Nikmatnya
2 Taruna Angkatan Laut
Aku
kembali mengunjungi warnet Ampera7 untuk memuaskan nafsu homoseksualku. Siang
hari, banyak pria gagah berkumpul di warnet itu. Mereka adalah para taruna
angkatan laut. Ada yang badannya sangat tegap bak seorang binaragawan, tapi ada
pula yang badannya agak tambun. Belakangan ini, aku demam menonton tinju dan
fighting. Terutama kalau yang bertanding itu para bule yang berbadan keras. Aku
tidak suka kekerasan, namun aku suka melihat tubuh atletis para pria yang
sedang bertarung. Ah, sangat jantan dan maskulin.
Siang
itu, saat aku asyik melihat foto-foto seksi Mirko Cro Cop (petarung Kroasia
K-1) yang sedang bertarung telanjang dada, aku dikejutkan oleh seorang taruna
yang kebetulan sedang menemani temannya di warnet itu. Mereka duduk tepat di
sebelahku. Pria itu berkata, “Anda suka fighting, yach?”
Aku
hanya tersenyum malu, diam-diam mencuri pandang. Pria itu mengenakan seragam
angkatan laut, tanpa topi. Kulitnya sawo kecoklatan. Wajahnya menunjukkan usia
30an itu nampak ramah. Badannya memang tidak kekar, sedikit berlemak, namun
tidak gemuk. Dia memang tidak tampan, tapi juga tidak jelek. Biarpun begitu,
tiba-tiba aku menjadi bergairah sekali.
Temannya
jauh berbeda dengannya, lebih muda (20an). Tubuhnya lebih langsing namun
terlihat padat. Wajahnya sangat tegas dan juga tampan. Melihatnya saja sudah
melambungkan imajinasiku ke langit ketujuh. Apalagi kalau diajak bercinta.
Perkenalan lebih lanjut membuatku mengetahui bahwa nama pria yang menyapaku
tadi adalah Iwan. Sedangkan temannya itu Bram.
“Mau
enggak mampir ke tempatku?” tawar Iwan, tersenyum ramah.
“Aku
punya banyak foto petarung di komputerku. Kamu pasti suka.”
Tangannya
diletakkan di atas punggungku, membuat jantungku berdebar tak karuan.
“Mau
banget,” jawabku. Diam-diam, penisku mulai tegang, setegang baja.
Singkat
cerita, aku pun diajak Iwan dan Bram ke kamar asrama mereka. Banyak taruna
ganteng dan gagah yang berlalu lalang. Kemaluanku menjadi semakin tegang dan
mulai mengucurkan precum. Di dalam kamarnya, Bram menghempaskan dirinya ke atas
ranjang bertingkat bagian bawah. Dengan cueknya, Bram melepaskan pakaiannya dan
tidur dengan hanya mengenakan celana dalam putih. Keringat mengucur deras dari
sekujur tubuhnya. Nampaknya Bram benar-benar kepanasan. Sekilas, aku mengintip
tubuhnya yang mengkilat dengan keringat. Ah, seksi sekali.. Penuh dengan otot..
“Endy?
Lagi ngapain kamu?” tanya Iwan, membuyarkan lamunanku.
“Kok
dari tadi asyik mandangin badan Bram? Suka yach?” godanya, sambil mencolek
pinggangku.
Aku
terkejut sekali saat Iwan mencolek pinggangku. Untuk sesaat aku mengira kalau
dia juga gay, sama sepertiku. Namun, aku segera menghapus pikiran itu, sebab
mereka nampak sangat ‘straight’. Tanpa menunggu jawabanku, Iwan menyalakan
komputernya dan memintaku untuk duduk di depannya. Sesaat kemudian, dia sibuk
memperlihatkam foto-foto para petarung lain yang tak kalah ganteng dan kekar
dari Mirko Cro Cop. Aku semakin terangsang dan mulai duduk dengan gelisah.
