Page Tab Header

Wednesday, July 15, 2015

Paman Temanku


Paman Temanku Tentara Gay


Kisah ini terjadi sewaktu aku masih kelas sebelas. Aku bersabahat karib dengan, sebut saja Prasojo. Aku sendiri orangnya pendiam dan Prasojo luar biasa cerewetnya untuk ukuran laki-laki (tapi dia tidak sissy). Entah kenapa aku bisa cocok dengannya. Prasojo murah senyum, suka bercanda, dan pengetahuannya luas. Aku suka mendengarkan ceritanya tentang apa saja, bahkan sampai ke urusan cintanya. Yah, sayangnya ia sepertinya tidak tertarik denganku untuk urusan percintaan, karena ia berpacaran dengan cewek dari kelas sepuluh. Orangnya memang tampan. Aku sendiri berkaca mata, kurus, tidak suka olah raga, well, kau bisa bayangkan aku mirip Nobita. Tidak menarik kan? Sudah gitu, aku gay pula. Lengkap sudah penderitaanku, karena jarang sekali yang mau berpacaran denganku.

Sampai pamannya Prasojo datang.

Prasojo tidak pernah cerita tentang pamannya sampai suatu hari saat pulang sekolah ia menyuruhku untuk jangan pulang dulu. Lho kenapa? "Mulai hari ini aku dijemput pamanku. Kau ikut saja! Toh rumah kita sejalan kan?" Biasanya memang aku dan Pras (panggilanku padanya) pulang naik angkot bersama, maklum kami agak kurang beruntung untuk bisa punya motor sendiri.
"Pamanmu yang mana Pras?"
"Oh aku belum pernah cerita. Dia tentara, biasanya tugas di X, tapi sekarang lagi tugas di sini. Ya kebetulan sih! Kebetulan lagi dia punya mobil sendiri pula."
"Waaaa enak tuh, berangkat sama pulang bisa nunut pamanmu!"
"Ya gak selalu sih, kalau pas dia lagi nggak dinas aja. Tapi kalau pagi bisa sih dia antar kita berdua."
"Kita?"
"Iya, kau ikut saja denganku!"
"Sungkan ah sama pamanmu!"
"Eh ngapain sungkan juga, kita kan sahabat! Pamanku nggak nggigit kok! Tuh orangnya datang!"
Aku terkesima ketika melihat paman Pras berjalan mendekati kami. Orangnya masih muda, kira-kira umur tiga puluhan. Jalannya tegap sekali, yah maklum sih tentara... Saat itu ia mengenakan kaos hijau lumut yang agak ketat, aku bisa melihat kedua puting susunya tercetak jelas. Celananya hijau loreng khas angkatan darat. Aku berusaha melihat tonjolan selangkangannya, rasanya agak besar, tapi tersamar celana lorengnya. "Halo Pras," sapa pamannya. "Ini pasti temanmu ya?"
"Saya Sebastian Om," ujarku sambil menjabat tangannya. Jabatan tangannya mantap sekali. "Panggil Tri saja. Jangan Om ah, ketuaan!" Rupanya si om masih berjiwa muda nih. Apa termasuk bagian bawahnya yah... "Oi bro, kok ngelamun aja!" sergah Pras, lalu ia menusuk kontolku dengan cepatnya menggunakan jarinya. Walaupun straight, ia masih sering menggoda kontolku, dan ia tidak pernah merasa jijik memegangnya, bahkan ia pernah mengocok kontolku sampai muncrat. Aku jadi tak perlu sungkan lagi padanya kalau kepergok sedang ngaceng, dan saat itu aku memang agak ngaceng gara-gara mengamati bodi Tri yang aduhai. "Walah lagi ngaceng dia Paman!" seloroh Pras sambil meremas dan menunjukkan batang kontolku dari balik celana seragamku yang sudah agak keras. "Hahaha, jiwa muda memang ya! Bagus lah kalau masih bisa ngaceng! Pria sejati harus bisa ngaceng!" ujar Tri sambil menepuk-nepuk bahuku. Kemudian sambil berbisik tanpa canggung ia meremas-remas kontolku, "Mau kumainin?" Eh? "Walah Paman ini, malah ditambahin horninya...," ujar Pras. "Ntar dilihat orang lain malu lho."
"Ah kan udah sepi ni sekolahmu... Toilet di mana? Bro anterin dong! Pras kau tunggu di sini bentar ya!"
"Aih Paman ya lagi pingin toh? Dasar..."
"Udah kebelet dari tadi nih...," ujar Tri sambil memegangi kontolnya seakan kebelet pipis. "Kau ga mau ikut kah?" ajak Tri sambil memegang kontol Pras. "Daripada kau sendirian di sini! Ikut seru-seruan!"
"Ga seru Paman kalau ketahuan!"
"Tapi benernya kau ya mau kan? Ngaceng juga gini!"
"Ah Paman..." Sepertinya ia malu karena ketahuan ngaceng di depanku. Aku sendiri jarang sekali menyentuh kontol Pras, walaupun beberapa kali aku melihat tonjolannya itu membesar. "Dah ayo, tunjukkan toiletnya!"

