Page Tab Header

Monday, August 12, 2013

Menaklukkan Dua Satpam Straight


Menaklukkan Dua Satpam Straight 

 
Semua pekerjaan pasti ada risikonya. Namun aku tak pernah menduga pekerjaanku akan berisiko seperti ini. Bahkan sampai aku harus kehilangan benda yang paling paling berharga.

Keperawanan pantatku.

Aku takkan pernah lupa hari itu. Hari ketika seorang satpam, ah, bahkan dua orang satpam dipermalukan oleh maling ingusan. Aku tak tahu harus menaruh mukaku di mana ketika rekan-rekanku sif pagi menemukan diriku telanjang bulat bersama rekanku, Farouk, dalam posisi yang... tak pernah kubayangkan sebelumnya. Posisi yang sebenarnya lebih layak dilakukan oleh sepasang suami istri.

Namaku Wisnu, 31 tahun. Aku seorang satpam di PT. X. Kantor tempatku bekerja tak terlalu besar, hanya memang ada gudang yang berisi barang-barang yang cukup berharga. Belakang kantorku adalah sebuah tanah kosong yang aku tidak tahu siapa pemiliknya. Aku menyukai kantorku karena karyawannya ramah-ramah, bahkan kadang-kadang bos ku mengajak makan siang keluar kantor. Tiap empat bulan sekali, semua karyawan termasuk satpam dan cleaning service selalu diajak berlibur bersama, bahkan keluarga pun boleh diajak. Aku sendiri sudah beristri dan punya anak dua, yang satu laki-laki umur empat tahun, dan satu lagi masih bayi, perempuan umur sembilan bulan. Menyenangkan kan?

Hingga hari itu tiba.

Hari itu aku mendapat sif malam bersama rekanku Farouk. Dia masih muda, umur 24 tahun, dan baru beberapa bulan bergabung di kantor. Dia orangnya ramah, suka bercanda, kadang-kadang kelewatan malah. Badannya tidak sebesar badanku, tingginya 164 cm, beratnya 64 kg, Berat badannya itu ia peroleh dari massa ototnya yang cukup banyak, perutnya sendiri six pack. Dia memang rajin fitness tiap hari Minggu untuk menjaga kebugaran dan otot-ototnya; biasanya dia mengajakku fitness. Aku sendiri 175 cm, 72 kg, tidak seberotot dirinya, hanya saja badanku memang jauh lebih besar daripada Farouk. Dia sendiri sering memanggilku beruang. Farouk sendiri masih bujang, dan mengingat umurnya yang masih muda, nafsunya sendiri juga besar. Aku pernah memergokinya ngocok di kantor saat sepi; awal-awal dia malu namun lama-lama dia terbiasa, Entah sudah beberapa kali dia ngocok di depanku. Awalnya sih aku risih juga, tapi toh dia hanya ngocok kontolnya sendiri. Kontolnya cukup besar juga, aku tidak pernah melihatnya saat masih lemas, tapi saat sudah tegang kutaksir panjangnya sekitar 16,5 cm dan tebalnya 3,5 cm. Punyaku sendiri... kalau masih lemas panjangnya 10 cm, kalau sudah tegang bisa sampai 14 cm, tebalnya sih hanya 3 cm. Memang lebih kecil kalau dibandingkan Farouk, tapi aku biasanya tahan lama saat bercinta dengan istriku, dan kalau dia sudah kelelahan meladeniku, biasanya dia akan mengocokkan kontolku atau sesekali juga menghisapnya sampai muncrat. Kalau Farouk, mungkin karena darah mudanya masih menggelegak, kadang pernah dia ngocok hanya tahan tiga-empat menit. Ah aku jadi kangen istriku, sudah empat hari ini aku tidak bersetubuh dengannya karena dia sedang datang bulan, jadi harusnya spermaku sudah cukup penuh sekarang. Rencananya setelah sif ini berakhir, setelah anakku ke sekolah dan bayiku tersayang tidur, aku akan bercinta dengannya.

Seandainya kedua maling itu tidak merusak rencanaku.

Malam sudah mulai larut, karyawan terakhir yang tadinya lembur juga sudah pulang, jadi tinggal aku berdua dengan Farouk. Setiap sejam sekali kami bergantian mengelilingi gedung kantor (tak perlu masuk ke dalam karena sudah tidak ada orang di luar jadi gedungnya sudah dikunci). Saat tidak patroli, aku dan Farouk biasanya mencari hiburan sendiri, entah itu dengan ngobrol atau nggosip, mendengarkan radio, menonton TV, atau ngopi. Malam itu sama juga, dan setelah ngobrol kesana kemari, entah kapan akhirnya dia menyenggol masalah seks.
"Bapak enak ya sudah punya istri, bisa ngentot tiap malam," ujarnya iri.
"Ah kamu ini... makanya cepat cari pacar, nikahi!"
"Masih susah Pak... pacarku orang tuanya rewel, mereka minta aku punya rumah dulu baru bisa kawin sama dia! Padahal aku kan sudah pingin ngerasain ngentot..." Dia mengelus-elus selangkangannya pertanda sedang horny berat.
"Makanya kerja yang bener, jangan kontol aja diurusin!" sergahku sambil meremas kontolnya agak keras, membuatnya mengerang. Aku tahu dia sangat sebal kalau digitukan, biasanya rasa ngilunya bisa membuat kontolnya lemas lagi. "Ah Bapak ganggu aja!" gerutunya, tapi dia tidak pernah berani membalas meremas kontolku; menyentuhnya saja dia tidak pernah berani. Tentu saja dia normal, pacarnya pun seorang cewek yang menurutku cukup cantik dan bahenol--tapi masih lebih cantik istriku tentu saja. "Patroli sana!" perintahku sambil melemparkan sebundel kunci padanya, yang dengan malasnya ia kaitkan ke sisi sabuknya, dan sambil sedikit menggerutu ia pun patroli. Memang saat itu gilirannya patroli; kulirik jam dinding di pos jagaku, sudah tengah malam. Sambil menunggu, aku melanjutkan menonton TV.

Sampai hampir satu jam kemudian, ia tak kembali-kembali.