Tanpa kusadari Iwan bergeser ke belakangku sambil memencet-mencet keyboardnya.
Tangan kirinya diletakkan di atas bahuku, meremas-remasnya dengan lembut. Aku
menjadi mabuk kepayang dibuatnya.
“Aku
punya gambar-gambar yang lebih bagus dari ini. Mau lihat?” tanyanya.
Aku
mengangguk saja. Lalu Iwan membuka sebuah folder yang berjudul Cowok. Apa yang
kulihat berikutnya membuatku terkejut sekali. Di depan layar komputer, berbaris
foto-foto cowok bule bugil. Ada yang berpose telanjang bulat, ada yang
berciuman dengan sesama pria, bahkan ada yang saling menyetubuhi pria lain.
Jantungku berdebar kencang sekali. Iwan segera menjawab,
“Ya,
aku gay. Aku ingin berhubungan seks denganmu, manis.”
Iwan
mencium-cium leherku dari belakang. Kedua lengannya yang besar dan kuat
menglingkari pundakku. Tangannya menjalari dadaku, meremas-remasnya. Tanpa
dapat ditahan, aku mengerang kenikmatan. Aku hanya dapat pasrah, menyadari
bahwa sebentar lagi Iwan akan mengambil keperjakaanku. Namun aku tak dapat
menyangkal kalau aku amat mengharapkannya.
Tangan
Iwan pun mulai menjalar dengan liarnya. Sambil membimbingku berdiri, Iwan mulai
memasukkan tangannya ke dalam celana pendekku. Alangkah terkejutnya Iwan
mengetahui kalau aku tak memakai celana dalam. Sambil tetap memelukku dari
belakang, dia memberikan sebuah senyuman mesum padaku. Mudah baginya untuk
menemukan alat kelaminku. Begitu dia menyentuhnya, aku mengerang makin liar.
Senjataku sudah mengeras dan membasahi celanaku. Satu-persatu, pakaianku jatuh
ke lantai. Dengan lembut, dia memutar tubuhku agar aku menghadap mukanya. Aku
kini sudah berdiri telanjang bulat di depannya. Iwan tersenyum sensual sambil
menjilat bibirnya.
Katanya,
“Aku paling suka cowok Chinese yang putih mulus sepertimu. Cocok sekali untuk
dingentotin.”
Iwan
nampaknya tak mau berbasa-basi lagi sebab dia segera menanggalkan pakaiannya.
Dengan bernafsu, Iwan memelukku. Pelukannya membuatku liar sehingga aku dengan
leluasa meraba-raba punggungnya.
“Mau
tidak ‘dipakai’?” tanyanya sambil memelintir kedua putingku. Aku mengangguk.
Kemudian,
terbuai dalam suasana erotis, aku menciumi sekujur tubuhnya, mulai dari leher, turun
ke dadanya. Ah.. Aku amat memujanya.. Dada milik Iwan memang tidak terlalu
keras dan berotot, namun lumayan seksi. Kedua putingnya yang tadi tertidur,
kini mulai mengeras seiring dengan permainan lidahku. Sesaat kemudian
terdengarlah erangan merdu dari bibir Iwan. Usai menjilati dadanya, aku
bergerak menuruni perutnya dan tiba di kemaluannya.
Sungguh
merupakan kontol terseksi yang pernah kulihat. Panjangnya hampir mencapai 20 cm
dengan ketebalan yang nyaris melampaui 5cm. Terbakar oleh nafsu birahi, kontol
itu berdenyut keras sekali, seolah menuntut servis dariku. Cairan
pra-ejakulasinya mulai mengalir dan menetes ke atas lantai. Dengan sigap, aku
menangkapnya dengan lidahku. Hmm.. Sungguh lezat sekali. Iwan hanya tersenyum
meyaksikan ulahku. Kontol Iwan memang nampak lezat sekali. Dengan saus
pra-ejakulasi yang terus mengalir turun.