Tak kusangka Pras mengantarkan aku dan pamannya menuju toilet di lantai dua (sengaja tidak di lantai satu karena masih ada yang ekskul dan ruang guru ada di lantai satu). Sesuai harapan tidak ada orang di situ. Pras masuk dulu ke salah satu ruangan WC diikuti aku dan Tri. Setelah mengunci pintu, "Berdiri dekat sini, hadap ke pintu," perintah Tri padaku dan Pras, berarti aku berdua membelakangi Tri. "Buka dikit kakinya." Tak lama aku merasakan tangan Tri menggerayangi kontolku dari bawah selangkanganku. Kulirik Pras, ia memejamkan mata dan menikmati permainan tangan Tri di kontolnya. Aku sendiri menikmati tangan Tri di kontolku, gila enak sekali. Bahkan Pras tak bisa memainkan kontolku seenak ini! Kontolku pun bangun dengan segera dan meronta ingin keluar. Tri masih saja memainkan tangannya. Tak lama kemudian aku mendengar bunyi resleting dibuka dan aku merasa udara dingin memasuki celanaku. Aku sempat menggigil karena, "Wah tak pakai celana dalam kau Bro?"
"Iya, nggak bebas rasanya kalau pakai celana dalam." Maka tangan Tri yang agak kasar itu pun langsung menyentuh kontolku. Agak geli karena ia meraba-raba kontolku untuk mengeluarkan batangnya, tapi ia langsung mendapatkannya. "Berbalik sini," perintah Tri. Begitu aku berbalik, ia langsung melahap batang kontolku dan mengisapnya. Aku belum pernah diisap sebelumnya, Pras paling banter hanya mengocoknya saja. Tanpa sadar aku mengerang agak keras. "Enak ya?" ujar Tri, aku hanya bisa mengangguk. Aku melihat Pras, ia hanya mengocok kontolnya, namun ia tidak malu-malu melakukannya. Tri terus intens mengisap kontolku, lidahnya yang kasar tak henti-hentinya menjilat tepian kepala kontolku yang sudah disunat itu. Geli betul. Kontolku terasa keras sekali. Belum puas aku menikmatinya, Tri menghentikan hisapannya dan bertanya, "Kau pernah nge-fuck?" Wah, itu sih hanya dalam mimpi dan dalam video yang kutonton. Mana ada yang mau di-fuck orang sejelek aku? "Belum pernah."
"Fuck me."

