Kontol
Sepanjang 21 Cm
“Hah!
Hampir saja bus itu menabrak colt di depannya!” tiba-tiba aku nyeletuk dengan
seseorang lelaki yang juga berdiri cukup lama di dekatku di Terminal Cililitan.
“Iya,
untung aja sopirnya lincah, kalau enggak ringsek tuh colt” dia menimpali
celetukanku.
Ini
adalah Malam Minggu pertama sejak aku menetap di Ibukota tercinta. Dari
referensi sebuah buku yang pernah aku baca, dikatakan bahwa di daerah Terminal
Cililitan banyak kaum Gay yang kumpul-kumpul di waktu malam.
Dengan
sedikit keberanian aku coba kenali lenggoknya Jakarta di Cililitan. Dan aku
masih awam, serta menebak-nebak, yang mana kumpulan anak G tersebut. Ah,
nikmati saja terminal yang super semrawut ini.
“Mau
rokok Mas?” tiba-tiba laki-laki di sebelahku itu menawari rokok.
“Boleh”.
Cukup
lumayan juga lelaki ini bathinku. Sambil mengambil sebatang rokok yang ia
tawarkan, aku perhatikan penampilannya. Dengan kemeja rapi, rambut tersisir
rapi dengan kilap jellynya. Serta kumisnya yang rapi bagus dan tebal, mengingatkan
aku dengan Slamet Rahardjo. Walau badan sedikit kurusan, justru ini menimbulkan
kesan seksi.
“Kalau
mau ke Pejompongan, naik bus nomor berapa ya?” tanyaku untuk mengisi omongan,
sekalian mencari informasi supaya jangan tersesat.
Dan
akhirnya kami terlibat omongan yang panjang lebar, mengasyikkan. Dari situasi
terminal yang semrawut, sampai pada harga barang-barang yang semakin melambung.
Pokoknya semua diomongkan. Namanya Budi, orang betawi ada sedikit mengalir
darah Arab.
Tak
terasa waktu sudah sangat larut malam. Aku mesti pulang, takut tidak dapat
angkutan dan situasi terminal sudah agak sepi. Rasanya was-was juga.
“Bud,
aku mau pulang. Udah malam nih.”
“Hmm,
kalau mau nginap di tempat saya aja.”
Really,
aku jadi ragu terhadap tawaran tersebut. Menyadari aku orang baru di Jakarta
dan ketemu orang yang baru saja aku kenal. Tetapi rasanya Budi sangat hangat
ngajak ngobrol denganku. Apalagi wajah dan penampilannya cukup simpatik.
“Apa
nggak ngerepoti nantinya?”
“Nggak,
nyantai aja.”
“OK
deh.” akhirnya kuputuskan untuk ikut pulang ke tempat tinggalnya, karena besok
hari libur, dan tidak ada lagi kerjaan yang harus aku kerjakan.
Kami
pergi berdua naik colt omprengan. Ke daerah yang tentu saja tidak aku ketahui
daerah mana itu. Sampai di tempatnya, ternyata tempat kos-kosan, dia baru
cerita bahwa ia tinggal kos dengan temannya.
“Wah,
An kita harus nungguin temenku, belum pulang, kuncinya dibawa dia.”
“Iya
deh” tidak ada pilihan lagi. Lalu kami berdua duduk di kursi panjang depan
kamarnya. Suasana remang-remang dan sangat sepi, kamar-kamar sebelahnya gelap,
seperti sudah terlelap tidur semua. Udara terasa sangat dingin, sekitar jam 2
dini hari.
Kami
melanjutkan obrolan di kursi tersebut. Tiba-tiba antara sengaja dan tak
sengaja, tangan kami saling bersentuhan. Desir keras mengalir darah ke
jantungku. Dan sentuhan tersebut berlanjut dengan saling meremas tangan.
Benar-benar dadaku bergejolak. Aku masih sangat hijau dengan urusan yang
bernama lelaki.
Saling
remas itu berlanjut.. dan sepertinya kami sudah tidak bisa mengendalikan nafsu.
