Page Tab Header

Thursday, March 16, 2017

Papa Si Kembar


Papa Si Kembar



Awalan

"Ka, bangun." Bimo mengguncang-guncang lengan kaka kembarnya itu, Bima.

Kesal karena Bima cuma menggeliat-geliat tanpa membuka mata, Bimo mendorong Bima hingga jatuh dari kasur.

BRAKK..

"Ck, apaan sih De? Ini baru jam berapa?" Bima mendecak kesal.

"Sst.." Bimo meletakkan telunjuknya di depan bibir merahnya, memberikan isyarat kepada Bima agar diam. "Denger gak ka?" tanya Bimo dengan sedikit berbisik.

Bima diam, menajamkan indera pendengarnya mencari tahu suara apa yang dimaksud Bimo. "Eumm... ahh" dia kaget karena suara desahan nikmat yang ia tangkap, walaupun suara itu rada samar. "Apa itu desahan papah?" tanyanya dengan kebingungan. "Kita harus cari tahu." Sambungnya kemudian bangkit dari duduknya, dan menempelkan telinganya kedinding yang menjadi pembatas kamar Si Kembar itu dengan kamar papahnya yang berstatus bujangan.

"Kaka yakin? mungkin papah sedang mimpi basah." Bimo mencari alasan agar tak mengikuti kemauan Bima untuk mencari tahu, atau lebih tepatnya mengintip kamar papah mereka yang berada di sebelah kamar mereka itu.

"Aaaahhh.." desahan panjang seperti orang yang sudah mencapai puncak kenikmatan terdengar dari telinga Bima yang masih menempelkan telinganya di dinding.

"Itu bukan mimpi basah, kamu dengar kan suara desahan barusan?" Bantah Bima, dan tanpa menunggu Bimo untuk menjawab pertanyaannya, Bima menarik tangan Bimo dan mereka mengendap-endap menuju pintu dan membuka knop pintu perlahan. Keluar dari kamar Si Kembar dengan penuh hati-hati berjalan kearah pintu kamar papah mereka yang berada di sebelah kanan tak jauh dari pintu kamar mereka.

Bima duduk di depan pintu kamar papahnya dan Bimo berdiri dengan menundukkan badannya, Bima mendekatkan mata kanannya ke lubang kunci yang terletak dibawah gagang pintu, hingga beberapa saat Bimo menggeser kepala Bima dan melakukan hal serupa yang tadi dilakukan Bima. Mereka tidak dapat melihat keseluruhan isi kamar papah mereka itu, tapi kasur papah mereka rapi dan tidak ada siapa-siapa, hanya ada kemeja dan celana yang ditanggalkan di atas kasur itu.

Bima dan Bimo berdiri, masuk kamar, dan langsung berbaring di atas kasur mereka masing-masing. Kamar mereka memiliki dua kasur yang di beri jarak oleh lemari pakaian mereka. Tak ada pembicaraan apa lagi pembahasan tentang papah bujangan mereka itu, mungkin mereka berpikir papah mereka hanya menuntaskan hasrat dengan tangan, kemudian membersihkan tumpahan benih-benih manusia itu di kamar mandi.

Ya, papah mereka bujangan. Mereka tahu kalau mereka adalah anak yang di adopsi dari Panti Asuhan. Mereka di adopsi 7 tahun yang lalu ketika mereka berumur 10 tahun oleh Kevin Putra Jason pria tampan yang sekarang berumur 32 tahun. Kevin merupakan seorang pendiri dari sebuah perusahaan yang bergerak diberbagai bidang. Kevin menjalankan usaha batu bara, kemudian stasiun televisi, juga memproduksi kebutuhan manusia di bidang fashion, brandnya cukup terkenal walau hanya di Asia. Kevin bisa dibilang cukup sukses di usia yang muda.

Bima Putra dan Bimo Putra, Kevin mengadopsi Si Kembar itu karena ia sangat ingin memiliki anak kembar tapi dia belum berminat untuk menikah. Kevin memilih Bima dan Bimo untuk diadopsi karena dia tak ingin mengurus bayi, dan juga paras Si Kembar ini sangat tampan sejak pertama kali ia lihat.

-------------
Jo Jung Suk As Kevin Putra Jason





Maafkan ketidakprofesionalan saya sebagai penulis, dan baru update cerita sekarang. Dan terimakasih buat yang baca, vote dan komen.

......
Ayam berkokok, hari mulai terang. Di kamar itu terlihat dua insan berpelukan, masih memejamkan mata melepas lelah usai memadu kasih tadi malam.

_____________________

"Kriiiiiing, kriiiing," suara alarm mendominasi kamar yang berisi insan kembar itu.

"Bimo! Matikan alarmnya!" perintah sang kaka. Namun alarmnya masih berdering."Bimo!" teriaknya lagi. Merasa tidak ada respon ia pun mengarahkan pandangan ke ranjang sang adik yang masih tidur tanpa merasa terganggu dengan bunyi bising alarm itu. Kemudian bangkit untuk mematikan alarm.

_____________________

"Hoaammm.." Kevin melepas rangkulannya terhadap sang kekasih, meregangkan tangannya. Ia letakkan telapak tangan di pipi cucu adam di sampingnya, kemudian memonyongkan bibirnya mengecup dahi pria muda itu. "Sudah pagi, bangun sayang," dilihatnya sang kekasih mulai mengerjapkan mata ia pun pergi ke kamar mandi.

________________________

Keluar dari kamar mandi, hanya dengan boxer dan handuk yang sedang ia gunakan untuk mengusap-usap kepalanya. Bima menghampiri ranjang si adik dan mengibas-ngibaskan rambutnya yang masih basah di sekitar wajah saudara kembarnya itu.

"Apaan sih Ka? Usil banget jadi orang," keluh sang korban kibasan rambut basah.