Tri pun berdiri dan membuka celana lorengnya itu, mengungkapkan kontolnya yang anehnya belum tegang sama sekali. Entah kenapa bulu jembutnya tipis sekali, mungkin habis dicukur. Ia menyuruhku membuka baju dan duduk di atas WC. Saat itu aku mendengar tipis suara erangan Pras, sepertinya ia mau keluar. Tri sejenak beralih padanya dan ganti mengocok kontol Pras. Anehnya Pras sama sekali tidak merasa jijik kontolnya dikocok pamannya, mungkin kapan-kapan aku harus mencobanya. Tak terlalu lama kemudian Pras pun muncrat, dan Tri menampung seluruh sperma Pras dengan tangannya. Kemudian ia berbalik padaku dan mengoleskan sperma Pras ke batang kontolku yang agak melemas namun dengan segera menegang kembali, apalagi diolesi sperma sahabat karibku. Sperma Pras terasa hangat dan kental, rupanya dijadikan pelumas oleh Tri. Kemudian ia berdiri dekat sekali denganku hingga kontolnya menempel di dadaku. Perlahan ia menduduki kontolku; sensasinya begitu asing namun menyenangkan. Lubang pantatnya begitu sempit; kukira tentara biasanya tidak pernah jadi bot. Tri terus memasukkan batang kontolku sampai masuk seluruhnya, kemudian ia diam menghimpun tenaga. Kumanfaatkan saat itu untuk memainkan kontolnya yang masih lemas itu. Ia mengubah arahnya sehingga kini ia memunggungi aku agar aku lebih leluasa mengocok kontolnya. Setelah kontolnya menegang, ia mulai "mengocok" kontolku dengan bergerak naik turun. Aku hanya melongo dengan gerakannya yang membutuhkan stamina itu karena ia tidak berpegangan pada apapun, hanya bertumpu pada kedua kakinya saja, namun itu bukan masalah bagi tentara seperti Tri. Gesekan kontolku dengan lubangnya yang sempit benar-benar membuatku nyaris lupa daratan. Aku jadi bernafsu ingin mengentotnya sendiri, dan ia sepertinya bisa membaca pikiranku. "Sambil berdiri yuk!"

Perlahan-lahan, agar kontolku tidak keluar dari pantatnya, ia membantuku berdiri. Pras keluar dari kamar itu dan membiarkanku berdua dengan Tri, namun ia tetap berjaga-jaga, siapa tahu ada orang masuk. Setelah posisinya nyaman (Tri sendiri sudah nungging), aku pun mencoba menggerakkan pinggulku maju mundur. Sensasi tadi pun kudapatkan kembali. Yes, akhirnya! Aku yang jelek ini bisa ngentot seseorang, tentara lagi! Aku dan Tri pun tanpa malu-malu mengerang keenakan. Entah apa reaksi Pras di luar sana, tapi kurasa ia diam-diam juga ingin merasakannya.

Sampai mendadak aku mendengar gedoran yang cukup keras di pintu kamar mandi. Awalnya kukira itu Pras yang memberi kode bahwa ada orang. Aku pun mempercepat entotanku, nanggung sekali kalau harus berhenti sekarang. Pras menggedor pintu sekali lagi, kali ini agak sering. Aku dan Tri pun diam, namun aku masih mengobok-obok pantat Tri. Gedoran ketiga datang tepat bersamaan dengan datangnya puncak kenikmatanku, aku muncrat di dalam pantat Tri. Terengah-engah, kubiarkan kontolku memompakan spermaku ke dalam pantat Tri. Setelah tak menyemprot lagi, kukeluarkan kontolku perlahan-lahan. Kami pun dengan segera mengenakan celana dan merapikan diri (entah apa celana Tri bakal basah nanti kalau spermaku keluar dari pantatnya), lalu aku keluar duluan untuk langsung berhadapan dengan satpam sekolahku.