"Ah dasar Pak Wisnu ini ganggu aja!" gerutuku sambil mulai menyusuri gedung kantor. Sebenarnya tidak ada yang perlu diawasi sih, tapi tetap saja semua harus diawasi. "Mana dingin pula..." Sambil berjalan gontai, kuelus-elus kontol kebanggaanku itu. Pak Wisnu saja kagum melihatnya pertama kali. Pacarku juga suka memainkannya, tapi aku belum pernah menyetubuhinya. Takut dia hamil. Bisa gawat urusannya. Paling sering dia kocok-kocok aja, sesekali dihisap kalau lagi pingin betul. Mulutnya nggak cukup untuk masukin semua batang kontolku. Aaahhh tambah horny saja aku memikirkannya! Coli bentar ah biar lega!

Aku pun memilih tempat yang tidak terlalu terlihat dari luar kantor--ah tapi gedung kantor pun sudah terkunci; tidak ada orang! Ada sebuah pohon besar di sebelah gudang, dan setelah aku memeriksa pintu gudang itu tetap terkunci, aku pun memulai permainanku. Kuelus-elus kembali batang kontol kesayanganku yang sudah tegang itu dari balik celana satpamku, kutekan-tekan kepalanya. Aaaahhh... Tak sabar lagi, kubuka resleting celanaku, kukeluarkan batang kontolku, dan kugenggam. Tanganku dingin, membuat aku agak menggigil dibuatnya, tapi itu malah membuatku semakin horny. Aku pun mulai mengocok kontolku sambil membayangkan tubuh semok pacarku, mengerang-erang tak peduli, toh tak ada orang.

Atau itu yang aku kira.


"Dul, kau yakin ini tempatnya?" bisik seseorang.
"Yakin! Percaya deh! Dah diem, ikut aja!" Abdul mulai memanjat tembok itu dengan tangga yang sudah ia sembunyikan di semak-semak beberapa hari sebelumnya, sementara temannya melihat-lihat sekeliling. Harusnya tidak akan ada yang bisa melihat mereka karena tanah itu tertutup semak-semak yang cukup lebat, tapi mereka tetap harus bersiaga penuh. Abdul mengikat tali untuk tempat mereka naik nanti kalau operasi mereka sudah selesai, lalu ia menyuruh temannya itu naik sementara ia sendiri turun ke dalam kompleks. Setelah merasa aman, ia memberi kode pada temannya untuk turun. "Sekarang gimana Dul?"
"Halah To To, tadi kan udah kujelasin! Kamu ini geblek amat sih!"
"Ya maklum Dul, aku kan nggak lulus... buat cari makan aja susah gini, gimana mau sekolah?"
"Makanya kita nyolong, geblek! Aku sudah lihat sendiri, kantor ini banyak hartanya! Dan kalau malam cuma ada dua satpamnya!"
"Kalau ada yang keliling ntar gimana?"
"Ya jangan sampai ketahuan!"
"Kalau ketahuan?"
"Dah diem!" Parto temannya diam, lalu ikut mengendap-endap di belakang Abdul. Mereka menuju ke gudang kantor itu, yang menurut Abdul banyak yang bisa disikat. Sampai di sudut kantor, Abdul melihat sesuatu, dan menyuruh temannya untuk berhenti. "Kenapa Dul?"
"Ssssttt!" Abdul merendahkan suaranya. "Ada yang keliling."
"Trus?"
"Dia lagi coli!"
"Kok tau?"
"Diem, dengerin!" Mereka berdua pun terdiam. Betul, terdengar suara erangan seseorang, yang mereka duga pasti satpam. Abdul mengendap-endap ke balik pohon yang lain untuk melihat lebih jelas, diikuti Parto--untungnya satpam itu, Farouk, sedang coli menghadap pohon sehingga ia tidak melihat ada dua orang tak diundang. "Gilaaaa, gede bener barangnya!" seru Parto.
"Ssssstttt!!! Jangan sampe dia denger suara kita, geblek!"
"Tapi liat tu Dul, barangnya gede bener! Punyamu aja kalah gede!" Mau tidak mau Abdul setuju; batang satpam itu besar sekali. "Kita kerjain dia yuk Dul!"
"Dia bawa kunci gudang tuh To, lihat?" Abdul menunjuk ke pinggang satpam itu, kunci-kunci itu memang sekarang bergemerincing karena satpam itu sibuk mengocok kontolnya. "Kita bisa ngerjain dia di dalam gudang!"
"Gimana caranya Dul?"
"Kamu diam aja di sini, ntar bantuin aku kalau dia ngelawan!" Abdul pun menyiapkan pisau di pinggangnya, dan sebuah sapu tangan yang sudah beri obat yang baunya memabukkan. Ia pun mengendap-endap setenang mungkin tanpa menimbulkan suara, mendekati si satpam yang masih saja sibuk mengocok kontolnya. Sepertinya satpam itu hampir orgasme karena nafasnya mulai pendek-pendek, eranganya mulai putus-putus, dan suara gemerincing kunci-kunci itu semakin intens. "Aaaaahhh yaaaannnggg... mauuu keluaaaarrr...."
"Jangan bergerak!" Abdul tiba-tiba menyergap satpam itu, melingkarkan tangan kirinya di leher si satpam sementara tangan kanannya menghunus pisau dan menempelkan ujung tajamnya ke leher satpam itu. "Kugorok kau nanti!" Satpam itu terkejut dan spontan mengangkat kedua tangannya, kontolnya berkedut-kedut begitu saja belum sempat memuncratkan spermanya. "Atau kau mau kontolmu kupotong?!" Abdul sengaja memindahkan pisaunya ke kontol satpam itu, tepi pisaunya menyentuh kepala kontolnya.
"Ja...ja...jangan!" jawab satpam itu ketakutan. "Jangan potong kontolku!"
"Kalau begitu, serahkan kuncinya! Jangan melawan atau kujadikan bakso kontolmu!" Abdul menusuk kontol satpam itu dengan ujung pisaunya, tentu saja hanya main-main, namun cukup untuk membuat satpam itu terpekik. "A...a...ambil saja!" Ia memberi tanda bahwa kuncinya ada di pinggang kanannya. Kontolnya mulai melemas, bergantung begitu saja di luar celananya. "Bagus!" Abdul kegirangan namun berusaha tetap angker. "Buka pintu gudangnya, dan jangan coba-coba melawan!" Ia memberi kode pada Parto untuk menyusul, sambil tetap menghunuskan pisaunya ke pinggang belakang satpam itu. Agak gemetar satpam itu mengambil kunci dan mencari kunci gudang itu, lalu membuka pintu gudang itu. Akhirnya!
"Terima kasih Pak Satpam," bisik Abdul mengejek. Parto lalu menghadap satpam itu dan mulai mengelus-elus batang kontol satpam itu. Satpam itu mengerang sedikit. "Jangaaannn..."
"Kenapa Bapak?" goda Abdul. "Bapak kan lagi horny, biar kita bantu."
"A...a...aku... aku... normal... aaahhh..."
"Tapi kontol Bapak suka." Memang benar, kontolnya dengan cepat menegang kembali.
"Jangaaannn... aaaahhh..."
"Diam!" Entah keberanian dari mana, Parto menghunjamkan lututnya ke kontol satpam itu. Satpam itu pun berlutut di tanah, memegangi kontolnya yang ngilu. Dengan cepat Abdul pun memukul tengkuk satpam itu menggunakan gagang pisaunya, membuat satpam itu pingsan. "Kau ini!" sergah Abdul.
"Aku pingin mainin dia."
"Dasar... bantu bawa ke dalam!" Abdul mulai menyeret satpam itu, membaliknya terlebih dahulu supaya kontolnya tidak terluka. "Aku punya rencana."


