap 2 orang bodybuilder sedang bercinta dengan liar, erangan mereka berdua seperti menggodaku segera bergabung, aku ragu untuk mendekat, tapi juga ingin sekali merasakan pantat montok Robin dan kontol ayahku lagi, maka kuberanikan mendekat..Tapi Robin yang pertama melihatku begitu kaget, dia mendorong ayahku menjauh, ayahku bingung, tapi kemudian tertawa…” Kok udah pulang ? “ aku hanya tersenyum..” Kok berhenti ? “ kataku sambil mengelus kontol Robin, oh indah sekali…pujiku dalah hati, dia masih kebingungan..tapi saat kuberanikan diri mencium bibirnya, barulah dia sadar aku juga menginginkannya..kulumat bibirnya yang cukup tebal, dilumatnya bibirku lebih ganas..ayahku mendekat dan menciumi leherku, kupingkupun tak luput dari jilatannya..aku mulai terbakar..kutanggalkuan kaos yang membungkus tubuh indahku, kubiarkan Robin menikmati dengan lidahnya..tampaknya dia ingin segera melepas celana jeansku..kini aku nyaris telanjang, dijilatinya selangkanganku…aaaagh..ayahku melumat bibirku, aku sangat suka berciuman dengannya..he is a best kisser,..Robinpun begitu baik, hingga dia segera membebaskan kontolku dari CD yang mengekangnya.., dan kini, dia harus menggilir kontolku dan ayahku..oooh my…Robin sangat pandai mengoral…aku beberapa kali berteriak nikmat karena permainan lidahnya…begitupun ayahku..kedua lengan kokoh Robin meraba raba dada kami dan meremasnya penuh nafsu..kuraba tubuh ayahku..Robin mendorong tubuhku ke meja..semua perbuatan kami tanpa ada kata – kata..kuangkat kedua pahaku..jilatan Robin makin mantap di selangkanganku…sampai lubang anusku jadi sasaran lidahnya yang buas…rasanya seperti melayang tinggi., aku tak henti – hentinya mengerang, ayahkupun tak mau kalah, dia mendekatkan kontol kudanya ke mukaku, buru – buru kusambut, kukulum dengan penuh hasrat membara..sangat nikmat..kini diapun mengerang nikmat..cukup lama kami saling oral, licking..” Sekarang gantian Ayah yang fuck aku ya ?”ayah tersenyum, sejurus kemudian mereka bertukar posisi, Robin sempat melumat bibirku, kemudian bangkit dan menyerahkan kontol besarnya untuk kuoral, tangannya tak henti – henti meraba dadaku yang padat, dan aku merasakan tangan lain maraba kedua pahaku, tak lama jilatan mesra bersarang menyusurinya…aaaggh..geli tapi nikmat…bermuara di kejantananku…cukup lama ayah menikmati kontol anaknya..dan lubang anuskupun digelitik kemudian dengan ujung lidanya hingga terasa basah lagi…akupun melayang lagi…kulihat ayahku berdiri..ujung kontolnya digesek – gesek nikmat di bibir anusku, mulai kurasakan gel dingin disana, kemudian ..sesuatu yang besar berusaha masuk ke dalamnya mencari kenikmatan dengan susah payah, kubuka pahaku lebih lebar, aku sedikit mengejan agar ayahku lebih mudah menusukku, tak lama kemudian, usaha kami berhasil, kepala kontolnya muai terbenam, aku melupakan kontol nikmat Robin saat perih mulai menyerang hebat…ah sial, sakit sekali…makin dalam makin terasa sakitnya…aku meringis, ayahku berhenti..dia tampak khawatir..aku berusaha tersenyum dan mengangguk tanda tak ada yang perlu dikhawatirkan..dia mulai membenamkan kontolnya lebih dalam, kemudian menariknya pelan..didorong lagi pelan..dan ditariknya lagi..saat anusku mulai menyesuaikan..dia mulai memompa, dengan sedikit menambah kecepatan..masih terasa sakit, kuoral lagi kontol Robin..makin lama aku mulai merasakan kenikmatan difuck, seperti yang pernah kurasakan dulu bersama teman gay ku yang lain..ah mengapa bukan ayahku yang pertama kali menembus keperjakaanku..aaagggh…goyangan itu terasa makin nikmat, kontolkupun kini dioral Robin , makin membuat aku kelonjotan…aaagghh..kontolku makin keras saja..Robin naik keatas tubuhku..rupanya dia juga ingin merasakan kejantananku di tubuhnya..dibimbingnya kontolku masuk lubang pantatnya yang sudah terbuka karena kontol ayahku..saat mulai terbenam…sungguh nikmat tiada tara..apalagi saat Robin mulai menaik – turunkan pantatnya yang montok..aku tak bisa banyak bergerak…hanya kuremas kedua belah dadanya yang lebih tebal dan padat dariku..kami juga berciuman mesra…suara erangan bersahut – sahutan tiada henti..posisku paling beuntung kali ini, aku ngefuck pantat montok Robi, dan pantatku difuck kontol kuda ayahku ..dia sangat pandai menstimulasi lubang pantatku, hingga tak ada sedikitpun sakit yang kurasa…hanya nikmat yang berkepanjangan..dan teramat sangat, karena dirangsang dari dua arah..tubuhku sudah basah oleh keringatku, ditambah keringat Robin yang jatuh di atas tubuhku…aaaghh..anak itu sangat menggairahkanku…sungguh mahluk yang sangat indah di mataku..dia tersenyum memandangku..aku pun tersenyum…aaagh..anak itu sangat pandai membuat kami nyaman, goyangannya stabil tapi sangat memabukkan, bahkan kontol kudaku seperti lenyap ditelan anusnya..Ruangan makan tak ubahnya seperti studio porno, penuh dengan erangan 3 orang bodybuilder yang sedang saling menyodomi..tak ingat lagi sedarah, yang ada hanya nikmat, yang tak ingin segera berakhir..tapi ternyata , aku tak bisa menahan diri karena keenakan..crooot…crooot aaaaaagh..aagghhh..spermaku muncrat sebanyak – banyaknya di anus Robin, mungkin ini ejakulasi ternikmat yang pernah aku rasakan…aaaghhhh..sangat nikmat..disusul pekikan nikmat ayahku..pantatku terasa hangat dan basah oleh aliran spermanya yang banyak…Robin memilih mengocok kontolnya di depan wajahku hingga sperma kentalnya yang cukup banyak jadi santapan lezatku…ahhh…ayahku rupanya ingin berbagi sperma Robin, aku diciumnya agar dapat berbagi sperma…aaah..ada – ada saja…sisa sperma di kontol Robin kujilat habis... Malam itu kami tidur seranjang, king size bed jadi lumayan sesak untuk ukuran badan kami yang besar, ayah cerita banyak hal, dulu, kenapa dia dipecat dari kesatuan, dia tertangkap basah oleh petugas sedang orgy sex dengan teman – teman Gay nya di sebuah hotel, bahkan termasuk Pak Danang, tapi waktu di tengah permainan, pak Danang menghilang entah kemana, makanya dia ga tertangkap. Ayah dan dan Pak Danang dulu couple, dan Pak Danang Bottom. Kesatuan jelas menolak keras homosexual, karna itulah ayah dipecat. Setelah ketahuan ayahku juga doyan main dengan lelaki, Ibuku minta cerai, dan ayah pindah ke Pontianak karena memang disana gada family kami, dia ga mau ada yang jelas – jelas tahu kalau ayah Gay, sekalipun kini dia tak menikah lagi dan tinggal serumah dengan Robin.Sekarang parter ayah adalah Robin, meskipun tubuh Robin paling keren, dia pure Bottom, dia sangat menikmati perannya. Yah…bagaimanapun ayah..aku akan selalu sayang, aku bahagia bertemu dan hidup bersamanya, dan juga Robin, dan sejak itu, setiap bulan aku menyempatkan diri bernostalgia bersama mereka, melepaskan segala nafsu liar kami tanpa lelah, sekalipun sebenarnya hubungan kami tetap sebagai ayah dan anak kandung..Oh ya, ternyata orang yang pertama kali ngefuck ayahku adalah aku, anak kandungnya yang kurang ajar..tapi kini tiap kali ml dengan ayah, ayah lebih sering jadi bot-ku..dia sangat suka difuck olehku..tapi saat treesome dengan Robin, aku memilih jadi bot, aku ga ingin menyakiti perasaan Robin..thanks Dad..i love u so “ deep “ he he… Oh..ada yang kurang neh..aku dan ayahku akhirnya menggilir Edwin Lau di mall itu..dia Versatile, aku dan dia flip fuck, dan dia juga difuck ayahku dengan buas..Tapi ternyata cinta ayah Cuma buat aku dan Robin..itu yang dia katakan..kalau tubuhnya…aku ga tau..

Wednesday, February 10, 2016

Bos Teman Ngentotku

Bos Ku Teman Ngentotku 

 

Mengapa tiba-tiba jantungku terasa berdesir ketika melihat celana dalam Pak Hans yang mengecap di balik celana olahraganya. Darahku terasa mengalir ketika melihat goyangan pantat Pak Hans bergerak seksi mengikuti gerakan instruktur senam. Setelah senam pagi di kantorku usai, seperti biasa kami langsung memasuki ruang kerja masing-masing untuk melaksanakan tugas rutin kantor.

Saya bekerja dalam satu ruangan dengan Pak Hans. Pak Hans merupakan seniorku sekaligus orang yang selalu memberi tumpangan aku baik berangkat maupun pulang kerja. Maklum, aku merupakan karyawan terbaru di kantor tersebut, dan aku kost di sekitar rumah Pak Hans, karena aku berasal dari desa. Dengan ruangan kerja yang lumayan besar tetapi hanya ditempati dua orang, tentu saja membuat kami terlalu bebas dalam bekerja. Kadang kami bermain game di komputer jika tak ada kerjaan, bahkan Pak Hans sering membawa VCD porno dari rumah, dan kadang memutarnya di ruang kerja. Dan kami pun sering menonton bersama ketika lagi tidak ada kerjaan.

Sehabis senam aku merasakan tubuhku malas untuk diajak bekerja, dan seperti biasa aku memutar lagu-lagu MP3 di komputerku untuk melepas kejenuhan.
"Lagi malas, Dik Bram..?" tiba-tiba suara Pak Hans mengejutkanku.
Ketika kuangkat kepalaku, ternyata Pak Hans sudah ada di depan meja kerjaku.
"Iya, nich Pak..! Habis mikirin kerjaan nggak pernah ada habisnya." sahutku sambil memandangi wajah Pak Hans di hadapanku.

Diam-diam baru kali ini aku mengagumi wajah Pak Hans yang begitu ganteng, rambutnya hitam yang tersisir rapi, kumisnya lebat tapi tertata rapi, juga dagunya yang berwarna hijau karena bekas dicukur. Tanpa sadar mataku terus menelusuri penampilan Pak Hans, betapa tegapnya dia walaupun usianya 40 tahun, lebih tua 14 tahun dari umurku, tetapi Pak Hans masih kelihatan gagah. Kulitnya putih bersih, dan kedua tangannya yang tertutup bulu lebat semakin melengkapi kegagahannya. Baru kali ini aku mengagumi kesempurnaan seorang pria. Tanpa kusadari, tiba-tiba mataku mulai melirik ke bawah, tepatnya di depan meja kerjaku. Disana aku melihat suatu benda yang menonjol dan melingkar dari balik celana olah raga Pak Hans yang dekat merapat di ujung meja kerjaku.

"Ada apa Dik, kok bengong..?" pertanyaan Pak Hans mengejutkanku."Nggak pa-pa kok Pak..," jawabku sekenanya.
"Pak Hans sendiri akhir-akhir ini kok kelihatan kurang bergairah..?" ganti aku mulai coba bertanya.
Sambil mendekatiku dari samping, dia mulai duduk di meja kerjaku.
"Yach.., beginilah Dik Bram, nasib bujangan." sahut Pak Hans.
"Lho.., emangnya istri Pak Hans dikemanain..?" tanyaku sedikit heran.
"Istriku lagi hamil tua Dik, dan aku pulangin ke rumah mertua daripada disini nanti repot dan nggak ada yang ngurusin."
"Wah, berarti tiap malam Pak Hans kesepian dong..?" kataku sambil menggoda Pak Hans.
"Iya Dik, udah tiga bulan ini aku nggak pernah hubungan lagi." jawab Pak Hans dengan nada lesu.

Entah setan apa yang merasuki pikiranku sehingga tiba-tiba mataku kembali melirik suatu benda bersarang dari balik celana olah raga Pak Hans. Tanpa kusadari pula tanganku berani-beraninya meraba tonjolan di dalam celana olah raga Pak Hans. Aku terkejut dan baru tersadar ketika tangan Pak Hans memegang erat tanganku. Aku malu dan ketakutan melihat Pak Hans memandangi wajahku. Sesekali kulihat matanya yang teduh."Maaf kan saya Pak, saya nggak sadar. Dan saya juga heran kenapa tiba-tiba saja saya tertarik dengan penampilan Pak Hans. Sekali lagi saya minta maaf Pak." kuucapkan perminta maafaku dengan nada ketakutan, dan Pak Hans pun diam saja. Aku gemetaran dan takut setengah mati.

Sesaat kulirik matanya, Pak Hans malah tersenyum. Tanpa kusadari, tangan Pak Hans tiba-tiba meraih tangan kananku, dan diletakkannya tanganku tepat di atas batang kemaluannya yang masih tertutup celana olah raganya. Aku pun bertambah bingung melihat perlakuan Pak Hans. Tanpa kusadari tangan Pak Hans mulai membimbing tanganku. Diusap-usapkannya tangan kananku hingga menyentuh batang kemaluannya, dan aku pun menurut saja dengan penuh penasaran. Mungkin sudah tiga bulan lamanya batang kemaluannya tidak ada yang menyentuh, pikirku.