"Ngapain kalian di sini? Ngerokok ya?" tuduh satpam itu dengan nada keras.
"Sudah kubilang Pak, mana mungkin ngerokok di sekolah?" jawab Prasojo ketus. "Udah digeledah juga kan akunya? Mana rokoknya?
"Jangan bohong!!! Pasti dibawa temanmu!" Satpam itu rupanya keras kepala juga. "Ayo sini keluar!!!" Aku diseret satpam itu keluar; untungnya bajuku sudah cukup rapi. "Mana rokoknya???"
"Rokok apaan Pak?" tanyaku. "Aku tidak merokok."
"Bohong!!! Cepat serahkan rokoknya!"
"Ada apa ini?" sebuah suara berat terdengar. Rupanya Tri sudah merapikan diri pula. Ia pun keluar dengan membusungkan dada, bergaya khas tentara. Gaya itu rupanya cukup membuat keder si satpam, bahkan ia langsung memberi hormat. "Siap komandan! Saya mencurigai dua anak ini merokok di lingkungan sekolah Ndan!"
"Mana buktinya?" tanya Tri balik. Satpam itu gelagapan. "Mana rokoknya? Saya dari tadi di toilet ini dan tidak mencium bau rokok. Kamu jangan asal tuduh aja ya!" Nada suaranya mulai naik, berlagak menggertak. "Kamu tahu saya ini siapa, hah??!!" Satpam itu hanya terdiam di tempat sambil tertunduk malu. "Mau saya hajar kamu?!"
"Ampun Ndan, saya mengaku salah!" ujar satpam itu ketakutan. "Anak-anak biasanya sembunyi-sembunyi merokok di toilet, dan tidak ada yang mau mengaku kalau ditanyai!"
"Ya tapi bukan berarti semua yang masuk toilet berarti merokok! Goblok kau!!" sergah Tri marah. "Kau mau dihukum ya?!"
"Ampun Ndan..." Mendadak Tri maju dan berdiri di belakang satpam itu, lalu memitingnya. "Aaahh...," satpam itu mengerang kesakitan. Ia meronta-ronta, namun Tri mengunci badan satpam itu, membuatnya tidak bisa melepaskan diri. Apalagi tenaga Tri sebagai seorang tentara jelas lebih besar daripada satpam itu. "Bro, geledah dia!" perintah Tri. "Jangan-jangan justru dia yang bawa rokok!" Awalnya aku agak ragu, namun melihat Tri memerintahku sekali lagi dengan kepalanya, aku pun melakukannya. Awalnya kucek kantung bajunya, tidak ada kotak rokok di sana. Di saku celananya... Dari depan kuraba-raba, ada sesuatu yang menonjol di saku kanannya. Kurogoh ke dalam, ternyata hanya dompet. Iseng kurogoh-rogoh saku celana kirinya agak dalam hingga menyentuh kontolnya. Satpam itu sedikit berontak ketika kontolnya kusentuh, namun Tri dengan cepat menendang kakinya menyuruhnya diam. Tinggal satu lagi yang belum kuperiksa: kantung celana belakangnya...