Kami saling menyusupkan tangan ke kemeja, untuk mengusap-usap puting. Serr..
kepalaku seakan mau lepas. Aku belum pernah merasakan sensasi seperti ini.
Maklum di daerah aku selalu menahan diri, dan control sosial begitu cukup
ketat. Sehingga aku cukup terkekang untuk masuk ke dunia lain.
Tidak
puas dengan meremas-remas serta mengusap-usap puting, tangan kami bergerilya ke
daerah lain. Ke bawah.. dan makin ke bawah. Setelah dia memegang kemaluanku,
aku juga memegang kepunyaannya dari luar celananya. Tampak keras, dan tidak
jelas bentuk penisnya, karena terlindung ketat dengan celana jeannya yang
tebal.
Akhirnya
kubuka kancing celananya. Dan kupelorotkan retsletingnya pelan-pelan. Terlihat
celana dalamnya yang putih, semakin menambah rangsangan birahiku. Dan aku
susupkan telapak tanganku ke dalam celana dalam yang putih itu.
“Hahh!”
seakan tersetroom tanganku. Aku memegang benda panas di balik CD-nya. Aku
pegang erat benda panas tersebut. Really?! Aku sangat penasaran, aku sibakkan
CD-nya untuk melihat sejelas-jelasnya apa yang aku pegang.
Alamakk.
Sulit dipercaya.. Sebatang tongkat tertanam kuat diantara selangkangannya. Aku
masih belum percaya benar, aku ambil posisi berlutut di depannya sambil aku
tarik-tarik batang kemaluan itu, siapa tahu cuma pasangan alias tidak asli.
Ternyata
tidak, benda dengan diameter lebih dari 5 cm dan sepanjang teh botol lebih,
masih tertanam kuat di rerimbunan rambut di antara selangkangannya. Antara
melihat keajaiban dan nafsu yang sudah tidak karuan lagi aku perhatikan batang
kemaluan itu dengan urat-urat sebesar kabel. Fantastik. Menjulang sedikit belok
ke kiri. Dengan kepala besar, proporsional dengan batangnya. Benar-benar
sempurna.
Akhirnya
tanpa pernah belajar dari siapa pun, aku kulum batang kemaluan tersebut. Ini
pertama kali aku mengulum batang kemaluan laki-laki. Wahh ternyata yang selama
ini cukup menjijikkan; sungguh nikmat.
Pertama
aku masukkan kepala penisnya, ke rongga mulut dengan pelan-pelan. Sungguh cukup
lebar aku harus menganga. Aku isap-isap kepala itu. Aku lihat Budi merem-melek
merasakan isapanku. Akhirnya aku masukkan dalam batang kemaluannya ke rongga
mulutku. Hanya sebagian atau hanya setengah yang bisa tertelan mulutku.
Aku
angguk-anggukkan kepalaku agar mulutku bisa bekerja naik turun. Wow, ternyata
naluri seksku bisa berjalan tanpa pernah belajar. Aku jepit keras batangnya di
antara bibirku, sambil terus bergerak naik turun. Sekali-kali aku lirik batang
kemaluannya yang penuh urat yang besar-besar itu, membuatku tambah nafsu untuk
mempermainkan mulutku. Dan Budi membalasnya dengan mengusap rambutku serta
menciumi pipiku. Sapuan kumisnya di daerah pipiku, sungguh membuat aku terlena.
Apalagi bibirnya yang sedikit merah medaratkan ciuman hangat di pipiku. Aku
benar-benar melayang sampai langit yang ke tujuh.
Selang
beberapa menit, sangat amat capai mulut ini. Betapa kerasnya mulut ini harus
bekerja untuk menelan batang hangat panas, yang menyumbat habis mulutku.
Tersedak aku dibuatnya. Ku keluarkan batang itu dari mulutku.
Tapi
nafsu yang menggelora tidak pernah bisa aku padamkan. Aku ciumi seluruh
permukaan batang itu dengan bibirku yang basah dan lidahku yang kumain-mainkan.