“Ayo,
sayang, hisap kontolku,” ujarnya seraya mengelus-ngelus dadaku. Kemaluanku
sendiri tegang sekali, minta dipuaskan.
Sambil
berlutut, aku menjilati batang kejantanannya dengan antusias. Erangan nikmat
Iwan terdengar kencang sekali. Namun dalam suasana erotis seperti itu, hal itu
tidak dipedulikan sama sekali. Yang penting, hasrat semua pihak terpuaskan.
Kubuka mulutku lebar-leabr dan membiarkan kontol Iwan menerjang keluar masuk.
Sesekali aku tersedak namun dengan sigap, aku dapat kembali mengikuti irama
sodokan kontolnya itu.
“..
Aarrgghh..” erang Iwan, matanya terpejam rapat.
Cairan
pra-ejakulasi Iwan terasa bagaikan cairan ternikmat di dunia. Rasanya agak asin
dan terasa licin di lidah. Iwan memang sungguh merupakan seorang pejantan,
sebab cairan itu mengalir tanpa henti. Seperti bayi yang menyusu, aku terus
menghisap kepala kontolnya demi mendapatkan cairan itu lebih banyak. Aku
memperkuat sedotanku dan Iwan pun mengerang keenakkan.
Asyik
memeras kontol Iwan dengan bibir dan lidahku, aku tak menyadari bahwa seseorang
sedang berdiri di belakangku. Aku baru tersadar saat orang itu membelai-belai
punggungku. Ternyata orang itu adalah Bram. Dari sudut mataku, aku mengintip dan
mendapatkan Bram telah telanjang bulat. Kontolnya tegang, basah, dan
meninggalkan noda di lantai.
Sejujurnya,
Bram jauh lebih ganteng dan berotot dibanding Iwan, namun Iwan sendiri memiliki
aura kelaki-lakian yang tak dapat kutolak. Bram menggosok-gosokkan kontolnya ke
punggungku, sambil berciuman dengan Iwan. Sesaat kemudian, Bram bergeser,
mendekat pada Iwan sehingga kontolnya berada tepat di depan mulutku yang penuh
dengan kontol Iwan. Bram memukul-mukulkan kontolnya yang berliur itu ke pipiku.
Mau-tak mau, aku melepaskan kontol Iwan dan menggantikannya dengan kontol Bram.
Pada
dasarnya, kontol mereka kelihatan hampir sama. Namun, kontol milik Bram nampak
lebih besar. Mungkin Karena pemiliknya adalah pria yang berotot. Begitu kontol
Bram mendarat dalam mulutku, aku langsung dihadiahi dengan berliter-liter
cairan kelaki-lakiannya. Aahh.. Enak sekali.. Aku menyedot, menghisap,
menjilati, dan menggigit kontolnya. Aku mengkhayalkan kontol mereka berada di
dalam liang duburku secara bersamaan.. Pasti akan terasa asyik sekali..
Seolah-olah dapat membaca pikiranku.
Iwan
berkata, “Sabar saja, sayang. Nanti kamu akan mendapatkan kedua kontol kami di
dalam pantatmu.”
Iwan
mengocok-ngocok kontolnya sambil menikmati caraku menghisap kontol temannya
itu.
“Kami
akan mengisi perutmu dengan sperma kami, sampai kamu kebanjiran. Kamu mau kan?”
Saya
hanya mengangguk sambil terus menikmati kontol terlezat yang pernah kuhisap.
Menghisap kontol memang hobiku. Daripada menghisap rokok, lebih baik menghisap
kontol. Lebih enak, segar, dan sehat.
Bram
nampaknya larut dalam hisapan mautku. Sambil mengerang tertahan, dia memejamkam
matanya rapat-rapat dan terus memaju-mundurkan kepalaku.
“..
Aarrgghh.. Yeah.. Hisap terus kontolku.. Yeah.. Seperti itu.. Lebih kuat lagi,
sayang.. Aarrgghh..” erangnya.