Seandainya aku tidak lengah, aku pasti akan melihat dua orang maling itu. Seharusnya aku bisa melumpuhkan mereka, aku dibekali dengan berbagai jurus bela diri. Namun entah kenapa, ketika maling itu menodongkan pisaunya ke kontolku, aku sama sekali tidak berdaya. Dan aku harus menanggung akibatnya.

Sebuah siraman air dingin membangunkanku. Aku pun gelagapan dan membuka mataku. Sepertinya aku berada di dalam gudang, dengan satu buah lampu bohlam telah dinyalakan. Aku menggerakkan badanku, namun sesuatu menghalangiku. Aku baru menyadari bahwa aku telah diikat di salah satu pilar penyangga di gudang itu; tanganku ditarik ke belakang kepala dan diikat erat, bahkan sepertinya tanganku juga diikat ke pilar itu. Kakiku rupanya tidak diikat semuanya, hanya kaki kanan yang diikat, seharusnya bisa aku jadikan senjata untuk melumpuhkan kedua maling itu. Aku menengok ke bawah untuk melihat pisau dan tongkat jagaku, hanya untuk menemukan salah satu dari maling itu asyik menghisap kontolku. "Ha! Sudah bangun dia!" ujar salah satu maling. Mereka berdua mengenakan topeng hitam, yang sedang berdiri di depanku ini tingginya hampir sama denganku. "Kalian... kalian! Kalian mau apa?!" Aku berusaha menjaga agar suaraku tetap berat dan kekar, tapi rasa nikmat di kontolku membuat suaraku agak tercekat. Hisapannya luar biasa, pacarku saja tidak pernah menghisap kontolku seenak ini!  "To, udah dulu! Jangan bikin dia muncrat!" Temannya itu agak menggerutu tapi dia berhenti juga, membuatku mengutuk dalam hati.
"Tadinya kami ingin mencuri!" ujar maling itu sambil tertawa. "Tapi kami menemukan kau, Bapak..." Maling itu membaca nama di dadaku sambil mengelus-elusnya. Anehnya itu membuatku terangsang. Padahal dia laki-laki, dan aku juga laki-laki! "Farouk! Pak Farouk sudah mempertontonkan sesuatu yang jadi idaman banyak orang. KONTOL." Dia menggenggam kontolku dan meremasnya, hanya sebentar namun keras, membuatku mengerang. "Aaarrgh!!" Mereka berdua tertawa melihatku meringis menahan ngilu di kontolku; aku paling benci dibegitukan. Kucoba menendang maling itu menggunakan kaki kiriku yang bebas.
Meleset.
"A a a, jangan melawan Pak Farouk!" peringat maling itu sambil menamparku dan memukul perutku. Rasa pening dan mulas pun menderaku. Mimpi apa aku semalam sampai harus disiksa seperti ini... "Pak Farouk jangan khawatir, kami tidak akan melukai Bapak, asalkan Bapak menurut. Kalau Pak Farouk nurut, kami juga akan memberikan Bapak kenikmatan yang tiada tara." Ia mengelus-elus kembali kontolku. Perasaanku campur aduk, antara marah, terhina, dan menginginkan lebih. Tidak pernah ada laki-laki yang menyentuh kontolku, dan maling ini malah memainkannya! Tapi permainannya enak sekali... atau hanya aku yang sedang horny? Tanpa bisa kucegah, kontolku kembali menegang. "Sabar Pak," maling itu menepuk-nepuk pipiku sambil menatapku dalam-dalam. "Permainan baru saja dimulai."

Dengan aku menendang kontolnya.


"Ikat kakinya To!" umpatku sambil menahan rasa sakit akibat tendangan satpam itu. Pas sekali di telur-telurku! Parto pun mengambil seutas tali yang lain, dan mulai mengikat kaki kiri Farouk yang dipakainya menendang kontolku. Dia agak meronta-ronta ketika Parto mencoba mengikat kakinya, jadi kubantu dengan menghunjamkan beberapa pukulan ke perutnya dan wajahnya. Akhirnya Farouk pun terdiam, nafasnya tersengal-sengal menahan sakit, darah mulai mengalir di ujung bibirnya yang mungkin tergigit setelah kupukul beberapa kali. "Kita lihat setangguh apa dia To!" Farouk mulai berteriak-teriak memanggil bantuan, tapi aku sudah sigap dengan kain kumal yang kujejalkan ke mulutnya. Tahu bahwa aku hendak menyumpal mulutnya, Farouk langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat. "Buka!" bentakku sambil meremas kontolnya, semakin lama semakin keras, sebelum akhirnya dia menyerah dan membuka mulutnya. Kujejalkan kain kumal itu, lalu kuikat ke pilar itu. "Hahahaha! Mau teriak sampai mati pun tak akan ada yang mendengarkanmu!" Farouk masih meronta-ronta, tapi kini suaranya tertahan kain kumal itu. Akhirnya aku bisa mulai melancarkan aksiku: menikmati tubuh seorang satpam.