"Wah apa ini ya?" ujarku. Di saku belakangnya ada satu dompet lagi yang lebih tipis. Saat kubuka, ternyata isinya kondom. "Wah wah wah, kau pingin 'merokok' yang lain ya," ujar Tri menuduh. "Ampun Ndan, saya tidak tahu maksudnya Ndan," jawab satpam itu. "A lah, sudah jangan bohong! Kau homo juga kan? Bro, coba kau rangsang dia, ngaceng tidak!"
"Tapi..."
"Sudah lakukan saja! Dia pasti bawa kunci, kunci dulu toilet ini!" Memang saat itu aku melihat segerombol kunci di saku belakang celana satpam itu, maka kuambil dan kukunci toilet itu dari dalam. "Pras, kau pegangi kakinya!" Herannya Pras pun menuruti perintah pamannya dan memegangi kedua kaki satpam itu. "Ndan saya mau diapakan?" tanya satpam itu cemas. "Diam saja kau kalau ingin selamat!" ancam Tri. "Kalau kau sampai berteriak, kubunuh kau!" Satpam itu memekik ketika sesuatu yang tajam menusuk punggungnya, dikiranya itu pisau padahal hanya jari Tri. "Buka kedua kakinya Pras." Pras pun membuka kaki satpam itu sehingga tersedia ruang cukup lebar bagiku. "Rangsang kontolnya Bro. Aku mau tahu dia ngaceng atau tidak."
Aku pun memulai aksiku. Awalnya agak canggung karena itu satpam sekolahku yang terkenal cukup galak, namun dalam hati aku agak geli juga karena satpam itu takut sekali pada Tri. Tanpa pikir panjang aku pun menggenggam kontol satpam itu dan meremasnya. Awalnya satpam itu meronta-ronta, namun dengan tusukan palsu Tri, akhirnya satpam itu pun diam. Kontol satpam itu cukup besar, namun kukira yang besar adalah bola zakarnya. Batangnya agak kecil menurutku kalau dibandingkan punya Tri dan Pras, tapi tak apa lah, kapan lagi aku bisa menikmati kontol orang lain, bahkan satpamku yang galak itu. Namun setelah beberapa lama, batang kontolnya tak kunjung mengeras. "Lembek nih," ujarku. "Hei, kau impoten ya," ujar Tri. "Nggak Ndan! Saya bisa ngaceng!"
"Mana, lemas gitu!" Tri pun melepaskan salah satu kunciannya dan meremas kontol satpam itu agak kasar, membuat satpam itu mengerang. "Apa ini, lembek sekali! Kau ini cowok bukan!"
"Saya ngacengnya kalau nonton film Ndan!"
"Film apa? Bokep? Cowok cewek?" Satpam itu tidak menjawab, sepertinya ia malu membuka rahasianya. "Jawab!!!" ancam Tri sambil meremas kuat-kuat kontol satpam itu. "Aaaaahhh..." Saat itu aku melihat kontolnya mulai ngaceng. "Oooo aku tahu sekarang, kau rupanya hanya ngaceng kalau disiksa ya!" ujar Tri. "Kau suka disiksa, hah?! Jawab!!!" Satu lagi remasan kuat pada kontolnya. Ajaibnya, kontolnya justru ngaceng! "Bro, siksa dia!"
"Eh? Aku?"
"Ya iya lah, masa si Pras, mana berani dia!"
"Eh Paman, sudah lah, toh kita ya nggak melakukan yang dituduhkannya," ujar Pras. "Bisa runyam nanti masalahnya..."
"Jangan takut, dia harus dihukum biar nggak sembarangan nuduh! Kalau kalian diancam, bilang saja padaku, kuberi pelajaran dia nanti!" Satu lagi remasan kontol pada satpam itu. "Ayo Bro!"

Aku belum pernah menyiksa seseorang sebelumnya, namun sesekali aku pernah melihat videonya di Internet, dan kadang aku pingin coba juga. Aneh juga melihat seseorang bisa ngaceng kalau kontolnya disiksa. Pras berhenti memegangi kedua kaki satpam itu; ia sepertinya pasrah pada apa yang akan terjadi padanya. Bahkan Tri pun melepaskan kunciannya. Satpam itu kini berdiri tegak di hadapanku. Diapain dulu ya...
Tanpa pikir panjang aku mengepalkan tanganku dan meninju kontolnya. Satpam itu terhentak dan mengerang pelan. Aku duduk di hadapannya hingga kontolnya ada berada sedikit di atas kepalaku. Kuperlakukan seperti sansak tinju, kupukul berulang-ulang kontol satpam itu hingga satpam itu terengah-engah. Kuberikan sedikit waktu untuknya beristirahat sebelum sesi berikutnya. Kali ini Tri membantuku dengan menjaga tubuh satpam itu tetap berdiri tegak, karena tiap kali kuhajar kontolnya satpam itu refleks memegangi kontolnya. Kali ini tidak ada lagi yang melindungi kontolnya, maka... Kutendang dengan sepatu ketsku. Awalnya kutendang seperti menendang bola, dan memang bola kontolnya yang kutendang. Berikutnya, kupraktekkan sedikit jurus tendangan karate yang kupelajari iseng-iseng dari Internet. Tendangan ketiga kugunakan ujung sepatuku. Tiga tendangan berturut-turut itu sepertinya menguras habis tenaga si satpam, keringatnya bercucuran membasahi tubuhnya, dan entah kenapa aku jadi terangsang kembali. Kupegang kontolnya dan ternyata batangnya sudah sekeras kayu. "Mau diterusin atau mau dikeluarin nih?" tanyaku pada diriku sendiri. "Udah keras kah Bro?" tanya Tri. Tanpa menunggu aku menjawabnya, ia pun menjamah dan meremas keras kontol satpam itu, membuatnya mengerang lagi. "Wah mantap nih. Terserah dia dah. Mau diterusin atau dikeluarin?"
"Terusin dikit lagi Ndan...," rintih satpam itu. "Enak..."
"Wogh dia kecanduan gayamu Bro!" puji Tri. "Lanjutin gih! Ngaceng juga aku dibuatnya!"
Maka aku pun melanjutkan permainanku, walaupun jujur saja aku kehabisan akal. Akhirnya kugunakan ingatanku sebisanya, mengingat-ingat film atau kejadian apa saja yang berhubungan dengan serangan pada kontol. Kebanyakan berhubungan dengan pukulan, namun gerakan yang paling kusuka adalah ketika aku berdiri, menggenggam kontol satpam itu, dan menariknya ke atas. Satpam itu berjingkat sambil mengerang kesakitan. Kontolku berdenyut-denyut melihat reaksi satpam itu, tak terasa precum pun mulai membasahi celanaku. "Sudah cukup Bro, sekarang puaskan dia," ujar Tri. "Kasihan."