"Bangun! Cepat mandi sana!"

Bimo tidak merespon perintah sang kaka dengan kata-kata, tapi langsung bangkit dan pergi ke kemar mandi.

________________________

"Si kembar biasanya sarapan apa By?" orang yang masih duduk di pinggir kasur langsung melontarkan pertanyaan kepada orang yang baru keluar dari kamar mandi.

"Sarapan roti dengan segelas susu saja," jawab Kevin sambil mengusap rambut basahnya. "Sana mandi!"

"Gak ah, aku gak bawa pakaian ganti. Mau cuci muka sama gosok gigi saja." Pria yang duduk di pinggir kasur itu bangkit menghampiri Kevin, mengecup bibirnya, kemudian pergi ke kamar mandi.
_______________________
Dua orang yang berwajah mirip itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya, keluar kamar menyusuri anak-anak tangga turun menuju dapur. Mereka menangkap wajah tak biasa di tatapan mereka, wajah yang baru pertama kali mereka lihat sedang duduk di samping Kevin, papah mereka.

"Pagi Ka, Pagi De," Kevin yang sadar kembarnya itu menatap heran ke arah kekasihnya yang duduk di sampingnya langsung menyapa mereka.

"Pagi Pah," Sapa keduanya yang kemudian menyunggingkan senyum. Tak berapa lama mereka sudah duduk di seberang papah dan pemuda yang duduk di samping papahnya itu.

Kevin menyenggol tangan kekasihnya dengan sikut, karena dari tadi kekasihnya itu diam tertunduk malu. Sang kekasih yang paham maksud Kevin pun mendongakkan kepalanya dan tersenyum canggung ke arah Bima Bimo.

"Ka, De, kenalin. Ini calon dady kalian," Kevin memperkenalkan kekasihnya pada si Kembar.

"Pah, papah seriusan ini calon dady kita? Ini dia umurnya berapa?" sedikit terkejut Bima langsung melontarkan pertanyaan, ia penasaran.

"Ade kaget pah, bener deh. Ade kirain dia bakal jadi saudara kita," Bimo menatap intens ke arah orang yang ia sangka bakal jadi saudaranya itu. "Kamu kok mau sama papah kita? kamu dipaksa ya?" tanya Bimo dengan polosnya.

"Ade, kok gak sopan gitu?" tegur Kevin. "Biasakan panggil dia Dady. Dia ini udah kuliah semester akhir, dan jelas lebih tua dari kalian," Kevin merangkul bahu kekasihnya, dan tersenyum bangga.

Anda juga mungkin menyukai
Aloved Yes I Love - Boyxboy oleh jalilfunny
Aloved Yes I Love - Boyxboy
Oleh jalilfunny
13.9K 392
OmGay oleh Salsa2104
OmGay
Oleh Salsa2104
2K 29
HADIAH UNTUK ADIKU oleh azmarko22
HADIAH UNTUK ADIKU
Oleh azmarko22
3.8K 234
Let Me Love You (On Hold) oleh queerasjay
Let Me Love You (On Hold)
Oleh queerasjay
16.6K 570
boyxboy (elaborate) oleh ChairilArigAyo
boyxboy (elaborate)
Oleh ChairilArigAyo
3.2K 58
Elite oleh Aang0z
Elite
Oleh Aang0z
218 19
JAMES oleh AryaMandala
JAMES
Oleh AryaMandala
2.4K 110

Makin terkejutlah si Kembar mendengar pernyataan dari papah mereka.

"Hehe, maaf pah. Tapi seriusan pah, aku kira dia seumuran kita. Mukanya gak nunjukin kalo dia udah kuliah," sahut Bimo.

"Bakal aneh deh pah kalo kita panggil dia Dady," komentar Bima.

Orang yang jadi bahan pembicaraan cuma bisa diam, senyum-senyum canggung. Dia gak nyangka juga kalo si Kembar bakal mengira begitu.

"Hahahaha, ya begitulah. Papah beruntung dapetin pemuda manis dan unyu seperti ini," Kevin mencium pipi kekasihnya yang merah padam, tapi yang dicium langsung melontarkan tatapan tajam ke Kevin.

"Hubby, aku manly loh?!" Akhirnya pemuda yang belum di ketahui namanya itu bicara juga.

"Hehe, iya-iya." Kevin mengalah.

"Jadi, nama calon Dady kita ini siapa?" Bimo bertanya dengan senyum dan tatapan bahagia ke arah calon Dadynya itu.

Bima juga memasang wajah yang sama dengan Bimo, ia juga penasaran dengan nama calon Dadynya itu. "Ah lucunya calon Dadyku," batin Bima melihat wajah kekasih papahnya yang salah tingkah dipandang si kembar seperti itu.

"Nama Kakak Ardion Pangestu, biasanya di panggil Dion," pemuda itu memperkenalkan diri dengan wajah yang mulai percaya diri. Dion memang unyu, gemesin. Tapi dia beneran manly banget, juga agak dingin orangnya.

"Loh? kok kaka sih sayang? Dady, kamu itu bakal jadi Dady mereka," Kevin protes dan gemas dengan kekasihnya itu.

"Aku canggung By," datar--,

"Haha, kaka lucu banget sih." Bima tidak tahan lagi, akhirnya ia berkomentar tentang kelucuan cadadnya itu.

"Kita manggilnya Kaka Dion aja ya Pah, Ka Dion gak cocok kalo kita panggil Dady," sambung Bimo.

"Tapi kalo nanti Papah udah nikah sama ka Dion kalian ini, kalian harus manggil dia Dady! Oke?" Kevin memberi tekanan ketika mengucapkan "Ka Dion". Dia gemas, melihat tingkah lucu kekasihnya ini, dan melihat antusiasme anak kembarnya. Sepertinya perjalanan cinta Kevin yang sekarang bakal berjalan mulus.