Sesaat kulihat wajah Pak Hans, dia malah tersenyum manis dan sambil menganggukkan kepala. Aku pun mencoba untuk mengerti apa arti dari anggukkan kepalanya. Entah setan apa yang telah merasuki pikiranku, hingga aku benar-benar menyukai Pak Hans. Padahal selama ini aku adalah seorang laki-laki tulen. Dan aku pun mulai memberanikan diri merogohkan tangan kananku masuk ke dalam celana Pak Hans. Kucari benda yang membuatku penasaran tadi, dan akhirnya kutemukan seonggok urat yang begitu besar dari dalam celananya. Tanganku mulai merasakan hangatnya daging yang masih bersarang dan serabut kasar dari dalam celananya.

"Ahh.. oh my god.. ahh.." kudengar desahan dari mulut Pak Hans, dan kulihat matanya mulai merem melek karena menikmati rogohan tanganku.
Desahan Pak Hans membuatku mulai makin berani untuk melorotkan celana olahraganya. Kulihat CD-nya yang berwarna hijau muda dan tonjolan pistol Pak Hans yang mulai membengkak, hingga kepala batangnya yang berwarna merah sedikit melongok keluar dari CD-nya. Kupelorotkan CD Pak Hans, aku sempat heran dan sangat terkejut melihat pemandangan yang sangat unik di depan mataku. Aku hampir saja tertawa, tetapi dapat kutahan.

Baru kali ini aku melihat nyata kemaluan Pak Hans yang sangat aneh. Kepala batang kemaluan Pak Hans ternyata sangatlah besar, tidak sesuai dengan ukuran batangnya, walaupun batang pistolnya juga tergolong besar dan panjang. Yang membuatku heran adalah ukuran pentolan atau kepala pistol Pak Hans, benar-benar melebihi ukuran normal, jika kubandingkan mungkin sebesar telur ayam potong.

Kutelusuri rambut kemaluan Pak Hans yang begitu lebat dan sangat kasar. Tanganku kubiarkan gerilya di sekitar kedua lipatan paha Pak Hans, dan telapak tanganku mulai menyentuh suatu benda yang kenyal dan menggantung di bawah batang kemaluan Pak Hans, buah zakar Pak Hans ternyata juga besar tetapi bentuknya sedikit lembek dan merosot ke bawah. Kuraba sambil sesekali kuremas buah zakar Pak Hans yang dilapisi kantung tipis. Kurasakan begitu halusnya kantung buah zakar Pak Hans ini. Selembut sutra.

Kuciumi batang kemaluan Pak Hans, kunikmati aroma kejantanan Pak Hans. Ohh betapa nikmatnya, aromanya begitu khas masculine walaupun sedikit asam karena bau keringatnya sehabis senam tadi pagi. Bulunya begitu lebat sekali di sekitar senjatanya, terus memenuhi hingga paha dan kakinya dan sedikit basah karena keringat. Segera kuhisap dan kunikmati buah zakarnya. Kukocok batang kemaluan Pak Hans yang mulai menegang. Batang pistolnya begitu besar, dan kulihat guratan-guratan otot yang melingkari batang pistolnya.

"Ohh.. nikmat.. sekali.. teruuss.. kocok teruuss.. oohh..!" beberapa kali Pak Hans mengerang menikmati kocokan tanganku.
Kujilati kepala kemaluannya walaupun hal ini terus terang belum pernah kulakukan seumur hidupku, dan mulutku mulai mengulum pentolan kemaluan Pak Hans. Semula pentolannya tidak mampu kumasukkan ke mulutku karena pentolan Pak Hans sangatlah besar dibandingkan dengan lubang mulutku, tetapi kupaksakan hingga pentolan itu dapat memasuki rongga mulutku.

"Ohh teruuss.. ahh.. lagii.. Dik Bram, enak sekali.. teruss..!" Pak Hans kembali mengerang merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Kujilatkan ujung lidahku hingga menelusuri seluruh permukaan pentolan pistol Pak Hans. Ohh.., Pak Hans pun semakin kelojatan menikmati jilatanku, kulihat Pak Hans mulai menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur, sesekali tangannya menjambak rambutku dengan kuatnya. Aku mulai kerepotan menahan mulutku yang penuh sesak dimasuki pistolnya. Ditarik dan ditekannya kepalaku hingga mulutku maju mundur tertusuk pistolnya.

"Ohh.. aku mau keluar.. ahh.. nikmat..! Aku mau keluar.. Dik Bram..!" desis Pak Hans ketika akan orgasme.
Seketika itu kukeluarkan batang kemaluan Pak Hans dari dalam mulutku, karena aku jijik jika mulutku nanti kesemprot lahar putih dari pistol Pak Hans.
"Dikeluarkan di luar saja, ya Pak Hans..?" bisikku lembut di telinganya.
Dan Pak Hans pun hanya mengangguk tidak berdaya menahan nikmat yang luar biasa.

Kembali batang kemaluan Pak Hans kupegang kuat-kuat dan kukocok dengan irama kocokan cepat, dan, "Ahh.. aughh.. lebih cepat Dik Bram..! Ahh.. crott.. croott.. glogok.." dan Pak Hans pun sudah tidak dapat menahan semprotan sperma dari dalam batang kemaluannya.
Kuarahkan semprotan tersebut di atas meja kerjaku, aku kagum sekali melihat banyaknya sperma Pak Hans yang putih kental membanjiri meja kerjaku. Mungkin karena sudah tiga bulan spermanya tertahan di buah zakarnya, sehingga sperma yang dikeluarkan sangatlah banyak dan tidaklah wajar jika dibandingkan dengan lelaki normal.

Kulihat Pak Hans mulai terkulai lemas dan memelukku. Tanpa kusadari, dia memegang kepalaku lalu mencium bibirku. Aku kaget dan heran mendapat perlakuan Pak Hans, baru kali ini aku dicium seorang pria, dan kurasakan betapa hangatnya ciuman dari Pak Hans.
"Makasih ya Dik Bram..!" bisik Pak Hans di telingaku sambil membetulkan kembali celana olahraganya.

Tanpa kusadari, tiba-tiba pintu ruangan kerjaku dibuka oleh seseorang. Astaga.., ternyata yang datang Pak Baskoro atasan kami di kantor. Dengan secepat kilat kututupi sperma Pak Hans yang membanjiri mejaku dengan empat lembar kertas HVS.
"Pagi, Pak..!" sapa kami bersamaan.
"Pagi..!" jawab Pak Baskoro.
"Apa ini Bram..?" tanya Pak Baskoro sambil menciumi telapak tangannya yang basah, mungkin menyentuh sperma Pak Hans yang tidak sempat tertutup kertas.
Wajahku seketika merah padam, begitu juga Pak Hans.

"Eh.. anu.. Pak, tadi bubur kacang ijo saya tumpah, tadinya mau saya makan malah kesenggol Pak Hans.." jawabku sekenanya.
"Iya Pak, sorry ya Dik Bram, besok hari Jum'at kalo senam lagi kuganti dech.." Pak Hans tiba-tiba ikut membantuku.
"Ya sudah-sudah, lain kali kalo ada kondisi seperti ini harusnya kamu panggil cleaning service biar nggak kelihatan jorok..!"
"O.. Ya, laporan keuangan kemarin apa sudah selesai Bram..?" tanya Pak Baskoro lagi.
"Maaf.. Pak, sebenarnya hari ini sudah saya ajukan ke Bapak, tapi berhubung disket saya hilang, jadi semua file saya juga ikut hilang. Sekali lagi saya mohon maaf Pak, dan saya berjanji besok Senin laporan sudah saya serahkan di meja Bapak." jawabku sedikit berbohong, karena memang laporan tersebut belum kuselesaikan.

"Kalau besok Senin kelamaan Bram, soalnya besok minggu aku rencana mau tanding Golf dengan Bapak Manajer sekalian menyerahkan laporan tersebut. Gimana kalo besok Sabtu, kamu lembur buat menyelesaikan laporan itu.."
"Wah kalo besok lembur, saya numpang siapa Pak..? Tempat kost saya jauh dan belum ada angkutan umum. Lagipula Pak Hans besok khan libur..?" tanyaku.
"Ya udah, besok kamu numpang aku saja, aku juga ada kerjaan yang belum bisa kuselesaikan hari ini.." sahut Pak Baskoro.
"Trima kasih Pak, wah saya jadi merepotkan Bapak saja..," jawabku sedikit basa-basi.

Kulihat jam di dinding sudah menunjukkan angka 16.30 WIB, aku dan Pak Hans berkemas untuk pulang. Seperti biasa, aku selalu pulang bersama Pak Hans, karena tempat kostku sejalan dan satu komplek dengannya.

Mobil sudah berhenti di depan pintu pagar rumah Pak Hans, dan seperti biasa aku harus siap-siap turun untuk jalan kaki menuju tempat kostku.
"Dik Bram, tidur di rumah saya saja gimana..?" tiba-tiba Pak Hans menawarkan jasa kepadaku.
"Enggak lah Pak, tempat kost saya cuma dekat kok..," sahutku masih dari dalam mobilnya.
"Nggak pa-pa kok Dik, lagian disini saya sendirian dan Dik Bram juga sendiri di tempat kost, khan kita bisa ngorol bersama. Lagian nanti malam ada Liga Italy lho, khan di tempat kost Dik Bram nggak ada TV-nya."
Pak Hans tahu saja kalau tempat kostku memang tidak ada TV-nya.
"Bener nich nggak ngerepotin Pak Hans..?" tanyaku basa-basi.
Pak Hans hanya tersenyum manis dan menggelengkan kepalanya, aku pun mengangguk tanda setuju.

Aku sempat heran melihat kamar Pak Hans yang begitu luas jika dibandingkan dengan kamar kostku. Pak Hans mengambil remote dan menyalakan TV.
"Anggap seperti rumah sendiri Dik..!" kata Pak Hans sambil membetulkan spray spring bed-nya.
"Dik Bram saya tinggal mandi dulu ya..?" kutengok asal suara tadi, ternyata Pak Hans sudah berlalu ke dalam kamar mandi yang letaknya masih satu kotak dengan kamar tidurnya.
Kucari acara-acara TV, "Sialan..!" umpatku dalam hati karena tidak kutemukan acara yang bagus.

Aku dengar suara percikan sower dari dalam kamar mandi, dan aku menoleh.. oh ternyata Pak Hans lupa menutup pintu kamar mandinya pikirku. Kupandangi lekuk-lekuk tubuh Pak Hans yang mengkilap karena basah. Betapa gagahnya orang tua ini, sanjungku dalam hati. Kulihat pantatnya yang putih bersih dan sintal tidak seperti pantatku yang sedikit coklat, maklumlah orang desa! Dadanya yang bidang penuh ditumbuhi bulu-bulu kejantanan. Pistolnya yang masih terkulai lemas dirimbuni rambut-rambut hitam yang lebat mungkin tidak pernah dicukur, ah.., betapa indahnya pentolan ujung pistolnya yang berukuran XL, kubayangkan kemaluan Pak Hans mirip pemukul gong.

"Dik Bram juga mau mandi..?" tanpa kusadari ternyata Pak Hans tahu kalau aku sedang mengamati tubuhnya yang lagi bugil.
"Nggak ah, nanti saja Pak Hans! Males, hawanya dingin." jawabku.
"Lho, ini airnya hangat lho Dik, saya pake pemanas air kok."
Aku baru tahu kalau Pak Hans memakai pemanas air.
"Dasar orang udik..!" pikirku memaki diriku sendiri.
"Ayo Dik Bram, segerr lho kalo badan udah mandi.." ajak Pak Hans lagi.
Aku diam saja.

"Wah.., Dik Bram malu ya mandi bareng Bapak. Masa sama cowoknya kok malu sih, lagian punya kita khan sama he.. he.." Pak Hans mecoba menggodaku.
Dan aku pun tidak dapat menolak ajakan Pak Hans, benar juga pikirku, ngapain harus malu. Kami kan sama cowoknya, dasar 'wong ndeso'..!

Kulepas baju dan celanaku. Tinggal celana dalamku saja yang kupakai, lalu aku memasuki kamar mandi yang begitu luas buat ukuranku. Pak Hans memberikan gagang sower kepadaku, dan aku mulai mengguyur wajahku sampai seluruh permukaan tubuhku. Seger juga rasanya, baru kali ini aku merasakan nikmatnya mandi dengan air hangat. Sesekali kulirik tubuh Pak Hans, kulihat pula batang kemaluannya yang begitu besar bila dibanding dengan punyaku. Tanpa kusadari, tiba-tiba aku mulai terangsang melihat pemandangan itu. Aku juga heran kenapa aku tertarik kepada Pak Hans. Dan kurasakan senjataku mulai mengeras dan tegak hingga pentolan pistolku mulai menjulang dan berontak ingin keluar dari CD-ku yang berwarna putih.

"Wah.., gawat nich..!" pikirku seketika itu.
Kubalikkan badanku agar Pak Hans tidak mengetahui kalau pistolku membengkak tanda mulai bereaksi.
"Mandi kok celana dalamnya nggak dilepas sich Dik Bram, apa bisa bersih..?" tiba-tiba tangan Pak Hans menurunkan CD-ku yang berwarna putih.
Aku terkejut mendapat perlakuan Pak Hans. Dan dengan gerakan reflek aku menutupi batang kemaluanku dengan kedua tanganku, ternyata kedua tanganku tidak mampu menutupi seluruh permukaan pistolku yang dikarenakan besarnya ukuran pistolku saat berdiri tegak.

Pak Hans malah tersenyum melihat tingkah lakuku, sesekali matanya yang teduh dan nakal menelusuri seluruh lekuk tubuhku. Kulihat dia malah senyum-senyum. Aku tambah semakin gerogi mendapat perlakuan seperti ini.
"Kenapa Dik Bram, malu sama Bapak ya..?" tanya Pak Hans sambil mengulurkan tangannya mencoba menyentuh pistolku yang semakin keras dan tegak.
"Punya kamu ternyata gede juga ya..?" goda Pak Hans sambil mengelus pistolku.
"Jangan ah, Pak Hans.." ucapku karena malu, sambil mencoba melepaskan tangan Pak Hans yang sudah memegang kuat batang pistolku.