Kumulai aksiku dengan perlahan-lahan membuka kancing baju hitamnya, sambil aku terus tersenyum pada Farouk. Farouk terus menggeleng-geleng tidak terima, namun tentu saja tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain pasrah dan menikmati semuanya. Sekitar separuh jalan aku mulai bernafsu, jadi kusobek langsung bajunya, rasanya ada satu kancingnya yang copot.. Farouk masih mengenakan kaos dalaman berwarna hitam juga. Kuelus-elus dadanya, bidang juga. Kutelusupkan tanganku untuk merasakan perutnya. "Wah six pack nih To!" Kulanjutkan naik ke dadanya untuk memainkan puting susunya. Sudah melenting keras. "Nah enak kan Pak Farouk?" godaku. Farouk tidak menjawab, antara gengsi, malu, atau diam-diam menyukainya. Kukeluarkan tanganku, kulihat Parto sibuk menciumi sepatu buts satpam itu dan mengelus-elus kakinya. Kontol Farouk masih saja menegang, precum terus menetes dari lubang kencingnya. Kulanjutkan aksiku dengan pisauku; sedikit menggoda Farouk dengan menggoreskannya perlahan dari pipinya, turun ke jakunnya, dadanya, perutnya, berbelok sedikit ke pangkal pahanya, kembali ke telur-telurnya, dan batang kontolnya, membuat Farouk kembali ketakutan. Aku begitu menikmati wajahnya yang ketakutan. Kutampar Farouk sekali lagi, sebelum akhirnya aku menelusuri kembali tubuhnya dengan pisauku kembali ke dadanya. Kubuat sobekan tak teratur secukupnya di kedua puting susunya. Puting susunya yang merah dan melenting begitu ranum menggoda. Kusarungkan dulu pisauku sebelum akhirnya aku bisa memainkan puting susunya dengan mulut dan lidahku. Kuhisap-hisap puting susunya di dadanya yang bidang itu, sambil tanganku yang bebas berusaha menyobek kausnya di bagian perutnya. Kugigit-gigit puting susu itu sampai Farouk mengerang cukup keras dan putingnya menjadi merah. Sesekali kupelintir putingnya kuat-kuat, membuat Farouk mengerang kesakitan sambil berjingkat-jingkat dan meronta-ronta, namun kontolnya malah tetap keras, bergantung-gantung dan berkedut-kedut minta dilayani. Parto yang merasa sudah puas mencium bau sepatu buts Farouk akhirnya merayap naik menuju paha Farouk, mengelus-elus kontol Farouk, dan langsung menghisapnya. Ia memulai menghisap bola-bola kontol Farouk yang ranum itu, dan sepertinya Farouk belum pernah mengalaminya karena ia mengerang hebat.

Akhirnya aku dan Parto bekerja sama mengerjai Farouk. Tiap Parto memberikan kenikmatan pada Farouk dengan melayani kontolnya, aku membuatnya kesakitan dengan memelintir puting susunya, sesekali mengelus-elus dan memukul perut six pack-nya. Mungkin lama-lama ia menikmati juga disiksa seperti itu, karena kata Parto kontolnya tetap saja keras. Parto pun bahkan menikmati kontolku yang tentu saja ikut mengeras berkat menyiksa Farouk si satpam. Kalau dia sedang mengisap kontol Farouk, kontolku dikocok. Kalau dia sedang mengisap kontolku, kontol Farouk dikocok. Entah sudah berapa kali Farouk si satpam menggelinjang; ia tak lagi meronta-ronta dan mulai menikmati permainan itu.

Dan sepertinya ia akan orgasme.

Kusuruh Parto menghentikan aksinya, lalu kutatap satpam itu dalam-dalam. "Kamu mau muncrat ya?" tanyaku. Farouk tidak menjawab. Kupukul perutnya sampai ia mengerang, lalu kuelus-elus lembut batang kontolnya sambil bertanya lagi, "Kamu mau muncrat ya?" Farouk mengangguk sambil mendesah pelan. "To, dia mau muncrat nih! Dibolehin ga?" Farouk hendak protes ketika aku menekan kepala kontolnya agak kuat. "Jangan Dul! Aku masih pingin mainin dia."
"Kau dengar itu Pak Farouk?" aku kembali menatap Farouk dalam-dalam sambil kembali menekan kepala kontolnya. "Bapak tidak boleh muncrat sampai kami bilang boleh."
"Eh Dul, sampai jam berapa kita mau mainin dia?" tanya Parto. "Yang jaga pagi datang jam berapa?"
"Jam enam ganti giliran, jadi kita punya..." Kulirik jam tanganku. "Sekitar 4-5 jam lagi. Kita cabut jam lima aja, paling lambat setengah enam."
"Asik deh, bakal lama ini main sama Pak Farouk!" Parto kembali menjilat-jilat bola-bola kontol Farouk si satpam, membuat Farouk kembali mengerang keenakan.
"Waktunya sodomi dia To!" ujarku sambil mengambil tongkat satpam Farouk, menimang-nimangnya di tanganku sambil menatap satpam itu dan tersenyum sinis. Farouk mulai gelisah, sepertinya ia mulai memahami maksudku. "Atau biarkan dia orgasme dulu?"

Mendadak aku mendengar suara langkah lain yang samar-samar, sambil sesekali memanggil, "Farouk?" Seberkas cahaya tipis pun masuk melalui jendela gudang. "Temannya tuh Dul!" bisik Parto agak panik. "Gimana ni?"
"Aku ada rencana. Kita sergap temannya juga, lalu kita garap bareng."
"Caranya?" Kubisikkan rencanaku ke Parto, dan ia manggut-manggut saja. "Farouk?" suara itu bertambah kencang. Farouk si satpam pun mulai mengerang berusaha teriak, namun tentu saja suaranya tertahan  Aku memberi kode ke Parto supaya bersiap-siap.


"Farouk?" Ke mana anak ini, kutukku dalam hati. Kayanya dia betulan horny, mungkin coli di suatu tempat. Tanpa sadar kuelus-elus kontolku sendiri, yang agak tegang juga. Mungkin kena dingin. Tapi aku sebenarnya juga pingin. Ah sabar Wisnu, kau masih berdinas! Nanti kau bisa main sepuasnya! Aku mengarahkan senterku ke arah gudang, dan lampu di dalam menyala. Sepertinya dia coli di dalam. Aneh-aneh saja anak ini... "Farouk?" panggilku agak keras. Gudang itu sudah semakin dekat, dan aku bisa mendengar suara erangan Farouk. "Kau coli ya?" Ia tidak menjawab, bahkan erangannya semakin keras. Kubuka pintu gudang itu, yang tidak dikunci--dasar Farouk, kalau sampai ada maling gimana? "Farouk? Kau di mana?" Sekali lagi hanya erangan yang kudapat. Dasar anak itu, kalau lagi coli memang suka lupa keadaan sekitar...