"Oke Papah sayang," Bimo menyetujui, dan Bima mengacungkan jari jempolnya.

"Ya sudah cepetan habisin sarapannya. Entar telat berangkat sekolahnya." Kevin meminum susunya lalu senyum penuh bahagia menatap tiga orang yang ada di sekitarnya. "Aku akan memulai hidup yang baru, biarkan masalalu menjadi sejarah dan pelajaran," batinnya kemudian.

Mereka sudah selesai sarapan, si kembar juga sudah pamit berangkat kesekolah. Bi Minah dan Bi Sum juga sudah datang mulai melakukan tugas-tugas mereka di rumah yang dihuni oleh seorang Papah tampan dan si kembar itu.

Kevin dan Dion yang baru saja mengantarkan si kembar ke depan untuk berangkat sekolah kembali masuk dan duduk di ruang keluarga.

"Benerkan yang aku bilang? si kembar itu bukan orang-orang ribet, dan gak bakal mengintimidasi kamu karena pacaran sama papah mereka yang tampan ini." Kevin merangkulkan tanganya di pundak Dion.

"Hehe, iya By. Lega sekarang rasanya," Dion menyandarkann kepalanya di bahu Kevin. "Hubby jam berapa berangkat kerjanya?"

Kevin melirik jam tangannya yang sekarang menunjukkan pukul 6.59. "Jam delapan aja deh, sekalian nganterin kamu pulang," Kevin mengambil remote tv lalu menekan tombol power. "Oh iya, jadi gimana? gak ada alesan lagikan buat nolak ajakan hubby tinggal di sini?"

"Emmm... entar deh By, aku masih ragu," Dion mengangkat kepalanya.

"Ragu kenapa lagi sih sayang?" Kevin menatap mata Dion, lembut~.

"Ya, aku sama si kembarkan baru ketemu hari ini. Masa aku langsung tinggal di sini. Tunggu beberapa minggu deh sampe aku akrab sama si kembar."

"Beberapa minggu itu lebih tepatnya berapa minggu? hubbykan gak sabar pengen peluk kamu setiap tidur," Kevin memasang wajah sok imut.

"Ih, hubby apaan sih," pipi Dion memerah. "Emmm. Empat minggu deh By, Gimana?"

"Sebulan dong? gak ah, kelamaan? paling lama dua minggu. oke?"

"Ya udah deh, paling lama dua minggu," Dion kembali menyandarkan kepalanya di bahu Kevin dan melingkarkan tangannya di perut sang papah tampan. Kevin balas memeluk Dion. Mereka mulai diam dan menikmati kartun yang biasa tayang di tv pagi-pagi hari begini.

________________________________

"Tettt.. Tettt.." bel berbunyi dua kali menandakan jam istirahat tiba.

Bima dan Bimo sekolah di sekolah yang sama, tapi mereka gak satu kelas. Bima di kelas XI Bahasa sedangkan Bimo di kelas XI IPA C. Si kembar ini cukup populer di sekolah, mereka terkenal sebagai penyanyi yang sering mewakili sekolah untuk lomba atau pun mengisi acara-acara yang diadain di sekolah.

"Mo, jom kita ke kantin," Deni teman sebangku Bimo yang baru saja membereskan buku pelajaran di atas mejanya itu mulai bangkit.

"Cusss," Bimo berdiri, dan mereka berdua mulai berjalan menuju kantin.

________________________

"Lo mau makan apa Ma?"

"Gado-gado deh, lo yang pesenin yah" Bima melempar senyum ke Rizky, temen sebangku dan sahabatnya di kelas.

"Ah, elo. Pesan sendirikan bisa."

"Repot ah, entar gua yang traktir minum deh," Bima merayu.

"Gua juga ya Riz, gado-gado," Bimo datang dan merangkul pundak Rizky.

"Emang ya ni orang dua, gak muka gak kelakuan sama," Rizky mulai sewot.

"Hehe," Bima dan Bimo nyengir. "Kita berdua bakal nyariin tempat duduk, dan mesanin minum jadi kan gampang," Bimo nego. "Betul," sahut Bima.

"Terserah deh, yo Den kita mesan gado-gado," Rizky menarik lengan Deni.

"Aku pengen bakso Riz," protes Deni.

"Gak, hari ini kita semua makan gado-gado."

"ck. Iya dah, yang penting gua makan," Deni gak ngelawan ngikut aja sama maunya Rizky sahabatnya.

_________________________________

Deni Orvando dan Rizky Prasetyo mulai bersahabat di kelas 7. Teman-teman SMP mereka pasti tahu sebuah teori; Di mana ada Deni di situ ada Rizky, begitu juga sebaliknya. Mereka mulai kenal dengan Si kembar sejak memasuki masa putih abu-abu. Walaupun mereka beda jurusan tapi pasti selalu berempat kalo di kantin, mereka juga masuk ekskul yang sama; teater.

________________________________

Deni dan Rizky yang masing-masing membawa dua piring gado-gado berjalan menuju meja yang sudah ditempati Bima dan Bimo. Di atas meja itu juga sudah ada empat gelas minuman, tiga es jeruk satu jeruk hangat. Deni gak suka minuman dingin.

Deni duduk di seberang Bima, Rizky di seberang Bimo. Tidak ada yang aneh pada saat itu, mereka makan dengan normal.

Hanya saja ada satu dari empat orang itu memperhatikan orang yang duduk di seberangnya. Memperhatikan dengan jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan perasaan itu baru, baru setelah kejadian beberapa hari yang lalu.

---------------------
Do Kyungsoo (D.O EXO) as Dion Pangestu




#DionPangestu

Kebahagian tidak bisa disembunyikan dari wajah gue. Dan mungkin ekspresi bahagia gue ini terlalu over. Tapi, 'Homo' mana coba yang gak bahagia kalo diterima di keluarga pasangannya, walaupun ya itu cuma keluarga kecilnya. Ah, sudahlah kembali ke mode #DionCool.