"Lho.., tadi pagi kan Dik Bram sudah pegang punya Bapak, lha sekarang supaya adil gantian Bapak yang pegang punya Dik Bram dong..!" kata Pak Hans sambil sesekali mengocok batang pistolku.
Aku tidak dapat menolak perlakuan dari Pak Hans, dan akhirnya kupasrahkan saja apa yang dia kehendaki. Tangan kiri Pak Hans terus mengocok batang pistolku dengan lembutnya, sesekali mengelus dan meremas buah zakarku yang masih menggantung. Ahh.. betapa nikmatnya, dan aku pun mulai menikmatinya.

Diusapnya rambut kemaluanku dengan tangan kirinya, terus naik ke dadaku dan turun kembali berhenti ke pangkal buah zakarku. Tangan kanannya meremas-remas pantatku, dan sesekali diselipkan diantara lipatan pantatku. Jari-jarinya mulai nakal bermain di sekitar lubang anusku. Oohh.., nikmat sekali. Kemudian tangan kanannya beralih menelusuri dadaku yang tidak berbulu, diusapnya puting susuku. Bibirnya mulai mendarat di bibirku, dikulumnya mulutku dengan penuh nafsu hingga aku hampir pingsan karena tidak dapat bernafas. Kurasakan hangatnya bibir Pak Hans, lidahnya menjelajahi gusi, gigi, dan langit-langit mulutku. Aku tidak tahan menahan geli karena tertusuk kumisnya yang lebat. Ahh.., baru kali ini aku merasakan rasa nikmat yang luar biasa.

Sesekali kulirik pistol Pak Hans, ternyata pistolnya sudah berdiri dengan kuatnya. Wow.. betapa besar dan indahnya kemaluan orang tua ini pikirku. Kulihat guratan-guratan otot melingkari batang kemaluannya. Rambut kemaluannya yang lebat menggodaku untuk memegang pistolnya. Dikocoknya batang pistolku oleh tangan kiri Pak Hans dengan lembut, sesekali tangannya yang kuat meremas buah zakarku dengan nakal.
"Ahh.. nikmat sekali Pak Hans."
Aku menggeliat, menahan nikmatnya kocokan dan remasan tangan Pak Hans. Aku hanya menutup mata sambil menikmati permainan ini.

Tanpa kusadari, ternyata batang pistolku sudah masuk di mulutnya.
"Ahh.. hangat.., ohh.. diapakan ini.. Pak Hans..? Enak sekali..!" aku tidak tahan merasakan nikmat yang begitu luar biasa.
Dan aku juga geli menahan rasa gesekan kumis Pak Hans yang sangat lebat. Diambilnya gagang sower dari tanganku, dan disemprotkannya ke panggkal pahaku.
"Ahh.. geli.. Pak Hans.. enak.. ohh.." sesekali aku menggeliat keenakan.

Tiba-tiba Pak Hans jongkok membelakangiku, aku sempat heran melihatnya. Dan dia mulai menungging dan memamerkan pantatnya di hadapanku. Aku sempat geli ketika melihat telur Pak Hans yang menggantung mirip buah mangga dari tanggkainya. Kulihat pantat Pak Hans penuh tertutup rambut, di sela-sela pantatnya aku sempat melihat lubang yang cukup lebar. Lubang anus Pak Hans sangatlah indah karena kulitnya putih, tidak heran kalau lubang anusnya berwarna merah muda.

Kuraba pantatnya yang penuh dengan rambut, sesekali kubelai lubang anusnya.
"Ahh.. nikmat.. terus. Masukkan Dik jarinya..!" teriak Pak Hans bagai orang keranjingan.
Aku pun menuruti perintahnya, kumasukkan jari telunjukku. Kumasukkan dan kukeluarkan jariku, sampai tidak terasa tinggal ibu jariku yang tertinggal di luar anusnya.
"Tekan yang keras Dik.., ayo.. ohh.. my god..!" Pak Hans pun sangat menikmatinya.
Tiba-tiba aku ingin mencoba memasukkan batang pistolku ke dalam anusnya. Terus terang, seumur hidup aku belum pernah berhubungan sex dengan perempuan ataupun wanita nakal. Dan pikiranku mulai menerawang jauh memikirkan betapa nikmatnya jika batang pistolku kumasukkan ke dalam lubang anusnya.

"Ayo.. Dik Bram, tusuk dengan pistolmu.. please..!" rengek Pak Hans mirip anak kecil.
Kugesek-gesekkan kepala pistolku di sekitar lubang anusnya. Dan.. "Bleess..!" kepala pistolku lancar dapat masuk ke dalam anusnya.
"Ohh.. aku merasakan hangat yang luar biasa di batang pistolku. Kudorong lagi pantatku hingga batang pistolku masuk ke dalam sampai tidak tersisa.
"Aughh.. nikmat sekali.." baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Kurasakan ada semacam cincin melingkar kuat di batang pistolku, sesekali kurasakan sedotan dari dalam anusnya. Aku semakin menikmatinya, kemudian kuayunkan pantatku maju mundur, kutusuk anus Pak Hans dengan batang pistolku.

Tangan kananku memegang dan mengocok batang pistol Pak Hans yang semakin keras bersamaan dengan ayunan pantatku. Tangan kiriku meremas-remas kantung zakarnya.
"Teruss.. sodok.. tarik.. sodok.. ahh.." kudengar teriakan Pak Hans saking nikmatnya.
"Aku mau keluar.. ahh.. croott.. crott.. glogok.." kusemprotkan spermaku yang tidak dapat terbendung ke dalam anus Pak Hans.
"Aahh.. nikmat..! Betapa hangatnya spermamu.. aku menikmatinya Dik Bram."
Dan aku pun terkulai lemas menindih tubuh Pak Hans. Aku bangkit dan mencabut batang pistolku dari dalam anusnya. Dan aku duduk terkulai lemas karena puas.

Pak Hans mulai berdiri di hadapanku, disodorkannya kemaluannya ke arah wajahku. Aku meraihnya, kumasukkan pistolnya ke mulutku. Kujilati permukaan pentolan pistolnya yang begitu besar. Ah.. andai saja ini bukan pentolan Pak Hans, mungkin sudah kukunyah karena gemas. Kupegang batang pistolnya dan sesekali kuremas kantung zakarnya, betapa lembutnya.
"Teruss.. Dik..! Enak.. ahh.." Pak Hans pun mulai menggeliat karena keenakan.
Digoyangkannya pantatnya maju mundur, dan aku mulai kelabakan, karena tenggorokanku sakit tersodok batang penisnya yang besar dan panjang.

"Ahh.. nikmat.. aughh.. aku mau keluar Dik.. Jangan dilepas.. please.. ohh.."
Aku pun menuruti perintahnya, kurasakan kemaluannya mulai berdenyut.
"Aahh.. croott.. croott.. glogok..!"
Kurasakan semburan lahar Pak Hans yang hangat memasuki kerongkonganku. Kurasakan hangatnya lahar Pak Hans, asin, gurih, sedikit amis tapi aku menyukainya hingga kutelan habis. Kami pun berpelukan terkulai lemas.

Kami mulai membersihkan badan kami dan masing-masing menyabuni tubuh lawan kami, terutama aku senang menyabuni burungnya yang terkulai. Setelah selesai mandi, Pak Hans tiba-tiba membopongku. Dibopongnya aku bagai anak kecil menuju ruang tidur, digeletakkannya tubuhku di atas spring bed. Wow..! Baru kali ini aku merasakan kasur yang begitu empuk. Pak Hans kemudian menghanduki tubuhku yang masih basah, diusapnya seluruh permukaan tubuhku dengan kasih sayang. Sesekali Pak Hans mengusap-usapkan handuk ke pistolku, dan inilah yang membuat gairahku bangkit kembali.

Kurasakan batang pistolku mulai membengkak. Pak Hans memandangku dengan tersenyum.
"Mau lagi, Dik Bram..?" kata Pak Hans.
"Lagi..? Siapa takut..!" pikirku.
Dan aku pun mengangguk memberi tanda mengiyakan tawarannya. Kuraih pistol Pak Hans yang masih lembek, dan kuremas buah zakarnya. Dia mulai menikmati kembali, kulirik pistolnya ternyata sudah mulai membengkak. Kukocok batang pistolnya dengan lembut, dan Pak Hans mulai menindihku dan segera menggenjot senjatanya di antara kedua belah pahaku, aku pun sangat menikmatinya.

"Ohh.. nikmat sekali."
Kurasakan bulu-bulu dadanya yang lebat menggesek dadaku. Dilumatnya bibirku hingga aku susah bernafas, tapi aku masih dapat menikmati ciumannya yang hangat. Ahh.. betapa indahnya dunia ini.. bibir Pak Hans mulai turun ke leherku, puting susuku, dadaku, perutku, dan akhirnya mendarat ke batang kemaluanku. Dihisapnya batang pistolku dengan mulutnya, kurasakan sapuan lidahnya mengenai pentolan pistolku.
"Ahh.. enak.. diapain sich Pak Hans..? Nikmat sekali.. teruss..!" aku pun kelojotan merasakan nikmatnya sedotan Pak Hans.

Kujambak rambutnya yang tebal, kutarik kepalanya hingga pistolku masuk lebih dalam ke kerongkongannya.
"Ahh.. teruss.. nikmat.. aku mau keluarr.. aku mau keluarr Pak Hans.. ennakk..!Aaah.. croott.. croott..!" kusemprotkan spermaku ke dalam kerongkongan Pak Hans, dan Pak Hans pun menikmatinya.
Dikeluarkannya batang pistolku yang mulai melembek dari dalam mulutnya. Dijilatinya pistolku hingga bersih, rupanya Pak Hans memang sangat menyukai spermaku.

Pak Hans mulai merebahkan tubuhnya dengan posisi telentang ke atas. Kulihat batang pistolnya yang masih tegak sampai melebihi pusarnya.
"Pak Hans juga pingin dikeluarin..?" tanyaku kepadanya.
Dia tersenyum sambil mengusap kepalaku, "Tapi Pakai anus kamu, ya Dik Bram..?" pinta Pak Hans.
Aku agak takut, karena selama ini anusku belum pernah dimasuki benda apapun. Aku pun sedikit ngeri bila membayangkan batang kemaluan Pak Hans memasuki lubang pantatku. Apalagi dengan pentolannya yang berukuran sangat besar. Akhirnya aku pasrah saja. Diludahinya lubang pantatku dengan liurnya, sesekali diratakan oleh lidahnya yang nakal. Aku mulai merasakan sapuan lidahnya.

Kemudian aku mengambil posisi berjongkok di atas tubuh Pak Hans yang telentang. Kupegang panggkal pistolnya, kuusap-usapkan pentolan pistolnya ke lubang anusku. Sedikit demi sedikit akhirnya pentolannya berhasil memasuki lubang pantatku. Aku pun meringis menahan rasa sakit. Kutekan pantatku hingga ke pangkal pistolnya. Kuraba ternyata batang pistolnya sudah hilang tertelan anusku. Pak Hans mulai menggoyangkan pantatnya naik turun. Ahh.., kurasakan nikmat yang luar biasa dari dalam anusku, hangat terkena gesekan batang pistol Pak Hans.

"Ohh.. sekarang enak.. Pak Hans.. terus.. tusukk.. ahh.." dan aku pun mulai menikmati tusukannya.
"Ahh.. nikmatt.. kamu masih perawan Dik. Ohh..!" Pak Hans mulai mengerang menikmati sedotan anusku.
"Aakhh.. aku mau keluar Dik Bram. Ohh..!"
Tiba-tiba Pak Hans bangun dari posisinya dengan batang pistolnya yang masih menancap di lubang anusku. Direbahkannya tubuhku di atas spring bed. Diangkatnya kedua kakiku dan ditaruhnya di atas pundaknya. Pak Hans mulai menggenjot anusku.
"Ohh.. terus genjot.. Pak Hans..!" dan aku pun semakin menikmati tusukan pistolnya.

"Ahh.. aku mau keluar. Ohh.. my god.. crott.. crott..!" kurasakan semburan hangat spermanya memasuki lorong anusku.
Baru kali ini aku menikmati semburan sperma yang luar biasa. Kami pun terkulai lemas, aku rebah dalam pelukan Pak Hans.
"Dik Bram, mendingan kost di tempat Bapak saja, nggak usah bayar, yang penting kita bisa melakukan ini setiap saat." bisik lembut Pak Hans menawarkan jasanya.
Aku pun cuma mengangguk karena kecapaian. Dan akhirnya kami tertidur pulas dan tidak jadi menonton bola.

Paginya kami bangun, mandi, sarapan bersama, kemudian berangkat ke kantor untuk menyelesaikan laporanku yang belum selesai. Diantarnya aku sampai di ujung jalan oleh Pak Hans. Kulihat mobil BMW biru sudah di pinggir jalan. Rupanya Pak Baskoro si Boss-ku sudah lama menungguku. Aku turun dari mobil Pak Hans dan pindah masuk ke mobil Pak Baskoro.

Jam di dinding kantor sudah menunjukkan angka 10.00 WIB, tetapi kerjaanku belum selesai juga.
"Kriinngg..!" kudengar teleponku berbunyi.
Kuangkat gagang telepon, kudengar suara dari balik gagang telepon.
"Bram, coba kamu kesini sebentar..!" ternyata suara Pak Baskoro.
Aku semakin panik, karena pekerjaanku belum selesai.
"Mungkin Pak Baskoro memanggilku untuk meminta laporanku." pikirku dalam hati.
"Baik, Pak.." jawabku lewat telepon.