Dan akhirnya aku menemukannya. Dalam keadaan terikat, baju dalamnya sobek di bagian dada, dengan putingnya melenting merah, dan ia sedang mengocok kontolnya. "Ya ampun Farouk, kamu ini..." Gila juga dia, kontolnya benar-benar tegang dan keras, dan melihat dirinya yang mengerang sambil merem melek, sepertinya sebentar lagi dia orgasme. Tapi setelah kulihat-lihat lagi... kenapa posisi tangannya aneh sekali? Dan siapa yang mengikatnya? Tangan siapa yang sedang mengocok kontolnya? "Farouk?" Pikiranku langsung mencoba mencari-cari jawabannya. Kalau hanya ada aku dan dirinya, lalu siapa yang mengikatnya? "Farouk? Ada maling?" Dia seperti terhipnotis akibat seseorang yang mengocok kontolnya. Aku mendadak siaga, namun kejadian berikutnya benar-benar di luar dugaanku.

Farouk orgasme.

Erangan panjangnya tak kuduga datang secepat itu, dan aku tak sempat menghindari tembakan spermanya dari kontolnya, seperti meriam yang mulai menembakkan amunisinya. Muncratan spermanya mendarat di bajuku, di perutku, dan meleleh ke gesper sabukku. Sial!, umpatku. Gimana jelasinnya ke istriku ini nanti kalau dia mencium bau sperma di bajuku? Tapi belum sempat aku memikirkan sebuah alasan, Farouk membuka matanya dan mengerang sekali lagi sambil membelalakkan matanya. Kukira dia orgasme lagi.

Ternyata dia hendak memperingatkan aku akan maling yang menyergapku dari belakang. Ia mencekikku dengan merangkulkan tangannya di leherku, dan sejenak aku gelagapan. Aku mencoba tenang dan mengingat-ingat semua latihan bela diri yang sudah kudapatkan semasa pelatihan dulu. Aku berhenti mencoba melepaskan cekikannya, lalu kugunakan sikutku untuk memukul si penyergapku. Kena, tapi ia tidak menyerah begitu saja. Kujejakkan kakiku untuk menyakitinya kembali, dan kurasa aku mengenai kakinya. Kujejakkan sekali lagi dan tulang keringnya terkena, sehingga cekikannya terlepas. Aku pun segera berbalik dan menghadapi si penyergap. Benar dugaanku, ada maling! Badannya kalah besar dariku, sehingga kupikir ini adalah lawan yang cukup mudah. Aku pun segera mengerahkan ilmuku untuk melawan maling itu. Ternyata maling itu pun melawan, dan dia ahli juga. Beberapa kali pukulanku berhasil mendarat di maling itu, namun ia pun juga berhasil memukulku beberapa kali, entah itu di wajah, dada, dan perutku. Untungnya kerja kerasku selama ini menjaga kebugaran terbayar sudah. Maling itu mulai terengah-engah kehabisan tenaga. Kurasa aku bisa menangkapnya sekarang. Kusergap maling itu; ia meronta-ronta melawan namun kuncianku sepertinya paten. Sayang aku tidak melihat tangannya merogoh ke dalam saku celananya untuk mengambil sesuatu, dan begitu aku menyadarinya...

Breeeettt... Maling itu ternyata mengambil pisaunya. Spontan aku menghindar, namun terlambat.

Rasa perih pun mendera paha kananku, dan aku spontan melepaskan kuncianku. Kulihat paha kananku: celanaku sobek lurus di sana, dan kulihat luka tipis di pahaku mulai melelehkan darah. Dan itu kesalahan terbesar yang kubuat, harusnya aku tidak melepaskan kuncianku, atau paling tidak aku tidak perlu mengecek lukaku. Ia bertubi-tubi menghantam mukaku, membuatku pusing dan terhuyung-huyung. Aku mencoba kembali fokus dengan menahan sakitku, namun maling itu kini di atas angin. Ia kembali mengunciku dengan melingkarkan tangannya di leherku, sambil tangannya yang bebas memegangi lukaku dan membuat rasa perih itu semakin intens. Aku kembali meronta-ronta untuk melepaskan diri. Pikirku, bodohnya ia mengulangi kesalahan yang sama! Kuhunjamkan kembali sikutku berkali-kali untuk melepaskan diri.

"Sekarang To!" maling itu berteriak. Apa? Ada dua maling? Belum sempat aku mengatasi kebingunganku, seseorang muncul dari balik pilar tempat Farouk terikat. Jadi dia yang tadi mengocok kontol Farouk... Maling itu membawa sesuatu yang kukenali sebagai tongkat satpam, mungkin milik Farouk, mendekati diriku sambil sedikit berteriak menghimpun tenaga dan menghantamkan ujung tongkat itu ke kontolku. "Ugh..." Hanya itu yang keluar dari mulutku ketika tongkat itu menghantam kontolku, saking kerasnya sampai tubuhku serasa sedikit terangkat akibat hantaman itu. Rasa sakit yang tidak pernah kurasakan sebelumnya langsung menjalar ke seluruh tubuhku hingga ke otakku, membuat otot-otot tubuhku sejenak menegang, sebelum rasa mulas menyusul. Aku bisa merasakan maling tadi melepaskan kunciannya, namun aku tak bisa bereaksi. Aku hanya spontan memegangi kontolku yang berdenyut-denyut sakit, namun itu hanya sebentar. Maling itu menyikat daguku, membuat aku terhuyung-huyung dan akhirnya terjatuh menimpa kardus-kardus kosong. Pandanganku berkunang-kunang, dan sejenak dunia terasa melambat. Aku bisa melihat bayangan istri dan keluarga kecilku. Apakah aku akan mati di sini, di tangan maling...

Semuanya berakhir ketika maling itu tersenyum padaku, dan menginjak kontolku. Kembali rasa sakit itu mendera lagi, dan aku hanya bisa mengerang lemah. "Jangan..." Jangan kontolku... Aku mendengar maling itu tertawa sebelum ia tanpa ampun menginjak dan memutar-mutarkan sepatunya di atas kontolku, membuat pandanganku gelap.