Dari pangkal batang di rerimbunan rambut, menyusuri urat-urat besar di
batangnya, perlahan dengan perasaan nikmat sampai ujung kepalanya. Di ujung
kepala batangnya, aku berhenti, aku julurkan ujung lidahku untuk masuk ke
lubang kepala batangnya. Huh, nikmat juga. Cukup lebar lubang kepala batangnya.
Ujung lidahku cukup masuk ke lubang tersebut.
Cukup
lama aku memain-mainkan ujung lidahku di lubang tersebut, sambil menetralisir
mulutku yang tadi kecapaian. Setelah puas aku mempermainkan lubang batang
penisnya. Aku lahap lagi batang kemaluannya ke dalam mulutku yang mulai
kehausan lagi untuk menelan batang hangat panas itu.
Dengan
pelicin ludahku yang sedikit mengalir di batang kemaluannya, aku susupkan
dalam-dalam batang tersebut, maju mundur. Dan dengan semangat yang masih
menggelora aku tekan lagi batang itu dengan kedua bibirku yang basah. Aku lirik
wajah dan badan Budi yang menggelinjang karena isapanku yang mungkin cukup
expert, walau I did the first time.
“Eh,
baru pulang!” tiba-tiba Budi sedikit berteriak ke arah temannya yang tiba-tiba
datang, tepat di depan kami, sambil melepaskan batangnya dari jepitan mulutku.
Kemudian memasukkannya kembali ke dalam CD dan celananya.
Sungguh
tidak enak, sangat tidak enak. Nafsuku yang sudah menggelora sampai ke planet
Mars, tiba-tiba terbanting jatuh ke bumi di perkampungan Jakarta. Huhh! sangat
mengganggu.
Akhirnya
diperkenalkan temannya, namanya Adi. Setelah Adi membukakan pintu kamar, kami
bertiga masuk. Kamar yang tidak terlalu besar, apalagi untuk bertiga. Hanya ada
sebuah kasur besar di atas karpet.
Setelah
kamar dikunci, Budi langsung menanggalkan seluruh pakaiannya, bajunya dan
celananya, hanya tersisa CD-nya saja. Sangat seksi. Dan tidak lama kemudian dia
langsung menanggalkan pakaianku satu per satu, aku menurut saja. Ia mendaratkan
ciumannya ke pipiku dan bibirku. Wuu.. ronde kedua pikirku.
Tapi
sekarang Budi yang aktif, setelah puas melumat bibirku, ia turun menciumi
leherku yang cukup putih dan halus. Sementara Adi hanya melihat saja; tetapi
tangannya gatal juga untuk mengelus-elus pipiku, dan batang kemaluanku. Aku
tidak mempedulikan Adi. Fokusku tetap ke Budi. Setelah leherku, giliran
putingku yang mendapatkan sapuan kumisnya dan hangat kenyutan bibirnya yang
merah basah itu. Yes.. yes.., aku dibawa lagi ke awang-awang.
Lama
dia mengenyot kedua putingku hingga membuatku mendesah, dan sekarang giliran
bergerak perlahan menuju armpit-ku alias ketiakku. Huu.. Yess, aku mendesah
semakin jelas, menandakan aliran darahku mulai tidak teratur lagi.
Setelah
puas di daerah itu, giliran sekarang di tempat yang selalu aku jaga. Yah, di
daerah terlarangku, alias kemaluanku. Mulutnya sangat hangat, terasa di kepala
dan batang kemaluanku. Batangku dipilin-pilin. Oh, surga dunia kudapatkan.
Sambil
merasakan pilinan mulut dan lidah Budi di kemaluanku, aku pegang tongkat
estafet yang tadi sempat lepas dari mulutku di kursi depan kamar. Sekarang
tanpa ampun lagi kubetot batang itu keras-keras, walaupun telapak tanganku
tidak muat membetot batang itu seluruhnya, karena saking besarnya dia.
Aku
kocok batangnya. Budi sudah melepaskan mulutnya dari batang kemaluanku.
Sekarang giliran scrotumku yang mendapat giliran jilatan dan sapuan kumisnya.