"Dion," seorang cewe yang cantiknya kebangetan menghampiri gue. Gue melambaikan tangan, tanpa satu kata pun menyahut panggilannya. "Kamu masuk jam berapa?" tanyanya begitu sudah berdiri di depan gue.

"Ini bentar lagi masuk, tapi lagi nungguin Jun," jawab gue, tak lupa memberikan senyum setelahnya. "Kamu sendiri udah kelar atau baru mau masuk?" gue balas bertanya.

"Udah kelar sih, tapi kurang dari satu jam lagi ada kelas lagi," dia tak pernah melepas tatapannya dari wajah gue, senyum pun tak kunjung pudar dari wajahnya. Bukannya geer, gue rasa ini cewe emang suka sama gue, ditambah lagi Jun bilang kalo dia sering nangkap basah ni cewe lagi mandangin gue.

"Ooh, gitu ya? terus sekarang mau balik?" tanya gue ramah. Gue sebenarnya bingung gimana harus bertingkah di hadapan ini cewe. Dia cantik, baik, ramah, pokoknya masuk tipe cewe idaman banget.

"Gak, aku mau ke perpus ngerjain tugas, mumpung ada waktu luang," dia senyum lagi.

"Ehm, ehm," Jun yang datang dari arah belakang ini cewek berdehem terus bersiul-siul. "Makin akrab aja nih," godanya.

Gue biasa aja digoda Jun kaya gitu, tapi cewe di depan gue ini berubah jadi boneka yang sangat menggemaskan. Pipinya merah merona, dan terlihat dengan sangat jelas kalau dia mulai salah tingkah. Gue jadi senyum-senyum gak jelas gara-gara lihat tingkah ini cewek.

"Dionnya gue bawa masuk dulu ya cantik," lihat apa yang Jun lakukan, sekarang yang merah bukan Cuma pipi, tapi daun telinga juga.

"Aku masuk dulu ya," pamitku mengakhiri pemandangan yang begitu manis itu.

"Oh, iya," jawabnya dengan kaku.

"Sampai jumpa lagi cantik," itu ucap Jun, bukan gue.

Gue dan Jun mulai berjalan berlawan arah dengan cewe cantik tadi.

"Tuh kan, gue bilang juga apa. Dia pasti suka sama Lo Yon," Jun ngerangkul bahu gue. "Akhirnya bentar lagi sahabat gue ini bakal mengakhiri masa jomblonya," ocehnya lagi.

"Kaya Lo gak jomblo aja," gue natap Jun dengan ekspresi meremehkan.

----------------------------

#SekolahSiKembar

Sekolah sudah bubar, para remaja yang menggunakan seragam putih abu-abu pun mulai bertebaran di lingkungan sekolah. Ada yang berjalan menuju gerbang, ada yang berjalan menuju parkiran, dan ada juga para siswa yang bersiap-siap untuk mengikuti kegiatan ekskul, terutama ekskul teater yang mulai mempersiapkan pertunjukan untuk hari ulang tahun sekolah.

Semua anggota ekskul teater sedang duduk membentuk lingkaran, mengadakan rapat untuk pembentukkan panitia acara.

"Selamat sore semuanya," Ka Randy ketua ekskul membuka rapat. "Seperti yang sudah kalian semua ketahui, bahwa agenda rapat kita hari ini adalah pembentukan panitia untuk acara pementasan hari ulang tahun sekolah," Ka Randy adalah siswa kelas XII Bahasa. "Nah, untuk itu saya sebagai ketua ekskul akan mengajukan tiga orang kandidat yang akan menjadi ketua pelaksana acara tersebut. Siapa pun yang saya tunjuk harus bersedia menerima tanggung jawab yang saya berikan. Dan penentuan akhir siapa yang akan menjadi ketua pelakasana di antara tiga orang tersebut akan kita tentukan dengan pemungutan suara dari seluruh anggota," semua anggota mengangguk paham. "Kandidat yang pertama, Roni Pratama," Roni memasang ekspresi terkejut untuk beberapa detik, kemudian tersenyum meyakinkan ka Randy kalo dia siap. "Kandidat yang kedua, Agatha Chelsea," sudah bukan kejutan lagi, semua sudah tahu kalo Chelsea pasti akan masuk dalam tiga kandidat. Dia bisa dibilang adalah anggota tercantik di ekskul teater, pandai membaca puisi, dan pandai mengarang cerita. "Dan yang terakhir, Deni Orvando," oh lihat, bagaimana reaksi Deni ketika namanya dipanggil, ekspresi yang dipasang oleh Deni kaya orang lihat hantu, sangat terkejut. Bahkan Rizky, Bimo, dan Bima sahabatnya pun terkejut atas terpilihnya Deni masuk di tiga kandidat. Deni, yang bisa dibanggakan dari sikap Deni hanya prilaku baik dan kesabarannya yang tinggi.






"Ka, kaka yakin nunjuk Deni jadi kandidat?" Roni angkat bicara, kemudian menatap rendah ke arah Deni.

"Seratus persen yakin," jawab ka Randy dengan tegas.

Deni benar-benar seperti kerasukan setan, gak bisa berkutik, walaupun dia sadar maksud Roni mempertanyakan itu adalah untuk merendahkannya.

"Belagu banget sih jadi orang," Rizky yang duduk di samping Bima berbisik kesal. Bima dan Bimo yang duduk mengapit Deni pun menatap jengkel ke arah Roni.

"Baik, sekarang Roni, Chelsea, dan Deni bikin tiga berbanjar, kemudian anggota yang lain ambil barisan di belakang ketiganya sesuai dengan ketua pelaksana pilihan kalian." perintah ka Randy.