Maka kuelus-elus kontol satpam itu yang masih meringis kesakitan. Aku nekad menciumnya, entah keberanian dari mana datangnya, dan ajaibnya satpam itu membalasku. Kubuka perlahan celananya sampai kudapatkan kontolnya. Bola-bolanya sepertinya bengkak dan berdenyut panas ketika kupegang, satpam itu pun meringis kesakitan. Maka hanya kugenggam kontolnya dan kukocok perlahan-lahan untuk menghilangkan sakitnya sambil tetap menciumnya. Aku bisa merasakan kontolku juga dimainkan, namun aku tak tahu siapa yang memainkannya karena aku sibuk dengan satpam sekolahku. Aku mengerang dalam ciumanku ketika seseorang menjilati kontolku dan menghembusinya dengan nafas hangat; kontol satpam itu mulai mengeluarkan precum yang kujadikan pelumas untuk mengocoknya. Kusempatkan melihat siapa penghisap kontolku, dan aku agak terkejut. Ternyata si Pras! Kukira ia bukan gay, tapi ternyata ia mau juga menghisap kontolku, dan hisapannya cukup mahir. Tri sendiri kulihat juga kembali terangsang dan sedang mengocok kontolnya sendiri; aku bisa melihat kontolnya mulai mengilat oleh precumnya. Kulanjutkan kocokanku, satpam itu menikmatinya untuk beberapa saat sebelum ia mengerang kesakitan kembali. Ternyata Tri kembali meremas kedua bola zakar satpam itu, sambil berusaha memasukkan kontolnya ke pantat si satpam. "Ooookkhhh sempitnya pantatmuuu... belum pernah dientot yaahhh...," desau Tri dengan nafas beratnya. "Belum Ndan... Aaaakh..." Blesss... kontol Tri dengan kejamnya menghunjam pantat si satpam sampai masuk seluruhnya. Seakan tahu peranku, aku pun semakin gencar mengocok kontol si satpam untuk meredakan sakit pada pantatnya. Tri pun mengentot satpam itu tanpa ampun, karena tadi ia belum muncrat sama sekali. "Aaaahhh Praaasss... hisapanmu enak banget..."
"Kau suka Bro?" tanyanya sambil mengelus-elus kepala kontolku, membuatku kelojotan. "Suka banget Pras... tak kuduga kau mau menghisap kontolku..."
"Kelihatannya enak Bro, dan ternyata memang enak..." Tanpa berkomentar lagi ia kembali memasukkan kontolku ke mulutnya dan menghisap-hisapnya. "Oooohhh..." Aku seakan-akan berada di langit tertinggi: kontolku dihisap sahabatku sendiri dan aku sedang memainkan kontol satpam sekolahku yang galak itu, yang saat ini juga sedang dientot seorang tentara. Lengkap rasanya, tapi akan lebih lengkap lagi kalau pada muncrat...