Aku mengetuk pintu ruang kerjanya, "Masuk saja Bram..!" terdengar sahutan dari dalam.
"Maaf, Pak. Laporannya belum selesai, mungkin nanti dua jam lagi sudah saya selesaikan." ucapku sedikit ketakutan.
Kupandang wajah Pak Baskoro, rupanya dia malah tertawa.
"Udah, nggak pa-pa. Lain waktu aja kamu selesaikan, soalnya aku nggak jadi bertanding sama Bapak Manajer. Habis, kemarin waktu latihan golf, pinggangku rasanya sakit. Mungkin uratku ada yang melintir."
Aku tesenyum lega mendengar jawaban Pak Baskoro.

"Bram, denger-denger katanya kamu mahir dalam mengurut ya?" tanya Pak Baskoro lagi.
"Ah itu dulu Pak, waktu di desa. Saya hanya sedikit bisa, bukan mahir." jawabku sedikit merendah, walau sebenarnya memang aku sudah mahir dalam urusan urut-mengurut.
"Tolongin saya dong Bram, pinggangku rasanya nggak bisa buat bergerak." pinta Pak Baskoro.

Pak Baskoro mulai membuka dasi dan baju putihnya, kemudian kaos dalam yang berwarna putih ditanggalkan di meja kerjanya. Ohh bagus sekali Pak Baskoro, dadanya yang bidang ditumbuhi oleh bulu-bulu yang tipis dan terus sampai ke bawah, dan mungkin sampai ke daerah vitalnya. Kupandangi bentuk badannya, walaupun usianya sudah 51 tahun, tapi Boss-ku ini masih kelihatan gagah. Wajahnya yang ganteng dan brewoknya yang dibiarkan tumbuh, menambah kejantanannya saja.

Kemudian dia mulai merebahkan tubuhnya telungkup di atas sofa tamu. Aku mulai mengurut pinggangnya, kucari uratnya yang melintir, lalu kubetulkan kembali. Kurasakan aroma wangi tubuh Pak Baskoro. Sambil mengurut, tiba-tiba mataku mulai menangkap pemandangan indah. Aku melihat garis segi tiga di balik celananya yang sesak karena terisi pantatnya yang sangat padat. Gairahku mulai bangkit.

"Wah.., urutan tanganmu enak juga Bram, tolong pijit badanku sekalian ya..?" pinta Pak Baskoro.
Tanganku mulai mengusap punggungnya yang putih bersih dan sangat licin, naik ke leher, turun lagi. Ohh.. nikmat.. Bram pijitanmu. Pak Baskoro pun semakin menikmati pijatanku. Tanganku mulai gemas ingin memijat daerah pantatnya yang montok. Aku pijat pantatnya dengan kedua tanganku, sesekali kuputar dan goyangkan pantat Pak Baskoro. Achh.. enak sekali.. terus Bram.. dia pun menyukainya. Tiba-tiba Pak Baskoro membalikkan tubuhnya menghadapiku.

"Bram, aku pingin kamu melakukan seperti kemarin pagi terhadap Pak Hans..,"
Aku pun terkejut, ternyata Boss-ku telah mengetahui permainanku kemarin pagi di kantor dengan Pak Hans.
"Kemarin aku sempat lihat kalian lho, tapi nggak pa-pa kok Bram, itu wajar." perkataan Pak Baskoro membuatku bingung.
Tanpa kusadari tangan Pak Baskoro mulai membuka ikat pinggangnya, dan kemudian menarik resleting celananya. Aku sangat terpana melihat tonjolan besar dari balik CD-nya yang berwarna putih.

Wow.. gede sekali..! Kulihat rambut kemaluannya banyak yang menyerodok dari balik CD-nya. Ditariknya tangan kananku, lalu diletakkanya tanganku di atas alat vitalnya. Aku menjadi penasaran, kupandang sejenak wajah Pak Baskoro. Dia malah tersenyum dan mengangguk. Kemudian aku pun membuka pakaianku. Kubuka celananya sambil terus kunikmati aroma kejantanan Pak Baskoro. Ohh betapa nikmatnya, aromanya begitu khas masculin. Bulunya begitu lebat sekali di sekitar senjatanya terus memenuhi hingga paha dan kakinya, segera kuhisap dan kunikmati senjatanya yang berukuran besar. Ohh nikmat sekali, beberapa kali Pak Baskoro mengerang, menikmati hisapanku.

"Ohh teruuss.. enak sekali.. Bram.. teruss..!"
Kami pun sudah telanjang tanpa busana di sofa ruang tamu. Pak Baskoro sudah tidak tahan, nafsunya telah sampai ke ujung kepalanya, mendidih, dan dia langsung merebahkan tubuhku di sofa panjang menaiki tubuhku. Kuraih batang pistolnya, dan kuselipkan batang pistolnya di antara kedua pahaku. Dan Pak Baskoro pun segera menggenjotkan senjatanya di antara kedua belah pahaku, aku pun sangat menikmatinya.

"Ohh.. nikmat.. sekali.. Bram..!"
"Aku juga.. Pak Bas, teruuss.. Pak Bas..! Ohh.. enak sekali.."
Kurasakan pahaku hangat karena mendapat gesekan batang pistolnya. Dan aku menikmati pistolku yang bergesekan dengan perutnya yang penuh dengan rambut kejantanannya. Kami pun berpelukan, dan aku pun berusaha mencium bibirnya. Ohh nikmat sekali bibirnya, nikmat sekali. Terus kuraba tubuh Pak Baskoro yang kekar berisi sambil terus kuraba pantatnya yang keras berisi.

Dengan nafas yang memburu, Pak Baskoro terus memainkan senjatanya di atas tubuhku, "Teruss.. menggenjot.. teruss.. Pak Bas, teruss..!"
Dia sudah tidak dapat mengontrol diri, dia sudah lupa kalau lawan mainnya adalah aku, anak buahnya sendiri. Dia menikmati permainan ini, makin dia bernafsu, aku pun bertambah nafsu pula. Dia bagaikan banteng liar, benar-benar jantan. Gayanya yang begitu hebat, permainan yang begitu kunikmati, dan belum pernah kutemui permainan seganas itu, makin liar, makin keras, otot-ototnya masih kencang, keras sekali, mengagumkan.

"Aku mau keluar.. aku mau keluar.. Bram..!"
"Oh.. saya.. juga.. mau keluar.. Pak..!"
"Croot.. croot.. croot..!" tumpahlah sperma Pak Baskoro bersatu bersama sperma milikku di tubuhku.
Dia pun kelelahan dan tidur sebentar memeluk tubuhku. Kemudian kuraih alat vitalya, kujilati sampai bersih. Pak Baskoro mulai terangsang kembali. Kulihat senjatanya sudah mulai bereaksi, terus naik dan terus menegang hingga akhirnya benar-benar tegang maksimal, langsung saja kembali kuhisap, dia pun menikmatinya. Senjataku pun menegang dengan keras.

Rupanya Pak Baskoro juga ingin melakukan hal yang sama, dia pun segera menghisap burungku yang sudah menegang maksimal. Tidak dapat kubayangkan, Pak Baskoro yang kuhormati di kantor, ternyata mau menghisap batang pistolku. Disedotnya batang kemaluanku dengan nafsu yang membara.
"Ohh.. my god.. nikmat sekali..! Ohh.."
Dia memeluk dan menggenjot tubuhku, diadunya batang pistolnya dengan punyaku, tekanannya makin keras, makin kunikmati.

Kubalikkan tubuh Pak Baskoro, kemudian kuangkat kedua kakinya, dan kuciumi sekitar buah zakar dan lubangnya. Kumainkan lidahku keluar masuk ke dalam lubangnya, dan dia pun mengerang nikmat. Sambil kuhisap, kumasukkan jari-jariku ke dalam lubangnya, dia begitu menikmatinya hingga tidak terasa kalau bukan lagi jariku yang masuk ke dalam lubangnya, tapi sudah senjataku berada di dalamnya. Kemudian terus kugenjot naik turun sambil kuciumi kedua pipi dan lehernya. Naik turun pantatku menggenjot senjataku untuk keluar masuk ke dalam lubang. Ohh lubang itu begitu rapat dan belum pernah ada yang memasukinya. Tidak seperti lubang anus Pak Hans, aku menikmatinya, aku pun berteriak.

Sambil tangan kananku terus mengocok senjatanya yang sudah tegang maksimal, terus kukocok sesuai irama pantatku. Begitu juga dengan Pak Baskoro, dia juga tidak tahan dengan permainan senjataku di dalam lubangnya naik dan turun, keluar masuk dengan pelan, kemudian keras, pelan, dan ohh.., kami puas, kami puas.
"Ohh.. aku mau keluar.. Pak..!" kataku.
"Teruss.. lebih keras lagi.. Bram.. teruss.. masukkan lebih dalam lagi..! Aku menikmatinya, teruss..!"
"Croot.. croot.. croot..!" kami pun keluar lagi bersamaan, banyak sekali sperma yang muncrat dari senjata Pak Baskoro, putih dan kental membanjiri dadanya yang berbulu.
Kami pun tidur berpelukan beberapa saat.

Betapa indahnya hari ini. Ohh.., terima kasih Pak Baskoro. Kami setiap hari Sabtu bertemu di kantor, dan kami selalu melakukan permainan ini di ruang kerjanya. Begitu pula dengan Pak Hans, aku selalu melayaninya jika dia memerlukanku. Dan ini kulakukan karena aku senang, dan juga gratis tinggal di rumah.

Thursday, February 4, 2016

Laporan Perkosaan

Laporan Perkosaan

Entah kenapa hari itu aku horny sekali. Sudah lama aku tidak bercinta dengan seseorang, dan kontolku tidak bisa diajak kompromi. Mau ngapa-ngapain juga tidak konsentrasi, tapi aku bosan ngocok sendiri. Ah, perkenalkan dulu, aku Zakaria, umurku 28 tahun. Yah, namaku memang agak seronok, tapi sepertinya itu memberiku berkah tersendiri: zakarku besar, hehehe... Aku memang ada keturunan Arab dan Iran, dan kalian tahu sendiri lah kontol orang sana seberapa gedenya... Aku gay dan seorang top tulen. Aku punya fetish pada orang berseragam, terutama polisi, dan sudah beberapa kali aku dapat kesempatan ngentot polisi. Enak betul rasanya. Sayang aku harus pindah kota karena pekerjaan, dan di kota yang baru ini aku belum ngentot polisi sama sekali. Cari ah...

Kali ini, ideku adalah melaporkan seseorang (fiktif, tentu saja) yang sudah memperkosaku. Tentu laporan seperti itu jarang kan, apalagi kota kecil ini (sebut saja kota X) sepertinya alim sekali. Siapa sih cowok yang berani lapor bahwa dia dientot? Malunya tak ketulungan. Tapi, karena aku super horny, dan ingin ngentot polisi, ya sudah lah nekad saja, toh sepertinya kasus seperti itu nggak bakal ditanggapi serius... Biasanya, di suatu kota, saya akan cari target dulu polisi mana yang kira-kira mau dientot. Biasanya saya cuma cari yang bodinya proporsional saja, yang perutnya sudah mulai membesar bikin aku ilfil. Kontolnya nggak harus besar, justru aku menghindari itu supaya tidak dientot pula (maklum, aku top murni, dan untung sekali selama ini aku selalu dapat polisi yang bot). Nggak harus gay juga, biseks pun ga masalah. Bahkan pernah sekali aku dapat polisi yang straight, tapi ia langsung menghilang setelah itu. Berhubung kali ini aku super horny, aku nggak peduli dah polisi seperti apa yang bakal kudapat nanti. Yang penting dicoba dulu.

Malam itu, akhirnya niatku terlaksana. Aku pergi ke kantor polsek Z sekitar pukul dua belas malam, kurasa jam segitu di kota sekecil ini hanya ada sedikit yang bertugas. Benar saja, di luar hanya ada satu orang yang berjaga. "Malam Pak," sapaku loyo, mengondisikan diri seperti benar-benar habis diperkosa, padahal aku yang hendak memperkosa! "Malam Dik," sapa polisi jaga itu. Parno kulihat namanya. "Ada yang bisa saya bantu?" "Iya Pak," aku mencoba sedikit panik, "saya mau melaporkan sesuatu. Saya habis... habis..." "Ya Dik, habis diapakan?" "Saya malu Pak bilangnya..." "Nggak usah malu Dik, nggak usah takut juga, kami akan melindungi Adik kalau memang Adik habis jadi korban kejahatan. Laporkan saja Dik, nanti kami proses." "Tapi nama saya nanti dirahasiakan ya Pak?" "Tergantung kasus Adik, tapi kami akan berusaha sebisanya. Nah sekarang coba duduk di sini dulu, lalu ceritakan pelan-pelan Adik habis jadi korban kejahatan apa." Parno mengambilkan aku kursi, lalu aku duduk sambil curi-curi pandang. Bodi Parno OK juga, cukup ramping namun tidak kurus-kurus amat, kulihat ada sedikit otot lengan. Pahanya boleh lah, tonjolan kontolnya juga cukupan. Sekilas kurasa aku melihat ia agak ngaceng, tapi berhubung Parno langsung mengajakku bicara, aku tidak melihatnya lebih jauh. "Jadi Adik habis kena apa?" Sambil sedikit berbisik, aku bilang, "Saya... saya... habis... habis... diperkosa Pak..." "Oh." Sudah kuduga reaksi Parno agak pendek. "Mungkin saya panggilkan rekan saya saja ya, nanti coba bicara di dalam, ada ruangan tersendiri kok, jadi Adik bisa cerita lebih lengkap tanpa harus malu." "Boleh Pak, makasih," jawabku pelan. Ah ternyata bukan dia target entotanku. Ketika Parno bangkit berdiri dan masuk ke dalam, kulihat pantatnya. Nggak terlalu ranum juga sih. Keberuntunganku berarti, siapa tahu polisi temannya lebih seksi.