Sekarang semuanya sudah berbaris rapi, tentu saja di belakang Deni berdiri Bima, Rizky, Bimo, dan orang-orang yang memilih Deni sebagai ketua pelaksana.

"Kita mulai dari Roni, mulai berhitung!" Ka Randy memberi aba-aba.

"Satu!" Roni memulai berhitung, kemudian dilanjutkan oleh orang yang ada di belakangnya hingga hitungan terakhir berada pada nomor 16.

"Roni, mendapatkan perolehan suara 16. Lanjut ke barisan Chelsea!"

Barisan Chelsea mulai berhitung dan memperoleh 16 suara, sama seperti Roni. Dan yang terakhir barisan Deni.

"Satu," Deni terdengar sangat tidak bersemangat, itu karena dia gugup. Menjadi ketua pelaksana itu bukan hal yang mudah, dan ia takut kalau-kalau akan membuat kesalahan yang fatal nantinya.

"Dua!"

"Tiga!"

"Empat!"

"Lima!"

"Enam!"

"Tujuh!"

"Delapan!"

"Sembilan!"

"Sepuluh!"

"Sebelas!"

"Dua belas!"

"Semoga kalah, semoga kalah!" Deni terus membatinkan kalimat itu. Sebenarnya Deni pengen nunjukin ke Roni kalo dia bukan cowo lemah, Deni juga bisa diandalkan. Dan inilah kesempatannya. Tapi, ini acara bukan acara sembarangan, ini buat acara ulang tahun sekolah. "Ah, mungkin apa ang selalu dikatakan Roni memang benar adanya," batin Deni.

"Tujuh Belas!"

Teriakan terakhir itu membuat Deni membelalakan matanya, dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa yang membuat temannya banyak yang mendukungnya.

"Jadi, sekarang sudah jelas, Deni yang akan menjadi ketua pelaksana acara pementasan untuk ulang tahun sekolah," Ka Randy menyimpulkan.

Bima yang sadar akan kekhawatiran Deni langsung merangkul bahu Deni. Kemudian dia dekatkan bibirnya ke daun telinga sebelah kiri Deni. "Tenang Den, kita-kita pasti bakal bantuin Lo," bisiknya.

-------------------------

"Yonni, Lo tadi malam tidur dimana?" Tanya Jun ketika dosen mulai melangkahkan kaki ke arah pintu.

"Kenapa emang?" Dion terheran.

"Gak papa, tadi malam gue ke kost Lo, tapi Lo nya gak ada," Jun membereskan alat tulisnya.

"Lo gak kasih kabar dulu sih, gue tadi malam tidur tempat om gue."

"Ooh, gitu?" Jun tersenyum paham. "Hari ini kita makan apa?" lanjutnya bertanya.

"Sate ayam."

Dion dan Jun pun meninggalkan kelas dan berjalan menuju arah kantin.

"Satenya dua porsi ya bang," pinta Jun pada abang penjual sate.

"Es jeruk 2 ya Bi," pinta Dion pada bibi penjual minuman.

Dion dan Jun sudah menempelkan bokong mereka di atas kursi.

"Yon, malam ini gue nginap di kost Lo ya?" Jun membuka obrolan.

"Hm? ada masalah apa?" Dion bertanya ramah. Perasaan Dion gak enak, Jun hari ini rada diam. Gak kaya biasanya yang suka bikin keributan.

"Gak ada masalah apa-apa kok, Cuma pengen main ke kost Lo aja," terang Jun.

"Lo main ke kost gue itu emang hal biasa, tapi sikap Lo hari ini rada aneh."

Hening..

"Junni, orangtua Lo berantem lagi?" Dion bertanya dengan ragu, takut.

"Hm" jawab Jun singkat.

Bibi penjual minuman tadi datang menghampiri mereka dengan membawa dua gelas es jeruk. Begitu es jeruk itu sudah ada di hadapan mereka, mereka pun mulai menyesap di gelas masing-masing.

"Junni, gimana kalo kita main ke mall aja hari ini. Gue males masuk mata kuliahnya Pak Somat." Dion tersenyum.

"Serius?!" tanya Jun. Dion mengangguk sebagai jawaban. "Oke," Jun setuju, dan tersenyum. Tak lama kemudian paman sate sudah meletakkan makanan mereka di meja pasangan kursi yang mereka duduki. Dion terus mengajak Jun untuk bicara, tak ada yang bisa memahami perasaan Jun sebaik Dion.

----------------------

Kevin menempelkan telepon pintarnya pada daun telinga sebelah kirinya.

"Halo?" suara orang di seberang telepon begitu panggilan mereka terhubung.

"Sayang, malam ini makan malam di rumah ya?" pinta Kevin.

"Maaf By, aku gak bisa. Aku sama Jun malam ini." tentu saja itu suara Dion.

"Oh, iya deh. Hubby ngerti. Jangan lupa makan, jangan main sampe larut malam ya. Hubby sayang kamu," Kevin sudah sangat mengerti siapa itu Jun bagi Dion. Walaupun kadang dia merasa cemburu melihat keakraban mereka.

Kevin sekarang lagi di supermarket, membeli camilan-camilan kesukaan dia dan si kembar. Dia sungguh terlihat muda dengan memakai sweeter berwarna putih polos dan celana hitam selutut. Selesai membayar harga belanjaannya di kasir, dia duduk di kursi yang ada di depan mini market, lalu membuka tutup botol minuman yang ia baru saja ia beli.

"Pugh!" tangan dengan kulit putih dan terlihat berotot menepuk bahu Kevin dan bertengger di bahu kokoh itu. Reflek Kevin pun menoleh ke belakang, tempat dimana orang yang menepuk bahunya itu berdiri.

Krikkk.. Krikkk..