Aku pingsan.


"Gila kau To!" ujarku setelah memastikan satpam kekar itu benar-benar pingsan. "Gimana kalau kontolnya pecah coba?" Kuraba-raba kontol satpam itu--oh namanya Wisnu, sepertinya sih tidak ada yang pecah.
"Gak mungkin!" sergah Parto. "Sudah lama banget Dul aku pingin niru kaya yang di film-film, hehehe... buktinya ga pecah kan?"
"Dasar kau ini... kalau dia mandul gimana?" Aku iseng merogoh saku celananya, mungkin ada dompet di sana. Ada memang, jadi kukeluarkan dan kulihat isinya. Ternyata ada foto istrinya dan dua anaknya! "Tuh kan To dia sudah punya anak!"
"Ah peduli amat! Kalau dia mandul ya sudah, ga usah bikin anak lagi aja, kontolnya untuk kita-kita, hahaha..." Aku hanya bisa menggerutu mendengarnya, tapi ide itu tidak terdengar buruk juga. Bisa memainkan kontol satpam setiap hari? Seru tuh! "Sudah sini, bantu aku ikat dia, sebelum dia sadar!"
"Diikat di mana Dul?"
"Carikan meja dan tali lagi!" Di dekat situ kebetulan ada sebuah meja dari kayu yang kurasa cukup besar untuk mengikat Wisnu. Sengaja kuikat di sana supaya aku dan Parto bisa menyodomi satpam Wisnu. Sayang juga si Farouk posisinya sulit, jadi agak susah disodomi... aku sudah horny berat dari tadi, walaupun sekarang tubuhku agak sakit-sakit setelah melawan Wisnu. Untung saja dia bisa dikalahkan... Tak lama kemudian Parto kembali membawa tali yang cukup banyak. Aku dan Parto pun akhirnya mengangkat tubuh Wisnu ke atas meja itu, lalu mengikatnya. Kubuat dia terikat dalam posisi menyerupai huruf X: kedua tangannya terbuka dan diikat ke sisi meja mulai dari tangan sampai ke sikutnya supaya ia tidak bisa melepaskan diri dengan mudah. Kunaikkan kepalanya di atas ikatan itu supaya ia bisa melihat dengan jelas apa yang nanti akan kulakukan terhadap tubuhnya. Kuposisikan agar Wisnu si satpam bisa disodomi dari tepi meja; mau tidak mau kakinya dari lutut ke bawah harus diikat di kaki meja yang lain, sehingga lubang pantatnya kurang lebih berada di tepi meja. Parto berkali-kali meremas kontol Wisnu saat aku mengikat Wisnu dalam posisi seperti itu; kutepis tangannya tiap kali ia melakukannya. Memang posisinya bikin horny berat sih... Kupastikan ikatanku erat dan sulit dilepaskan--entah kenapa tali di gudang itu banyak sekali. Akhirnya selesai juga. "Terus sekarang kita ngapain Dul?"
"Kita tunggu dia sadar, sekarang kita mainin si Farouk lagi." Farouk hanya terdiam selama kejadian itu, dan kusadari kontolnya mulai menegang kembali. "Tuh To, satpammu mulai ngaceng lagi! Kayanya dia horny ngeliat temennya sendiri, hahaha!" Parto pun menghampiri si Farouk dan mengelus-elus kontolnya, membuatnya mendesah kembali. "Gila Dul, liat ni!" ujar Parto kagum. "Kontolnya cepet banget tegangnya! Jangan-jangan dia homo juga!" Farouk mengerang protes; tentu saja dia bukan seorang gay, namun mungkin setelah kejadian ini dia akan ketagihan dengan kenikmatan yang diberikan sesama pria...
"Ga mungkin ah!" ujarku sambil mendekat dan mencoba mencari dompet Farouk. "Tadi dia manggil-manggil pacarnya cewek tau! Sekarang biar dia rasakan nikmatnya dimainin cowok, hahaha! Pasti dia bakal ketagihan! Dan kau tahu To, aku pingin banget ngentot dia." Farouk membelalak ketakutan dengan ide itu, tapi raut mukanya membuatku semakin bernafsu. "Sayang posisinya kaya gini, tapi biar deh! Bisa dientot pake yang lain!"
"Maksudmu Dul?"
"Sini aku tunjukin!"

Kukeluarkan pisauku kembali, sedikit berlumur darah Wisnu. Kugoda kembali Farouk seakan-akan aku hendak memotong kontolnya. Memang aku akan memotong sesuatu di daerah kontolnya, tapi tentu saja bukan kontolnya yang hendak kupotong; sayang sekali benda menggairahkan seperti kontol Farouk harus dicabut dari tubuhnya. Kusayat celana satpamnya tepat di pangkal pahanya, kemudian kubuat sayatan demi sayatan lainnya sampai bagian selangkangannya terekspos dengan sempurna. Kulitnya yang putih mulus begitu menggiurkan, dan kontolnya sendiri ternyata juga mulus. Bulu jembutnya tercukur dengan rapi, mungkin ia tipe cowok yang tidak suka berbulu. Celana dalamnya juga sudah kusobek, sehingga tak ada lagi yang menghalangi lubang pantatnya. Farouk meronta-ronta selama penelanjangan itu, tapi tentu saja ia tidak bisa berbuat apa-apa, dan aku selalu mengancamnya dengan menempelkan bilah pisauku yang dingin ke kontolnya. "Kalau kau ga mau kontolmu terpotong, diam!" Akhirnya dia diam juga, dan selesai juga tugasku. "Terus kau mau apain dia Dul?"
"Kocokin aja dia terus To." Aku mengambil tongkat satpamnya yang entah terlempar ke mana tadi selama perkelahian itu. Ketemu. Kuolesi dengan pejuh Farouk yang tercecer di lantai gudang. Kutunggu sampai Farouk kembali rileks dan kontolnya menegang penuh, lalu kusuruh Parto minggir. Aku berlutut di depan Farouk, mengelus-elus kontolnya supaya ia tetap rileks dan horny. Kuputuskan untuk mengisap kontolnya sebentar. Farouk pun kembali mengerang keenakan, sampai kurasakan bola-bolanya mulai mengerut. Parto sendiri akhirnya coli di depan Farouk. "Mau orgasme ya Pak Farouk?" godaku sambil menghentikan hisapanku. Farouk menggumamkan sesuatu. "Tunggu Pak, ada yang lebih nikmat lagi." Aku pun menyiapkan tongkat satpamnya, memosisikannya di bawah selangkangannya.