"Cin, ada kerjaan!" Otakku langsung bekerja. Nama panggilannya aneh sekali, Cin...? Waduh jangan-jangan Cindy... Nafsuku langsung hilang begitu saja. Kalau cewek mah mending aku lapor di tempat lain saja... tapi begitu polisi yang dimaksud keluar, nafsuku langsung memuncak lagi. Wow, ini polisi idamanku! Ternyata dia cowok, namanya Cinde (nama Sunda kali ya). Badannya seksi sekali, sepertinya dia masih fresh. Wajahnya cakep, lebih cakep dari Parno. Dadanya berisi, perutnya masih ramping, kakinya kekar, tonjolan kontolnya menggunung di balik celana dinas coklatnya (sesaat aku membayangkan rasanya dientot kontolnya. Nggak ada salahnya kali ya kalau sama polisi seperti Cinde ini, hehehe). Selagi Cinde berbicara dengan Parno, kuamati pantatnya. Wuih seksinya... aku bak kucing kelaparan yang akhirnya melihat tikus, mataku jelalatan ke sana kemari. "Ayo Dik sama rekan saya di dalam, coba cerita dulu apa adanya, nanti kami proses. Nggak usah sungkan, orangnya baik kok." "Iya Pak makasih." Aku pun dituntun Cinde menuju sebuah ruangan khusus, sepertinya cukup privat. Hanya ada satu meja kerja di situ yang merapat di tembok, beberapa kursi, dan sofa. Ada kipas angin di pojok ruangan, ada jendela yang tertutup rapat, kurasa supaya nyamuk tidak masuk. "Dik pintunya saya kunci apa tidak masalah? Supaya tidak diganggu orang lain." "Oh iya Pak dikunci apa ga pa pa." "Ah panggil saja saya Cinde, saya masih muda kok." Wih akrab sekali orang ini! "Nah, jadi," selagi menyalakan komputer, kurasa untuk mencatat laporanku, "bisa cerita Dik kronologi kejadiannya. Boleh tahu namanya siapa?" "Zakaria Mas, panggil Zak aja." (rasanya ga tepat ya orang Sunda dipanggil Mas, tapi toh kota ini ada di Jawa...) "Nah Zak, gimana? Kamu diperkosa siapa?" Ia memposisikan diri berhadap-hadapan denganku, tentu saja ia duduk di depan komputer.

"Saya sendiri juga nggak tahu Mas, awalnya cuma diajak ngobrol di kedai A, terus dia ngajak ngobrol di rumahnya. Berhubung saya nggak ada kerjaan, ya ikut deh. Ditawari minum apa, saya minta air putih saja. Ternyata air putihnya dikasih semacam obat kayanya Mas, setelah minum itu nggak terjadi apa-apa sih, tapi kira-kira setengah jam begitu saya jadi ngantuk berat. Akhirnya saya izin nginap di rumahnya. Malam-malam, tahu-tahu saya diperkosa..."
"Kamu masih ingat orangnya gimana?" Aku mencoba mendeskripsikan sengawurku, toh laporan itu ya fiktif. "Lain kali jangan mudah percaya sama orang yang baru dikenal Zak. Bahaya, walaupun di kota sekecil ini. Barang-barangmu nggak ada yang hilang?" "Nggak ada Mas, semuanya utuh." "Ya syukurlah kalau begitu. Lain kali jaga diri ya, kalau ada apa-apa kontak saya aja." Ia ngasih nomor HP. Asyiknya! "Nah, saya tahu ini sulit Zak, tapi kamu bisa cerita nggak kejadian lebih lengkapnya seperti apa? Ini cuma untuk arsip aja kok, nggak akan disebarkan ke mana-mana. Supaya kita bisa tahu kalau lain kali ada kejadian serupa, modus operandinya ternyata sama, jadi kita bisa menyimpulkan kalau pelakunya sama." Aku sejenak pura-pura agak bimbang sambil memutar otak tentang kronologi perkosaan itu, aku mencoba mengingat-ingat kejadian-kejadian sebelumnya. "Gini Mas.
Obat tidurnya mungkin ga terlalu kuat juga ya Mas, soalnya saya ingat sedikit-sedikit. Awalnya rada ngantuk-ngantuk gitu, saya ingat dada saya diraba-raba, terus ada yang nyium saya. Mungkin saya ya lagi horny gitu jadi saya ikuti ciumannya, cuma ada tangan yang raba-raba paha saya."
"Sori nyela, tapi berarti ada lebih dari satu orang?" tanya Cinde.
"Kayanya iya Mas, saya ga bisa lihat jelas, kamarnya pas gelap. Tapi saya ingat persis si X itu ada, saya ingat suaranya."
"Oke lanjutin Zak." Sejenak aku melihat ia mengetik secepat mungkin di komputernya, kupikir canggih juga nih polisi, sepertinya dia melek teknologi.
"Nah dicium dan diraba-raba kaya gitu kan pasti bikin terangsang Mas, jadi ya kontolku berdiri. Ternyata aku sudah ditelanjangi saat itu, soalnya aku ingat persis pake jins yang rada ketat, cuma kontolku kok bisa tegang dengan bebas." Aku sengaja mengubah gaya bicaraku supaya terasa lebih akrab dan menggoda. "Cuma ya memang aku bingung, ini yang mainin cowok apa cewek."
"Sori Zak sebelumnya, tapi aku boleh tanya sesuatu yang agak pribadi?" Wah dia pasti ngecek aku gay atau nggak nih. "Iya Mas?" "Kamu gay bukan?" "Eee... aku sendiri agak bingung Mas, suka cewek tapi kok kadang-kadang ya suka sama cowok." Padahal jelas-jelas aku gay, dan aku nafsu sekali lihat si polisi Cinde ini! "Kenapa Mas?" "Oh ga pa pa kok," jawab Cinde agak salah tingkah. Aku perhatikan dirinya sementara ia kembali mengetik, tapi sesaat ia membetulkan posisi kontolnya. Aha! "Terus?"
"Yaa kontolku diraba-raba Mas, terus ada yang isep. Isepannya mantap Mas, cuma aku nggak tahu itu si X atau temannya, mereka nggak bersuara. Ada yang ngisep, terus putingku juga diisep, wih enaknya Mas. Mas pernah digituin?"
"Nggak pernah Zak, ga ada waktu sih..."
"Nah aku ga tahan Mas, akhirnya muncrat deh. Setelah itu baru deh aku diperkosa. Kakiku diangkat, terus pantatku dimasukin jari sama pelumas. Ga beberapa lama, orangnya langsung tancapin kontolnya ke pantatku. Blesss..."
"Sakit ga Zak?"
"Ya sakit lah Mas, wong ga siap. Tapi denger-denger pantat itu lebih keset dari memek lho." Kupancing pembicaraannya ke arah situ untuk mengecek apakah si polisi Cinde juga gay atau bukan.
"Iya dengar-dengar sih gitu."
"Pernah nyoba ngentot pantat Mas?"
"Ah mana ada yang mau Zak..."
"Kan ga harus cewek Mas."
"Ngentot cowok maksudmu?"
"Iya."
"Kalau dientot dulu sih pernah di akademi. Tapi itu sudah lama banget..."
"Enak ga pas itu Mas?"
"Ya... kalau dipikir-pikir, enak juga sih lama-lama..." Pancinganku kena juga akhirnya... Aku melirik ke selangkangannya, sepertinya mulai bangun tuh si adek. "Terus gimana Zak lanjutannya?"
"Ya jadilah aku dientot dobel Mas, pantatku dientot, mulutku juga dientot. Sesekali ganti posisi, aku sempat nungging kaya anjing gitu..."
"Hmmm ya ya ya..."

Cinde tidak berkomentar lebih lanjut, ia membetulkan posisi kontolnya sekali lagi sambil mengetik. Aku iseng mendekat dan bertanya, "Kenapa Mas? Jadi ngaceng ya?" Kuletakkan tanganku di atas pahanya untuk melihat reaksinya. Ia hanya melihatku tanpa bersuara. "Kalau Mas pingin, aku bisa bantu kok." Kugerakkan tanganku naik ke pahanya sambil melihat reaksinya. Cinde bernafas agak berat, lalu ia berkata, "Nggak usah Zak." Sepertinya ada sedikit perlawanan. "Ga pa pa kok Mas, aku makasih sekali Mas mau denger ceritaku, sekarang aku pingin bantu Mas." Kusenggol kontolnya, benar saja, ia ngaceng berat. "Kasihan kontolnya Mas, biar lega." Kuremas-remas kontol polisi itu dengan lembut. Cinde mengerang pelan, lalu ia mengangkangkan kakinya lebih lebar supaya aku lebih leluasa. Aku mengatur dudukku lebih dekat, lalu kubisikkan sesuatu di telinganya agar lebih sensual. "Kontolnya gede banget Mas," sambil kuremas-remas kontolnya. Cinde mengerang di telingaku, membuatku semakin terangsang. Tanpa kuduga, namun kuharapkan, Cinde pun membalas mengelus-elus kontolku. "Kontolmu juga gede Zak..." Aku mencoba mencium polisi itu, dan ternyata ia pun membalasnya. Ah mimpi apa aku semalam, dapat polisi seseksi ini, gay pula! Setelah puas berciuman dan menggoda kontolnya sampai celana dinasnya basah dengan precum, aku mencoba peruntunganku. "Mas mau ga dientot kaya di akademi dulu?"
"Wah sudah lama Zak aku ga dientot, takut sakit..."
"Tahan dikit Mas, nanti pasti enak kok. Mau ya?" Cinde sepertinya masih bimbang, jadi kurayu lagi dia. "Nanti Mas kalau mau boleh deh ngentot aku. Masih perawan kok pantatku." Sebetulnya aku juga takut dientot, tapi demi polisiku Cinde, boleh deh... Sementara ia ragu, kubuka resleting celana dinasnya, lalu kukeluarkan kontolnya. Gila, keras betul! Kontolnya berurat dan cukup panjang, walaupun tidak sepanjang punyaku tentu saja, paling hanya 18 cm, tapi tebal juga, kira-kira 4 cm tebalnya. Dia sudah disunat, dan kepala kontolnya saat itu cukup merah dan berkilauan dengan precum yang masih terus menetes. "Mau ya Mas?" kugoda ia lagi sambil mengelus-elus kepala kontol polisi idamanku itu. Cinde hanya bisa mengerang keenakan. "Mas dulu deh yang ngentot saya, gimana?" Kuurut batang kontol polisi itu dengan perlahan untuk membuatnya semakin keras. Supaya jiwa top nya muncul, kuputuskan untuk menghisap kontolnya. Tanpa ba bi bu lagi kuserbu kontol itu bak kucing melahap tikus buruannya, dan Cinde pun hanya bisa pasrah dengan sergapanku itu. Kucoba menghapus segala keraguannya dengan terus menyerbu kontolnya, sehingga keinginannya untuk ngentot bertambah besar. Dan akhirnya usahaku pun lumayan berhasil. Polisi Cinde mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya mengikuti irama, mengentot mulutku. Ia mengerang dengan setiap entotannya, membuatku bernafsu sekali. Suaranya begitu jantan! Aku memang suka dengan polisi yang bermain dengan seragam lengkap seperti Cinde sekarang ini, sensasinya benar-benar luar biasa. Dan sekarang kurasa ia hampir keluar karena gerakannya mulai cepat. Kucabut kontolnya dari mulutku. "Sabar Mas, jangan keluar dulu," bisikku sambil meremas biji-biji kontolnya yang masih terlindung di celana dinasnya. Cinde hanya mengerang. "Keluarin di pantatku," bisikku menggoda.

Aku pun melepas celana jinsku dan melucuti celana dalamku. "Mas duduk di sini aja, biar aku yang masukin." Aku mengambil pelumas yang sudah kusiapkan dari tasku, lalu melumuri kontol polisi Cinde dengan pelumas sebanyak mungkin. "Ah dingin Zak..." "Iya Mas, ini biar kontolnya Mas bisa gampang masuk ke pantatku." Kokocok-kocok sebentar kontolnya untuk mempertahankan kekerasannya, lalu aku pun berdiri di hadapannya. Cinde tersenyum melihat kontolku yang mengacung di hadapannya. "Bentar Zak, aku pingin isep punyamu..." "Nanti aja Mas aku ga masalah, yang penting Mas keluar dulu," elakku. Keburu aku keluar juga nanti! "Mas masih kuat kan mainnya?" "Kuat kok." Maka perlahan-lahan aku menduduki kontolnya. Awalnya sulit juga masuk, mungkin karena aku sendiri belum pernah dientot, dan aku tidak pemanasan sama sekali. Akhirnya kulumasi pula jari-jariku dan kumasukkan ke lubang pantatku untuk beberapa saat. Cinde hanya melihatku agak terheran-heran. "Biar gampang masuknya Mas," ujarku. Setelah kurasa cukup, kukocok lagi kontol Cinde yang agak kendor kekerasannya, lalu kududuki lagi. Mulai bisa masuk sih, hanya saja sakitnya luar biasa. Yah mungkin karena aku belum pernah dimasukin sih. Cinde sendiri cuma bisa mengerang, "Aaahhh Zak sempit banget lubangmu, enak bener ternyata..." Untuk mengurangi rasa sakit, aku mencoba memandangi Cinde si polisiku sambil memeluknya. Setelah berjuang sekian lama, akhirnya pantatku beradu dengan pahanya, dan aku merasakan kontolnya menusuk prostatku. Cinde dengan nakalnya menggerak-gerakkan otot kontolnya di dalam, menggesek-gesek prostatku. Wih, kenikmatan apa ini, belum pernah kurasakan sebelumnya, jadi aku mengerang agak keras. "Aaaah, nakal betul kau Cin! Jadi polisi ga boleh nakal-nakal!" "Untuk yang satu ini boleh kan..." "Iya boleh Mas." "Sakit ga?" "Tadi waktu masuk sih sakit, cuma sekarang udah ga. Enak ga Mas?" "Enak bener Zak." "Kalau diginiin?" Aku mencoba mengejan seolah-olah hendak buang air besar, sehingga lubang pantatku mencengkeram kontol si polisi CInde dengan kuat. "Oooohhh enak Zaakkk... Pelan-pelan, patah ntar batangku..." Kami tertawa pelan, dan aku pun menciumnya. "Jadian yuk Mas, mau ga? Ntar Mas bisa ngentot aku kapan aja, aku rela kok." "Bukannya kamu top Zak?" "Ga pa pa Mas, aku suka kontolnya Mas di pantatku. Tapi Mas sendiri kuentot mau ga?" "Eee.. liat-liat nanti ya Zak, kontolmu kontol kuda gitu, gede bener..." "Ga usah takut Mas, kukasih servis paling enak deh. Hitung-hitung balas jasa Mas, Mas kan sudah susah payah jadi polisi melayani masyarakat, nah aku khusus melayani kontol Mas. Gimana?" "Hahaha, bisa aja kamu Zak." "Yuk lanjut Mas."