Aku
terus menghisap batang itu dengan bersemangat. Sesekali, aku meraba-raba
pelernya dan juga dada bidangnya yang perkasa. Aahh.. Iwan yang tak mau
ketinggalan, menggosok-gosokan cairan pra-ejakulasinya ke mukaku. Aku tahu
keinginannya. Maka dengan adil, aku menghisap kontol mereka berdua secara
bergilir. Sementara aku menghisap kontol Iwan, tanganku mengocok-ngocok penis
Bram. Dan begitu sebaliknya.
“AArrgghh..”
Tiba-tiba,
Bram menjauhkan kontolnya dariku.
Dia
berkata, “Saatnya untuk dingentotin.”
Tangannya
menepuk pantatku keras-keras. Jantungku berdebar-debar. Dari dulu memang saya
sering membayangkan nikmatnya disodomi, namun aku belum pernah mencobanya.
Bagai domba yang digiring, saya digiring ke tempat tidur. Kedua pria perkasa
itu akan segera merenggut keperjakaanku. Iwan membaringkan tubuhku ke atas ranjang
dengan mesra sambil tetap menciumi bibirku.
Tubuhku
terbaring telentang dengan kedua kaki terkangkang lebar-lebar sementara Iwan
berdiri tepat di pertengahan selangkanganku. Bram berdiri di samping ranjang
dan segera mendorong kepala penisnya masuk ke dalam mulutku. Dengan lahap aku
menghisap batang itu kembali. Aahh, nikmatnya. Cairan pra-ejakulasi tak
henti-hentinya mengalir keluar dari lubang kencing milik Bram.
Dengan
penuh nafsu, Bram meremas-remas dadaku sambil mengeluarkan kata-kata kotor.
“..
Yeah.. Hisap kontolku.. Loe suka kontolku, ‘kan? Yeah.. Hisaplah seperti
seorang penghisap kontol yang baik.. Buat gue ngecret di mulutmu.. Hisap
kontolku..”
Kontolnya
didorong lebih dalam lagi, sampai-sampai kepala kontolnya mengenai dinding
kerongkonganku. Kontan saya tersedak, namun Bram tak sudi melepaskanku.
Sebaliknya, dia makin bernafsu, seakan-akan senang melihatku tersiksa seperti
itu.
Aku
hampir kehabisan napas namun tetap berusaha sekuatnya untuk mengikuti ritme
sodokan kontol Bram. Sementara itu, Iwan meraba-raba perut dan kemaluanku.
Dengan lembut, dia berkata,
“Jangan
takut, takkan sakit, kok. Yang penting, jangan dilawan. Biarkan saja kontolku
masuk. Santai saja.”
Tiba-tiba,
aku merasakan sesuatu yang besar dan basah sedang berusaha membuka paksa lubang
pantatku. Pelan namun pasti, benda itu mulai bergerak masuk ke dalam anusku.
Sakitnya tak terlukiskan. Untuk pertama kalinya, bibir anusku terbuka lebar
dengan paksa, perih sekali. Aku merasa seakan-akan bibir anusku akan sobek
seperti plastik yang terkoyak.
“AARRGGHH..!”
tangisku.
Namun
tangisan and eranganku tak dapat keluar dengan bebas sebab mulutku tersumpal
kontol Bram yang besar dan lezat itu. Hanya suara-suara eranan tertahan yang
tak jelas yang terdengar.
Akhirnya
kepala kontol Iwan telah masuk seluruhnya ke dalam tubuhku. Anusku mencengkeram
batang kejantanannya kuat-kuat, tak ingin melepaskannya. Meskipun anusku
berdenyut-denyut tak karuan, namun aku sangat menikmatinya. Rasa sakit itu
bercampur dengan kenikmatan. Kenikmatan yang kuperoleh dari kontol seorang
lelaki. Iwan hanya tersenyum mesum melihat kenikamtan yang jelas tergambar di
wajahku. Dia tahu benar seperti apa sifatku. Sifat itulah yang sering dia
temukan pada diri semua pelacur. Dia tahu benar betapa aku menikmati keberadaan
kontolnya di dalam tubuhku. Setetes cairan pra-ejakulasi menetes di dalam
duburku dan mengalir masuk ke dalam ususku. Aku hanya dapat mendesah kenikmatan
sambil tetap menghisap kontol Bram.