Kulesakkan tongkat satpam itu ke dalam pantatnya.

Farouk si satpam tentu saja tidak siap; matanya membelalak dan tubuhnya mendadak menegang, erangan kesakitan mulai meluncur dari mulutnya. Aku tidak memedulikannya, kudorong tongkat satpam itu semakin dalam sampai akhirnya mentok. "Nyantai aja Pak Farouk! Nanti lama-lama enak kok, hahahaha..." Kudiamkan tongkat itu di dalam lubang pantat Farouk si satpam sampai beberapa lama, kemudian mulai kumaju-mundurkan tongkat itu perlahan-lahan. Raut wajah Farouk masih menunjukkan bahwa ia kesakitan, tapi aku tak peduli. Justru itu yang aku senangi: melihat raut kesakitan seorang pria yang diperawani pantatnya. Supaya Farouk bisa menikmatinya, aku mencoba mengentotkan tongkat itu dengan satu tangan saja. Berhasil. Jadi tangan bebasku bisa mengocok kontol Farouk yang mulai melemas akibat rasa sakit itu. Kuhentikan sebentar entotanku untuk mengeraskan kembali kontol Farouk si satpam. Setelah cukup keras, baru kulanjutkan kembali entotanku. Kuulangi beberapa kali sampai akhirnya Farouk mulai bisa menikmati entotan itu, walaupun memang ia masih merasa kesakitan. Ah andai saja itu kontolku yang mengentotnya... biar nanti Wisnu saja yang kuentot habis-habisan!

Parto sendiri melihat Farouk kesakitan dan kenikmatan seperti itu, jadi semakin terangsang. Ia mempercepat kocokannya di kontolnya yang mungil itu--eh jangan salah, semprotannya dahsyat! Aku sendiri mulai mempercepat entotan tongkat satpamku di pantat Farouk si satpam, dan kontolnya kubiarkan tidak kukocok. Akhirnya kontolnya tetap tegang juga! "Nah enak kan Pak Farouk?" godaku. Farouk tidak menjawab, peluh membanjiri tubuhnya yang atletis itu, membuatnya semakin terlihat menggairahkan. Mendadak aku punya ide. Kutinggalkan tongkat itu tetap berada di dalam pantat Farouk, lalu aku beranjak. "Mau ke mana Dul?" tanya Parto keheranan. "Aku mau cari sesuatu," jawabku. "Harusnya di sini ada." Gudang itu harusnya menyimpan beberapa peralatan kantor, seperti klip kertas yang hitam itu. Akhirnya ketemu juga di tumpukan dokumen-dokumen yang sepertinya tidak terpakai, kuambil klip-klip kertas itu, selusin jumlahnya. "Mau ngapain kau Dul?"tanya Parto keheranan ketika aku kembali membawa klip-klip kertas itu. "Mau ngasih sesuatu yang enak ke satpam ganteng kita ini," jawabku sambil mencium pipi Farouk; tentu saja dia meronta. Kuraba-raba kembali kedua puting susunya sampai melenting keras, kemudian kujepitkan klip itu ke puting susunya. Farouk langsung menjerit kesakitan, namun itu malah membuat aku dan Parto semakin bernafsu. "Gilaaa kau Dul, jenius!!! Asik banget!!!" Aku kembali meladeni kontol dan bool Farouk si satpam seperti tadi, dan mungkin Farouk mulai belajar perlahan-lahan untuk menikmati rasa sakit itu karena kontolnya tetap saja mengeras. Itu terdengar dari erangannya yang tercampur antara kesakitan dan kenikmatan, lama-lama lebih dominan kenikmatannya. Parto sendiri akhirnya orgasme dan ia sengaja menembakkan spermanya ke wajah Farouk si satpam. Farouk meronta-ronta hendak menghindari muncratan sperma itu, namun apa daya ia tak dapat bergerak. Sperma Parto menempel di hidungnya, sebagian meleleh ke bibirnya sehingga aromanya tercium. Ada yang menggantung di kelopak matanya. Ada pula yang meleleh di dada dan perutnya. Aku menghentikan sebentar permainannya sampai Parto puas menodai Farouk hingga muncratan terakhir. Begitu Parto terduduk kelelahan, aku mencabut sejenak kedua klip kertas yang menjepit puting susu Farouk. Kedua putingnya benar-benar merah akibat jepitan itu, namun masih melenting keras. "Gimana Pak, enak kan disemprot pejuh cowok, hahaha," cemoohku sambil mengusap-usapkan pejuh Parto yang ada di dada Farouk ke kedua putingnya. Rasa perih pasti mendera Farouk karena ia mendesis menahan sakit. Puas melakukan itu, kujepit kembali putingnya, lalu kuladeni kembali kontol dan boolnya. Parto akhirnya membantuku dengan menghisap-hisap batang kontol Farouk sehingga aku bisa bebas menyodomi Farouk si satpam dengan tongkatnya sendiri. Erangan demi erangan pun kembali meluncur dari mulut Farouk.

Dan akhirnya Farouk menunjukkan tanda-tanda ia akan orgasme. "To, seret mejanya deket ke sini!" perintahku. "Buat apa Dul?"
"Biar pejuhnya ngotorin temannya!"
"Ah ide bagus tuh To! Terus nanti kita perkosa dia!" Parto menjadi bersemangat, maka ia bangkit dan mulai menarik meja tempat Wisnu terikat mendekat ke Farouk. Aku terus saja menyodomi Farouk menggunakan tongkatnya. Benar saja, kontolnya mulai berkedut-kedut dan bola-bolanya mulai melesak masuk ke tubuhnya, pertanda ia hendak orgasme. "Enak kan Pak Farouk, mau muncrat ya, hah?" Aku pun mempercepat sodokanku di bool Farouk, dan erangannya semakin menjadi-jadi, tubuhnya berguncang-guncang ke atas seiring dengan sodokan-sodokanku. Tak berapa lama kemudian...

Farouk nyaris orgasme. Tapi tak kubiarkan begitu saja dia menikmatinya.