Entah apa yang terjadi, orang yang menepuk bahu Kevin terus menyunggingkan senyumnya ketika bertatapan dengan Kevin. Tapi Kevin, ekspresinya tak bisa dijelaskan. Kaget? iya, tapi sedikit bercampur dengan ekspresi terharu, mata Kevin berkaca-kaca.

Detik berganti detik, sekarang orang itu memeluk Kevin. Kevin diam, kaku. Setetes air mengalir dari kedua sudut matanya. Dia mulai menggerakkan tangannya, bukan untuk membalas pelukan itu, tapi untuk mendorong kecil orang yang sedang memeluknya, pelukan itu terlepas. Kevin meninggalkan orang itu bersama dengan dia meninggalkan belanjaanya.


Awalan
5.1K 98 1

by @KevinDakrisbob
Share

"Ka, bangun." Bimo mengguncang-guncang lengan kaka kembarnya itu, Bima.

Kesal karena Bima cuma menggeliat-geliat tanpa membuka mata, Bimo mendorong Bima hingga jatuh dari kasur.

BRAKK..

"Ck, apaan sih De? Ini baru jam berapa?" Bima mendecak kesal.

"Sst.." Bimo meletakkan telunjuknya di depan bibir merahnya, memberikan isyarat kepada Bima agar diam. "Denger gak ka?" tanya Bimo dengan sedikit berbisik.

Bima diam, menajamkan indera pendengarnya mencari tahu suara apa yang dimaksud Bimo. "Eumm... ahh" dia kaget karena suara desahan nikmat yang ia tangkap, walaupun suara itu rada samar. "Apa itu desahan papah?" tanyanya dengan kebingungan. "Kita harus cari tahu." Sambungnya kemudian bangkit dari duduknya, dan menempelkan telinganya kedinding yang menjadi pembatas kamar Si Kembar itu dengan kamar papahnya yang berstatus bujangan.

"Kaka yakin? mungkin papah sedang mimpi basah." Bimo mencari alasan agar tak mengikuti kemauan Bima untuk mencari tahu, atau lebih tepatnya mengintip kamar papah mereka yang berada di sebelah kamar mereka itu.

"Aaaahhh.." desahan panjang seperti orang yang sudah mencapai puncak kenikmatan terdengar dari telinga Bima yang masih menempelkan telinganya di dinding.

"Itu bukan mimpi basah, kamu dengar kan suara desahan barusan?" Bantah Bima, dan tanpa menunggu Bimo untuk menjawab pertanyaannya, Bima menarik tangan Bimo dan mereka mengendap-endap menuju pintu dan membuka knop pintu perlahan. Keluar dari kamar Si Kembar dengan penuh hati-hati berjalan kearah pintu kamar papah mereka yang berada di sebelah kanan tak jauh dari pintu kamar mereka.

Bima duduk di depan pintu kamar papahnya dan Bimo berdiri dengan menundukkan badannya, Bima mendekatkan mata kanannya ke lubang kunci yang terletak dibawah gagang pintu, hingga beberapa saat Bimo menggeser kepala Bima dan melakukan hal serupa yang tadi dilakukan Bima. Mereka tidak dapat melihat keseluruhan isi kamar papah mereka itu, tapi kasur papah mereka rapi dan tidak ada siapa-siapa, hanya ada kemeja dan celana yang ditanggalkan di atas kasur itu.

Bima dan Bimo berdiri, masuk kamar, dan langsung berbaring di atas kasur mereka masing-masing. Kamar mereka memiliki dua kasur yang di beri jarak oleh lemari pakaian mereka. Tak ada pembicaraan apa lagi pembahasan tentang papah bujangan mereka itu, mungkin mereka berpikir papah mereka hanya menuntaskan hasrat dengan tangan, kemudian membersihkan tumpahan benih-benih manusia itu di kamar mandi.

Ya, papah mereka bujangan. Mereka tahu kalau mereka adalah anak yang di adopsi dari Panti Asuhan. Mereka di adopsi 7 tahun yang lalu ketika mereka berumur 10 tahun oleh Kevin Putra Jason pria tampan yang sekarang berumur 32 tahun. Kevin merupakan seorang pendiri dari sebuah perusahaan yang bergerak diberbagai bidang. Kevin menjalankan usaha batu bara, kemudian stasiun televisi, juga memproduksi kebutuhan manusia di bidang fashion, brandnya cukup terkenal walau hanya di Asia. Kevin bisa dibilang cukup sukses di usia yang muda.

Bima Putra dan Bimo Putra, Kevin mengadopsi Si Kembar itu karena ia sangat ingin memiliki anak kembar tapi dia belum berminat untuk menikah. Kevin memilih Bima dan Bimo untuk diadopsi karena dia tak ingin mengurus bayi, dan juga paras Si Kembar ini sangat tampan sejak pertama kali ia lihat.

-------------
Jo Jung Suk As Kevin Putra Jason


____________


#DionPangestu

Kebahagian tidak bisa disembunyikan dari wajah gue. Dan mungkin ekspresi bahagia gue ini terlalu over. Tapi, 'Homo' mana coba yang gak bahagia kalo diterima di keluarga pasangannya, walaupun ya itu cuma keluarga kecilnya. Ah, sudahlah kembali ke mode #DionCool.

"Dion," seorang cewe yang cantiknya kebangetan menghampiri gue. Gue melambaikan tangan, tanpa satu kata pun menyahut panggilannya. "Kamu masuk jam berapa?" tanyanya begitu sudah berdiri di depan gue.

"Ini bentar lagi masuk, tapi lagi nungguin Jun," jawab gue, tak lupa memberikan senyum setelahnya. "Kamu sendiri udah kelar atau baru mau masuk?" gue balas bertanya.