Sementara Adi hanya melihat saja kami main berdua.
Wowww..,
baru aku sadari bahwa scrotumku adalah daerah rawanku. Aku mendesah lebih
keras, dan itu disadari Budi bahwa itu daerah rawanku. Ia tekan dengan bibir
sambil mempermainkan lidahnya lebih cepat lagi. Aku semakin tidak karuan
gerakan badanku dan pegangan pada tongkatnya kadang lepas, karena aku tidak
bisa mengatur lagi irama kocokan untuk batangnya, cauze jilatan lidah dan bibir
Budi di daerah scrotumku membuat aku seperti kuda binal.
Setelah
beberapa menit Budi mengerjai scrotumku, aku tidak kuat lagi. Aku lepaskan
batang kemaluan Budi, dan aku kocok sendiri batang kemaluanku di saat Budi
aktif mempermainkan lidah dan bibirnya di daerah scrotumku.
“Oh,
Bud.. Bud.. Crot-crot-crot..” semburan air mani hangat mengenai wajahnya,
terutama pipinya.
Aku
mengelinjang, mengelenjot seperti ayam yang baru disembelih. Oh.. aku kuras
semua air maniku, aku tumpahkan ke wajah Budi. Aku tersenyum puas, Budi pun
membalas senyumku, sangat manis. Tapi aku tidak membiarkan Budi berdiam diri
saja setelah berhasil menguras habis air maniku. Dengan sisa tenagaku aku kulum
lagi batang kemaluannya yang juga sudah kangen dengan lubang mulutku.
Aku
gerakkan maju mundur, lebih cepat lagi. Aku tahu Budi juga sudah di ubun-ubun
nafsunya. Warming up -ku di luar kamar tadi sudah cukup lama membuatnya terbang
juga. Aku coba lebih keras dan cepat lagi kocokan batangnya dengan mulutku.
Tidak mempan juga, padahal 15 menit sudah aku melakukannya itu sampai mulutku
kejang kecapaian. Akhirnya aku lepaskan juga batang maut itu. Aku berpindah ke
bagian scrotum, siapa tahu dia mempunyai daerah rawan yang sama denganku,
sambil aku kocok batangnya dengan tanganku. Dia merasakan nikmatnya. Tetapi
batang itu masih saja tegak berdiri, sampai tanganku sekarang yang giliran
kecapaian 15 menit mengocok batangnya.
Akhirnya
aku susuri seluruh badannya dengan bibir dan lidah yang aku main-mainkan. Ke
daerah ketiak.. dan pindah ke putingnya. Aku isap kuat-kuat putingnya dengan
bibirku yang basah, sambil tanganku tetap mengocok batangnya.
Saat
aku isap putingnya. Tiba-tiba tangannya mengambil alih kendali tanganku yang
mengocok batang besar kemaluannya. Dia mengocok sendiri batangnya, dengan cepat
dan sangat cepat.
Dan
croot! croot! croott! semburan keras air mani kental, mengenai wajahku dan
rambutku, bahkan semburan yang tidak terhalang wajahku tersemprot mengenai atap
kamar. Woow luar biasa. Dia berkelojotan juga sebagai gerak balik dari semburan
air mani kental yang tersemprot sangat kuat.
Sementara
Adi melihat kami berdua, sambil senyum-senyum nyengir saja. Dan kami
membersihkan badan, terus mau tidur dengan Budi memelukku, dan di sebelahnya
Adi. Adi akhirnya ngocok juga dengan berusaha sambil mengisap batang Budi yang
ternyata masih berdiri tegak. Dan Adi mengeluarkan juga air maninya. Akhirnya
kami bertiga tidur terlelap semua.
*****
Sejak
saat itu, aku sering ketemuan dengan Budi. Dan aku lebih sering diajak nginap
di rumah sebenarnya bukan di kos-kosan. Dia masih tinggal dengan kedua orang
tuanya dan berjibun anggota keluarga lainnya, termasuk seluruh
keponakan-keponakannya. Aku bisa akrab dan sangat akrab dengan seluruh anggota
keluarganya, dari yang bayi 1 tahun sampai kedua orang tuanya. Mereka semua
tidak tahu, hubungan macam apa yang terjadi antara aku dan Budi. Karena
penampilan kami wajar-wajar saja. Tanpa kusadari aku telah menjadi boyfriend
Budi. Pertama aku merasa aneh, masa’ lelaki punya pacar lelaki. Ah, mungkin aku
kuno.