Karena polisi Cinde belum pernah ngentot sebelumnya, aku yang berinisiatif menggenjot kontolnya dalam pantatku. Aku bergerak naik turun dalam pangkuannya, sambil kupeluk polisiku itu, yang terus mengerang keenakan di telingaku. Kontolku sendiri bergesekan dengan perutnya yang masih berseragam, sejenak aku khawatir apa kata temannya nanti kalau melihat seragamnya basah dengan precum, tapi aku tak peduli sekarang. Aku dan Cinde sudah dibutakan nafsu. Sesekali kusodokkan kontolnya masuk ke pantatku untuk menyentuh prostatku, dan luar biasa kenikmatan yang kudapatkan. Setelah aku agak kelelahan, akhirnya naluri Cinde muncul sendiri untuk mengentot pantatku, jadi aku hanya berpegangan pada tubuh seksinya sambil menikmati entotan Cinde. Lumayan juga entotannya, tapi rupanya ia sudah tidak tahan. "Zak aku mau keluar...," desahnya. "Keluarin aja Mas, tembakin aku pakai pistol kejantananmu itu..." Ia mendesah pendek-pendek, keringat membasahi seragamnya yang membuatnya semakin terlihat seksi dan menggairahkan. "Aaaaahhhhh..." Ia menyodok sangat keras dan dalam ke dalam pantatku, lalu aku merasakan sesuatu muncrat di dinding ususku, menyodok prostatku pula. Gila, aku rasanya juga mau keluar! "Oh Mas aku juga mau keluar Mas," ujarku cepat, mencoba menahan dorongan itu. "Mas nanti bajunya kena spermaku gimana?" Si polisi Cinde masih menikmati orgasmenya, dan entah bagaimana caranya ia malah mengocok kontolku! "Oooooohhh Maaaaassss..." Sungguh aku tak tahan! Croooottt... Spermaku muncrat tinggi sekali dan mendarat di wajah Cinde. Muncratan berikutnya kurasa betulan mendarat di seragamnya, aku jadi merasa bersalah dibuatnya. Setelah kami berdua selesai orgasme, aku pun mencabut kontol si polisi Cinde dari pantatku. Kami berciuman lama sekali. Karena seragam Cinde belepotan, aku pun berinisiatif menjilati spermaku sampai bersih, jadi paling tidak hanya keringat saja yang tertinggal di situ, selain aku sendiri ingin mencium bau keringatnya.

"Makasih ya Zak, lega banget rasanya. Udah lama ga kukeluarin," kata Cinde ketika aku kembali duduk ke kursiku, masih belum mengenakan kembali celanaku. "Sebenarnya sudah lama aku mencari orang sepertimu, tapi aku takut ketahuan. Karirku bisa tamat kalau sampai ketahuan." "Iya Mas sayang kan susah-susah lulus dari akademi terus dipecat cuma gara-gara ngisep kontol." "Aku mau deh jadian sama kamu Zak, servis tiap hari ya." "Beres, siap komandan!" Kami berdua pun berdiri dan berpelukan sambil berciuman, dan kurasa Cinde terangsang lagi. "Berdiri lagi nih Mas?" godaku sambil meremas kontolnya yang sudah kembali bersarang di celana dinasnya. "Gede juga nafsu polisi, hahaha..." Cinde hanya tersipu malu. "Eh Zak kau belum ngentot aku pula." "Ga pa pa kah Mas lanjut di sini? Nanti yang lain curiga lagi, bikin laporannya kok lama bener." "Gini aja, jam dinasku bentar lagi selesai, kamu mau tunggu di rumahmu? Bisa kan di rumahmu?" Aku mengangguk. "Nanti kutelepon kalau sudah selesai." "Sip Mas. Ini kukeluarin dulu lagi aja biar temen-temen Mas ga curiga, hehehe..." Setelah kubersihkan dengan celana dalamku, kuhisap habis-habisan kontol si polisi Cinde sampai ia sendiri kewalahan berdiri tegap dan muncrat untuk kedua kalinya. Gila juga ni polisi, walaupun muncrat kedua kalinya, spermanya masih banyak saja! Setelah puas, kami merapikan diri, Cinde menyelesaikan laporannya, dan aku pun keluar dari polsek dengan perasaan sangat puas. Bahkan permainan kami masih akan berlanjut sebentar lagi, dan aku akhirnya akan bisa merasakan pantat polisi Cinde!


"Gila kau Cin, habis diapakan saja sama bocah itu sampai basah kuyup begitu?!" komentar Parno. "Diperkosa?"
"Ya ga lah No, pikiranmu parno abis deh," elak Cinde sambil tertawa lepas. "Cuma diservis aja kok. Gila enak betul servisnya No!"
"Aku mau dong," ujar Parno sambil mengelus-elus kontolnya yang tegang. "Ah kau sih mau semuanya!" ujar Cinde sambil meremas kontol Parno agak kuat. "Eh sialan kau Cin!" Sejenak mereka bergumul ringan berusaha meremas kontol lawan sambil tertawa-tawa. "Eh beneran aku pingin nih... Ikut dong kalau main!" "Enak aja! Aku mau jadian sama dia tahu! Cari sendiri sono!" "Wih jadian kau Cin? Cepet amat? Main bertiga dong, ya ya ya?" "Aku tanyakan sama dia dulu, mau ga orangnya. Dah aku keluar dulu, mau lanjut yang tadi!" Cinde pun melesat pergi setelah meremas kontol si polisi Parno yang dongkol setengah mati dibuatnya. Ia memacu motornya ke alamat yang diberikan Zakaria padanya, kontolnya berdiri lagi dalam dinginnya malam. Sebentar lagi ia akan merasakan kenikmatan yang sudah ia tidak rasakan bertahun-tahun lalu...


Tak terlalu sulit bagiku untuk menemukan alamat yang diberikan Zakaria. Rumah itu tidak terlalu besar, bahkan cukup sederhana. Semula aku hendak mengetuk pagar, namun karena saat itu hari sudah benar-benar larut malam, aku tak ingin membuat kegaduhan di tetangga. Apalagi seragamku saat itu cukup belepotan, bercak-bercak sperma Zakaria masih tersisa di sana-sini, walaupun sekarang aku mengenakan jaket. Akhirnya kuputuskan untuk mengirim SMS ke Zakaria. "Udah di depan," tulisku singkat. Kukirim SMS itu lalu kutunggu sebentar. Tak terlalu lama Zakaria pun keluar. "Ah udah kelar Mas?" sambutnya sambil membukakan pagar. Aku pun menuntun motorku masuk. "Udah Zak." "Lha nanti pagi nggak apel?" "Ya masa aku apel dengan seragam begini Zak? Bilang apa nanti aku sama komandanku... masa bilang habis kamu semprot..." Kami berdua tertawa kecil. "Gampang lah Zak, bilang aja aku kecapekan jadi ga bisa ikut apel, komandanku biasanya ngerti kok." "Bener nih ya Mas? Ntar kamu kena tindakan disipliner lagi..." "Ngga pa pa yang..." Kuyakinkan dirinya dengan mengecup keningnya. "Eh jangan di sini Mas, ntar ada yang lihat lagi, hehehe... Yuk masuk!" Walaupun mengatakan demikian, ia sempat meremas kontolku dengan cepat. "Udah tegang lagi nih Mas? Gila hebat bener!" Entah itu sindiran atau pujian.

Setelah masuk ke dalam dan mengunci pintu, aku pun langsung menubruk Zakaria dan menciumnya. Ia pun membalas ciumanku dengan mesra; sambil berciuman ia menggerayangi tubuhku yang masih terbalut seragam. "Kamu suka denganku?" tanyaku. "Suka Mas, Mas ganteng, badannya bagus, baik pula..." Saat itu tangannya sudah sampai di tonjolan kejantananku. "Apalagi barang yang satu ini Mas... gede, panjang, tahan lama..." Aku memeluk dan mendesah di telinganya. "Kamu suka barangku?" "Suka Mas..." Ia memainkan jari-jarinya di bola-bolaku, memberikan sensasi geli namun nikmat luar biasa. "Aaahhh... kamu nakal ya, suka main bola rupanya?" "Suka Mas, apalagi punya polisi." Ia meremasnya kuat-kuat, membuatku mengerang. "Ngilu Zak..." "Tapi enak Mas lama-lama." Ia mengelus-elus punggungku, menenangkan dan meredakan rasa ngilu di bola-bola kontolku. Aku hanya bisa mendesah lagi ketika ia mengelus-elus kembali bola-bolaku, dan akhirnya naik ke batang kontolku. "Mas yakin yah mau jadi pacarku? Aku nggak maksa lho Mas..." "Kamu sendiri gimana, mau ga jadian? Tapi mungkin aku harus tetap jaim Zak, cuma itu yang aku minta darimu." "Iya Mas, aku tahu kok, aku akan jaga rahasia Mas baik-baik. Dan aku akan melayani Mas sesering yang Mas mau." "Yakin nih kamu kuat?" "Eh nantang, siapa takut!" Ia pun membuka resleting celana coklatku dan merogoh ke dalam untuk mengeluarkan batang kontolku. "Mas kamu nafsunya beneran gede banget yah, udah basah gini kontolnya..." Ia mengelus-elus kepala kontolku yang sudah mengeluarkan precum, membuatku kegelian tak karuan, lalu ia mengocoknya pelan. "Ah..." Ia menyandarkanku ke dinding ruang tamu itu, sambil terus menggarap kepala kontolku, membuatku tak berkutik. "Pernah dikocokin Mas?" "Pernah, sama Parno yang kamu temui tadi di kantor." "Enak mana sama kocokanku?" "Enak kocokanmu Zak..." Ia kemudian menciumku kembali, tangan kanannya tetap mengocok-ngocok kepala kontolku. Aku pun tak mau ketinggalan mengerjai kontolnya; saat itu hanya mengenakan sarung yang langsung melorot begitu aku menjamah kontolnya. "Telanjang toh kau Zak..." "Iya Mas, panas di sini. Tambah panas lagi sama Mas, hehehe..." Aku dan Zakaria berciuman kembali cukup lama sambil mengocok kontol lawan, semakin lama semakin cepat. Tiba-tiba dia menghentikan ciumannya. "Kenapa Zak?" "Ga pa pa Mas, aku cuma pingin Mas peluk..." Aku pun melingkarkan tanganku di bahunya, memeluknya dengan kehangatan yang menenangkan. "Aku pingin menikmati suasana ini Mas." "Nikmati aja Zak, malam ini milik kita berdua." "Iya Mas. Aku layani Mas dulu ya, aku nanti saja." Aku tidak bisa menolaknya, dan akhirnya selama sepuluh menit ke depan ia hanya mengelus-elus kontolku yang ngaceng berat dan basah oleh precumku sendiri itu. Sepertinya ia menggodaku dengan bermain pelan. Aku sendiri hanya bisa menggelinjang merasakan kenikmatan yang ia berikan, terutama ketika ia mengelus-elus perbatasan kepala dan batang kontolku yang sangat sensitif. Aku berusaha keras untuk tidak keluar cepat-cepat, aku juga ingin menikmati malam ini selama mungkin... Keringatku mulai bercucuran, kembali membasahi seragamku. Aku pun memejamkan mata menikmati rangsangan dari Zakaria. "Mau keluar Mas?" tanyanya. "Dikit lagi Zak, boleh dikeluarin ga?" Ia tidak menjawab, malah memainkan lubang kencingku dengan jarinya. "Zak..." desahku. Sedikit ngilu tapi nikmat. "Boleh ga nih?" Ia malah mengelus-elus bola-bolaku yang mulai merapat ke tubuhku. "Aaaaahhh... Zaaakkk..." Kutahan sedikit lagi nafsuku, namun elusan Zakaria benar-benar membuatku melayang. Bahkan sekarang kedua tangannya mengerjai kontolku tanpa henti; satu mengelus-elus bola-bolaku, satu mengocok batangku dengan lembut. Aku mendesah tak karuan, menggelinjang tanpa henti, mencoba menahan desakan spermaku yang sudah mau muncrat. "Zaakkk... mau keluaarrr... mmmhhh..." Eranganku terhenti karena ia menciumku, tangannya tetap mengocok-ngocok batang kontolku. Aku pun berjingkat menahan sensasi itu, namun akhirnya...