Tanpa
memberi aba-aba, Iwan mulai menggenjot pantatku. Dipompakannya penisnya yang
besar itu masuk-keluar, masuk-keluar, masuk-keluar, terus menerus. Semakin
lama, pompaannya semakin kuat, seakan ingin menanamkan seluruh batangnya ke
dalam tubuhku dan ‘menghamiliku’ dengan benih-benihnya. Tubuhku
berguncang-guncang dengan hebat, seiring dengan sodokan kontol Iwan yang makin
bertenaga.
Bram
nampak mulai bernafsu. Wajahnya mulai berubah kemerahan, menahan sesuatu.
Rupanya Bram sudah berada di ambang orgasme. Sebentar lagi dia akan segera
ngecret.
“..
Oh sial.. Gue mau keluar.. Aarrgghh.. Yeah.. Telan semuanya.. Telan air mani
gue.. TTEELLAANN..!!” Begitu kata TELAN habis diucapkan, kontolnya menggembung
besar di dalam mulutku dan mulai menembakan spermanya. CROT! CROT!
“AARRGGHH..!!”,
teriaknya.
“..
AARRGGHH..!! UUGHH..!! OOHH..!! YEAH!! AARRGHH..!! OOHH..!!”
Tubuh
Bram terguncang-guncnag dan bergetar hebat. Setiap tembakan pejuhnya mengirim
listrik bertegangan seribu volt ke seluruh tubuhnya.
CROT!
CROT!
Iwan
yang sedari tadi asyik menggenjot pantatku, rupanya terangsang habis oleh
orgasm kawannya itu. Seperti reaksi berantai, Iwan mulai menunjukkan
gejala-gejala akan kelaur sebentar lagi.
“..
Aakkhh.. Aku.. Kkellu.. AARGHH..!! UUGGHH..!! OOHH..!! AARRGGHH..!! UUGGHH..!!
AARRGHH..!!”
Iwan
terus-menerus mengerang sambil menembakan cairan kejantanannya, membanjiri
ususku. CROT! CROT! CROT! CRET!
Aku
sendiri terasa penuh, mengerang penuh kenikmatan.
Bram
yang masih merem-melek oleh karena orgasmnya yang luar biasa itu langsung
memegangkan kontolku dan mengocok-ngocoknya. Tak ayal lagi, aku pun keluar,
dalam beberapa detik saja.
“..
Oohh.. AARRGHH..!! OOGGHH..!! AARRGHH..!!”
CROT!
CROT! CROT!
Spermaku
bermuncratan ke mana-mana, mengenai tubuhku, tubuh Iwan, ranjang, dan tentunya
tangan Bram. Badanku menggelepar-gelepar, lubang anusku mencekik kepala kontol
milik Iwan yang masih berada di dalam. Kontol Iwan pun melemas begitu tetes
terakhir dari pejuhnya menetes keluar.
“AAhh..”
Iwan
jatuh menimpa tubuhku dengan lembut, sambil menyisirkan jari-jarinya pada
rambutku. Aku sendiri hanya dapat bernapas terengah-engah, letih tapi puas
sekali. Bram tak mau ketinggalan. Setelah mengeringkan kontolnya dengan cara
menggosok-gosokkannya pada mukaku, Bram berbaring di ranjang dan memelukku.
Kami bertiga saling berangkulan, bermain lidah dan bibir. Air liur kami saling
bercampur, namun rasanya nikmat sekali. Tangan Bram and Iwan menjamah tubuhku
dan mengusap-usap cairan sperma yang menempel pada badanku. Kurasa, aku mulai
jatuh cinta pada mereka berdua..
No comments:
Post a Comment