Dari
waktu ke waktu, akhirnya aku tahu bahwa Budi pernah sangat dekat dengan
kalangan celebritis top dan orang-orang terkenal lainnya, yang nota bene
orang-orang “sakit”. Dan itu bukan isapan jempol, karena adik maupun orang tua
Budi pernah cerita bahwa artis A, B, C sampai Z dulu sering kesini. Bahkan
tetangganya di perkampungan yang cukup kumuh tersebut juga cerita. Artis A dulu
sering kesini, atau artis B pernah kesini. Tetapi sekarang, orang yang ibarat
menjadi piala bergilir itu ada di pelukanku.
Aku
tidak peduli lembaran hidupnya sebelum ini. Walau sempat timbul dalam hatiku,
kenapa ia memilih aku. Aku sangat berada jauh di bawah mereka-mereka yang sudah
tenar dan kaya itu. Atau wajahku yang cukup sendu dan manis? He.. hehe.. tentu
ge-er ku ini tidak beralasan. Atau mungkin karena aku selalu apa adanya, dan
sedikit care walaupun itu dengan berjibun keponakan-keponakannya? Mungkin iya
kali’, aku berusaha untuk go down to the earth. Ah, tidak baik memuji diri
sendiri.
Tapi
sayang, kebahagiaanku tidak begitu lama. Setelah aku tahu, bahwa Adi yang Budi
bilang temannya itu ternyata pacarnya yang terakhir sebelum kenal aku. Shock,
aku dibuatnya. Walaupun Budi selalu bilang bahwa ia telah putus dengan Adi, dan
selalu bilang saya punya sifat yang sangat beda dengan Adi maupun pacar-pacar
sebelumnya. Tidak cukup kata-kata itu menyembuhkan rasa sakit ini.
Aku
juga tahu Budi sangat serius meninggalkan Adi. Tapi Adi tidak mau ditinggalkan
begitu saja. Walaupun selama ini anggota keluarga Budi tidak ada yang menaruh
sympati dengan Adi, dia tetap sering datang dan datang ke rumah Budi. Dan itu
cukup menyesakkan hatiku. Akhirnya aku sering mengalah, untuk meninggalkan
Budi. Tetapi semakin aku meninggalkannya, semakin dia berusaha untuk mencari
dan mendapatkanku. Jakarta ini sudah tidak ada tempat lagi untuk bersembunyi
dari Budi. Bahkan di daerah asalku pun tidak luput dari jangkauannya.
Akhirnya
kujalani hidup ini dengan kebahagiaan dan kengiluan luar biasa bercampur jadi
satu. Di saat Budi dekat dengan Adi, aku cari kompensasi baru untuk mengobati
luka bathin, dengan membuka hati kepada lelaki muda yang mungkin bisa mengisi
hatiku. Kebetulan aku sekarang prefer dengan “brondong” alias cowok-cowok muda
belia.
Sampai
sekarang belum ada brondong yang bisa lama mengisi hatiku. Semua sudah
terkontaminasi dengan kilau Jakarta. Disamping seleraku cukup tinggi (alat
vital sudah bukan jadi kriteriaku lagi), yang membuat cukup sulit brondong
menyelinap di hatiku.
Setelah
ber-tahun-tahun aku merasakan pahit getirnya kota Jakarta, dan madu – racun
berhubungan dengan Budi. Akhirnya aku tinggalkan semua itu, jauhh.. Mungkin
dengan melihat dari jauh, akan ketahuan seperti apa hidupku yang selayaknya.
Walaupun aku disini, merasakan ada yang hilang. Tapi biarlah.. semua aku hadapi
hidup di negeri orang ini, sendirian.
No comments:
Post a Comment