"Mmmmmhhhh..." Pinggulku seakan tak bisa dikontrol, terhentak ke depan ketika aku pun akhirnya orgasme, namun Zakaria mencegah kontolku menyemprotkan sperma. Ia menekan batang kontolku dengan kuat, mengurutnya hingga ke kepala kontolku sambil tetap menekannya dengan kuat. Aku bisa merasakan kontolku berdenyut-denyut protes karena tekanan spermaku yang kuat. Bola-bolaku disentilnya, membuatku rasa ngilu itu kembali lagi, tapi rasa itu menambah kenikmatan orgasmeku. Aku hanya ingin muncrat sekarang supaya puas, tapi Zakaria sepertinya mencegah kontolku muncrat. Aku merasa batang kontolku penuh dengan spermaku sendiri. Zakaria hanya menatapku sambil tersenyum; aku sendiri terengah-engah dan berjingkat menahan desakan kontolku untuk muncrat. Cukup lama kepala kontolku digenggam dengan kuat sampai akhirnya kontolku melemas, walaupun desakan spermaku masih ada. "Zak... kamu apain kontolku... keluarin please..." "Sabar Mas, aku pingin liat spermanya Mas meleleh keluar dari kontol Mas..." "Ah nakalnya kamu Zak, aku ini polisi lho! Nakal-nakal kutangkap kamu, kupenjara lho..." "Mas kan udah menangkap dan memenjara hatiku. Aku rela dipenjara seumur hidup kalau yang nangkap Mas.... Tapi sekarang Mas yang tertangkap basah. Polisi ga boleh muncrat cepat-cepat Mas!" "Lha itu tadi sudah lama kan..." "Ga boleh muncrat kalau belum aku bolehin!" "Siap Komandan!" ujarku sambil memberi hormat. "Kalau muncrat sebelum waktunya dihukum seperti ini, kontolnya kuborgol!" "Siap Komandan!" "Tapi karena ini pengalaman pertama, ya sudah deh..." Tanpa melepaskan pegangannya pada kontolku, Zakaria pun berjongkok di depanku, lalu sedikit mengurut-urut kontolku dari atas ke bawah, membuatku merasakan spermaku bergejolak antara kembali ke pabriknya atau tetap keluar. "Siap ya Mas?" Aku lagi-lagi memberinya sikap hormat, dan ia balas dengan menjilati kepala kontolku. Tidak siap, ditambah kontolku yang menjadi sensitif setelah orgasme, aku pun berjingkat kegelian. "Geli Zak..." "Tahan Mas, ini bentar lagi pasti berdiri lagi kontolnya. Mengabaikan rasa geliku, ia pun menjilati bola-bolaku. Aku pun mendesah kenikmatan, dan kontolku mulai berdiri kembali; spermaku yang sedari tadi tertahan mulai kembali mendesak untuk keluar. "Zak..." Ia menjilati batas kepala kontolku, dan akhirnya ia melepaskan genggamannya. Anehnya, spermaku tidak berlomba-lomba untuk keluar, bahkan sebenarnya hanya sedikit yang keluar. Spermaku masih terlihat kental walaupun aku sudah dua kali keluar tadi, meleleh keluar dari lubang kencingku. Zakaria terlihat menadahkan lidahnya di dekat lubang kencingku untuk menadah spermaku yang menetes perlahan. "Dikit amat Mas, keluarin lagi dong...," rengeknya. "Boleh nih Ndan?" godaku. Ia menjawab dengan mengurut kontolku dari pangkal ke ujung, membuat sperma yang tersisa ikut keluar dan sekaligus membuat libidoku menggelegak kembali. "Aaahhh Zak..." Kontolku dengan cepat mengeras kembali tanpa bisa kucegah. Setelah tidak ada lagi yang menetes, Zakaria pun bangkit berdiri dan menciumku, memindahkan sperma yang ada di lidahnya ke lidahku. Jarang-jarang ada orang yang melakukan itu denganku. Kami berdua merasakan gurihnya spermaku, tapi sialnya ia mengocok-ngocok lagi kontolku. Aku mengerang dalam ciumannya hendak protes, tapi kocokannya justru dipercepat. "Mmmmhhh..." Kembali desakan itu muncul, bahkan lebih hebat dari sebelumnya. Aku mendorong tubuhnya untuk melepaskan ciumannya. "Zak..." "Keluarin lagi Mas..." Tanpa membuang waktu ia pun kembali berjongkok di depanku, kali ini langsung melahap kontolku dengan ganasnya. "Aaaaahhh..." Hisapan mautnya membuatku sulit bertahan, tapi aku harus melawannya. Aku ingin dia mendapatkan spermaku dengan susah payah, atau harga diriku sebagai polisi perkasa akan turun. Aku menengadah dan berjingkat sambil menahan desakan untuk muncrat, selagi Zakaria terus melancarkan serangan mautnya. Kontolku dihisapnya dengan begitu ganas, bahkan bola-bolaku pun dipeluntirnya. Rasa ngilu itu malah sekarang kunikmati; peluhku bercucuran kembali. Siapapun yang melihatku sekarang ini pasti menduga aku sedang bekerja keras, dan memang betul, aku sedang bekerja keras menahan diri untuk tidak muncrat selama mungkin.

Tapi sepertinya aku harus takluk oleh Zakaria... Pertahananku mulai runtuh, otot-otot tubuhku mulai tidak bisa dikendalikan... Aku seakan mengejang tak karuan, dan akhirnya aku melolong panjang. "Ooooooooohhhhhh....." Kali ini Zakaria tidak lagi menekan batang kontolku, tapi ia tidak membiarkan aku menusukkan kontolku dalam-dalam, malah ia berusaha agar hanya kepala kontolku saja yang ada di mulutnya. Bibirnya mengatup kontolku dengan erat, dan ia mengisap-isapnya selagi akhirnya aku memuncratkan spermaku kembali. Bola-bolaku digenggamnya dan ditarik-tarik seperti memerah spermaku. Entah berapa kali aku muncrat, aku benar-benar melayang dibuatnya. Bahkan sepertinya aku mulai oleng, pandanganku mulai kabur, dan aku bisa merasakan tubuhku merosot sebelum akhirnya Zakaria menopang tubuhku. "Capek ya Mas?" Aku hanya bisa mengangguk lemah, tak kuduga permainannya kali ini sangat menguras tenagaku. "Mas istirahat saja dulu, kuantar ke kamarku." Ia membopongku ke dalam kamar, dan melihat kasur pun aku langsung merebahkan diri. Pandanganku mulai gelap...




Sepertinya aku keterlaluan menguras sari pati kejantanan si polisi Cinde. Ia hampir ambruk begitu orgasme terakhirnya. Mungkin kelelahan setelah seharian bekerja, atau kelelahan setelah aku tahan kontolnya untuk tidak muncrat, sepertinya ia menguras tenaga terlalu banyak. Kubopong dirinya ke kasurku, dan begitu menyentuh kasur ia langsung memejamkan mata. Masih bernafas tentu saja, tapi sepertinya ia pingsan. Aku jadi tidak tega untuk mengerjainya lebih lanjut, sebenarnya aku ingin sekali memerkosanya di saat pingsan seperti itu. Apakah aku harus menunggunya sadar kembali baru memerkosanya, atau aku biarkan saja ia pingsan selagi diperkosa? Kami baru jadian pula...



Kuperhatikan polisi Cinde yang tergeletak begitu saja di atas ranjangku. Seragamnya basah oleh keringat. Kudekati dirinya dan kuhirup dalam-dalam bau keringatnya. Sungguh aroma yang membuatku melayang. Birahiku mulai naik kembali dibuatnya, tapi kucoba kutahan. Aku ingin melihat polisiku secara intim terlebih dahulu sebelum aku memperkosanya. Wajahnya yang tampan, matanya yang terpejam menunjukkan kelelahan. Kuelus-elus wajahnya; padahal baru pertama kali kenal tapi aku merasa sayang betul dengannya. Dadanya yang bidang... Perutnya... Dan kontolnya yang tergolek lemah, belum sempat kusarungkan kembali ke celana dinasnya yang ketat itu... Kuelus perlahan-lahan kontolnya. Tidak bangun, tentu saja karena pemiliknya sedang pingsan. Kuamati lebih dekat kontol polisi Cinde yang sekarang bisa kunikmati kapan saja aku mau. Kontolnya benar-benar indah, sudah disunat ketat, sedikit ada cairan di ujungnya, mungkin bekas spermanya tadi. Kujilat cairan itu. Mmmm lezatnya... Aku ingin menikmati kembali sari pati kejantanannya. Kemudian kulihat bola-bola kontolnya, begitu besar dan menggiurkan. Kuremas-remas bola-bola itu dengan gemas. Si polisi Cinde tidak bereaksi, rupanya kesadarannya belum kembali. Kucoba merangsang kembali kontolnya, namun sekuat apapun rangsanganku, kontol itu tidak bisa menegang penuh, hanya sempat membesar sedikit namun tak sekeras tadi. Mungkin aku harus menunggu si pemiliknya sadar lebih dulu.

Aku ingin sekali menelanjanginya, namun aku punya pikiran lain. Aku ingin memperkosa si polisi Cinde saat ia masih berseragam lengkap seperti ini. Nanti saja ketika ia bangun aku bisa menikmati bagian atas tubuhnya, tapi untuk sekarang, kontolku sudah berdenyut-denyut ingin mencicipi lubang pantat si polisi Cinde. Maka kubuka kait celana dinasnya dan melonggarkan ikat pinggang putihnya yang besar itu. Celana dalamnya sudah sedikit melorot, berwarna abu-abu tua. Kupelorotkan celananya sampai sebatas lutut; baru saat itu aku sadar polisiku Cinde masih memakai sepatu butsnya. Ah biar saja deh, supaya semakin seksi...

Dan akhirnya aku melihat daerah selangkangannya.

Daerah itu ternyata putih juga, selaras dengan kulit tubuhnya yang berwarna sawo matang itu, walaupun aku baru melihat wajah dan tangannya yang tidak terselubung lengan panjang seragam dinasnya itu. Mulus pula, tak ada bulu jembut di situ. Aku jadi penasaran dengan dada dan perutnya, namun kutahan sejenak. Kuambil bantal dan kuganjalkan pada pantat si polisi Cinde. Hmmm... lubang pantatnya berwarna merah ranum kelihatan rapat sekali... Kuambil pelumas lalu kuoleskan di salah satu jariku. Dengan perlahan kumasukkan jari itu ke lubang pantatnya. Si polisi Cinde sempat mengerang sedikit, namun matanya tetap terpejam. Mungkin ia bisa merasakan jariku mulai menembus pertahanan lubang pantatnya; sesuatu yang kebanyakan polisi pertahankan agar tidak jebol. Namun kali ini si polisi Cinde harus pasrah lubang pantatnya jebol, hahaha... Sejenak kucoba kurangsang prostatnya, dan kali ini aku mendapatkan reaksi yang kuharapkan. Kontolnya mulai bangkit kembali, walaupun masih belum sekeras tadi. Aku jadi bertanya-tanya, apa si polisi Cinde ini benar-benar pingsan atau tidak. Kumasukkan jari kedua, sedikit erangan dari mulut si polisi Cinde, dan aku tidak sabar lagi. Siap atau tidak, terimalah kontolku! Kunaikkan kedua kakinya ke bahuku, lalu aku mengocok kontolku hingga keras kembali, dan...

Blessss...

Ummmhhh, sempitnya lubang pantat si polisi Cinde! Aku kesulitan menembus pertahanan lubang pantatnya, walaupun tadi dua jariku sudah masuk. Si polisi Cinde tidak bereaksi, tubuhnya pasrah kuperkosa. Karena ia tidak bisa melebarkan lubang pantatnya, aku harus ekstra keras memasukkan kontolku, walaupun kadang-kadang terasa sakit. Gesekan lubang pantatnya di kontolku benar-benar luar biasa sensasinya! Setelah beberapa menit, akhirnya kontolku semuanya masuk ke dalam pantat si polisi Cinde. Aku mencoba menggoyang-goyangkan pinggulku untuk mencoba merangsang prostatnya, tapi kontolnya hanya berayun lemah tak berdaya. Rangsangan jariku tadi tak bisa menjaga ereksi kontolnya. Ya sudah lah, nunggu nanti dia sadar. Sekarang kuperkosa dulu...

Mmmmhhh... sensasinya berbeda sekali dengan mengentot orang yang masih sadar... walaupun sebenarnya raut wajah yang dientot bisa membuatku semakin ganas, kali ini aku sudah cukup terangsang melihat wajah polisiku Cinde yang masih tergeletak tak sadarkan diri. Bagaimana badannya terguncang ke sana kemari ketika aku memompakan kontolku yang perkasa ini di dalam pantatnya, pahaku beradu dengan kulit pantatnya yang kenyal dan semok itu, kontolnya sendiri lemas dan tergoncang ke sana kemari... Aku jadi agak merasa bersalah karena kenikmatan ini hanya kurasakan sendiri, tapi kapan lagi aku bisa memperkosa polisi yang sedang pingsan? Walaupun nanti setelah ia sadar tentu aku bisa memperkosanya kembali, dan aku bisa memperkosa polisi ini kapan saja aku mau. Peluhku mulai bercucuran membasahi dadaku.

Dan akhirnya kenikmatan itu datang juga. Nafasku mulai memburu, pinggulku menegang, dan...

Crooooottt... Sebuah muncratan panjang mengawali orgasmeku di dalam tubuh si polisi Cinde. Aku terus memompakan kontolku selagi spermaku mulai memenuhi rongga pantatnya, dan setelah sembilan semprotan rasa lega itu pun menerpa. Terengah-engah aku dibuatnya. Kutunggu sampai kontolku melemas, baru kucabut kontolku dari lubang pantatnya. Kulihat cairan putih mulai meleleh dari lubang pantatnya, maka kujilat dan kuhirup sendiri spermaku. Hangat, legit, gurih. Setelah tak ada lagi yang bisa kuhirup, kuletakkan kembali kedua kakinya di atas ranjang.

Sekarang, bisakah aku membuat polisiku Cinde muncrat dalam keadaan pingsan begitu?

Tak ada salahnya dicoba. Aku membenamkan wajahku di selangkangan polisi itu. Aroma kejantanannya begitu kuat, kuhirup pelan-pelan. Normalnya saat ini aku bakal mendengar erangan rekan mainku, tapi berhubung si Cinde masih pingsan... atau dia mulai sadar ya? Aku mendengar erangannya, walaupun pelan. Aku memejamkan mataku, lalu menghirup aroma selangkangan si polisi Cinde sambil mengurut-urut kontolnya. Lama sekali sampai kontolnya cukup keras untuk bisa kukocok, itupun precum-nya tidak keluar. Baru saja mau kuhisap...