Sodokan demi sodokan kontol Tri pada pantat satpam itu sesekali menyentuh prostatnya, membuatnya merem melek. Belum lagi kontolnya mendapat servis dariku, dan Tri pun memainkan puting susu si satpam, rupanya membuat si satpam tidak tahan lagi. Nafasnya mendadak menderu, dan ia melenguh panjang. "Oooooohhhhh....." Kuremas kedua bola zakarnya dan kupegang pangkal kontolnya kuat-kuat sambil kuarahkan menjauh dariku agar spermanya tidak mengotori bajuku maupun Pras. Satu detik kemudian... Crooottt... Tembakan pertama si satpam jauh sekali sampai mengenai dinding toilet, dan... berhenti. Aku agak heran dibuatnya, kok hanya sekali tembak... Kukocok kuat-kuat kontol satpam itu, dan erangan panjang kembali keluar dari mulut si satpam. "Ooooohhhh..." Tembakan kedua nyaris mengenai Pras, aku lupa mengarahkan kontolnya menjauh. Aneh sekali, pikirku, mirip senjata saja harus dikokang dulu. Maka kukocok-kocok kontolnya dan satpam itu pun menembakkan spermanya. Tujuh tembakan berikutnya benar-benar menguras habis persediaan spermanya, bahkan setelah kuperas buah zakarnya. Tak lama kemudian, kudengar erangan Tri menunjukkan ciri-ciri yang sama. "Aku mau keluaaaarrr.... Aaaaahhhh..." Badannya sedikit bergetar, namun kutebak ia sudah mulai muncrat di dalam pantat si satpam. Si satpam tidak bereaksi apa-apa. Setelah Tri bisa mengendalikan badannya, ia menciumi leher satpam itu. "Nah, kalau nurut enak kan?" Satpam itu hanya mengangguk. "Bro, kau sudah muncrat?"
"Dikit lagiii...," jawabku bergetar. Pras rupanya ikut bersemangat mengetahui dua orang sudah muncrat, maka ia menggenjot kontolku kuat-kuat, bahkan ia ikut meremas-remas bola zakarku. "Praasss... awaaasss... aku mau muncraaattthhh... Hhhhhh...." Aku takut aku muncrat di dalam mulutnya, namun ia tidak kunjung mengeluarkan kontolku dari mulutku, malah semakin asyik menghisapnya. "Aaaaahhhh..." Akhirnya aku pun muncrat di dalam mulut Pras. Hanya empat tembakan karena sebelumnya aku sudah muncrat di dalam pantat Tri, namun semua spermaku ditelan Pras. "Makasih Pras, kau sahabatku yang terbaik..." Tak sadar air mata meleleh di mataku. "Tak apa Bro, ini gunanya sahabat kan?" ujar Pras sambil menghapus air mataku dan memelukku. Rasanya hangat sekali, dan aku luar biasa bahagianya bisa dipeluk Pras. "Pras kau belum keluar kan? Kukeluarin yah..."
"Nggak usah Bro, tadi aku kan udah keluar."
"Tapi kau masih tegang gini Pras... nanti sakit lho!" Tanpa menunggu persetujuannya, ganti aku menghisap kontolnya, dan Pras kini tak menolak sama sekali. Kuberikan hisapan terbaikku, dan Pras meracau selama hisapanku itu, seringnya memanggilku. Tak terlalu lama ia pun muncrat, dan dengan senang hati kutelan seluruh spermanya tanpa bersisa.

Sejak saat itu, aku menjadi semakin erat dengan Pras, walaupun ia masih suka dengan cewek. Sesekali kami  memadu kasih, walaupun ia tak mau disodomi dan menyodomi aku. Cukup lah bisa menghisap kontolnya dan dihisap olehnya... Selama pamannya masih dinas di sini, sesekali kami main bertiga, dan aku lebih sering disuruh berlagak sebagai atasan Tri yang kejam serta suka menyiksa. Tri rupanya juga suka disiksa, mungkin akibat pengalaman pribadinya saat jadi taruna dulu. Jika bermain denganku saja, Tri lebih suka dientot. Sesekali satpam sekolahku juga minta jatah padaku, dan kulakukan selepas pulang sekolah. Tentu saja, ini menjadi rahasia kami berempat, dan semuanya berkat paman temanku tentara yang gay.




.


No comments:

Post a Comment