"Udah kelar sih, tapi kurang dari satu jam lagi ada kelas lagi," dia tak pernah melepas tatapannya dari wajah gue, senyum pun tak kunjung pudar dari wajahnya. Bukannya geer, gue rasa ini cewe emang suka sama gue, ditambah lagi Jun bilang kalo dia sering nangkap basah ni cewe lagi mandangin gue.

"Ooh, gitu ya? terus sekarang mau balik?" tanya gue ramah. Gue sebenarnya bingung gimana harus bertingkah di hadapan ini cewe. Dia cantik, baik, ramah, pokoknya masuk tipe cewe idaman banget.

"Gak, aku mau ke perpus ngerjain tugas, mumpung ada waktu luang," dia senyum lagi.

"Ehm, ehm," Jun yang datang dari arah belakang ini cewek berdehem terus bersiul-siul. "Makin akrab aja nih," godanya.

Gue biasa aja digoda Jun kaya gitu, tapi cewe di depan gue ini berubah jadi boneka yang sangat menggemaskan. Pipinya merah merona, dan terlihat dengan sangat jelas kalau dia mulai salah tingkah. Gue jadi senyum-senyum gak jelas gara-gara lihat tingkah ini cewek.

"Dionnya gue bawa masuk dulu ya cantik," lihat apa yang Jun lakukan, sekarang yang merah bukan Cuma pipi, tapi daun telinga juga.

"Aku masuk dulu ya," pamitku mengakhiri pemandangan yang begitu manis itu.

"Oh, iya," jawabnya dengan kaku.

"Sampai jumpa lagi cantik," itu ucap Jun, bukan gue.

Gue dan Jun mulai berjalan berlawan arah dengan cewe cantik tadi.

"Tuh kan, gue bilang juga apa. Dia pasti suka sama Lo Yon," Jun ngerangkul bahu gue. "Akhirnya bentar lagi sahabat gue ini bakal mengakhiri masa jomblonya," ocehnya lagi.

"Kaya Lo gak jomblo aja," gue natap Jun dengan ekspresi meremehkan.

----------------------------

#SekolahSiKembar

Sekolah sudah bubar, para remaja yang menggunakan seragam putih abu-abu pun mulai bertebaran di lingkungan sekolah. Ada yang berjalan menuju gerbang, ada yang berjalan menuju parkiran, dan ada juga para siswa yang bersiap-siap untuk mengikuti kegiatan ekskul, terutama ekskul teater yang mulai mempersiapkan pertunjukan untuk hari ulang tahun sekolah.

Semua anggota ekskul teater sedang duduk membentuk lingkaran, mengadakan rapat untuk pembentukkan panitia acara.

"Selamat sore semuanya," Ka Randy ketua ekskul membuka rapat. "Seperti yang sudah kalian semua ketahui, bahwa agenda rapat kita hari ini adalah pembentukan panitia untuk acara pementasan hari ulang tahun sekolah," Ka Randy adalah siswa kelas XII Bahasa. "Nah, untuk itu saya sebagai ketua ekskul akan mengajukan tiga orang kandidat yang akan menjadi ketua pelaksana acara tersebut. Siapa pun yang saya tunjuk harus bersedia menerima tanggung jawab yang saya berikan. Dan penentuan akhir siapa yang akan menjadi ketua pelakasana di antara tiga orang tersebut akan kita tentukan dengan pemungutan suara dari seluruh anggota," semua anggota mengangguk paham. "Kandidat yang pertama, Roni Pratama," Roni memasang ekspresi terkejut untuk beberapa detik, kemudian tersenyum meyakinkan ka Randy kalo dia siap. "Kandidat yang kedua, Agatha Chelsea," sudah bukan kejutan lagi, semua sudah tahu kalo Chelsea pasti akan masuk dalam tiga kandidat. Dia bisa dibilang adalah anggota tercantik di ekskul teater, pandai membaca puisi, dan pandai mengarang cerita. "Dan yang terakhir, Deni Orvando," oh lihat, bagaimana reaksi Deni ketika namanya dipanggil, ekspresi yang dipasang oleh Deni kaya orang lihat hantu, sangat terkejut. Bahkan Rizky, Bimo, dan Bima sahabatnya pun terkejut atas terpilihnya Deni masuk di tiga kandidat. Deni, yang bisa dibanggakan dari sikap Deni hanya prilaku baik dan kesabarannya yang tinggi.





"Ka, kaka yakin nunjuk Deni jadi kandidat?" Roni angkat bicara, kemudian menatap rendah ke arah Deni.

"Seratus persen yakin," jawab ka Randy dengan tegas.

Deni benar-benar seperti kerasukan setan, gak bisa berkutik, walaupun dia sadar maksud Roni mempertanyakan itu adalah untuk merendahkannya.

"Belagu banget sih jadi orang," Rizky yang duduk di samping Bima berbisik kesal. Bima dan Bimo yang duduk mengapit Deni pun menatap jengkel ke arah Roni.

"Baik, sekarang Roni, Chelsea, dan Deni bikin tiga berbanjar, kemudian anggota yang lain ambil barisan di belakang ketiganya sesuai dengan ketua pelaksana pilihan kalian." perintah ka Randy.

Sekarang semuanya sudah berbaris rapi, tentu saja di belakang Deni berdiri Bima, Rizky, Bimo, dan orang-orang yang memilih Deni sebagai ketua pelaksana.

"Kita mulai dari Roni, mulai berhitung!" Ka Randy memberi aba-aba.

"Satu!" Roni memulai berhitung, kemudian dilanjutkan oleh orang yang ada di belakangnya hingga hitungan terakhir berada pada nomor 16.

"Roni, mendapatkan perolehan suara 16. Lanjut ke barisan Chelsea!"

Barisan Chelsea mulai berhitung dan memperoleh 16 suara, sama seperti Roni. Dan yang terakhir barisan Deni.