Dering telepon genggam membuyarkan suasana erotis yang sudah kubangun sejak lama. Sedikit menggerutu, kucari asal muasal telepon itu. Tidak mungkin ada yang meneleponku jam segini, jadi kayanya ini punya si Cinde. Betul saja, telepon genggamnya rupanya selip jatuh di ranjang ketika aku membuka celananya tadi. Kulihat sekilas si Cinde, ia masih belum sadar betul. Siapa sih yang telepon jam segini?

Parno. Sejenak aku bimbang apakah mengangkat telepon itu. Apa yang harus kukatakan nanti kalau dia tanya Cinde di mana? Dering sempat terhenti, dan ketika kutoleh selangkangan si Cinde, aku sebal betul karena kontolnya kembali lemah lunglai. Parno harus membayar semua ini! Tak lama telepon itu berdering lagi, dan kali ini kuangkat.

"Halo?"
"Cinde? Di mana kamu? Aku sudah selesai dinas."
"Sori, tapi Cinde lagi tidur. Telepon lagi nanti ya."
"Ini siapa? Pacarnya ya?" Lho dari mana dia tahu? Apa si Cinde sudah cerita?
"Kalau iya, kenapa?"
"Mau main bertiga denganku?" Wah nantang nih Parno...
"Boleh, tapi aku nggak mau kamu tusuk dan kamu harus mau kutusuk. Ganggu aja telepon jam segini..." Aku sengaja berlagak agak marah.
"Oke ga masalah. Aku harus ke mana?" Kuberitahukannya alamat rumahku. "Sebentar lagi aku ke sana." Telepon pun ditutup. Sebenarnya aku tidak terlalu terangsang dengan si Parno, tapi siapa tahu aku salah. Dan baru terlintas di pikiranku, bagaimana nanti ketika si Cinde sadar dan melihatku sedang memperkosa Parno rekannya? Tapi kapan lagi aku bisa threesome dengan polisi?

Aku pun kembali ke mainanku, kontol si polisi Cinde. Kuamat-amati kontolnya kembali, sebelum kumasukkan kontolnya ke dalam mulutku dan kukenyot-kenyot. Walaupun belum ngaceng, kekenyalan kontolnya cukup pas untuk dikenyot. Dan kurasa Cinde mulai agak sadar karena sedikit-sedikit ia mengerang, walaupun kontolnya belum terlalu keras. "Cinde? Cinde sayang...," panggilku. Tak ada respon. Kulanjutkan kembali mengenyot kontolnya, sambil kali ini kususupkan tanganku ke dalam seragam atasnya. Ah dia menggunakan kaos dalam coklat itu rupanya... kususupkan tanganku ke dalamnya, dan hadiahku berupa perut datar si polisi Cinde. Tidak six pack sih, tapi kurasa ia cukup rajin latihan karena di beberapa tempat otot perutnya mulai terbentuk. Kuelus-elus perut itu, berharap Cinde bisa mulai tersadar dan menikmati kembali rangsanganku. Aku mengubah posisiku sehingga aku bisa mengelus-elus dadanya sambil tetap mengisap kontolnya. Dadanya sendiri cukup mulus, aku hanya merasakan bulu-bulu halus di sana. Dan akhirnya kutemukan yang kucari: puting susunya. Kumainkan salah satu puting susunya. Beberapa rekan mainku bisa terbangun ketika kumainkan sambil tertidur, dan mungkin si polisi Cinde bisa sadar gara-gara rangsangan di puting susunya...

...setelah beberapa lama akhirnya aku mendapatkan reaksi yang kuharapkan. Cinde mulai sedikit sadar, ia menggeliat sedikit walaupun matanya masih tertutup, dan mengerang pelan. Kontolnya sendiri belum terlalu keras. "Cinde? Cinde sayang...," panggilku. Ia hanya menggumam pelan. "Sayang, kamu udah sadar?" Aku memutuskan menyudahi kenyotanku dan berbaring di sampingnya menatapnya, sambil tanganku tetap mengelus-elus kontol kesayanganku itu. "Sayaaannnggg..." Kukecup dahinya sekali-dua kali. Perlahan-lahan Cinde pun membuka matanya. "Mmmmhhh...," erangnya pelan. "Di... mana... aku...?" "Tenang Sayang, kamu ada di kamarku. Sori ya aku tadi keterlaluan mainin kontolmu, sampai kamu pingsan gini." Tak lupa kuelus-elus kontolnya, membuatnya mengerang pelan. Ia hendak bangkit, namun rupanya rasa perih menerpanya, membuatnya mendesis. "Sssshhh... kamu... kamu..." "Sori ya Sayang, tadi kamu kumasukin. Aku nggak tahan soalnya..." Cinde hanya mendesis pelan, tapi ia tidak mengatakan apa-apa lagi, membuatku bersalah. "Kamu nggak marah kan?" Kucoba merayunya dengan menciumnya, namun ia tidak merespon ciumanku.

Dan sekali lagi telepon genggam Cinde berdering. "Cinde?" aku bisa mendengar suara si Parno. "Aku sudah di depan rumah pacarmu. Bukain pintu dong..." "Eh? Ngapain kau ke sini?" "Katanya mau main bertiga?" "Siapa bilang?" "Pacarmu tadi. Cepet bukain pintu dong..." Aku tak berani menatap Cinde saat itu. "Kamu ajak dia ke sini?" tanyanya. "Tadi dia telepon waktu kamu pingsan, dia sendiri yang minta..." "Bentar lagi aku keluar No, tunggu aja." "Cepetan ya!" Tanpa kuduga Cinde meraih kontolku dan meremasnya agak keras, membuatku mengerang. "Kau sudah memerkosaku waktu aku pingsan, dan sekarang kau ajak Parno untuk memerkosaku juga? Gitu ya, baru jadian sudah memanfaatkanku!" "Habis aku harus jawab apa? Dia sendiri yang nantang! Aargh..." Cinde memperkeras remasannya. "Ngilu Sayang..." "Tapi enak kan?" Tak kuduga jawaban itu sebenarnya. Cinde pun melepaskan remasannya dan berkata, "Sudah sana, bukain Parno! Biar kuperkosa dia, setelah aku memerkosamu!" "Kamu nggak marah kan?" "Sudah kepalang tanggung, toh kau juga pasti mau memerkosaku. Enak kan merkosa polisi pingsan?" Aku hanya nyengir, lalu mengenakan sarungku dan bergegas membuka pintu, sementara Cinde hanya tiduran di atas ranjangku. Parno memakai jaket hitam, motornya lebih besar dari motor Cinde, dan setelah pintu kututup ia hanya duduk di sofa. "Cinde mana?" tanyanya. Rupanya ia sungkan juga denganku. "Dia ada di dalam, bentar kupanggilkan." Namun, tanpa harus disuruh Cinde rupanya sudah berjalan sendiri ke ruang tamu. "Kenapa kau Nde?" tanya Parno keheranan. "Jalanmu kok agak pincang gitu?" "Iya nih sialan, aku diperkosa pas pingsan sama dia!" jawabnya enteng. "Dan kau ganggu saja!" "Eh aku kan juga pingin main Nde, udah lama nih..." Ia mengelus-elus tonjolan kontolnya yang sudah mulai membesar itu. "Ya sudah, pilih mau diperkosa siapa!"

Dan malam itu benar-benar menjadi malam tak terlupakan. Aku threesome dengan dua orang polisi, dan kali ini aku yang memegang kendali. Mereka mengambil peran sebagai dua orang polisi yang bertugas menangkap penjahat, namun mereka berdua justru tertangkap. Pertama-tama koborgol tangan kedua polisi itu, dan mereka kusuruh berdiri dengan kaki terbuka di hadapanku yang duduk di sofa. Aku berpura-pura menyiksa mereka dengan meninju selangkangan mereka, dan mereka pura-pura mengerang kesakitan ketika tinjuku, yang tentu saja hanya main-main, mendarat di tonjolan selangkangan mereka. Setelah puas, aku hanya meraba-raba bola-bola kedua polisi itu hingga kontol mereka ngaceng, dan mereka memohon-mohon untuk dimainkan kontolnya. Maka kubuka resleting celana coklat mereka dan kukeluarkan batang kontol mereka. Aku punya rencana untuk memerkosa sekaligus diperkosa, maka kontol si polisi Cinde kuhisap-hisap sementara kontol si polisi Parno hanya kukocok-kocok. Aku tidak mau jiwa top Parno muncul. Beberapa saat kemudian kami pindah ke kamar, dan aku menyuruh Parno menghisap kontolku selagi aku tetap menghisap kontol si polisi Cinde. Erangan demi erangan memenuhi kamar tidurku. Setelah kurasa siap, aku pun memelorot celana si polisi Parno, sementara aku sendiri sudah telanjang bulat. Kubuka borgol si polisi Cinde, sementara si polisi Parno kusuruh tengkurap di ranjang. Kubuka borgolnya dari satu tangan, dan dengan cepat kukunci kembali borgol itu di tepi ranjangku. Kugunakan juga borgol si polisi CInde untuk mengikat tangan Parno satunya. "Eh? Aku mau diapakan?" tanyanya gugup. "Jangan berisik kalau kau mau selamat!" ancamku. "Tenang aja No, kamu pasti menikmatinya kok," ujar Cinde. Sepertinya ia tahu maksudku. Tapi mungkin ia tidak tahu rencanaku sebenarnya. "Sebentar Sayang," ujarku. "Aku yang akan menembus lubang pertahanannya." "Lalu aku?" "Kamu tembus punyaku." "Wooo, kuda-kudaan nih jadinya? Perkosa-perkosaan? Siapa takut?" Parno agak ketakutan mendengar rencanaku, "Eh eh... apa-apaan ini? Aku belum pernah dimasukin!" "Siapa suruh ke sini!" sergah Cinde. "Kau akan menikmatinya Parno..."

"Nungging!" bentakku sambil menampar pantat Parno. Ia mengerang, namun ia pun melakukannya. Kutampar pantat Parno beberapa kali sampai agak kemerahan. Lalu aku pun menaikinya, dan... Blessss... Erangan itu takkan pernah kulupakan: eranganku merasakan sempitnya pantat si Parno mencengkeram kuat kontolku, bersamaan dengan erangan kesakitan si Parno yang masih perawan. Cinde tertawa melihatnya. "Parno Parno, kaya cewek aja teriakmu!" "Sakiiiiitttt...," desis Parno sambil menahan sakit. "Ayo Yang masukin aku!" Cinde pun mengambil posisi di belakangku, mengocok-ngocok sejenak kontolnya, dan... Blessss... "Ugh..." Walaupun tadi dia sudah memasukiku, ia juga memaksakan kontolnya langsung masuk ke pantatku. "Sakit Yang?" bisiknya. "Kau balas dendam ya..." Ia hanya tertawa kecil.

Dan di sinilah aku sekarang, dijepit dua orang polisi, satu kuperkosa, satu memerkosaku. Aku belum pernah mengalaminya sebelumnya, walaupun sesekali aku pernah threesome. Aku mencoba menyelaraskan hentakan pinggulku di pantat si polisi Parno dengan hentakan pinggul si polisi Cinde. Kami berdua mengerang kenikmatan seiring dengan tiap hentakan, dan walaupun awalnya kesakitan, lama-lama si Parno menikmatinya juga. Aku hanya bisa memainkan kedua puting susu si Parno sekaligus menjaga keseimbangan karena tenaga si Cinde ternyata besar juga, membuatku selalu terhempas ketika ia menancapkan kontolnya dalam-dalam. Dan walaupun ia sudah kubuat muncrat sampai pingsan, kali ini tenaganya benar-benar luar biasa. Si Cinde sendiri sesekali mendikte hentakanku dengan menarik-dorong pinggulku, dan aku pasrah saja dibimbingnya. Sampai akhirnya tanpa bisa kutahan aku muncrat duluan, tapi untungnya itu membuat pantatku mencengkeram kuat kontol si polisi Cinde, sehingga tak lama kemudian ia muncrat juga. Kami berdua terengah-engah ambruk di atas tubuh si polisi Parno, membuatnya meronta-ronta. Justru itu membuatku dan Cinde semakin bernafsu atas tubuh si polisi Parno. Aku membuka kedua borgolnya hanya untuk membuatnya telentang, dan kini aku bekerja sama dengan Cinde mengerjai tubuhnya. Aku kebagian mengerjai kontolnya, sama seperti aku mengerjai kontol Cinde tadi, sementara Cinde sendiri mengerjai dada Parno. Seragamnya sama sekali tidak ditanggalkan, hanya dibuka begitu saja, bahkan kaosnya disobek si Cinde dengan perkasanya, membuat Parno seakan benar-benar diperkosa habis-habisan. Dan tentu saja ia memang diperkosa habis-habisan. Aku membuatnya muncrat, namun rangsanganku tidak kuhentikan sampai ia menggeliat-geliat meminta ampun, aku terus mengocok dan menjilat kontolnya. Cinde menciumnya ketika ia meronta-ronta, sehingga erangannya tertahan. Dengan nakalnya si polisi Cinde tetap mengerjai tubuh rekannya itu, dan kontol si Parno pun akhirnya tegang kembali, namun tak sampai lima menit ia pun muncrat lagi. Kembali tidak kuhentikan rangsanganku, dan si Cinde sepertinya kompak denganku.

Sampai akhirnya Parno muncrat untuk ketiga kalinya, dan ia kehabisan tenaga. Selanjutnya tak perlu kuceritakan di sini, karena si Cinde terangsang kembali untuk memerkosa rekannya yang pingsan. Sama seperti apa yang kulakukan tadi. Aku hanya tersenyum melihatnya, sepertinya para polisi ini juga doyan memerkosa.

Kurasa aku akan membuat laporan perkosaan lagi di kota baru nantinya...