Dengan cepat aku menjepitkan satu buah klip kertas di salah satu bola kontolnya. Dan satu lagi.

Farouk tentu saja terkejut ketika klip kertas itu menjepit bola kontolnya, yang kiri dan kemudian yang kanan. Rasa sakit dengan cepat menjalar ke otaknya, namun entah mengapa separuh bagian otaknya mengartikan rasa sakit itu sebagai rangsangan lain. Otaknya menjadi bingung, kacau, galau; mengirimkan sinyal ke kontolnya untuk orgasme. Dan akhirnya ia pun orgasme.

Semprotan pertama lolos dari pantauanku, tapi aku sudah sigap dengan satu klip kertas lagi. Pejuh Farouk begitu kental dan banyak, dan seperti dugaanku, pejuh itu mendarat di kemeja Wisnu, sekitar dada atau perutnya. Tapi aku ingin Farouk muncrat lebih jauh. Sebelum Farouk muncrat untuk kedua kalinya, kujepit kepala kontolnya dengan klip kertas itu. Farouk terkejut dengan aksiku, tapi apa daya kontolnya tidak bisa dikendalikan. Kontolnya berkedut-kedut ingin memuntahkan lahar putih kejantanan Farouk si satpam, namun lubang kencingnya tersumbat. Batang kontolnya tetap kukocok-kocok selagi ia orgasme, mungkin ada sampai delapan muncratan seharusnya. Sampai akhirnya kontolnya mulai berhenti berkedut, namun masih tetap tegang menantang. Pasti orgasmenya belum tuntas ini! Kukocok-kocok terus batang kontolnya, sementara Parto dengan nakalnya menyentil-nyentil klip kertas yang menjepit bola kontol Farouk si satpam. Farouk mulai meronta-ronta dan mengerang, mungkin minta supaya aku dan Parto berhenti, karena tentu saja kontol menjadi sangat sensitif setelah orgasme, tapi aku tak membiarkan dia beristirahat. Satpam muda seperti ini pasti nafsunya sedang tinggi-tingginya, dan produksi prjuhnya pasti sedang banyak-banyaknya. Harus diperah sampai habis!

Aku mendengar suara erangan lain yang lebih lemah dan berat, sepertinya suara Wisnu. Mungkin ia sudah mulai sadar. Farouk sendiri masih mengerang-erang tanpa henti, tubuhnya meronta-ronta ke sana kemari selagi aku dan Parto terus mengerjai kontolnya. Dan dugaanku benar, entah bagaimana caranya Farouk orgasme lagi! Kali ini kucabut klip kertas yang menyumbat lubang kencing di kepala kontolnya, dan kubiarkan Farouk muncrat sepuasnya.

Crooooootttt!!!!

Gila, jauh sekali dia muncratnya! Tapi sesuai harapanku, pejuhnya jatuh di muka Wisnu! Banyak sekali pejuh Farouk yang mendarat di muka Wisnu, mungkin membuatnya tersadar penuh. "Hei, apa ini?" Muncratan pejuh Farouk yang lain mendarat di leher Wisnu, dadanya, perutnya, gesper emas sabuknya, dan bahkan tepat di kontol Wisnu, sebelum akhirnya kontol Farouk kelelahan untuk memancarkan pejuhnya lebih jauh lagi. Sisanya meleleh begitu saja, yang langsung Parto jilat dan hisap bersih. Farouk mendesis dibuatnya, antara nikmat, geli, dan perih ketika kepala kontolnya beradu dengan lidah Parto yang dengan laparnya menjilati bersih pejuh Farouk yang masih meleleh. "Farouk! Kau diapakan?!!" Wisnu berteriak. "Aku mau diapakan?? Lepaskan, kalian maling brengsek!!!"
"Pak Wisnu, tenang saja," ujarku tenang sambil menatap satpam itu dalam-dalam. "Teman Bapak, Farouk, sudah merasakan bagaimana nikmatnya kontolnya dilayani dua orang maling. Sebentar lagi Bapak akan mendapatkan kenikmatan yang sama."
"Heh, jangan kurang ajar kau!!!" bentak Wisnu. "Lepaskan aku, atau kalian akan mendekam di penjara sangat lama!!!"
"Hah!" Aku menampar Wisnu. "Berani apa kau, hah? Mau panggil polisi? Bangun saja tidak bisa, cuih!" Kuludahi wajah Wisnu, lalu kuoles-oleskan bersama pejuh Farouk ke seluruh mukanya. "Hentikaaaannn!!! Brengsek!!!" Wisnu bersumpah serapah apapun yang ia ketahui, tapi aku tidak mengindahkannya. Bahkan aku semakin sengaja mengoleskan pejuh Farouk tepat ke lubang hidungnya. "Nih! Hirup aroma kejantanan laki-laki! Punya Farouk! Hahahaha!!!"
"Jangan harap kalian bisa lepas dari sini hidup-hidup!" umpat Wisnu.
"Diam!" Aku memukul dada dan perutnya berkali-kali. "Kalau Bapak menurut, Bapak akan merasakan kenikmatan seperti yang Farouk rasakan." Parto dengan nakalnya mengelus-elus kontol Farouk sehingga ia mengerang kembali, kemudian ia mengelus-elus kontol Wisnu. "Eh To, ngaceng pula dia!" Kualihkan pandanganku ke tonjolan selangkangan Wisnu si satpam, dan benar juga, aku bisa melihat tonjolan itu lebih besar dari sebelumnya, dan batang kontolnya mulai terlihat jelas. "Hahaha, Bapak kepingin juga kan??? Percaya aja deh Pak Wisnu, isepan dia lebih yahud daripada memek longgar istri Bapak!!!"
"Kau... jangan bawa-bawa istriku!!!"
"Tenang saja Pak Wisnu, istri Bapak nggak ada di sini. Tapi...," Aku sengaja mulai mengelus-elus dan menusukkan jariku ke bawah bola-bola kontolnya, ke lubang pantatnya. "Mungkin Bapak akan menggantikan peran istri Bapak. Baru Bapak tahu rasanya menjadi seorang istri!!!"
"Bajingan kalian!!!" Kupukul kontolnya, lalu tanpa berbasa-basi lagi aku pun memulainya.

Memperkosa Pak Wisnu si satpam.

No comments:

Post a Comment