"Satu," Deni terdengar sangat tidak bersemangat, itu karena dia gugup. Menjadi ketua pelaksana itu bukan hal yang mudah, dan ia takut kalau-kalau akan membuat kesalahan yang fatal nantinya.

"Dua!"

"Tiga!"

"Empat!"

"Lima!"

"Enam!"

"Tujuh!"

"Delapan!"

"Sembilan!"

"Sepuluh!"

"Sebelas!"

"Dua belas!"

"Semoga kalah, semoga kalah!" Deni terus membatinkan kalimat itu. Sebenarnya Deni pengen nunjukin ke Roni kalo dia bukan cowo lemah, Deni juga bisa diandalkan. Dan inilah kesempatannya. Tapi, ini acara bukan acara sembarangan, ini buat acara ulang tahun sekolah. "Ah, mungkin apa ang selalu dikatakan Roni memang benar adanya," batin Deni.

"Tujuh Belas!"

Teriakan terakhir itu membuat Deni membelalakan matanya, dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa yang membuat temannya banyak yang mendukungnya.

"Jadi, sekarang sudah jelas, Deni yang akan menjadi ketua pelaksana acara pementasan untuk ulang tahun sekolah," Ka Randy menyimpulkan.

Bima yang sadar akan kekhawatiran Deni langsung merangkul bahu Deni. Kemudian dia dekatkan bibirnya ke daun telinga sebelah kiri Deni. "Tenang Den, kita-kita pasti bakal bantuin Lo," bisiknya.

-------------------------

"Yonni, Lo tadi malam tidur dimana?" Tanya Jun ketika dosen mulai melangkahkan kaki ke arah pintu.

"Kenapa emang?" Dion terheran.

"Gak papa, tadi malam gue ke kost Lo, tapi Lo nya gak ada," Jun membereskan alat tulisnya.

"Lo gak kasih kabar dulu sih, gue tadi malam tidur tempat om gue."

"Ooh, gitu?" Jun tersenyum paham. "Hari ini kita makan apa?" lanjutnya bertanya.

"Sate ayam."

Dion dan Jun pun meninggalkan kelas dan berjalan menuju arah kantin.

"Satenya dua porsi ya bang," pinta Jun pada abang penjual sate.

"Es jeruk 2 ya Bi," pinta Dion pada bibi penjual minuman.

Dion dan Jun sudah menempelkan bokong mereka di atas kursi.

"Yon, malam ini gue nginap di kost Lo ya?" Jun membuka obrolan.

"Hm? ada masalah apa?" Dion bertanya ramah. Perasaan Dion gak enak, Jun hari ini rada diam. Gak kaya biasanya yang suka bikin keributan.

"Gak ada masalah apa-apa kok, Cuma pengen main ke kost Lo aja," terang Jun.

"Lo main ke kost gue itu emang hal biasa, tapi sikap Lo hari ini rada aneh."

Hening..

"Junni, orangtua Lo berantem lagi?" Dion bertanya dengan ragu, takut.

"Hm" jawab Jun singkat.

Bibi penjual minuman tadi datang menghampiri mereka dengan membawa dua gelas es jeruk. Begitu es jeruk itu sudah ada di hadapan mereka, mereka pun mulai menyesap di gelas masing-masing.

"Junni, gimana kalo kita main ke mall aja hari ini. Gue males masuk mata kuliahnya Pak Somat." Dion tersenyum.

"Serius?!" tanya Jun. Dion mengangguk sebagai jawaban. "Oke," Jun setuju, dan tersenyum. Tak lama kemudian paman sate sudah meletakkan makanan mereka di meja pasangan kursi yang mereka duduki. Dion terus mengajak Jun untuk bicara, tak ada yang bisa memahami perasaan Jun sebaik Dion.

----------------------

Kevin menempelkan telepon pintarnya pada daun telinga sebelah kirinya.

"Halo?" suara orang di seberang telepon begitu panggilan mereka terhubung.

"Sayang, malam ini makan malam di rumah ya?" pinta Kevin.

"Maaf By, aku gak bisa. Aku sama Jun malam ini." tentu saja itu suara Dion.

"Oh, iya deh. Hubby ngerti. Jangan lupa makan, jangan main sampe larut malam ya. Hubby sayang kamu," Kevin sudah sangat mengerti siapa itu Jun bagi Dion. Walaupun kadang dia merasa cemburu melihat keakraban mereka.

Kevin sekarang lagi di supermarket, membeli camilan-camilan kesukaan dia dan si kembar. Dia sungguh terlihat muda dengan memakai sweeter berwarna putih polos dan celana hitam selutut. Selesai membayar harga belanjaannya di kasir, dia duduk di kursi yang ada di depan mini market, lalu membuka tutup botol minuman yang ia baru saja ia beli.

"Pugh!" tangan dengan kulit putih dan terlihat berotot menepuk bahu Kevin dan bertengger di bahu kokoh itu. Reflek Kevin pun menoleh ke belakang, tempat dimana orang yang menepuk bahunya itu berdiri.

Krikkk.. Krikkk..

Entah apa yang terjadi, orang yang menepuk bahu Kevin terus menyunggingkan senyumnya ketika bertatapan dengan Kevin. Tapi Kevin, ekspresinya tak bisa dijelaskan. Kaget? iya, tapi sedikit bercampur dengan ekspresi terharu, mata Kevin berkaca-kaca.

Detik berganti detik, sekarang orang itu memeluk Kevin. Kevin diam, kaku. Setetes air mengalir dari kedua sudut matanya. Dia mulai menggerakkan tangannya, bukan untuk membalas pelukan itu, tapi untuk mendorong kecil orang yang sedang memeluknya, pelukan itu terlepas. Kevin meninggalkan orang itu bersama dengan dia meninggalkan belanjaanya.

Bersambung.....
-------------------










No comments:

Post a Comment